Beranda blog Halaman 164

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 11

0
tafsir surah asy-syura
tafsir surah asy-syura

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 11 berbicara mengenai kekuasaan Allah meliputi segala yang ada di langit dan bumi.


Baca sebelmnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 10


Ayat 11

Allah menerangkan bahwa Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, begitu juga hal-hal aneh dan ajaib yang mengherankan yang kita saksikan seperti luasnya cakrawala yang membentang luas di atas kita tanpa ada tiang yang menunjangnya; karenanya, Dia-lah yang pantas dan layak dijadikan sandaran dalam segala hal dan dimintai bantuan dan pertolongan-Nya; bukan tuhan-tuhan mereka yang tidak berdaya dan tidak dapat berbuat apa-apa.

Dia-lah yang menjadikan bagi manusia dari jenisnya sendiri jodohnya masing-masing; yang satu dijodohkan kepada yang lain sehingga lahirlah keturunan turun-temurun memakmurkan dunia ini. Demikian itu berlaku pula pada binatang ternak yang akhirnya berkembang biak memenuhi kehidupan di bumi.

Dengan demikian, kehidupan makhluk yang berada di atas bumi ini menjadi teratur dan terjamin bagi mereka. Makanan yang cukup bergizi, minuman yang menyegarkan dan nikmat-nikmat lain yang wajib disyukuri untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Semuanya itu menunjukkan kebenaran dan kekuasaan Allah. Tidak ada satu pun yang menyamai-Nya dalam segala hal.

Dia Maha Mendengar, Dia mendengar segala apa yang diucapkan setiap makhluk, Dia Maha Melihat. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dia melihat segala amal perbuatan makhluk-Nya, yang baik maupun yang jahat. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai kekuasaan, kebesaran, dan kebijaksanaan-Nya.


Baca juga:


Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Ayat ini secara jelas menyatakan demikian. Demikian pula beberapa ayat berikut:

سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ  ٣٦

Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yasin/36: 36)

Firman Allah:

وَهُوَ الَّذِيْ مَدَّ الْاَرْضَ وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْهٰرًا ۗوَمِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ جَعَلَ فِيْهَا زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ   ٣

Dan Dia yang menghamparkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai di atasnya. Dan padanya Dia menjadikan semua buah-buahan berpasang-pasangan; Dia menutupkan malam kepada siang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir. (ar-Ra’d/13: 3)

Dan Firman-Nya:

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ  ٤٩

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah). (az-Dzariyat, 51: 49)

Menurut kajian ilmiah, bukan hanya makhluk hidup yang berpasang-pasangan, namun benda-benda mati juga berpasang-pasangan. Dengan menggunakan ilmu dan peralatan canggih yang ada saat ini, sudah dapat diketahui mengenai adanya pasangan-pasangan dari atom sampai ke awan.

Atom, yang tadinya diduga merupakan wujud yang terkecil dan tidak dapat dibagi, ternyata ia pun berpasangan. Atom terdiri dari elektron dan proton. Proton yang bermuatan listrik positif dikelilingi oleh beberapa partikel elektron yang bermuatan listrik negatif. Muatan listrik di kedua kelompok partikel ini sangat seimbang.

Tumbuh-tumbuhan pun memiliki pasangan-pasangan guna pertumbuhan dan perkembangannya. Sebelumnya, manusia tidak mengetahui bahwa tumbuh-tumbuhan juga memiliki perbedaan kelamin jantan dan betina. Buah adalah produk akhir dari reproduksi tumbuhan tinggi.

Tahap yang mendahului buah adalah bunga, yang memiliki organ jantan dan betina, yaitu benangsari dan putik. Bila tepungsari dihantarkan ke putik, akan menghasilkan buah, yang kemudian tumbuh, hingga akhirnya matang dan melepaskan bijinya. Oleh sebab itu, seluruh buah mencerminkan keberadaan organ-organ jantan dan betina, suatu fakta yang disebut dalam Al-Qur’an.

Ada tumbuhan yang memiliki benangsari dan putik sehingga menyatu dalam diri pasangannya, dan dalam penyerbukannya ia tidak membutuhkan pejantan dari bunga lain. Namun, ada juga yang hanya memiliki salah satunya saja sehingga untuk berproduksi ia membutuhkan pasangannya dari bunga lain. Hanya Allah yang tidak berpasangan.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 12-13


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 10

0
tafsir surah asy-syura
tafsir surah asy-syura

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 10 berbicara mengenai hakikat kebenaran hanya milik Allah SWT. Maka dari itu tiada lain memang harus berpegang pada petunjuk Allah SWT.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 8-9


 Ayat 10

Allah menerangkan bahwa apa saja yang diperselisihkan mengenai urusan agama, keputusannya agar dikembalikan kepada Allah, artinya hanya Allah yang menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

Manusia dalam kehidupan dunia harus mengikuti petunjuk Allah dalam Al-Qur’an dan petunjuk sunnah Rasul, sebagaimana firman Allah:

فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ

Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. (an-Nisa’/4: 59)

Sedangkan yang memutuskan perselisihan manusia di akhirat nanti sepenuhnya hanya Allah saja, karena semua makhluk tidak ada yang memiliki kekuasaan, dan hanya Allah saja yang berkuasa, sebagaimana firman-Nya:

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ  ٤

Pemilik hari pembalasan. (al-Fatihah/1: 4)

Dia-lah yang akan menetapkan hukumnya pada hari Kiamat, menangani persoalan antara orang-orang yang berselisih. Di sanalah baru dapat diketahui dengan jelas siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa yang layak masuk surga dan siapa yang menjadi penghuni neraka.


Baca juga: Tanggapan Fred Donner atas Kajian Otentisitas Al-Quran Para Revisionis


Hanya Allah-lah yang memiliki sifat-sifat menghidupkan dan mematikan, menetapkan hukum antara dua orang yang berselisih, dan bukan tuhan-tuhan selain Allah yang dianggap dan diakui mereka.

Kepada-Nyalah manusia bertawakal dan berserah diri agar terhindar dari segala usaha jahat musuh-musuh mereka. Berhasil atau tidaknya urusan mereka hanya kepada Allah-lah segala sesuatunya dikembalikan, dan kepada-Nyalah kita bertobat atas segala dosa dan maksiat yang telah kita lakukan. Allah berfirman:

;وَاِلَى اللّٰهِ تُرْجَعُ الْاُمُوْرُ ࣖ  ٢١٠

Dan kepada Allah-lah segala perkara dikembalikan. (al-Baqarah/2: 210)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 11


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 8-9

0
tafsir surah asy-syura
tafsir surah asy-syura

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 8-9 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai kebijaksanaan Allah atas segala yang dikehendakiNya. Kedua mengenai orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah SWT.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 7


Ayat 8

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa jika Dia menghendaki, maka semua manusia itu akan beriman sehingga menjadi umat yang satu. Tetapi kebijaksanaan yang diambil-Nya adalah dengan menyerahkan urusan iman dan kufur kepada pribadi manusia masing-masing. Dia tidak mau memaksakan agar semua manusia itu beriman, namun memberikan kepada mereka hak memilih dan menentukan nasibnya menurut kemauan mereka sendiri.

Berbahagialah orang-orang yang mengikuti petunjuk rasul. Mereka selalu bersyukur memuji Allah dan akan dimasukkan ke dalam rahmat-Nya dan celakalah orang-orang yang selalu menentang dan tidak mau mengikuti petunjuk rasul, mereka akan disiksa di hari kemudian dan tidak seorang pun yang akan menolong dan melindungi mereka. Mereka tidak dapat menyesali siapa-siapa kecuali diri mereka sendiri, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

;فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذٰلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ اِلاَّ نَفْسَهُ. (رواه مسلم عن أبى ذرّ الغفاري)

Siapa memperoleh kebaikan hendaklah memuji Allah dan siapa memperoleh selain daripada itu janganlah ia menyalahkan melainkan terhadap dirinya sendiri. (Riwayat Muslim dari Abµ Zarr al-Giffari)

Tidak sedikit ayat yang senada dengan ayat 8 ini. Antara lain firman Allah:

وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدٰى

Dan sekiranya Allah menghendaki, tentu Dia jadikan mereka semua mengikuti petunjuk. (al-An’Am/6: 35)

Dan firman-Nya:

وَلَوْ شِئْنَا لَاٰتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدٰىهَا

Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami berikan kepada setiap jiwa petunjuk (bagi)nya. (as-Sajdah/32: 13)


Baca juga: Kontekstualisasi Penggunaan Term Tijarah (Perniagaan) dalam Al-Qur’an


Ayat 9

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang musyrik Mekah telah mengambil pelindung selain Allah untuk menolong mereka dalam hal-hal yang memerlukan pertolongan.

