BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al A'raf ayat 95-96

Tafsir Surat Al A’raf ayat 95-96

Setelah bercerita tentang kaum Madyan dalam Tafsir Surat Al A’raf ayat 95-96 ini mengingatkan kembali bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang mendustai para Nabi, namun ketika orang tersebut bertobat dan memohon ampunan kepada Allah maka Allah akan memaafkan dan akan membalas dengan nikmat yang tak terkira. Akan tetapi dalam Tafsir Surat Al A’raf ayat 95-96, khususnya di ayat 96 ini disinggung Nabi-nabi terdahulu yang didustakan oleh kaumnya selain Nabi Syuaib.

Dalam Tafsir Surat Al A’raf ayat 95-96, khususnya dalam ayat 95 menerangkan bahwa siapa saja yang berusaha memperbaiki diri dan berdoa kepada Allah maka Allah akan memberi nikmat dan kelapangan hidup.


Baca Tafsir Sebelumnya: Tafsir Surat Al A’raf ayat 92-94


Ayat 95

Ayat ini menerangkan bahwa setelah mereka ditimpa kesusahan dan kesulitan hidup, dan mereka berusaha memperbaiki dan berdoa  kepada Allah, maka Allah memberikan kepada mereka nikmat dan kelapangan hidup sehingga mereka memperoleh kemakmuran dan harta benda yang cukup. Kemakmuran dan kecukupan harta benda ini memungkinkan mereka mengembangkan keturunan. Harta benda yang cukup dan keturunan yang banyak, adalah merupakan puncak kenikmatan bagi manusia.

Orang-orang yang beriman, jika memperoleh nikmat dari Allah, baik berupa harta benda maupun keturunan, tentu akan bertambah keimanan dan rasa syukurnya, dan akan melakukan kebajikan lebih banyak lagi. Akan tetapi orang-orang yang lemah iman, bila memperoleh kemakmuran dan kenikmatan yang banyak, ia lupa kepada Allah Yang memberikan nikmat tersebut, dan timbullah rasa sombong dan angkuhnya.

Mereka berkata: “Nenek moyang kami dahulu juga pernah merasakan kenikmatan dan kesusahan, demikian pula kami. Kesusahan yang pernah kami alami, dan kebahagiaan yang kami rasakan sekarang adalah sama saja dengan apa yang pernah dialami nenek moyang kami. Kesusahan yang menimpa kami bukanlah akibat dari dosa-dosa yang telah kami perbuat, dan kebahagiaan yang kami peroleh bukanlah hasil dari kebajikan yang kami lakukan. Pengakuan dan sikap ini jelas merupakan kezaliman yang bisa terjadi sepanjang masa.

Demikianlah, kekayaan dan kebahagiaan telah membuat mereka lupa kepada hubungan antara sebab-akibat, serta menyebabkan mereka lupa kepada kekuasaan, keadilan dan kasih sayang Allah. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memahami Sunnah Allah yang berlaku di alam ini; mereka tidak memahami faktor-faktor yang menimbulkan kebahagiaan dan kesengsaraannya di bumi ini. Padahal Allah telah memberikan bimbingan dengan firman-Nya:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (ar-Ra’d/13: 11)

Oleh karena itu, keingkaran dan kesombongan mereka, timbul setelah memperoleh kemakmuran. Allah menimpakan kepada mereka azab yang datang secara tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadari akan datangnya azab tersebut. Mereka tidak memenuhi Sunnatullah yang berlaku dalam urusan masyarakat, dan akal mereka tidak mampu memikirkan hal itu. Lagi pula mereka tidak mau mengikuti petunjuk dan nasihat serta peringatan rasul kepada mereka. Dalam hubungan ini Allah telah berfirman:

فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ

“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa”. (al-An‘am/6: 44);

Sifat orang kafir adalah bila mereka memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan, mereka sombong dan takabur, tidak mensyukuri nikmat Allah. Sebaliknya bila mereka ditimpa musibah, mereka berputus asa dan berkeluh kesah, tidak memikirkan sebab-sebab yang ada pada diri mereka yang menimbulkan musibah itu. Firman Allah :

فَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ  ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

“Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata, “Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (az-Zumar/39: 49);

