BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al Ahzab Ayat 21: Idola Yang Menjadi Teladan, Siapakah?

Tafsir Surat Al Ahzab Ayat 21: Idola Yang Menjadi Teladan, Siapakah?

Seseorang yang mengidolakan figur tertentu dia akan mudah mengikuti gaya hidupnya. Sikap demikian merupakan fitrah manusia. Namun sangat disayangkan, dewasa ini banyak generasi muda kehilangan sosok yang semestinya mereka jadikan idola untuk diteladani. yaitu manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.

Kasus di atas terjadi jika generasi muda tidak jeli menyortir budaya-budaya barat yang masuk di era globalisasi ini, atau bahkan tidak peduli. Hal ini disebabkan kurangnya mengenal lebih dekat Nabi Muhammad saw. atau kurangnya menyadari sebagai qudwah (teladan), padahal ini sangat penting untuk memupuk rasa cinta kepadanya.

Allah swt. telah memberitahu kepada siapa kita harus mengambil teladan. Ditegaskan dalam firman-Nya (QS. al-Ahzab [33]: 21):

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Ayat di atas dikomentari Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Ibnu Katsir, jilid 6, hlm. 391) bahwa ayat ini merupakan pedoman bergaya hidup. Yangmana dengan pedoman itu seseorang dapat mengontrol diri dan selalu mengintrospeksi kesesuaian gaya hidup sehari-harinya sebagai hamba Allah yang saleh.

هذه الأية الكريمة أصل كبير في التأسي برسول الله صلى الله عليه وسلم في أقواله وأفعاله وأحواله؛ ولهذا أمر الناس بالتأسي بالنبي صلى الله عليه وسلم يوم الأحزاب

Artinya: “ayat mulia ini merupakan dasar pedoman peneladanan kepada Nabi Muhamad saw. dalam bertuturkata, berperilaku dan bersikap. Karenanya para sahabat diperintahkan mengikuti beliau  di perang Ahzab (ketika mereka sedang goyah)”.

Baca juga: Kekhasan Al-Quran Sebagai Mukjizat Bagi Nabi Muhammad Saw

Sebetulnya sah-sah saja mengidolakan seseorang, dan ini naluri manusia. Diantara yang dapat memikat jiwa adalah keindahan. Ketika suatu keindahan tersebut melekat pada seseorang, maka kemudian ia akan mengidolakannya. Karena idola secara psikologis memiliki pengaruh besar dalam kehidupan, maka siapapun harus selektif menentukan idolanya.

Menurut Imam al-Ghazali, ada tiga faktor seseorang hatinya dapat terpikat oleh orang lain, yaitu: al-Jamal (keindahan), alKamal (kesempurnaan), dan an-Nawal (pemberian). Ketiga faktor ini terdapat pada diri rasulullah, dan siapapun yang semakin dekat dengannya maka akan semakin jatuh cinta dan mengidolakannya.

Makanya tidak heran jika dahulu para sahabat nabi sekali melihatnya langsung menaruh sikap takdzim sebab pemandangan yang penuh keagungan. Dalam penggalan hadits yang diriwayatkan Sayyidina Ali ra. disebutkan: “Barangsiapa yang melihatnya pasti menaruh hormat terhadapnya. Dan orang yang pernah berkumpul dengannya, kemudian mengenalinya, tentu ia akan mencintainya. Orang yang menceritakan sifatnya, pasti akan berkata, ‘Belum pernah aku melihat sebelum dan sesudahnya orang yang istimewa beliau sallallaahu ‘alayhi wa sallam’.” (HR. Tirmidzi)

Meneladani Nabi Muhammad saw. tidak membutuhkan modal besar berupa materi seperti pengidolaan terhadap artis-artis. Tapi hanya membutuhkan ketulusan hati dan kesucian jiwa, ditambah lagi pengetahuan sirah hidupnya. Kenal saja tidak cukup, buktinya banyak orang-orang yang hidup di masa beliau hidupnya tapi tidak beriman kepadanya, termasuk Abu Lahab. Bahkan para Ahli kitab lebih mengenali Rasululah daripada anaknya.

Di dalam firman-Nya disebuutkan, “orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-kitab (Taurat dan Injil) Mengenal Muhammad seperti mereka Mengenal anak-anaknya sendiri. dan Sesungguhnya sebahagian diantara mereka Menyembunyikan kebenaran, Padahal mereka mengetahui”. (QS. al-Baqarah [02]: 146)

Baca juga: Inilah Alasan Mengapa Umat Islam Harus Mengenal Rasulullah SAW

Dalam praktik peneladanan kepada Nabi Muhammad saw., terkadang seseorang membutuhkan contoh secara langsung, mengingat jauhnya masa dan jarak sang Nabi antara dengan kita. Ini bukan berarti menjadi penghambat umatnya di akhir zaman untuk mengikuti tindak tanduk sang Nabi.

Banyak riwayat-riwayat hadits yang berupa wasiat Nabi Muhammad saw. kepada umatnya agar berpegang teguh ajaran para sahabatnya. Diantaranya adalah Ibnu Abbas, ‘bahwa para sahabatku bagaikan bintang-bintang, dengan siapapun dari mereka kalian mengikutinya maka kalian telah mengambil petunjuk’. Hadits ini menunjukkan bahwa kita dapat meneladani Nabi Muhammad saw. dengan mengikuti para pengikut Nabi. Dalam konteks ini, para sahabat adalah orang-orang yang terdekat dan paling mengikuti Nabi.

Para ulama yang memiliki transmisi keilmuan yang bersambung sampai Nabi juga merupakan wasilah kita untuk meneladani Nabi Muhammad saw. Mereka adalah pewaritsnya, sehingga berkat keberadaan mereka yang sepenuhnya meneladani Nabi Muhammad, syariat Islam tetap terjaga sampai sekarang. Nabi bersabda:

وَإنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأنْبِيَاءِ، وَإنَّ الأنْبِيَاءَ لَمْ يَوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بحَظٍّ وَافِرٍ. (رواه أَبُو داود والترمذي)

“Sesungguhnya para alim ulama adalah pewarisnya para Nabi, sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar ataupun dirham, sesungguhnya mereka itu mewariskan ilmu. Maka barangsiapa dapat mengambil ilmu itu, maka ia telah mengambil dengan bagian yang banyak sekali.” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi). Wallahu A’lam.

M. Ali Mustaan
M. Ali Mustaan
Alumnus STAI Imam Syafii Cianjur, mahasiswa pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pecinta kajian-kajian keislaman dan kebahasaaraban, penerjemah lepas kitab-kitab kontemporer
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....