BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al Anfal Ayat 45-47

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 45-47

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 45-47 berbicara mengenai perintah Allah kepada umat Islam agar selalu percaya diri dalam peperangan. Untuk menjaga kepercayaan diri tersebut salah satunya dengan selalu mengingat Allah Swt.


Baca juga: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 42-44


Selain perintah di atas, dalam Tafsir Surah Al Anfal Ayat 45-47 Allah juga memerintahkan agar umat Islam selalu menaati segala yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad. Salah satunya  dalam hal mempersiapkan siasat perang.

Ayat 45

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin, bila mereka menjumpai pasukan musuh agar meneguhkan hati dan selalu mengingat Allah dengan banyak berzikir, agar mereka memperoleh keteguhan hati dalam pertempuran, sehingga tidak lari dari musuh.

Hal ini merupakan kekuatan yang menyebabkan kemenangan dalam setiap perjuangan, baik sebagai perorangan maupun sebagai tentara.

Diibaratkan dalam arena tinju atau gulat, kedua orang petinju atau pegulat itu setelah bergumul beberapa lama, tentu akan merasa letih dan lemah dan masing-masing menantikan satu saat atau kesempatan dapat merobohkan lawannya.

Akan tetapi kadang-kadang terlintas pula dalam hatinya bahwa lawannya itu akan dihinggapi ketakutan, sehingga ia bertahan memelihara ketabahan hati hingga pada saat ronde terakhir dinyatakan sebagai pemenang walaupun hanya dengan angka.

Demikian pula dalam setiap pertempuran antara pasukan dengan pasukan, yang menyebabkan keunggulan dan kemenangan itu, ialah ketabahan hati dari tentaranya dan tidak putus asa. Ketabahan hati itu sangat berguna dalam setiap perjuangan.

Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk memperbanyak zikir kepada Allah dalam menghadapi peperangan dengan selalu mengingat kekuasaan dan janji-Nya akan memberi pertolongan kepada Rasul-Nya dan kaum Muslimin.

Dalam setiap perjuangan, kaum Muslimin harus yakin bahwa kemenangan berada di tangan Allah dan Allah akan memberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Berzikir ialah dengan membaca takbir “Allahu Akbar” atau memanjatkan doa dengan ikhlas serta meyakini bahwa Allah Mahakuasa dapat memberi kemenangan. Ketabahan hati dan banyak zikir kepada Allah adalah dua hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan.

Ayat 46

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar tetap menaati Allah dan Rasul-Nya terutama dalam peperangan.

Ketaatan kepada Rasul dengan pengertian bahwa beliau harus dipandang sebagai komandan tertinggi dalam peperangan yang akan melaksanakan perintah Allah, dengan ucapan dan perbuatan.

Ketaatan kepada Rasul, dalam arti taat kepada perintahnya dan siasatnya, menjadi syarat mutlak untuk mencapai kemenangan.

Allah memerintahkan pula agar jangan ada perselisihan di antara sesama tentara, karena perselisihan itu membawa kelemahan dan akan menjurus kepada kehancuran sehingga akhirnya dikalahkan oleh musuh.

Pertikaian menyebabkan kaum Muslimin menjadi gentar dan hilang kekuatannya. Kaum Muslimin diperintahkan untuk sabar, karena Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Sabar ada lima macam:

(1) Sabar menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya;

(2) Sabar menjauhi larangan-Nya;

(3) Sabar tidak mengeluh ketika menerima cobaan;

(4) Sabar dalam perjuangan, sampai tetes darah penghabisan;

(5) Sabar menjauhkan diri dari kemewahan dan perbuatan yang tidak berguna, serta hidup sederhana.


Baca juga: 3 Macam Sikap Sabar yang Digambarkan dalam Al-Quran


Ayat 47

Dalam ayat ini Allah melarang kaum Muslimin agar tidak bersikap seperti orang-orang kafir Quraisy yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dengan maksud ria pada manusia.

Mereka berlaku angkuh dan sombong terhadap manusia yang melihatnya dan mereka selalu memuji-muji tentaranya dengan menonjolkan sikap-sikap keperwiraan dan keberaniannya.

Mereka bermaksud membangkitkan permusuhan dengan Nabi Muhammad dan berpaling dari dakwahnya dan menyiksa para sahabat yang mengikuti jejak Nabinya.

Allah memberi peringatan, bahwa Dia Maha Mengetahui apa saja yang mereka kerjakan dan memberi ancaman dengan azab yang setimpal dengan kejahatannya.

Menurut Imam al-Bukhari, ayat itu diturunkan sehubungan dengan peristiwa kaum musyrikin Quraisy, ketika mereka meninggalkan negeri Mekah dan bergerak menuju Badar.

Ketika Rasulullah berhadapan dengan tentara musyrikin itu, beliau munajat dengan berkata, “Ya Allah, inilah kaum Quraisy telah datang dengan kesombongan dan kecongkakannya, mereka ingkar kepada-Mu dan mendustakan utusan-Mu, maka berikanlah pertolongan yang Engkau telah janjikan kepada kami.”

Ketika Abu Sufyan yang memimpin kafilah unta niaga itu melihat, bahwa untanya telah selamat menyusur pantai, maka ia berkata kepada Abu Jahal yang memimpin pasukan Quraisy, “Kedatangan kamu itu hanya sekadar menyelamatkan kafilah unta jangan sampai dirampas oleh sahabat-sahabat Muhammad, maka sekarang kafilah unta itu telah selamat. Karena itu pulanglah kamu kembali ke Mekah.”

Abu Jahal berkata, “Demi Allah kami tidak akan kembali sebelum sampai ke Badar.” Kebetulan pada waktu itu di Badar ada pasar besar yang banyak menghimpun barang dagangan setiap tahun. Abu Jahal berkata, “Kami akan tinggal di Badar selama tiga hari sehingga sempat minum arak dengan puas, memakan hidangan yang enak, menyembelih unta dan menghibur diri dengan lagu dan kesenian.

Biarlah semua bangsa Arab mengetahui dan menyaksikan, bahwa kaum Quraisy berada dalam kebesaran dan kejayaan.” Karena itu Allah melarang kaum Muslimin berlaku seperti mereka, sebaliknya orang-orang mukmin harus tetap memelihara keikhlasan hati, ketabahan, kesabaran dan ketaatan kepada Rasulullah.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 48-51


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...