BerandaTafsir TematikTips Agar Ikhlas dalam Berbuat Baik: Tafsir Surah Al-Qasas Ayat 77

Tips Agar Ikhlas dalam Berbuat Baik: Tafsir Surah Al-Qasas Ayat 77

Lazimnya, orang akan baik kepada kita saat kita juga memperlakukan orang lain baik. Wajar ketika kita berbuat baik, lalu muncul harapan orang lain akan bersikap baik kepada kita. Akan tetapi, realitanya tidak selalu demikian. Sikap baik manusia kadang tidak dihargai, bahkan terkadang justru dibalas dengan keburukan. Hal ini tentu dapat menimbulkan kekecewaan. Mengenai masalah ini, Al-Quran telah memberikan tips agar manusia tidak lagi merasa kecewa ketika perbuatan baik tidak dibalas dengan hal yang sama, atau dengan kata lain tips agar ikhlas dalam berbuat baik.

Tips agar ikhlas dapat kita ambil salah satunya dari pesan ayat 77 surah Al-Qasas. Berikut bunyinya,

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

“…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,…” (QS. Al-Qaṣaṣ [28]: 77)

Baca Juga: Dia yang Berlaku Baik Kepadamu, Lebih Baiklah Kepadanya! Pesan Surat An-Nisa Ayat 86

Tafsir surah Al-Qasas ayat 77

Ibn al-Jauzi dalam Zād al-Masīr (juz 3, halaman 393) mengumpulkan tiga pendapat mengenai makna dari ayat tersebut. Pertama, berikanlah lebihan dari hartamu sebagaimana Allah memberikanmu tambahan pada hartamu ketida kamu membutuhkan”. Berbicara mengenai lebihan harta, brarti bisa merujuk pada sedekah atau bisa juga zakat. Di dalam Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās  (halaman 330) menjelaskan bahwa objek golongan yang kita diharuskan berbuat baik kepadanya adalah orang-orang fakir dan miskin.

Pendapat yang pertama ini mengkhususkan perbuatan baik pada sedekah, dan disambung di penafsiran yang lain dengan juga memprioritaskan objek dari sedekah tersebut, yaitu fakir dan miskin.

Kedua, “berbuat baiklah terhadap apa yang diwajibkan atas kamu sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu dengan nikmat-nikmat-Nya. Yang dimaksud dengan “apa yang diwajibkan” adalah seperti kewajiban zakat dan memberikan nafkah kepada keluarga. Pendapat yang kedua ini tidak jauh berbeda dengan yang pertama.

Ketiga, “berbuat baiklah dalam mencari rezeki halal sebagaimana Alllah berbuat baik kepadamu dengan menghalalkan banyak hal.” Pendapat ketiga ini menghimbau agar manusia dapat memanfaatkan makanan atau rezeki apapun yang halal.

Baca Juga: Surat al-Mumtahanah Ayat 8-9: Perintah Berbuat Baik Kepada Siapa Pun

Para mufasir lainnya hampir sama dalam menafsirkan potongan ayat tersebut. Potongan ayat tersebut menurut al-Marāghī dalam Tafsir al-Marāghī bermakna “berbuat baiklah kamu terhadap makhluk-Nya, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu berupa kenikmatan yang telah diberikan oleh-Nya. Tolonglah makhluk-Nya dengan harta dan kesungguhan usahamu, dengan menunjukkan wajah yang selalu berseri-seri, dengan pergaulan yang baik, dan memujinya ketika mereka tidak ada.”

Tafsir Al-Maraghi tersebut terlihat tampak lebih umum dari penafsiran Ibn Al-jauzi sebelumnya. Dengan begitu berarti ia tidak membatasi perbuatan baik yang disampaikan dalam redaksi ayat, berbuat baiklah, apapun itu meski hanya dengan menunjukkan wajah yang berseri-seri, senyum dan memeberikan energi positif pada orang lain.

Al-Qāsimi dalam Maḥāsin al-Ta`wīl (juz 7, halaman 537) memaknai potongan ayat tersebut dengan “berbuat baiklah kepada manusia atau berbuatlah kebaikan berlandaskan ihsan (kesadaran) adanya wujud Allah dan pengetahuan-Nya sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu”.

Abū Ḥayyān dalam al-Baḥr al-Muḥīṭ fi al-Tafsīr (juz 8, halaman 325) menafsirkan ayat tersebut dengan “berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagai wujud syukur dan taatmu kepada Allah sebagaimana Allah telah berbuiat baik kepadamu dengan berbagai nikmat yang ada di sekitarmu.

Abū Ḥayyān menambahkan keterangan bahwa huruf kaf pada ayat tersebut merupakan huruf untuk menyerupakan sifat baik dari hamba terhadap sifat baik yang Allah miliki. Namun penyerupaan ini hanya sebatas sifat baik Allah, bukan semuanya. Karena ada sifat-sifat Allah yang terlarang dimiliki seorang hamba. Oleh karena itu, huruf kaf pada ayat tersebut merupakan penjelasan sebab sehingga maknanya menjadi “berbuat baiklah karena kebaikan Allah kepadamu.”

Selain tentang jenis perbuatan baik, sebenarnya yang lebih penting yang perlu dibold dalam ayat ini adalah kalimat yang terakhir, ‘sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu’. Mari kita renungkan, bagaimana Allah berbuat baik kepada hambaNya? Apakah Ia menuntut balasan kebaikan pula? Tidak sama sekali! Di sinilah poinnya, bagian yang sering kita lupakan. Inilah tips agar ikhlas dalam berbuat baik, jangan pernah mengharap balasan kebaikan dari manusia, mengharaplah hanya kepada Allah.

Baca Juga: Amal Banyak Tapi Sering Menyebut Kebaikannya, Bagaimana Menurut Al-Quran?

Pada intinya, berdasarkan penjelasan mufasir ayat tersebut memberikan arahan kepada manusia untuk selalu melakukan kebaikan berdasar konsep ihsān. Ihsān sebagaimana dijelaskan dalam kitab Arba’īn al-Nawawiyah (halaman 49) adalah keadaan dimana seseorang beribadah seakan-akan melhat Allah atau merasa Allah selalu melihatnya.

Perbuatan baik yang dimaksud dalam hal ini adalah umum, baik itu berupa bentuk ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah (hablun minallah) atau kebaikan yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia (hablun minanas).

Bisa juga ditambahkan dengan segala bentuk kebaikan yang kebaikannya kembali kepada lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya atau menjaga kebersihan lingkungan dan juga kebaikan yang manfaatnya kemhali kepada diri manusia sendiri seperti menjaga kesehatan. Jadi kebaikan yang dilakukan hendaknya berdasarkan ihsan kepada Allah, bukan didasarkan karena seseorang baik kepada kita.

Dengan menumbuhkan kesadaran ini, kita tidak akan terpengaruh dengan sikap manusia setelah kita berbuat baik kepadanya. Ketika kita berbuat baik kepada sesama, alhamdulillah jika mereka juga baik kepada kita. Jika tidak, maka kita tidak bersedih dan kecewa karena kita menyandarkan perbuatan baik yang kita  lakukan hanya kepada Allah dan Allah sekali-kali tidak akan menyia-nyiakan kebaikan yang dilakukan seorang hamba. Wallahu a’lam.

Adib Falahuddin
Adib Falahuddin
Mahasiswa S2 Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...