BerandaTafsir TematikTafsir Surat al-Mulk Ayat 25-27: Balasan Bagi yang Ingkar Terhadap Ancaman Allah

Tafsir Surat al-Mulk Ayat 25-27: Balasan Bagi yang Ingkar Terhadap Ancaman Allah

Sebagai umat Islam, percaya adanya azab Allah adalah bentuk keimanan kepada Allah. Dan jika azab itu datang, maka kita sebagai hamba Allah tidak akan mampu menghindari azab tersebut. Namun, ada beberapa orang-orang yang justru menantang azab Allah dan tidak percaya adanya hari akhir. Berikut surat al-Mulk ayat 25-27 yang akan menjelaskan tentang kondisi orang- orang kafir yang ingkar terhadap ancaman Allah pada hari akhir.

وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (25) قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ (26) فَلَمَّا رَأَوْهُ زُلْفَةً سِيئَتْ وُجُوهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَقِيلَ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَدَّعُونَ (27

Dan mereka berkata, “Kapan (datangnya) ancaman itu jika kamu orang yang benar?”

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya ada pada Allah. Dan aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.”

Maka ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat) sudah dekat, wajah orang-orang kafir itu menjadi muram. Dan dikatakan (kepada mereka), “Inilah (azab) yang dahulu kamu memintanya.”

Tafsir surat al-mulk ayat 25-27 memiliki penjelasan tentang balasan orang yang ingkar pada hari kiamat. Mengutip dari kitab Tafsir al-Quran al- Adzim karya Ibnu Katsir, di situ dijelaskan ketika hari kiamat terjadi dan orang-orang kafir menyaksikannya, serta mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa hari kiamat sudah dekat di depan matanya. Dalam ayat ini diungkapkan dengan istilah dekat karena setiap perkara yang pasti terjadi dapat diungkapkan dengan ungkapan kepastian, sekalipun jarak masanya cukup lama.

Dan ketika orang-orang kafir mendustkan hari akhir, bermuramlah muka mereka karena mereka mengetahui keburukan yang telah mereka kerjakan di masa sebelumnya. Yakni di saat keburukan meliputi diri mereka, maka datanglah hari kiamat menimpa mereka yang sebelumnya mereka tidak menyadari dan memperhitungkannya atas apa yang mereka perbuat.

Baca juga: Isyarat Larangan Rasisme Dalam Al-Qur’an, Tafsir Surat Ar-Rum Ayat 22

Penafsiran Ayat dalam Pandangan Lingustik

Al-Durrah, penulis kitab Tafsir al-Quran Karim yang berusaha menafsirkan dan menjelaskan ayat-ayat al-quran dengan pendekatan linguistik Arab (manhaj lughawi). Ia berusaha menulis makna ayat 27 surat al-mulk. Pada ayat tersebut, dia tidak memandang adanya iltifat dalam ayat ini.

Iltifat merupakan menyajikan penafsirannya yang mengandung unsur balaghah khususnya iltifat, ia menggunakan ungkapan yang jelas dan tidak menggunakan bahasa yang tersirat melalui contoh ataupun pentaqdiran. Iltifat juga memberi penyegaran kepada pendengar  serta menghindari kebosanan dan kejenuhan dalam benak pendengar akibat gaya bahasa yang monoton. Berbeda dengan mufassir yang lain, yang adakalanya mengungkapkan suatu keadaan lafadz dengan melalui cara menguraikan contoh, ataupun menampilkan kalimat asalnya yang seharusnya digunakan.

Pada penjelasan al-Durrah tertulis, hu yang menjadi maf’ul, menurutnya damir tersebut kembali pada ‘adhab (siksa), mayoritas mufassir menyebut siksa di perang badar. Kemudian Hasan Tabal menyebutkan bahwa ayat tersebut adalah peralihan dari idmar ke izhar.

Baca juga: Tafsir Surat al-Mulk Ayat 20-24: Perlindungan dan Rezeki Hanya Bersumber dari Allah

Balasan Bagi yang Ingkar Terhadap Ancaman Allah

Jalaluddin al-Mahalli dan al-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain menafsirkan kata ra’auhu  yang ada pada ayat 27 surat al-mulk dengan ba’dal hasyr (setelah dihimpun). Artinya azab itu akan diperlihatkan kepada mereka orang-orang kafir ketika mereka telah dikumpulkan dalam satu kesatuan.

Sementara kata wujuh diartikan iswaddat (menjadi hitam muram). Sedangkan kata wa qiila merujuk pada perkataan malaikat penjaga neraka. Maka haadzalladzi kuntum bihi tadda’un merupakan azab yang dahulu diminta di mana mereka selalu menganggapnya lelucon belaka dan menduga tidak akan dibangkitkan oleh-Nya.

Artinya ialah pada saat hari akhir, Allah akan memberikan azab kepada mereka takni orangorang kafir yang dahulu ketika masih hidup di dunia, menganggap bahwa hari kiamat hanya lelucon belaka. Maka, ketika Allah menatangkan azabnya, wajah mereka begitu muram. Hal ini serupa dengan pennjelasan Ibnu Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir menafsirkan ayat ini ke dalam beberapa penggalan redaksi. Kata lamma termasuk harf tauqit (huruf waktu). Maksudnya adalah wajah mereka berubah menjadi muram gelap ketika janji itu ditampakkan azab.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 12-14: Allah Maha Mengetahui Sesuatu, Sekalipun Isi Hati Manusia

Selanjutnya pada akhir ayat 27 ada lafad tadda’un  ini menunjukkan doa. Dalam konteks ini, mereka meminta disegerakan azabnya secara tidak langsung merupakan bentuk doa. Berdoa kepada Allah swt supaya mereka diejek, dicemooh dan dikeraskan hatinya.

Kemudian pada Tafsir al-Misbah  karya Quraish Shihab ketika mereka menyaksikan janji itu dekat dari mereka, muka orang-orang kafir itu dipenuhi kesedihan dan kehinaan. Dengan nada mengejek dan menyakiti, dikatakan kepada mereka, “Inilah permintaan kalian yang disegerakan.” Wallahu a’lam[]

Norma Azmi Farida
Norma Azmi Farida
aktif di Cris Foundation (Center For Research of Islamic Studies) Redaktur Tafsiralquran.id
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...