BerandaKhazanah Al-QuranMushaf Al-QuranMengetahui Spesifikasi Tiga Mushaf Al Quran Standar Indonesia

Mengetahui Spesifikasi Tiga Mushaf Al Quran Standar Indonesia

Kita semua sepakat bahwa masyarakat Indonesia menggunakan banyak sekali model mushaf Al Quran. Orang tua kita masih sering menggunakan mushaf yang berhuruf tebal. Sebagian dari kita ada yang nyaman menggunakan mushaf pojok. Kawan kita yang tunanetra menggunakan mushaf Braille. Terlebih saat ini, ada banyak varian mushaf yang juga memudahkan untuk mengaji. Pada tulisan ini akan memperkenalkan spesifikasi tiga mushaf Al Quran standar Indonesia.

Keragaman itu tidak hanya terjadi sekarang ini. Setelah Indonesia merdeka, banyak sekali mushaf cetakan yang digunakan masyarakat Indonesia. Mushaf-mushaf itu ada yang dari Mesir, Turki, Lebanon, dan India.

Mushaf-mushaf yang dari berbagai negara itu ternyata membuat masyarakat Indonesia kebingungan, karena setiap mushaf memiliki spesifikasi yang berbeda. Jika hendak memperbanyak mushaf, penerbit dan percetakan menanyakan mushaf mana yang patut dirujuk. Akhirnya Lajnah Pentashihan Al Quran pada tahun 1974 berinisiasi untuk membuat pedoman pentashihan.

Sebelum tahun itu sebenarnya Lajnah selalu melakukan pentashihan terhadap mushaf-mushaf yang hendak dicetak dan disebar luaskan. Namun, hasil dari pentashihan tahun-tahun sebelumnya itu tidak dijadikan pedoman yang berbentuk buku acuan. Sehingga seiring maraknya penerbit dan percetakan, membuat Kyai-kyai yang mentashih semakin kuwalahan, karena harus mengulangi pembahasan dari awal lagi.

Alkisah pada 5 Februari 1974, Lajnah berhasil menyelenggarakan Musyawarah Kerja Ulama Al Quran yang fokus membahas problem ini. Ternyata proses yang dilalui pun tidak mudah. Untuk mewujudkan pedoman, Lajnah mengumpulkan berbagai data, mengkaji, membahas dan mendiskusikannya hingga tahun 1983.

Pada tahun 1983 bebarengan dengan Muker yang ke-sembilan, para ulama Al Qur’an secara aklamasi menyetujui lahirnya “Pedoman Kerja Lajnah”. Pedoman yang disetujui ini kemudian dimanifestasikan dalam bentuk Mushaf Al Qur’an Standar Indonesia.

Dalam buku Sejarah Penulisan Mushaf Al Qur’an Standar Indonesia disebutkan definisi mushaf ini. mushaf ini merupakan mushaf yang dibakukan cara penulisan, harakat, tanda baca, dan tanda waqafnya sesuai hasil yang dicapai dalam Musyawarah Kerja Ulama Ahli Al Qur’an. Yang mana berlangsung selama 9 kali, dari tahun 1974 sampai 1983. Kemudian mushaf ini dijadikan pedoman bagi mushaf yang diterbitkan di Indonesia.

Mushaf standar ini terbagi menjadi tiga jenis. Mushaf Standar Usmani untuk khalayak umum, Standar Bahriyah untuk penghafal Al Quran, dan Standar Braille untuk muslim tunanetra.


Baca juga: Apakah Sejarah itu Penting? Inilah Urgensi Sejarah Menurut Al-Quran


Mushaf Al Qur’an Standar Usmani

Secara fisik mushaf ini tidak berwaqaf di setiap sudut halamannya, sehingga sangat jelas cara membedakannya. Terkait penulisan atau rasm-nya, mushaf ini mengacu pada kaidah rasm usmani seperti yang termaktub dalam al Itqan fi Ulum al Qur’an karya As-Suyutiy (w.911 H). Pilihan rasm ini pun tidak melalui tarjih ar-riwayat antara mazhab rasm Abu Amr ad Daniy (w.444 H) dan Abu Dawud Sulaiman (w.496 H).

