BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al-Mulk Ayat 5-7: Balasan Bagi yang Tak Patuh Perintah

Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 5-7: Balasan Bagi yang Tak Patuh Perintah

Setelah kita kupas isi Surat Al-Mulk sebelumnya tentang perbuatan baik dan prinsip keseimbangan hidup, selanjutnya, akan diungkap bagaimana balasan bagi orang-orang yang tak patuh pada perintah Allah. Informasi ini Allah sampaikan dalam Surat Al-Mulk ayat 5-7, yang secara sederhana membidik dua objek yang dapat balasan itu, yakni setan dan orang-orang kufur. Balasan apa itu? Dan apa maksud setan dan orang kufur? Berikut ini penjelasannya.

Surat Al-Mulk ayat 5-7, balasan bagi yang tak patuh

وَلَقَدۡ زَيَّنَّا ٱلسَّمَآءَ ٱلدُّنۡيَا بِمَصَٰبِيحَ وَجَعَلۡنَٰهَا رُجُومٗا لِّلشَّيَٰطِينِۖ وَأَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابَ ٱلسَّعِيرِ

وَلِلَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّهِمۡ عَذَابُ جَهَنَّمَۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ

إِذَآ أُلۡقُواْ فِيهَا سَمِعُواْ لَهَا شَهِيقٗا وَهِيَ تَفُورُ

“Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala.”

“Dan orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya akan mendapat azab Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu membara”

Ayat pertama memberi informasi tentang bintang (mashabih) dan dua fungsinya, yakni menghiasai langit bumi (sama’a d dunya) dan alat pelempar setan (rujuman lisysyayatin). Tetapi, bila mengacu pada hadis riwayat Qatadah yang dikutip at-Thabari, Ibnu Katsir, dan Az-Zuhayli, bintang memiliki 3 fungsi; dua fungsi yang tersebut sebelumnya ditambah kemampuannya memberi tanda alam di daratan dan lautan. Hal ini tampaknya sama dengan pakar astronomi dan geologi, yang menjadikan rasi bintang sebagai petunjuk arah. Sementara itu, pemaknaan mashahib sebagai bintang adalah berdasarkan zat bintang itu sendiri yang terang dan menerangi.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 1-2: Bukti Kuasa Allah dan Barometer Pribadi Berkualitas

Sama’ad dunya sebagaimana yang dijelaskan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah dan Ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib, diartikan dengan langit terdekat dengan bumi (as-sama’ al-qurba)–yang bisa terjangkau oleh pandangan mata-. Dan oleh karena itu, diberi imbuhan ad-dunya yang berarti dekat. Beda dengan pengertian as-sama’ versi Ibnu Sidah dalam Tafsir Al-Muntakhab, yakni angkasa luas.

Terdapat perbedaan pemaknaan pula pada frasa rujuman lisysyayatin versi pakar astronomi. Mengutip Tafsir Al-Mishbah, Sebagian dari mereka memaknainya dengan meteor,berdasarkan argumen bahwa bintang tidak bisa menampik jin yang mendekat. Sementara, pakar astronomi yang lain memaknainya dengan sinar kosmis yang bersumber dari bintang, berdasarkan argumen sinar kosmis yang dihasilkan bintang berasal dari jenis photon dan terdiri dari sinar ultra violet bertenaga rendah sampai sinar X yang bertenaga lebih dari 50.000 elektron volt. Dengan kekuatan inilah, sinar kosmis mampu menjadi alat pelempar setan.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 3-4: Prinsip Keseimbangan Hidup dalam Melihat Kuasa Allah

Sinar kosmis yang dihasilkan bintang menjadi azab bagi setan di dunia. Sementara di akhirat, setan juga dapat azab berupa neraka, sebagaimana akhir ayat 5 tersebut. Dua siksaan ini menurut Wahbah az-Zuhayli adalah karena setan itu tidak hanya rusak secara dirinya sendiri, tetapi, mereka juga perusak.

Pada ayat selanjutnya, dijelaskan satu golongan lagi yang dapat azab neraka jahannam, yakni orang-orang kufur kepada Rabb-nya. Ayat ini sebenarnya merupakan penegasan dari ayat sebelumnya, bahwa yang mendapat azab bukan saja setan, tetap tiap orang yang ingkar terhadap Allah. Demikianlah Ibnu ‘Asyur dalam at-Tahrir wat Tanwir.

Siapa setan, siapa kafir?

Terdapat perdebatan soal siapa yang dimaksud setan pada ayat kelima. Ibnu ‘Asyur mengartikannya dengan setan hakiki (makhluk dimensi lain yang bermuasal dari api dan membangkang pada Allah). Hal ini karena ia mengaitkan setan di sini dengan yang disebut dalam surat As-Shaffat, berdasarkan titik temu setan yang telah mencuri kabar langit, sehingga ia ditampik oleh benda langit.

Berbeda dengan Ibnu ‘Asyur, Az-Zuhayli cenderung mengartikannya dengan setan sebagai sifat pembangkan sehingga bisa mencakup jin mau pun manusia. Hal ini tampak saat ia menafsirkan kata as-shayatin pada ayat kelima dengan minal jinn wal ins (dari golongan jin dan manusia) dan alladzina kafaru pada awal ayat 6 dengan syayatin minal jinn wal ins (setan dari golongan jin dan manusia).

Pendapat pertama bisa jadi lebih relate karena konteks ayat sedang berbicara tentang benda langit, dan manusia bukan termasuk penduduk langit. Tetapi, kembali lagi, masing-masing mufassir di atas memiliki argumennya sendiri untuk membangun makna mereka.

Baca juga: Sering Membaca Surat Al-Mulk? Berikut ini Lima Keutamaannya

Sementara itu, kafir yang disebut pada awal ayat keenam ialah seluruh orang yang menyekutukan Allah. Demikianlah Ibnu ‘Asyur. Sementara itu, Az-Zuhayli mempertegasnya dengan segolongan manusia maupun jin yang tak patuh terhadap Allah dan mendustakan utusanNya. 

Baik setan dan orang kafir, mereka sama-sama tidak patuh pada perintah untuk menyembah Allah dan mempercayai utusan-utusannya. Karena inilah mereka pantas untuk mendapat siksa neraka.

Seusai menyebutkan balasan bagi mereka yang tak patuh berupa neraka, Allah kemudian menggambarkan bagaimana neraka itu. Orang yang tak patuh bila dilempar ke dalam neraka, ia akan mendengar suaranya yang mengerikan karena kobaran api yang membara. Quraish Shihab menjelaskan, neraka amat menggelegak, hampir saja terpecah-pecah oleh amarah. Orang yang masuk ke dalamnya kesulitan bernapas, karena berada di tengah api yang begitu panasnya.

Kelompok ayat tersebut di atas merespons kondisi masyarakat yang tidak patuh pada ajaran Nabi, atau bisa disebut dengan komunitas Arab Jahiliyyah yang masih memegang teguh politeisme dan segala kebrutalan perilaku mereka. Artinya, dakwah Islam pada saat itu sangat sulit di terima karena Islam masih menjadi minoritas. Oleh karenanya, dakwah dengan ancaman (indzar) seperti ayat di atas menjadi satu strategi jitu untuk mengajak mereka masuk Islam. Wallahu a’lam[]

Halya Millati
Halya Millati
Redaktur tafsiralquran.id, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...