Kesenangan yang diperoleh sesudah kesusahan yang kemudian disusul dengan azab yang menyengsarakan, tidak hanya dialami oleh kaum Nabi Syu’aib, bahkan umat nabi-nabi sebelumnya, yakni umat Nabi Nuh, Nabi Hud, dan Nabi Tsaleh. Nabi Hud telah memperingatkan kepada umatnya, yaitu kaum ‘Ad, sebagai berikut:

وَاذْكُرُوْٓا اِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاۤءَ مِنْۢ بَعْدِ قَوْمِ نُوْحٍ وَّزَادَكُمْ فِى الْخَلْقِ بَصْۣطَةً ۚفَاذْكُرُوْٓا اٰلَاۤءَ اللّٰهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh dan perawakan. Maka ingatlah akan nikmat-nikmat Allah agar kamu beruntung.”(al-A’raf/7: 69);

Selanjutnya Nabi Tsaleh telah memperingatkan pula kepada kaumnya, kaum Tsamud hal semacam itu:

وَاذْكُرُوْٓا اِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاۤءَ مِنْۢ بَعْدِ عَادٍ وَّبَوَّاَكُمْ فِى الْاَرْضِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْ سُهُوْلِهَا قُصُوْرًا وَّتَنْحِتُوْنَ الْجِبَالَ بُيُوْتًا ۚفَاذْكُرُوْٓا اٰلَاۤءَ اللّٰهِ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ  ;

“Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum ‘Ad, dan menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan di bukit-bukit kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi”. (al-A‘raf/7: 74)

Generasi yang hidup sekarang ini hendaklah betul-betul menyadari, agar  jangan mengalami nasib merana seperti yang dialami umat-umat terdahulu, karena keingkaran dan kesombongan mereka kepada Allah. Apabila umat sekarang ini dikarunia Allah nasib yang lebih baik, berupa kestabilan ekonomi dan kehidupan sosial, ilmu pengetahuan dan sebagainya, janganlah mereka lupa diri dan berbuat maksiat di bumi.

Hendaklah semua nikmat yang dilimpahkan Allah disyukuri dan dimanfaatkan menurut cara yang diridai-Nya dan dijauhkan dari segala macam kemaksiatan. Semoga Allah selalu menambah karunia dan nikmat-Nya kepada semua orang yang bersyukur.

Ayat 96

Dalam ayat ini diterangkan bahwa seandainya penduduk kota Mekah dan negeri-negeri yang berada di sekitarnya serta umat manusia seluruhnya, beriman kepada agama yang dibawa oleh nabi dan rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw dan seandainya mereka bertakwa kepada Allah sehingga mereka menjauhkan diri dari segala yang dilarangnya, seperti kemusyrikan dan berbuat kerusakan di bumi, niscaya Allah akan melimpahkan kepada mereka kebaikan yang banyak, baik dari langit maupun dari bumi.

Nikmat yang datang dari langit, misalnya hujan yang menyirami dan menyuburkan bumi, sehingga tumbuhlah tanam-tanaman dan berkembang-biaklah hewan ternak yang kesemuanya sangat diperlukan oleh manusia. Di samping itu, mereka akan memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak, serta kemampuan untuk memahami Sunnatullah yang berlaku di alam ini, sehingga mereka mampu menghubungkan antara sebab dan akibat. Dengan demikian mereka akan dapat membina kehidupan yang baik, serta menghindarkan malapetaka yang biasa menimpa umat yang ingkar kepada Alllah dan tidak mensyukuri nikmat dan karunia-Nya.

Apabila penduduk Mekah dan sekitarnya tidak beriman, mendustakan Rasul dan menolak agama yang dibawanya, kemusyrikan dan kemaksiatan yang mereka lakukan, maka Allah menimpakan siksa kepada mereka, walaupun siksa itu tidak sama dengan siksa yang telah ditimpakan kepada umat yang dahulu yang bersifat memusnahkan. Kepastian azab tersebut adalah sesuai dengan Sunnatullah yang telah ditetapkannya dan tak dapat diubah oleh siapa pun juga, selain Allah.


Baca Juga: Benarkah Musibah adalah Adzab dari Allah? Gus Baha: Bukan Hak Kita Menjudge!


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...