Perihal harakat, mushaf ini menganut prinsip semua harakat menentukan bunyi secara utuh. Sehingga harakat sukun pun selalu ditampilkan. Jelas ini sangat berbeda dengan mushaf-mushaf Timur Tengah yang tidak menampilkan sukun saat bacaan mad thabi’i.

Dalam konteks tanda baca, mushaf ini juga memberlakukan secara penuh fungsi harakat. Misalnya bacaan idgham dan iqlab, maka tanda baca tasydid pun disertakan untuk menandai bahwa itu dibaca dengung. Sementara dalam hal tanda waqaf, mushaf ini sudah menyederhanakan tanda waqaf. Semula terdapat 12 tanda waqaf, yakni م, لا, ج, ص, ز, صلى, ق, قف, ط, ك, سكتة, ۛ dirubah menjadi tujuh tanda waqaf, yakni م, لا, ج, صلى, قلى, سكتة, ۛ.

Mushaf Al Qur’an Standar Bahriyah

Mushaf ini secara fisik memiliki tanda waqaf akhir ayat di setiap sudut halaman. Mushaf ini merupakan sebuah solusi atas banyaknya para penghafal Al Qur’an yang menggunakan mushaf pojok. Mushaf pojok memang semakin banyak di Indonesia berkat hasil reproduksi mushaf milik KH M Arwani Amin Kudus pada tahun 1974 dari Turki.

Terkait penulisan rasm, mushaf ini hampir sama dengan Standar Usmani, yang merujuk kitab al Itqan fi Ulum al Qur’an karya As-Suyutiy (w.911 H), dan tidak melakukan tarjih al-riwayat. Namun, terdapat tambahan pengecualian seperti penulisan kata الكتب  dan تكذبن  (dengan fathah berdiri), mushaf Standar Bahriyah menulisnya dengan alif mamdudah الكتاب  dan تكذبان. Serta terdapat perbedaan lainnya.

Perihal harakat, mushaf ini berbeda pada beberapa hal seperti tidak menuliskan sukun di atas huruf wawu dan ya’ pada bacaan mad thabi’i. Kemudian di mushaf ini harakat kasrah yang berada sebelum ya’ yang tidak bertitik terbagi menjadi dua. Diberi harakat berdiri jika tidak wasal dan diberi harakat biasa jika wasal.

Untuk tanda baca, mushaf Standar Bahriyah tidak mencantumkan tasydid pada bacaan idgham dan iqlab. Kemudian, untuk tanda waqafnya, mushaf ini sama persis dengan mushaf Standar Usmani.

Mushaf Al Qur’an Standar Braille

Mushaf ini diperuntukkan untuk tunanetra atau orang-orang yang menderita gangguan penglihatan. Mushaf ini disusun berdasarkan simbol Braille Arab yang telah digunakan dalam mushaf-mushaf braille di Yordania, Mesir dan Pakistan. Simbol ini berpijak pada hasil uniformisasi simbol Braille Arab pada konferensi yang diselenggarakan UNESCO di Beirut, Lebanon pada 1951.

Dalam hal penulisan, mushaf ini merujuk pada rasm usmani, kecuali pada lafal-lafal yang menyulitkan perabaan tangan. seperti kata as-salah maka ditulis dengan rasm imla’i.  Perihal harakat, mushaf ini tidak menyertakan fungsi harakat secara penuh. Setiap huruf yang diikuti huruf mad tidak diberi harkat, termasuk huruf mad-nya juga.

Tanda baca mushaf ini merujuk pada mushaf-mushaf Braille sebelumnya. Adapun berkaitan dengan bacaan tajwid, mushaf ini hanya mencantumkan tanda tasydid pada bacaan idgham dan tanda mad untuk mad far’iy. Sementara aspek waqaf hampir sama dengan tanda waqaf Standar Usmani. Hanya saja berbeda pada tanda waqaf قلى menjadi ط, صلى menjadi ص dan titik tiga muanaqah menjadi ta’.

Tentu uraian ini hanyalah spesifikasi ringan dan beum sempurna. Jika ingin mengetahui lebih lanjut kita bisa mendownload bukunya di sini.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab


Artikel terkait:


 

Zainal Abidin
Zainal Abidin
Mahasiswa Magister Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal-Universitas PTIQ, Jakarta. Juga Aktif di kajian Islam Nusantara Center dan Forum Lingkar Pena. Minat pada kajian manuskrip mushaf al-Quran.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...