BerandaTafsir TematikTafsir KebangsaanMakna Keberagaman dalam Sudut Pandang Mufasir Nusantara

Makna Keberagaman dalam Sudut Pandang Mufasir Nusantara

Surah Arrum ayat 22 menggambarkan bahwa keanekaragaman adalah bagian dari ciptaan Allah Swt. yang menunjukkan keagungan dan kekuasaan-Nya. Pesan ini memiliki relevansi mendalam dalam konteks isu diskriminasi antarmanusia. Ayat tersebut menyiratkan bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk mendiskriminasi. Perbedaan justru menunjukkan kebesaran Pencipta dan nilai kemanusiaan yang universal. Tulisan ini mengupas makna keberagaman dalam perspektif mufasir di Indonesia.

Baca juga: Albaqarah Ayat 148: Isyarat Pluralitas dan Solusi Egoisme Beragama

Makna keberagaman dalam sudut pandang mufasir Nusantara

Perbedaan adalah fitrah manusia. Allah menciptakan manusia berbagai bangsa dan suku agar saling mengenal dan berinteraksi, sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. Alhujurat [49]: 13. Namun di tengah perbedaan itu, manusia sering kali terjebak dalam perilaku diskriminatif, memandang rendah atau merendahkan orang lain berdasarkan suku, agama, ras, atau gender. Padahal, dalam Q.S. Arrum [30]: 22 Allah menjelaskan bahwa perbedaan ini seharusnya menjadi tanda kebesaran-Nya.

وَمِنْ اٰيٰتِهٖ خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَلْوَانِكُمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ

“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berilmu.”

Mufasir Nusantara, Bakri Syahid, dalam al-Huda Tafsir Qur’an Bahasa Jawi menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:

“Lan saka sawenehe ayat tandha yekti kasampurnaning kakuwasaane Allah, yaiku tumitahing langit-langit lan bumi, sarta beda-bedaning basanira, lan warnaning kulitira. Sanyata kang mangkono iku temen dadi ayat tandha yekti tumrap kabeh wong kang mangarti.“ (Bakri Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, Hal. 785)

Baca juga: Mengenal Tafsir Al-Huda, Tafsir Al-Quran Berbahasa Jawa Latin Karya Kolonel Bakri Syahid

Menurut penafsiran Bakri Syahid, Allah Swt. menunjukkan kekuasaan-Nya melalui berbagai macam ciptaan-Nya, seperti langit, bumi, perbedaan bahasa, dan warna kulit. Hal itu bertujuan agar manusia bertambah imannya dan lebih mengenal penciptanya, sehingga menjadi manusia yang bertakwa. Dengan bertakwa, manusia menjadi makhluk yang paling mulia di hadapan Allah tanpa merasa superior atau mendiskriminasi orang lain karena perbedaan warna kulit atau bahasa.

Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa Alquran sangat menghargai keberagaman bahasa, bahkan mengakui penggunaan beragam bahasa lisan. Dalam konteks nasionalisme, menghargai bahasa adalah hal yang penting dan tidak bisa diabaikan karena hal tersebut akan membentuk kesatuan dalam berpikir. Masyarakat yang dapat merawat bahasanya tentu akan dapat merawat identitasnya, sekaligus menjadi bukti dari keanekaragaman atau pluralitas manusia.

Menjelajahi pesan Surah Arrum ayat 22 dalam konteks sosial Indonesia

Dalam konteks sosial, isu diskriminasi masih menjadi masalah serius di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Diskriminasi rasial, agama, dan gender masih terjadi, menyebabkan ketidakadilan dan konflik antarmanusia. Namun, jika kita memahami pesan dalam Surah Arrum ayat 22, seharusnya perbedaan ini mengajarkan kita untuk saling menghargai dan memperkaya kehidupan bersama.

Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu tanda kekuasaan dan keesaan Allah adalah dengan diciptakannya langit yang bertingkat-tingkat dan bumi. Selain itu, tanda-tanda kekuasaan-Nya juga dapat dilihat dari adanya perbedaan lidah seseorang, seperti perbedaan bahasa, dialek, dan intonasi. Termasuk juga perbedaan pada warna kulit seseorang; ada yang hitam, kuning, sawo matang, dan putih.

Beliau menjelaskan bahwa ayat di atas menekankan tentang perbedaan, karena perbedaan inilah yang kemudian menonjolkan kuasa-Nya. Bagaimana tidak, manusia yang lahir dari asal-usul yang sama dapat mempunyai perbedaan dalam banyak aspek. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 11, Hal. 37-38)

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Buya Hamka dalam tafsirnya, Dalam ayat tersebut, seseorang yang berpengertian diperintahkan terlebih dahulu menengadah ke atas untuk melihat langit dengan ketinggian dan keluasannya. Kemudian setelah itu, barulah dia diperintahkan kembali melihat dirinya. Perbedaan yang ada menjadi salah satu tanda kebesaran Tuhan.

Baca juga: Buya Hamka, Mufasir Reformis Indonesia Asal Minangkabau

Selain menjelaskan banyaknya perbedaan bahasa dan warna kulit, lebih lanjut Buya Hamka menjelaskan perbedaan yang berkaitan dengan bentuk keindahan wajah tiap manusia. Dalam tafsirnya, beliau menyebutkan tidak kurang dari empat milyar penduduk dunia pasti berbeda-beda, dari ujung jari (sidik jari), raut muka, bentuk mata, hidung, telinga, bahkan kepribadian sekaligus.

Sehingga dari perbedaan ini, mengharuskan manusia untuk berpikir dan belajar. Maka dengan begitu manusia akan semakin meyakini bahwa segala sesuatunya, termasuk perbedaan yang ada adalah bagian dari kekuasaan-Nya. (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid 7, Hal. 5505-5506)

Refleksi atas pesan harmoni dalam keberagaman

Isu diskriminasi sering kali muncul karena ketidakmampuan manusia untuk menghargai dan meresapi keindahan dalam perbedaan. Surah Arrum ayat 22 mengingatkan kita bahwa kekuatan Allah justru terpancar melalui perbedaan tersebut, dan seharusnya menjadi landasan bagi kita untuk menghormati, menghargai, dan memperlakukan semua orang dengan adil tanpa memandang perbedaan.

Dalam konteks sosial modern, pesan ini menjadi relevan. Masyarakat yang beragam membutuhkan pemahaman dan toleransi yang lebih besar agar perbedaan tidak menjadi sumber konflik atau ketidakadilan. Melalui pemahaman yang dalam tentang pesan ini, kita dapat berusaha untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis, di mana setiap individu dihormati dan diakui nilainya tanpa pandang bulu. Wallahu a’lam.

Lidya Karmalia
Lidya Karmalia
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Peminat kajian Alquran dan tafsir
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...