Harmonisasi Alquran dan Oseanografi: Fenomena Dua Lautan

0
309
Harmonisasi Alquran dan Oseanografi: Fenomena Dua Lautan
Harmonisasi Alquran dan Oseanografi: Fenomena Dua Lautan (sumber: Unsplash).

Kilauan mutiara yang memukau dan pesona warna-warni marjan telah lama memikat hati manusia, menjadi simbol keindahan dan kekayaan alam. Namun, tahukah Anda bahwa Alquran, telah menyingkap tabir di balik fenomena menakjubkan ini berabad-abad yang lalu?

Dalam surah Ar-Rahman ayat 19, Allah Swt. berfirman tentang “dua lautan” yang bertemu, dan ayat 22 menyebutkan bahwa dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Lantas, apa sebenarnya makna “dua lautan” ini, dan bagaimana karunia berupa mutiara dan marjan ini terwujud di alam semesta yang luas?

Agus S. Jamil, seorang pemikir yang mendalami khazanah Alquran dengan sentuhan ilmu pengetahuan modern, menawarkan perspektif yang menarik dan relevan. Pemikirannya mengajak kita semua untuk lebih memperluas makna suatu ayat yang telah diturunkan berabad-abad yang lalu dapat selaras dengan penemuan modern tentang kompleksitas lautan.

Interpretasi Ayat tentang Pertemuan Dua Lautan dalam Perspektif Kontemporer

Q.S. Ar-Rahman ayat 19-22 berbunyi sebagai berikut.

يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ. فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ. بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيَانِ. مَرَجَ ٱلْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.

Diterangkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, terkait firman Allah “keduanya kemudian bertemu” menurut Ibnu Zaid, Allah Swt. mencegah keduanya bertemu dengan menjadikan pemisah antara keduanya. Yang dimaksud dengan “dua lautan” adalah air asin dan air tawar. Air asin di sini diartikan sebagai laut sedangkan air tawar diartikan sebagai sungai-sungai.

Namun, menurut Agus S Djamil dalam bukunya, Al-Quran Menyelami Rahasia Lautan, apabila dua lautan tersebut dikatakan sebagai air laut dan air tawar, maka dua lokasi tersebut akan sulit ditemukan al-lu’lu’ wa al-marjan (Q.S. Ar-Rahman:22) yang ditafsirkan sebagai mutiara dan marjan/koral karang.

Baca juga: Tafsir tentang Laut yang Tidak Bercampur: Mukjizat atau Fenomena Ilmiah?

Mutiara dan koral karang hanya dapat hidup pada kawasan laut yang jernih, dangkal, dan mendapatkan cahaya matahari yang cukup hangat. Sedangkan di muara sungai biasanya dipenuhi dengan lumpur, pasir, bebatuan serpih, dan batang kayu yang dibawa dari hasil erosi di daratan.

Kondisi ini mengakibatkan air sungai menjadi keruh yang mengandung berbagai endapan bahan organik seperti batang kayu. Hal ini menjadikan mutiara dan koral karang tidak dapat tumbuh di daerah tersebut. Karena pada umumnya, koral karang tumbuh pada perairan jernih dan hangat, tetapi kaya akan nutrisi yang menjadi bahan makanannya.

Oleh sebab itu, oleh Agus S Jamil, “dua lautan” dalam Q.S. Ar-Rahman: 19 diartikan sebagai laut dangkal dan laut dalam. Yang menjadi pembatas antara keduanya adalah batas paparan, self margin, di mana kondisi masih dangkal, jernih, hangat, tetapi terdapat suplai plankton cukup banyak yang didorong oleh aliran arus laut dari laut dalam yang dingin dan gelap.

Baca juga: Fenomena Api Di Dasar Laut dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 6

Hal ini mengingatkan kita terhadap kekuasaan Allah yang menunjukkan rezeki bagi manusia yang mata pencahariannya bergantung terhadap laut. Misalnya ketika terdapat aliran yang mengandung banyak plankton naik ke permukaan laut, maka dapat dipastikan pada kawasan tersebut terdapat banyak ikan.

Interpretasi ini memberikan dimensi baru dalam memahami bagaimana Alquran, meskipun diturunkan berabad-abad lalu, dapat selaras dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern tentang kompleksitas lautan. Interpretasi ini juga memperkuat pemahaman akan keajaiban ciptaan Allah yang menciptakan kondisi spesifik yang mendukung kehidupan dan menghasilkan keindahan.

Relevansi Konsep Pertemuan Lautan Skala Besar sebagai Manifestasi Karunia Ilahi

Lalu apakah pertemuan dua lautan dalam skala besar dapat dipahami dalam konteks karunia di ayat-ayat tersebut? Misalnya pertemuan antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia yaitu kawasan Indonesia terdapat karunia Allah yang bernilai bagaikan al-lu’lu’ wa al-marjan?

Agus S Jamil berpendapat bahwa apabila penafsiran al-lu’lu’ wa al-marjan hanya dibatasi kepada mutiara dan karang, jelas keduanya sulit atau bahkan tidak ditemui di muara sungai. Maka dari itu perlu adanya perluasan makna dari kata ini. Yaitu diartikan al-lu’lu’ wa al-marjan sebagai karunia yang amat bernilai dan berharga.

Ketika al-lu’lu’ wa al-marjan diartikan sebagai karunia maka pertemuan antara sungai dengan laut pun merupakan tempat yang memiliki banyak karunia. Karunia di sini bisa berupa cadangan sumber daya lain, seperti minyak bumi dan gas alam yang tidak kalah bernilai dan berharga dari mutiara dan karang.

Baca juga: Mensyukuri Eksistensi Laut Bagi Umat Manusia

Interpretasi Agus S. Jamil yang memperluas makna “al-lu’lu’ wa al-marjan” sebagai karunia Allah yang amat bernilai dan mengaitkannya dengan pertemuan dua lautan skala besar seperti di Indonesia sangat relevan dan memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap ayat-ayat dalam surah Ar-Rahman.

Kekayaan alam Indonesia, baik berupa keanekaragaman hayati laut, sumber daya perikanan, maupun potensi sumber daya alam lainnya di wilayah pertemuan laut, dapat dipandang sebagai manifestasi dari karunia Allah yang nilainya setara dengan keindahan dan kemewahan mutiara dan marjan. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk lebih mengapresiasi ayat-ayat Alquran dalam konteks kekayaan alam yang kita miliki.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini