BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Maidah Ayat 38-40

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 38-40

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 38-40 berbicara tentang hukuman bagi pencuri setelah pada ayat sebelumnya berbicara tentan hukuman qisas bagi orang yang membunuh secara zalim serta ampunan Allah swt bagi pelaku apabila ia menyesali perbuatannya dan bertaubat dengan sepenuh hati.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 33-37


Tafsir Surat Al Maidah Ayat 38-40 di awal-awal berbicara tentang hukuman bagi pelaku pencurian dengan sayarat-syarat tertentu. Salah satunya dengan kadar minimal yang dicuri setara dengan empat dinar. Hukumannya adalah dengan potong tangan. Lalu pada ayat selanjutnya diberikan contoh kasus pencurian di masa Nabi Muhammad saw.

Pada bagian akhir Tafsir Surat Al Maidah Ayat 38-40 ini ditutup dengan mutlaknya kuasa dan wewenang Allah swt dalam menyiksa siapapun yang melanggar syariatnya, salah satunya dengan melakukan pencurian. Namun lagi-lagi Allah swt Maha Pengampun bagi hambanya yang menyesal dan bertaubat dengan sepenuh hati.

Ayat 38

Setiap kejahatan ada hukumannya. Pelakunya akan dikenakan hukuman. Begitu pula halnya seorang pencuri akan dikenakan hukuman karena ia melanggar larangan mencuri. Seseorang, baik laki-laki maupun perempuan yang mengambil harta orang lain dari tempatnya yang layak dengan diam-diam, dinamakan “pencuri.”

Orang yang telah akil balig mencuri harta orang lain yang nilainya sekurang-kurangnya seperempat dinar, dengan kemauannya sendiri dan tidak dipaksa, dan mengetahui bahwa perbuatannya itu haram, dilarang oleh agama. Orang itu sudah memenuhi syarat untuk dikenakan hukuman potong tangan kanan, sebagaimana yang diperintahkan dalam ayat ini.

Suatu pencurian dapat ditetapkan apabila ada bukti-bukti atau ada pengakuan dari pencuri itu sendiri, hukuman potong tangan tersebut dapat gugur apabila pencuri itu dimaafkan oleh orang yang dicuri hartanya dengan syarat sebelum perkaranya ditangani oleh yang berwenang. Pelaksanaan hukum potong tangan dilaksanakan oleh orang yang berwenang yang ditunjuk untuk itu, dengan syarat-syarat tertentu.

Penetapan nilai harta yang dicuri, yang dikenakan hukum potong tangan bagi pelakunya yaitu sekurang-kurangnya seperempat dinar sebagaimana tersebut di atas, adalah pendapat jumhur ulama, baik ulama salaf maupun khalaf berdasarkan sabda Rasulullah saw sebagai berikut:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْطَعُ يَدَ السَّارِقِ فِي رُبْعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا

(رواه الشيخان عن عائشة)

“Rasulullah saw memotong tangan pencuri itu yang mencuri seperempat dinar ke atas.” (Riwayat al-BukhariMuslim  dari Aisyah).

Seorang pencuri yang telah dipotong tangan kanannya, kemudian ia mencuri lagi dengan syarat-syarat seperti semula maka dipotonglah kaki kirinya yaitu dari ujung kaki sampai pergelangan. Kalau ia mencuri lagi untuk ketiga kalinya, dipotong lagi tangan kirinya, kalau ia mencuri lagi untuk keempat kalinya, dipotong lagi kaki kanannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw mengenai pencuri sebagai berikut:

اِنْ سَرَقَ فَاقْطَعُوْا يَدَهُ ثُمَّ اِنْ سَرَقَ فَاقْطَعُوْا رِجْلَهُ ثُمَّ اِنْ سَرَقَ فَاقْطَعُوْا يَدَهُ ثُمَّ اِنْ سَرَقَ فَاقْطَعُوْا رِجْلَهُ

(رواه الامام الشافعي عن أبي هريرة)

Apabila ia mencuri, potonglah tangan (kanan)nya, kalau ia mencuri lagi potonglah kaki (kiri)nya, kalau masih mencuri lagi potonglah tangan (kiri)nya dan kalau ia masih juga mencuri potonglah kaki (kanan)nya.” (Riwayat al-Imam al-Syafi’i dari Abu Hurairah).

Kalau ini semua sudah dilaksanakan tetapi ia masih juga mencuri untuk kelima kalinya, maka ia di-ta’zir, artinya diberi hukuman menurut yang ditetapkan oleh penguasa, misalnya dipenjarakan atau diasingkan ke tempat lain, sehingga ia tidak dapat lagi mencuri.

Potong tangan ini diperintahkan Allah sebagai hukuman kepada pencuri, baik laki-laki maupun perempuan, karena Allah Mahaperkasa, maka ia tidak akan membiarkan pencuri-pencuri dan manusia lainnya berbuat maksiat.

