BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al An’am Ayat 31-33

Tafsir Surat Al An’am Ayat 31-33

Masih dalam pembahasan tentang keadaan orang-orang kafir di akhirat, dalam Tafsir Surat Al An’am Ayat 31-33 in dijelaskan mengenai kerugian yang mereka dapatkan. Berbanding terbalik dengan keadaan orang-orang yang beriman. Mereka mendapatkan dua keuntungan kelak di akhirat.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 26-30


Lebih lanjut Tafsir Surat Al An’am Ayat 31-33 berbicara tentang pebedaan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dunia hanya sebatas tempat singgah dan bersifat semenatara. Sedang akhirat merupakan tempat yang kekal. Sungguh sangat merugi ketika di dunia hanya main-main. Apalagi melakukan pembangkangan dan pendustaan. Sungguh orang-orang kafir itu benar-benar merugi.

Pada akhir pembahasan, Tafsir Surat Al An’am Ayat 31-33 berbicara tentang kondisi psikologis Nabi Muhammad atas perlakuan orang-orang kafir. Allah menghibur Nabi Muhammad bahwa rasul-rasul terdahulu juga mengalami kesulitan dalam menyampaikan risalahnya.

Ayat 31

Ayat ini menjelaskan tentang kerugian orang-orang kafir yang mengingkari keesaan Allah, kerasulan Muhammad dan hari kebangkitan. Mereka mendustakan pertemuan dengan Allah. Mereka tidak mendapat keuntungan seperti halnya orang-orang beriman.

Keuntungan orang-orang beriman di dunia sebagai buah keuntungan misalnya, kepuasan batin, rida, ketenangan dan merasa bahagia dengan nikmat Allah dalam segala keadaan, mereka bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat, sabar dan tabah terhadap derita.

Adapun keuntungan di akhirat sebagai buah dari imannya, seperti memperoleh rida Ilahi, mengalami kemudahan dalam hisab, dan kebahagiaan surga yang tak dapat digambarkan oleh manusia.

Orang-orang kafir yang mendustakan perjumpaan dengan Allah kehilangan segala keuntungan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang tidak percaya akan hari kebangkitan; hidup bagi mereka terbatas dalam dunia ini saja; oleh karena itu hidup mereka selalu dikejar-kejar oleh keinginan-keinginan yang tak ada batasnya dan kepentingan-kepentingan mereka yang saling bertentangan.

Mereka tidak pernah mengalami kepuasan batin, ketenteraman rohani, dan rida Ilahi, bahkan mereka lebih dekat kepada setan yang membuat mereka lupa daratan. Demikianlah keadaan orang-orang kafir sampai kiamat. hari Kiamat akan datang secara mendadak, tak seorang pun yang dapat mengetahuinya.

Di hari Kiamat orang kafir menyatakan penyesalannya karena mereka membatasi hidup ini pada kehidupan dunia saja sehingga mereka lalai mempersiapkan diri untuk hari Kiamat. Mereka memikul beban yang berat yakni dosa dan kesalahan mereka, dan mereka akan menerima hukuman atas dosa kesalahan itu. Beban berat yang mereka pikul pada hari Kiamat benar-benar merupakan beban yang amat buruk.

Ayat 32

Ayat ini menegaskan gambaran kehidupan duniawi dan ukhrawi. Kehidupan dunia sesungguhnya tidak lain hanyalah permainan dan hiburan. Bagi mereka yang mengingkari hari kebangkitan sehingga mereka sangat mencintai hidup duniawi, seperti anak-anak bermain-main, mereka memperoleh kesenangan dan kepuasan sewaktu dalam permainan itu.

Semakin pandai mereka mempergunakan waktu bermain semakin banyak kesenangan dan kepuasan yang mereka peroleh. Sehabis bermain itu, mereka tidak memperoleh apa-apa. Atau seperti pecandu narkotik, dia mendapatkan perasaan yang amat menyenangkan sewaktu dia tenggelam dalam kemabukan narkotika itu. Hilanglah segala gangguan pikiran yang tidak menyenangkan, lenyaplah kelelahan dan kelesuan rohaniah dan jasmaniah pada waktu itu.

Tetapi itu hanya sebentar, bila pengaruh narkotik itu sudah tidak ada lagi, perasaan yang menyenangkan itupun lenyap dan dia menderita kelelahan lebih berat dari sebelum menggunakan narkotik. Begitulah keadaan orang-orang yang ingkar terhadap hari kebangkitan dan hidup sesudah mati. Mereka membatasi diri mereka dalam kesempatan yang pendek itu. Hidup bagi mereka adalah permainan dan hiburan.

Orang-orang beriman dan bertakwa tidak berpikir seperti orang-orang yang ingkar. Tidaklah patut mereka membatasi diri pada garis kehidupan duniawi. Apakah arti kesenangan dan kenikmatan yang hanya sementara, untuk kemudian menderita dengan tidak memperoleh apa-apa. Oleh karena itu, hendaknya orang-orang beriman memilih kehidupan yang kekal yakni kehidupan ukhrawi, sebab itulah kehidupan yang paling baik.

