Rezeki (rizq) dalam Alquran merupakan konsep yang sangat luas, mencakup segala bentuk pemberian Allah, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah, material maupun spiritual, duniawi maupun ukhrawi. Salah satu bentuk rezeki yang disebut secara khusus adalah rizq karîm (rezeki yang mulia).
Menurut M. Quraish Shihab, kata karîm dalam Alquran bukan memiliki makna mulia, akan tetapi sesuatu yang terbaik menurut objeknya. Sehingga, ini menjadi salah satu alasan dan dorongan penulis untuk mengetahui makna kata tersebut secara mendalam.
Baca Juga: Tawakal dan Rezeki: Menyeimbangkan Kepasrahan dan Usaha
Kata rizq karîm dalam Alquran
Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh Al-Qur`ân al-Karîm (h.321) menyebutkan, bahwa kata rizq karîm dalam Alquran dengan kata kunci razaqa (رزق) terdapat ada 6 lafaz dalam 2 bentuk harakat yang berbeda.
Yang pertama, terdapat dengan 5 lafaz rizqun karîmun (رِزۡقٞ كَرِيمٞ) yang berbaris dhammatain yang disebutkan pada surah al-Anfal [8]: 4 dan 74, al-Hajj [22]: 50, al-Nur [24]: 26, dan Saba [34]: 4. Sedangkan yang kedua, terdapat dengan 1 lafaz rizqan karîman (رِزۡقٗا كَرِيمٗا) yang berbaris fathatain yang disebutkan dalam surah al-Ahzab [34]: 31.
Makna rizq karim dalam pandangan mufassir
Kata rizq merupakan isim mashdar dari kata razaqa yang berarti ‘atha (pemberian), baik pemberian dalam dunia maupun akhirat, sedangkan kata karîm merupakan isim mashdar yang diambil dari kata karuma yang berarti suatu sifat mulia yang ditampakkan dari akhlak dan perbuatannya. (al-Mufradât fî Gharîb al-Qur`an, 1:257 dan 2: 553)
Makna rizq karîm memiliki makna yang sangat beragam. Beberapa mufassir dan ulama klasik memberikan pendapatnya bahwa makna rizq karîm adalah rezeki akhirat yaitu surga. Pendapat ini dikemukakan oleh imam Qatadah, al-Thabarî, Ibnu ‘Âsyûr, al-Thabâthabâ`î, dan Ibnu ‘Athiyyah.
Al-Alûsî dan al-Thabrisî memberikan makna yang berbeda, bahwa rizq karîm adalah sesuatu yang agung derajatnya, tinggi kedudukannya, dan menyenangkan bagi penerimanya. Dan dikatakan juga bahwa rizq karîm adalah rezeki yang selamat dari segala bentuk kerusakan dan gangguan. (Al-Mu’jam fî Fiqh Lughat al-Qur`an wa Sirr Balâghatih, Juz 24.)
Baca Juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 25: Hakikat Rezeki Yang Sebenarnya
M. Quraish Shihab mengatakan bahwa makna kata karim digunakan untuk mensifati segala sesuatu yang sempurna, terpuji, istimewa, dan memuaskan sesuai objeknya. Sedangkan makna rizq mencakup berbagai makna rezeki, baik berbentuk material dan spiritual ataupun rezeki dunia dan akhirat.
Hal ini menunjukkan bahwa makna kata ini tidak hanya terbatas untuk rezeki di surga, tetapi mencakup berbagai bentuk rezeki yang beraneka ragam dan memuaskan penerimanya, baik rezeki material dan spiritual maupun dunia dan akhirat. (Tafsir Al-Mishbah, 4: 461 dan 621, 8: 514, dan 10: 567)
Kategorisasi orang-orang yang menerima rizq karīm dalam Alquran
Dari analisis terhadap ayat-ayat tersebut, dapat dikategorikan beberapa kelompok orang yang menurut Alquran akan memperoleh rizq karîm, yaitu: orang-orang yang beriman, mengerjakan perbuatan kebaikan, melaksanakan salat, bersedekah dan berinfak, berhijrah dan berjihad di jalan Allah, memberikan pertolongan sesama muslim, dan yang menjaga dirinya dari hal-hal yang haram.
Kesimpulan
Dalam Alquran, istilah rizq karîm menggambarkan sebuah bentuk rezeki yang tidak sekadar pemberian biasa, melainkan rezeki yang memiliki kualitas istimewa, mulia, dan terbaik sesuai dengan kebutuhan serta keadaan penerimanya. Rezeki ini tidak hanya terbatas pada aspek material semata, tetapi juga mencakup dimensi spiritual, bahkan mencakup karunia yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Baca Juga: Surah Ar-Ra’d Ayat 26: Rezeki adalah karunia Allah swt yang Harus Diusahakan
Para mufassir klasik dan kontemporer memahami rizq karîm sebagai anugerah yang luhur, seperti surga, kenikmatan abadi, serta segala bentuk kebaikan yang bersih dari cela dan gangguan. Lebih lanjut, Alquran secara eksplisit memberikan isyarat bahwa tidak semua orang akan menerima rizq karîm. Hanya kelompok-kelompok tertentu yang dipandang layak dan pantas menerimanya.
Di antara mereka adalah orang-orang yang beriman sepenuh hati, yang senantiasa menjalankan salat, bersedekah, berhijrah, berjihad di jalan Allah, serta menjaga diri dari perbuatan keji seperti zina. Selain itu, mereka yang memberikan pertolongan kepada sesama juga termasuk dalam kategori penerima anugerah mulia ini.
Dengan demikian, rizq karîm tidak semata-mata soal keberuntungan atau kebetulan, melainkan sebuah karunia agung yang merupakan hasil dari kesalehan pribadi dan sosial seseorang. Rezeki yang mulia ini menjadi bentuk penghargaan atas kesetiaan hamba kepada Tuhannya dan bukti bahwa setiap amal baik tidak pernah luput dari perhatian dan balasan Allah SWT.