Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak acuh, kurang menjadi perhatian pemerintah. Pembangunan jalan, gedung megah, jembatan, dan fasilitas umum secara giat dibangun-kembangkan, tak lain demi mendukung kelancaran aktivitas ekonomi dan aksesibilitas. Namun luputnya, pengembangan SDM melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya, terbilang kurang mendapat perhatian lebih.
Membaca kenyataan ini, bukankah infrastruktur bisa rusak seiring berjalannya waktu, dan kualitas SDM yang unggul mampu menjadi fondasi yang tetap berdiri tegak dalam perbaikan dan pembangunan untuk memajukan suatu negara? Apabila terjadi sebaliknya, bagaimana upaya pemeliharaan, pengembangan, dan pemaksimalan infrastruktur yang ada? Inilah pentingnya membangun kualitas anak bangsa, khususnya menggiatkan literasi, sebagaimana Islam mengajarkan tentang pentingnya mencari ilmu dan menjauhi kebodohan.
Literasi dalam Tinjauan Alquran
Terdapat banyak sekali ayat-ayat Alquran yang menggalakkan pentingnya belajar, berilmu, dan menolak kebodohan. Pertama-tama, yang paling dasar, adalah membaca. Disebutkan salah satunya dalam Q.S. al-Alaq ayat 1 berikut.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
Ayat di atas, merupakan perintah Allah kepada Rasulullah ﷺ untuk membaca. Dalam Tafsīr al-Munīr [30/316] dijelaskan bahwa meskipun beliau ‘ummi, tidak dapat membaca, atas kekuasaan dan kehendak Allah, Dzat yang menciptakan alam semesta, mampu menjadikan Rasulullah ﷺ seorang yang membaca meskipun sebelumnya belum pernah belajar membaca. Hal ini menunjukkan bahwa membaca adalah langkah paling dasar dalam literasi.
Baca juga: Spirit Literasi dalam Nama-Nama Al-Qur’an
Kedua, menulis. Setelah membaca, maka langkah berikutnya untuk mengabadikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki ialah dengan menulis. Karena membaca mengandalkan penyimpanan otak, maka menulis merupakan suatu cara supaya seseorang mampu mengingat kembali ilmu yang telah dipelajari. Berkenaan dengan ini, surah al-Alaq ayat 4-5 menyebutkan:
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.
Shadiq Ahmad Khan menyebutkan surah al-‘Alaq ayat 4-5 mengandung makna bahwa Allah mengajarkan manusia menulis dengan pena, yang dengannya ia mampu mengetahui segala hal yang tertulis.
Baca juga: Tadabbur Al-Hujurat Ayat 6: Membangun Nalar Kritis di Tengah Krisis Literasi Digital
Dikutip dari perkataan al-Qatadah, al-qalam atau sarana menulis merupakan nikmat yang besar dari-Nya. Tanpanya, agama tidak akan tegak dan kehidupan tidak akan baik. Ini menunjukkan kesempurnaan-Nya dengan mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya apa saja yang tidak mereka ketahui dan mengeluarkan mereka dari gelapnya kebodohan menuju cahaya ilmu. Serta menunjukkan keutamaan ilmu kepenulisan, sebab dengannya manusia bisa menuai manfaat besar [Fatḥ al-Bayān fī Maqāṣid al-Qur’ān, 15/311].
Begitu Islam sangat memperhatikan betapa pentingnya membaca dan menulis, sebagai unsur terpenting dalam menyelam luasnya ilmu. Tanpa membaca, seseorang tidak akan berpengetahuan. Tanpa diimbangi dengan menulis, maka ilmu yang dibaca bisa saja terlupakan. Oleh karenanya, kedua unsur literasi tersebut haruslah balance untuk memelihara dan mengembangkan keilmuan.
