Kepribadian orang cerdas sesungguhnya sudah dijelaskan pada surat Ali ‘Imran ayat 190-191. Pada ayat ini, orang cerdas disebut dengan Ulul albab. Bahkan menariknya lagi, orang yang mampu berfikir kristis, juga bisa masuk pada kategori ulul albab. Lantas, bagaimana konsep kepribadian ulul albab dalam Al-Quran?. berikut Firman Allah SWT, Surat Ali ‘Imran ayat 190-191:
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰت لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰما وَقُعُودا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
Baca juga: Beda Derajat Orang yang Berilmu dan Tidak Berilmu
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191
Ayat ini merupakan bantahan bagi kaum Yahudi yang mengklaim kefakiran Allah (Innallaha ta’ala faqirun wa nahnu aghniyaa). Kemudian pada kitab Lubaabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul karangan Jalaluddin as-Suyuti, Surat Ali ‘Imran ayat 190-191 ini turun untuk menjelaskan bukti kaum Yahudi mengklaim kefakiran Allah SWT.
Ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “orang-orang Quraisy mendatangi orang-orang Yahudi dan bertanya kepada mereka, apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?”
Orang-orang Yahudi itu menjawab “Tongkat dan tangan yang putih bagi orang-orang yang melihatnya.”
Lalu, orang-orang Quraisy itu mendatangi orang-orang Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, “apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?”
Mereka menjawab, “Dia dulu menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.” Lalu mereka mendatangi Nabi SAW.
Lalu berkata kepada beliau, “Berdoalah kepada Tuhanmu untuk mengubah bukit shafa menjadi emas untuk kami.” Lalu beliau berdoa, maka turunlah firman Allah surat ali imron ayat 190-191.
Baca juga: Tafsir Tarbawi: Semangat Pendidikan Islam Ada pada Orang yang Berilmu
Ayat 190 bicara tentang hikmah penciptaan langit dan bumi hanya dirasakan oleh ulul albab, yakni orang-orang yang mengingat Allah SWT.
Syaikh Imam al-Qurthubi pada kitab tafsirnya yaitu Tafsir al-Qurtubi, menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk melihat, merenung, dan mengambil kesimpulan atas tanda-tanda ke Tuhanan. Tanda-tanda tersebut tidak mungkin ada, kecuali Allah lah yang menciptakannya. Dan orang yang bisa melakukan perenungan atas segala penciptaan Allah SWT pada alam semesta, hanyalah ulul albab.
Bagaimanakah Ciri-ciri yang Dinamai Ulul Albab?
Ulu dalam bahasa Arab berarti ashab yaitu pemilik. Sedangkan albab adalah bentuk jamak dari al-lubb yang berarti inti segala sesuatu (substansi). Dalam Al-Quran, kata ini disebutkan sebanyak 16 kali dan selalu merujuk pada arti orang yang berakal.
Pada kitab Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab, ayat tersebut dijelaskan sebagian dari ciri-ciri siapa yang dinamai Ulūl–albāb. Mereka adalah orang, baik laki-laki atau perempuan, yang terus menerus mengingat Allah, dengan ucapan dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi apapun. Dengan cara apa mereka mengingat Allah? Yakni dengan cara berdizikir. Sedangkan jika untuk objek akal pikiran adalah seluruh makhluk ciptaan Allah, diberikan kebebasan akal seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam.
Baca juga: Belajar Ontologi Filsafat dari Kisah Nabi Ibrahim
Dengan demikian, dapat disimpulkan, ulul albab ialah orang-orang yang menggunakan akal dan logikanya dengan baik dan benar untuk mengenal siapakah Allah, serta memahami segala keagungan dan kekuasaan Allah. Dengan melalui tanda-tanda ciptaan Allah, maupun hukum ketetapan Allah, serta memahami sabab nuzul ayat Al-Quran, maka semua itu bisa disebut dengan ulul albab. Wallahu a’lam[]