BerandaKisah Al QuranKisah Sahabat Abu Ubaidah Al-Jarrah yang Diabadikan dalam Alquran

Kisah Sahabat Abu Ubaidah Al-Jarrah yang Diabadikan dalam Alquran

Salah satu sahabat Nabi yang patut diapresiasi ialah Abu Ubaidah al-Jarrah. Ia banyak terlibat dalam berbagai pertempuran penting, seperti Perang Badar dan Perang Uhud, juga menjadi pemimpin militer yang ulung selama periode ekspansi Islam. Dengan kepemimpinan dan keberaniannya itu, Abu Ubaidah memiliki pengaruh besar terhadap sejarah peradaban Islam. Sehingga, Allah mengapresiasinya dengan mengabadikan kisahnya dalam Alquran.

Dedikasi Abu Ubaidah pada Islam

Memiliki nama asli Amir bin Abdullah bin Jarrah al-Quraisyi al-Fihri, Abu Ubaidah lahir di Mekah. Ia termasuk dari salah satu dari golongan as-Sabiqun al-Awwalun (orang-orang pertama masuk Islam) yang berbaiat langsung kepada Rasulullah. Kelompok inilah yang di banggakan Allah dalam surah at-Taubah ayat 100.

Sebagaimana dari Yazid bin Ruman, “Ibnu Madz’un, Ubaidah bin Harits, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Asad, dan Abu Ubaidah al-Jarrah pernah berangkat dalam misi menemui Rasulullah. Ketika bertemu, beliau saw. menganjurkan mereka agar memeluk agama Islam sekaligus menjelaskan tentang syariat kepada mereka. Seketika itu pula, secara bersamaan mereka memeluk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan beliau.”

Ketika Abu Ubaidah bin al-Jarrah berbaiat kepada Rasululah untuk mengorbakan dirinya di jalan Allah, ia telah memiliki persiapan sempurna dengan segala upaya dan pengorbanan yang telah dibutuhkan di jalan Allah. Abu Ubaidah berikrar bahwa amanah yang dititipkan Allah kepadanya harus diperjuangkan demi mencapai keridhaan-Nya, bukan untuk kepentingan pribadinya sendiri. (Biografi 60 Sahabat Nabi, h. 247-248)

Berkat tanggungjawab, dedikasinya, intregitas, serta sifat amanah dalam memperjuangkan agama Islam, Abu Ubaidah ibn al-Jarrah mendapat gelar mulia dari Rasulullah, “Amin al-Ummah”. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap umat ada Amin (orang yang terpercaya),  dan sesungguhnya orang yang terpercaya dari kalangan umat ini yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah.” (HR.Bukhari)

Sebagai pemimpin yang dapat dipercaya, Abu Ubaidah selalu mengutamakan kepentingan umat, serta bertindak dengan bijaksana dalam mengambil setiap keputusan. Penghormatan yang diberikan Rasulullah kepadanya tersebut mencerminkan keyakinan bahwa ia adalah sosok yang layak untuk memimpin dan melindungi masyarakat.

Baca Juga: Kisah Kedermawanan Dua Sahabat Nabi Saw yang Diabadikan Al-Qur’an

Perjuangannya di Medan Perang

Dalam perang Badar (2 H.), ia menjadi salah satu panglima penting dalam pasukan Muslim yang tampil dengan gagah berani. Karena kepawaiannya dalam peperangan Abu Ubaidah bin Jarrah berhasil menyusup ke barisan lawan tanpa takut mati atau dihadang oleh musuh.

Namun, tentara berkuda pasukan musuh melihat posisinya yang dapat membahayakan kaum musyrikin. Kemanapun ia berlari, tentara itu terus mengejarnya dengan beringas. Dan ternyata yang mengejarnya adalah ayah kandungnya sendiri, Abdullah bin Jarrah. Berkenaan dengan peristiswa ini, turunlah firman-Nya dalam surah al-Mujadilah ayat 22.

Wahbah al-Zuhaili menukil riwayat dari Ibnu ‘Abbas, dari Abdullah bin Syaudzab menerangkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan Abu Ubaidah bin al-Jarrah yang membunuh ayah kandungnya sendiri (dari golongan Kafir Quraisy) ketika perang Badar. Ayat ini menegaskan bahwa seorang mukmin akan mencintai Allah melebihi  cintanya kepada sanak keluarganya sendiri. (Tafsir al-Munir, 15/57)

Baca Juga: Kisah Kecintaan Sahabat Nabi Muhammad Saw Terhadap Surah Al-Ikhlas

Sayyid Qutb (11/198) menerangkan, Abu Ubaidah termasuk dari orang-orang yang disebutkan bahwa Allah telah mengokohkan keimanan dalam hati mereka. Maka, keimanan itu dapat terjaga dan tidak bisa terpengaruh oleh kedekatan mereka kepada orang-orang yang mendurhakai Allah. Meskipun itu orang tua, anak, saudara, ataupun kerabat mereka.

Seperti Abu Ubaidah, terlepas dari kasih sayangnya kepada ayah kandungnya, ia tidak membiarkan hal itu memengaruhi komitmennya terhadap Islam. Dia berperang dengan gagah berani melawan musuh Allah dan membawa kemenangan bagi kaum muslim. Abu Ubaidah al-Jarrah tidak membunuh ayahnya, melainkan ia membunuh kemusyrikan yang bersarang di tubuh pribadi ayahnya.

Tafsir al-Maraghi (28/29) menambahkan bahwa kelompok tersebut digelari sebagai hizbullah atau para penolong dan tentara Allah. Dan sebagaimana diterangkan di akhir ayat bahwa Allah akan membalasnya dengan keridhaan, kemenangan, dan kebahagiaan, serta pertolongan di dunia maupun di akhirat.

Selain keberaniannya dalam peperangan Badar. Ketika di perang Uhud (3 H.), perannya lebih fokus untuk melindungi Rasulullah dari serangan musuh. Abu Ubaidah al-Jarrah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Rasul. Ia menolong Rasul yang terkena lemparan musuh dengan mencabut mata rantai satu per satu dengan giginya, hingga dua giginya tanggal. Rasulullah sangat menyayanginya sebagai orang kepercayaan umat, dan beliau sangat terkesan kepadanya. (Biografi 60 Sahabat Nabi, 249)

Baca Juga: Kisah Kedermawanan Dua Sahabat Nabi Saw yang Diabadikan Al-Qur’an

Kisah kepemimpinan, keberanian, dan kesetiaan Abu Ubaidah memberikan pelajaran berharga bagi umat Islam. Ia mengajarkan tentang pentingnya untuk tetap teguh terhadap agama Islam, kesetiaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus diprioritaskan di atas semua hubungan lainnya. Kesediaannya untuk mengorbankan dirinya dan melindungi Rasul menunjukkan pentingnya loyalitas dalam kepemimpinan. Dan perjuangannya di medan perang mengajarkan kaum muslimin untuk menghadapi tantangan dengan tekad dan keberanian.

Wallah a’lam.[]

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

hubungan Alquran dengan Taurat dan Injil_tafsir surah Ali Imran ayat 3

Tafsir Surah Ali Imran Ayat 3: Hubungan Alquran dengan Taurat dan...

0
Dalam beberapa ayat Alquran, disampaikan tentang status Alquran sebagai kitab suci sebagai rangkain dari kitab suci dari agama samawi sebelumnya; dan juga tentang hubungan...