Tafsir Surah Ar Ra’d Ayat 2 bagian kedua ini meneruskan pembicaraan sebelumnya, yakni tentang penciptaan langit. Namun di sini dijelaskan dari sudut pandang sanitifik. Misalnya penjelasan tentang birunya warna langit.
Baca sebelumnya: Tafsir Surah Ar Ra’d Ayat 2 (Bagian 1)
Ditinjau dari sudut saintifik, langit atau samā’ dalam ayat ini dapat berarti langit biru atau atmosfer yang dekat dengan bumi ini. Dalam pengertian yang lebih luas samā’ juga dapat diartikan dengan langit antariksa (space) yang sangat luas ini.
Atmosfer adalah selubung gas yang meliputi suatu planet (termasuk bumi). Ia membentuk ruang udara. Atmosfer dibagi ke dalam 6 (enam) wilayah menurut ketinggiannya, yang satu berada di atas yang lainnya.
Secara berurutan dari wilayah yang terendah, maka atmosfer dibagi menjadi: (1) Troposfer (Troposphere ketinggian: 0-8 Km), (2) Tropopause, ketinggian: 8-12 Km (3) Stratosfer (Stratosphere, ketinggian: 12-80 Km), (4) Mesosfer (Mesosphere, ketinggian: 80 Km) (5) Ionosfer (Ionosphere, ketinggian: 100 Km) dan (6) Eksosfer (Exosphere, ketinggian >100Km).
Terjadinya awan, cuaca dan sebagainya berada di wilayah Troposfer. Komposisi atmosfer (di wilayah Troposfer), mayoritas terdiri dari gas nitrogen (78%), juga oksigen (20%). Atmosfer ini menyeliputi bumi dan dapat tegak di atas bumi karena adanya gaya gravitasi bumi.
Inilah pengertian dari meninggikan langit tanpa tiang itu. Tentu saja ini adalah tafsir langit yang berbeda dengan tujuh lapis langit yang menyangkut galaksi dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan langit tanpa tiang, ditinjau dari struktur konstruksi maka struktur tanpa tiang hanya dimungkinkan kalau konstruksinya berbentuk bola atau mirip bola (spherical, surface of revolution), meskipun demikian para ahli belum sepakat tentang bentuknya; ada yang menyatakan sebagai bola, seperti sadel, bahkan sebagai terompet.
Pada konstruksi ini dinding dan tiang menyatu menjadi permukaan bola itu sendiri. Jadi, konstruksi langit tanpa tiang hanya dimungkinkan bila langit itu berbentuk bola, sesuai dengan temuan ilmiah yang menyatakan bahwa alam semesta adalah bola besar yang mengembang makin membesar dengan kecepatan cahaya yaitu dengan kecepatan cahaya 300 ribu kilometer setiap detiknya (the expanding universe).
Baca juga: Pro Kontra Tafsir Ilmi dan Cara Menyikapinya (2): Ulama Kontra
Langit-antariksa, memang terbentuk sejak Dentuman Besar (Big Bang) dan terus mengembang dan meluas. Dalam Surah az-Zāriāt/51:47 disebutkan: Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Kami benar-benar meluaskannya. Kata samā’ pada ayat 47 Surah az-Zāriāt/51 di atas lebih tepat diartikan langit-antariksa.
Langit-antariksa (space) memang terus-menerus mengembang (space expansion). Penelitian spektrum Galaksi, menunjukkan adanya pergeseran spektrum pita-merah yang teratur, hal ini menjelaskan bahwa jarak antar Galaksi semakin menjauh, dan inilah yang merupakan indikasi langit-antariksa semakin mengembang.
Tentu langit ini tidak memerlukan tiang; karena dibangun dengan kekuatan maha dahsyat dari Allah swt yang berupa Dentuman Besar. Dentuman Besar (Big Bang) ini telah memecah Gaya Superforce menjadi Gaya-gaya Fundamental seperti: Gaya Gravitasi, Gaya Nuklir Kuat, Gaya Nuklir Lemah, dan Gaya Elektromagnetik; yang kesemuanya ini menstabilkan langit-antariksa ini.
Seterusnya dalam ayat-2 ini disebutkan: ”Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan”. Kata ”menundukkan” berarti bahwa baik matahari maupun bulan tunduk pada sunatullah, atau hukum-hukum alam dari Allah. Tentang ”masing-masing beredar menurut waktu yang ditentukan”, lihat keterangan pada Surah Yµnus/10: 5 di atas. Demikian penjelasan dari sudut pandang saintis.
Kesemuanya itu terjadi berkat kesempurnaan Allah dalam Zat, sifat, ilmu, dan kekuasaan-Nya yang tidak dapat ditiru oleh siapapun juga. Allah mengatur urusan makhluk-Nya, menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya dengan peraturan yang sangat rapi dan sempurna, serta mengatur benda-benda di langit sehingga berjalan menurut lintasan yang telah ditentukan, seperti bentuk mata rantai yang sambung menyambung sehingga tidak terjadi tabrakan di ruang angkasa yang dapat menimbulkan malapetaka dan bencana.
Semua ini berlangsung terus-menerus sampai datang hari kiamat, dimana akan terjadi kekacauan dan ketidakteraturan kerja benda-benda langit di alam angkasa. Kehancuran alam semesta dimulai dengan terbelahnya langit, seperti dijelaskan dalam firman Allah:
اِذَا السَّمَاۤءُ انْفَطَرَتْۙ ١
وَاِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْۙ ٢
Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan. (al-Infitar/82:1-2)
Kemudian Allah menerangkan bahwa tanda-tanda kesempurnaan kekuasaan-Nya di langit dan di bumi merupakan sarana yang bisa menimbulkan keyakinan bagi umat manusia akan adanya perjumpaan dengan Allah Sang Pencipta pada hari kiamat, dimana Dia akan memberikan ganjaran kepada orang-orang yang berbuat kebajikan dan menghukum orang-orang yang berbuat kejahatan.
Jika manusia meyakini kebenaran ini, niscaya dia dapat berpaling dari penyembahan berhala dan patung kepada keikhlasan beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, percaya kepada janji dan ancaman-Nya, percaya kepada semua rasul-Nya, mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga mereka menjadi manusia yang bahagia di dunia dan di akhirat.
Baca setelahnya: Tafsir Surah Ar Ra’d Ayat 3
(Tafsir Kemenag)