Kewajiban Menghilangkan Kebodohan
Menghilangkan kebodohan manusia bukanlah perkara yang mudah. Prasangka-prasangka yang menyelimuti akal pikiran mampu membawa ke dalam kesesatan. Dalam artian, manusia mengira telah memilih jalan yang benar, padahal nyatanya tersesat. Itu semua disebabkan karena kebodohan. Lebih-lebih, kebodohan yang dikuasai oleh hawa nafsu. Dikutip dari kitab Syajarah al-Ma’ārif [106], Allah menegaskan dalam Alquran supaya manusia menghilangkan kebodohannya, pada tiga ayat.
Pertama, Q.S. al-An’ām ayat 35: Falā takūnanna min al-jāhilīn (Janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang bodoh). Kedua, Q.S. Hūd ayat 46: Innī a’iżuka an takūna min al-jāhilīn (Sesungguhnya aku menasehatimu agar engkau tidak termasuk orang-orang bodoh). Ketiga, Q.S. al-Baqarah ayat 67, doa Nabi Musa supaya terlindung dari kejahilan: Qāla a’ūżu billāhi an akūna min al-jāhilīn (Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang jahil).
Urgensi Literasi dalam Membangun Masyarakat Berkualitas
Sejatinya, membiasakan diri untuk berliterasi dengan baik, seperti membaca dan menulis, secara tidak langsung dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri, bahkan sekaligus meningkatkan kualitas bangsa. Sebab, bangsa yang hebat terbentuk dari masyarakat yang melek dan sadar akan pentingnya literasi, dan menerapkannya dalam berbagai aspek kehidupan manapun. Masyarakat yang berdaya, memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, memahami kondisi dan informasi yang ada, serta mampu bertindak dengan bijak.
Menariknya, ketika literasi dan pendidikan berkualitas digalakkan, pembangunan infrastruktur fisik dan pembangunan manusia akan balance, saling mendukung. Masyarakat yang berpengetahuan luas akan lebih bijak dalam memanfaatkan sumber daya, merawat infrastruktur, dan mampu bersikap kritis ketika dihadapkan suatu permasalahan sosial. Akhirnya, kita akan melihat bahwa infrastruktur luar yang kuat dan generasi muda yang cerdas adalah dua elemen yang mampu mendobrak kemajuan bangsa.
Baca juga: Indeks Literasi Alquran di Indonesia dan Nasihat Quraish Shihab
Hal ini senada dengan ungkapan I Made Ngurah Rai yang dikutip dalam buku Mengabdi Demi Meningkatkan Kualitas Literasi dan Numerasi (276), bahwa penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan memang menjadi tulang punggung kemajuan peradaban suatu bangsa. Tidak mungkin menjadi bangsa yang besar, apabila hanya mengandalkan budaya oral yang mewarnai pembelajaran lembaga sekolah maupun perguruan tinggi.
Sebaliknya, minimnya literasi masyarakat dapat menjerumuskan pada tidak cakapnya dalam mengelola dan menjaga infrastruktur pemerintah, mudahnya termakan hoaks, bertindak semena-mena tanpa dipikir matang-matang, dan jerumusan-jerumusan lain yang dapat merugikan negara. Apalagi dengan hadirnya perkembangan teknologi sekarang ini, khususnya media sosial, masyarakat minim literasi akan sangat mudah termakan informasi bodong. Inilah pentingnya literasi.
Penutup
Perintah Allah supaya manusia membaca dan menulis sebagaimana merupakan unsur paling utama dalam literasi, serta dengannya mampu menghilangkan kebodohan, tidak lain ditujukan untuk meningkatkan kualitas diri manusia. Ketika suatu negara memiliki kualitas literasi yang baik, maka akan unggul pula kualitas sumber daya manusia, sehingga negara akan mengalami kemajuan. Karena hal yang paling mendasari dalam memajukan suatu negara adalah mencerdaskan anak bangsa. Bukan terlebih dahulu pemerintah menyibukkan membangun infrastruktur sana-sini, tetapi luput membangun tunas yang unggul.