Untuk menghadapi kehidupan yang panjang ini hendaklah mempersiapkan diri dengan amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Kehidupan dunia hanyalah perantara bagi kehidupan akhirat. Orang-orang beriman lebih memilih kehidupan yang abadi daripada kehidupan sementara.


Baca juga: Doa Al-Quran: Doa Taubat Nasuha


Ayat 33

Allah menyatakan, bahwa Dia mengetahui bahwa perkataan kaum musyrik Mekah menyedihkan hati Nabi Muhammad, seperti mereka mengatakan: Muhammad seorang pendusta, tukang sihir, penyair, tukang tenung dan sebagainya, serta mereka berusaha menjauhkan Muhammad dari kaumnya.

Perlu diketahui bahwa tindakan itu dilakukan bukan hanya karena keingkaran mereka, tetapi mereka adalah orang-orang zalim yang membangkang kepada Allah. Timbulnya kesedihan itu adalah wajar bagi Nabi, karena jiwa dan pikirannya yang bersih lagi suci itu tidak tega melihat kesesatan dan kemungkaran yang ada pada kaumnya, padahal ia selalu mengajak dan menyeru mereka kepada jalan yang benar.

Allah melarang Nabi Muhammad bersedih hati akibat tindakan-tindakan orang kafir karena nabi-nabi terdahulu juga telah mengalami hal yang sama. Larangan ini disebutkan pula dalam firman Allah:

وَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْۘ اِنَّ الْعِزَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Dan janganlah engkau (Muhammad) sedih oleh perkataan mereka. Sungguh, kekuasaan itu seluruhnya milik Allah. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Yµnus/10: 65);Firman Allah:

فَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ ۘاِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ

Maka jangan sampai ucapan mereka membuat engkau (Muhammad) bersedih hati. Sungguh, Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan. (Yasin/36: 76)

Allah melarang Nabi Muhammad bersedih hati karena mereka tidak beriman, dalam firman Allah:

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ اِلَّا بِاللّٰهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِيْ ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُوْنَ

Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan. (an-Nahl/16: 127)

Firman Allah:

وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُنْ فِيْ ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُوْنَ

Dan janganlah engkau bersedih hati terhadap mereka, dan janganlah (dadamu) merasa sempit terhadap upaya tipu daya mereka.” (an-Naml/27: 70)

Orang-orang kafir Mekah bukan tidak percaya kepada Nabi Muhammad. Mereka misalnya pernah menyerahkan kepada beliau urusan menyelesaikan perselisihan yang sangat berbahaya bagi persatuan mereka, seperti urusan meletakkan kembali Hajar Aswad (batu hitam) ke tempatnya pada Ka’bah dan sebagainya.

Tetapi mereka tidak mempercayai kenabian Muhammad, ayat-ayat Alquran yang diturunkan Allah, adanya hari Kiamat, hari kebangkitan serta semua yang dibawa dan disampaikan Muhammad.

Ar-Razi dalam tafsirnya menerangkan empat macam bentuk keingkaran orang-orang kafir Mekah, yaitu:

  1. Hati mereka mengakui Muhammad sebagai seorang yang dapat dipercaya, tetapi mulut mereka mendustakannya, karena mereka mengingkari Alquran dan kenabian Muhammad.
  2. Mereka tidak mau menyatakan bahwa Muhammad seorang pendusta, karena mereka mengetahui betul keadaan Muhammad yang sebenarnya yang tidak pernah berdusta. Menurut mereka, Muhammad sendirilah yang mengkhayalkan di dalam pikirannya bahwa Allah telah mengangkatnya menjadi Nabi dan Rasul, lalu ia menyeru manusia.
  3. Mereka selalu mendustakan kenabian dan risalah, sekalipun telah dikemukakan mukjizat-mukjizat dan dalil-dalil yang kuat, mereka tetap mendustakan ayat-ayat Allah, namun terhadap pribadi Muhammad, mereka tidak mendustakannya.
  4. Mereka tidak mau percaya kepada mukjizat dan dalil-dalil itu, bahkan mereka mengatakan bahwa mukjizat itu adalah sihir belaka.

Dari susunan redaksi ayat ini dipahami bahwa Allah meninggikan derajat Nabi Muhammad. Derajat itu tidak akan turun walaupun orang-orang kafir Mekah mendustakan dan mengingkarinya. Ketinggian derajat itu dipahami dari firman Allah swt, yang menyebutkan perintah mengikuti Muhammad disebut sesudah perintah mengikuti Allah.

Allah berfirman:

مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللّٰهَ ۚ وَمَنْ تَوَلّٰى فَمَآ اَرْسَلْنٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا

Barang siapa menaati Rasul (Muhammad), sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka. (an-Nisa′/4: 80)

Firman Allah:

اِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ اِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللّٰهَ

Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah… (al-Fath/48: 10)


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 34-35


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...