BerandaTafsir TematikTafsir Ahkam: Dalil Salat Jumat dan Alasan Pemilihan Harinya

Tafsir Ahkam: Dalil Salat Jumat dan Alasan Pemilihan Harinya

Salat Jumat merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki. Tetapi, tahukah anda mengapa Allah memilih hari Jumat?, padahal, ada hari-hari lain yang konon juga dianggap baik dalam Islam seperti Senin dan Kamis. Berikut ini tafsir QS. Al-Jumu’ah [62]: 9 tentang dalil Salat Jumat dan alasan pemilihan harinya. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوْمِ ٱلْجُمُعَةِ فَٱسْعَوْا۟ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ وَذَرُوا۟ ٱلْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika (kalian) dipanggil untuk melaksanakan salat di hari jumat, maka bersegeralah untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahuinya.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9)


Baca juga: Dalil dan Aturan Tayamum, Tafsir Surat An-Nisa Ayat 43


Tafsir Ayat

Ayat tersebut merupakan satu-satunya ayat yang menyebutkan kata al-jumu’ah dalam Al Quran. Melalui ayat itu, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk melaksanakan Salat Jumat sebagai bentuk zikir kepada-Nya. Mereka diperintah melalui lafal fas’au untuk bersegera melaksanakannya. Dalam Rawa’i’ul Bayan, ‘Ali As-Shabuni mengutip pendapat Pakar Bahasa, yakni Al-Farra’ bahwa as-sa’yu (asal dari fas’au) bukan berarti tergesa-gesa dengan berlarian. Melainkan bergegas melaksanakan salat dengan sungguh-sungguh dan semangat. Ini sesuai dengan sabda Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah:

اِذَا سَمِعْتُمْ الإِقَامَةَ فَامْشُوا اِلىَ الصَّلاَةِ، وَعَلَيْكُمْ السَّكِيْنَةُ وَالْوَقَارُ، وَلَا تُسْرِعُوا، فَمَا اَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا رواه البخاري

“Jika kalian mendengar iqamah, maka jalanlah menuju ke sana. Dan wajib bagi kalian untuk tetap tenang dan anggun, dan janganlah kalian tergesa-gesa. Maka, jika kalian mendapati (shalat masih dilaksanakan), segeralah shalat. Jika kalian ketinggalan, maka sempurnakanlah.” (HR. Al-Buhkari)


Baca juga: Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 6: Hukum Wudhu Perempuan yang Memakai Kuteks


Latar belakang dipilihnya Hari Jumat

Pada mulanya, Hari Jumat yang kita kenal sekarang bernama ‘Arubah. Dulu, Hari ‘Arubah dijadikan kebiasaan oleh masyarakat Arab untuk memamerkan segala yang mereka miliki, seperti hasil dagangan, syair, sihir, dan lainnya. Kemudian, saat Islam datang, nama-nama hari yang digunakan pada masa jahiliyah mengalami perubahan.

Orang yang pertama kali mengubahnya menjadi Jumat adalah Ka’ab bin Luay. Sebelum kedatangan Nabi ke Madinah, penduduk di sana berkumpul dan membahas perihal Ahli Kitab yang memiliki hari tertentu sebagai waktu berkumpul. Lalu mereka bersepakat menjadikan Hari ‘Arubah sebagai hari berkumpulnya umat Islam untuk beribadah dan mengganti nama ‘Arubah menjadi Jumat.

Ada tiga versi cara membaca kata jumat dalam bahasa Arab, yaitu Jumu’ah, Jum’ah, dan Juma’ah. Namun, penyebutan yang populer adalah Jumu’ah. Menurut Al-Farra’, ketiga bacaan tersebut  merupakan sifat hari, artinya berkumpulnya manusia.

Demikian pula mengenai asal penamaan kata Jumat, ada banyak pendapat. Pendapat yang lebih sahih, seperti yang tertera dalam riwayat Imam Ahmad bahwa Allah menghimpun penciptaan Nabi Adam as pada hari itu.


Baca juga: Keutamaan Surat Yasin Dalam Tradisi Masyarakat Muslim Indonesia


Perintah meninggalkan kesibukan saat Salat Jumat

Selanjutnya, pada ayat di atas, Allah juga mengingatkan hamba-Nya agar meninggalkan aktivitas jual beli saat panggilan salat dikumandangkan. Hal ini karena saat hari mulai siang, orang-orang Islam masih terbawa kebiasaan penduduk Arab sebelumnya yang melakukan aktivitas seperti berdagang. Sehingga, Allah mengajak mereka untuk bersegera dalam aktivitas transaksi akhirat dan meninggalkan transaksi dunia sampai salat selesai dilaksanakan. As-Shabuni menyebutkan, larangan ini tidak hanya berlaku untuk jual beli, tetapi berlaku juga untuk aktivitas muamalah yang lain, seperti sewa-menyewa, pinjaman, pesanan, dan lainnya.

Hikmah Salat Jumat

Ada beberapa hikmah yang perlu kita tahu di balik pensyariatan Salat Jum’at.

Pertama, memperkuat silaturahim serta penyatuan visi dan misi umat. Hal ini bisa dilihat dari larangan berbicara bagi jamaah ketika khatib telah membacakan khutbahnya. Mereka juga bersama-sama mendengarkan pesan-pesan yang disampaikan dalam khutbah yang memotivasi diri dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.


Baca juga: Hikmah Bersuci Dalam Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 6


Kedua, pengingat diri akan pentingnya sungguh-sungguh dan semangat menuju Allah Sang Pemberi Rezeki. Dengan demikian, rezeki itu akan dicurahkan pada kita tanpa harus melalaikan ibadah kepada-Nya.

Wallahu A’lam.

Lutfiyah
Lutfiyah
Mahasiswa Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Institut Pesantren KH. Abdul Chalim (IKHAC) Mojokerto
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...