Allah Mahabijaksana di dalam menetapkan sesuatu seperti menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri, karena yang demikian itu apabila diperhatikan lebih dalam, tentu dalam pelaksanaannya akan menimbulkan maslahat yang banyak, sekurang-kurangnya dapat membatasi merajalelanya pencurian. Apa saja yang diperintahkan Allah pasti akan mendatangkan maslahat dan apa saja yang dilarang-Nya pasti akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran apabila dilanggar.


Baca juga: Memahami Makna Setan dan Kejahatan Dalam Al-Quran


Ayat 39

Pada zaman Rasulullah saw, ada seorang perempuan mencuri. Hal ini dilaporkan kepada Rasulullah saw oleh orang yang kecurian. Mereka berkata, “Inilah perempuan yang telah mencuri harta benda kami, kaumnya akan menebusnya.” Nabi bersabda “Potonglah tangannya.” Kaumnya menjelaskan: “Kami berani menebusnya lima ratus dinar.” Nabi bersabda, “Potonglah tangannya.” Maka dipotonglah tangan kanan perempuan itu.

Kemudian ia bertanya, “Apakah tobat saya ini masih bisa diterima, ya Rasulullah?”Beliau menjawab, “Ya, engkau hari ini bersih dari dosamu seperti pada hari engkau dilahirkan oleh ibumu.” Maka turunlah ayat ini.

Perempuan tersebut dari kabilah Bani Makhzum, yang sangat mendapat perhatian dari pembesar-pembesar Quraisy. Mula-mula mereka berusaha agar perempuan tersebut bebas dari hukuman potong tangan. Lalu mereka mencari siapa kira-kira yang dapat menghubungi Rasulullah untuk membicarakan hal tersebut.

Kemudian ditunjuklah Usamah bin Zaid karena ia adalah kesayangan Rasulullah. Ketika Usamah bin Zaid mengunjungi Rasulullah, dan membicarakan hal tersebut, maka Rasulullah menjadi marah dan bersabda, “Apakah engkau akan membela sesuatu yang telah ditetapkan had dan hukumnya oleh Allah azza wa jalla?” Usamah menjawab “Maafkanlah saya, wahai Rasulullah.” Sesudah itu Rasulullah berpidato, antara lain beliau bersabda,

فَاِنَّمَا اَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا اِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الشَّرِيْفُ تَرَكُوْهُ وَاِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الضَّعِيْفُ اَقَامُوْا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَاِنِّي وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْاَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا، ثُمَّ اَمَرَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقُطِعَتْ يَدُهَا

(رواه الشيخان عن عائشة)

“Bahwasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu ialah karena sesungguhnya mereka apabila yang mencuri di antara mereka adalah orang-orang terkemuka, maka mereka membiarkannya, apabila yang mencuri itu orang-orang lemah, mereka itu dijatuhi hukuman. Saya, demi Allah yang diriku berada di dalam tangan-Nya, andaikata Fatimah anak Muhammad mencuri, pastilah saya potong tangannya.” Kemudian diperintahkanlah memotong tangan perempuan itu, maka dipotonglah tangannya. (Riwayat asy-Syaikhan dari Aisyah).

Jadi barang siapa bertobat dari perbuatannya, dan berjanji tidak akan mencuri lagi, setelah ia menganiaya dirinya dan menjelekkan nama baiknya, serta menodai kesucian kaumnya, dengan mengembalikan curiannya, maka ia diampuni Allah karena Allah Maha Pengampun bagi orang yang telah bertaubat. Dia Maha Penyayang bagi orang yang rendah hati yang suka mengakui kesalahannya.

Ayat 40

Ayat ini memperingatkan dan menekankan bahwa Allah yang menguasai langit dan bumi, mengatur apa yang ada di dalamnya. Allah  yang menetapkan balasan siksa kepada orang yang mencuri sebagaimana halnya orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, mengampuni orang-orang yang bertobat di antara mereka, penyayang kepada orang-orang yang benar-benar bertobat dan memperbaiki amalannya, serta menyucikan dirinya dari dosa-dosa yang telah diperbuat.

Allah akan menyiksa orang yang melanggar perintah-Nya sebagai pendidikan dan pengaman bagi sesama manusia, sebagaimana Allah mengasihi orang yang bertobat, mendorong mereka untuk menyucikan diri. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu; seperti menyiksa dan mengasihani. Tidak ada sesuatu yang sulit bagi-Nya dalam mengatur segalanya, sesuai dengan kehendak-Nya.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 41-43


 (Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Aksi Demo dalam Tinjauan Alquran

Aksi Demo dalam Tinjauan Alquran

0
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seorang pemimpin tentu memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam mengatur rakyatnya. Di samping itu pemimpin juga dituntut untuk memiliki...