Mereka telah sesat, karena mereka mengambil makhluk sebagai pelindung yang tak dapat mendatangkan manfaat atau menolak bencana bagi dirinya apalagi bagi yang lain.

Kalau mereka menghendaki pelindung yang benar dan sesungguhnya, yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak bencana, tentunya mereka akan memilih Allah sebagai pelindung mereka, Tuhan Yang Mahakuasa atas yang demikian itu, Tuhan yang menghidupkan dan mematikan.

Tuhan yang akan membangkitkan mereka kelak di akhirat, dan mestinya mereka tidak akan memilih makhluk yang lemah dan tidak berdaya sebagai pelindung mereka, sebagaimana firman Allah:

;اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗ ۗوَاِنْ يَّسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْـًٔا لَّا يَسْتَنْقِذُوْهُ مِنْهُۗ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ  ٧٣

Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat mevrebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah. (al-Hajj/22: 73)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 10


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 7

0
tafsir surah asy-syura
tafsir surah asy-syura

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 7 berbicara mengenai bahasa al-Qur’an yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini agar memudahkan masyarakatnya menerima dakhwah rasul-rasul Allah SWT.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 5


Ayat 7

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa wahyu yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw adalah dalam bahasa Arab, sesuai dengan bahasa penduduk negeri Mekah dan sekitarnya, untuk memudahkan mereka mengerti dakwah dan seruan serta peringatan yang ditujukan Muhammad saw kepada mereka.

Setiap rasul yang diutus ia menggunakan bahasa kaumnya agar mudah memberikan penjelasan kepada mereka, sebagaimana firman Allah:

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهٖ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۗ ٤

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka. (Ibrahim/14: 4)

Sekalipun hanya penduduk Mekah dan sekitarnya yang disebut pada ayat ini, yang menjadi sasaran dakwah dan peringatan Nabi Muhammad saw, tetapi itu tidaklah berarti bahwa Muhammad saw diutus terbatas hanya kepada orang Arab saja.

Hanya penduduk Mekah dan sekitarnya yang disebut, karena sesuai dengan posisi Nabi yang berdomisili di Mekah pada waktu itu. Namun pada hakikatnya Muhammad saw itu adalah Rasul bagi segenap manusia, sebagaimana firman Allah:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا كَاۤفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ   ٢٨

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Saba’/34: 28)

Sabda Rasulullah:

عَنْ أََبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هٰذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلاَ يُؤمِنُ بِمَا أُرْسِلْتُ بِهِ اِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ. (رواه مسلم)

Abµ Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda, “Demi Allah yang jiwaku yang berada dalam kekuasaan-Nya, tidak ada seorang pun dari umat ini baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengarkan tentang aku, lalu mati namun tidak beriman dengan (risalah) yang ditugaskan kepadaku, melainkan ia menjadi penghuni neraka.” (Riwayat Muslim)


Baca juga: Tanggapan Fred Donner atas Kajian Otentisitas Al-Quran Para Revisionis


Nabi Muhammad selain ditugasi untuk memberi peringatan kepada penduduk Mekah dan penduduk negeri-negeri sekelilingnya, juga ditugasi memberi peringatan tentang hari Kiamat. Hari Kiamat itu merupakan hari yang pasti dan tidak diragukan datangnya.

Pada hari itu segenap makhluk akan dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di dunia dan mendapat ganjaran sesuai dengan perbuatan mereka.

Ayat 7 ini diakhiri dengan suatu penegasan bahwa sesudah diadakan pemeriksaan yang amat teliti dan perhitungan yang sangat cermat pada setiap makhluk atas segala perbuatannya di dunia, mereka dibagi menjadi dua golongan.

Segolongan dari mereka termasuk yang berbahagia dan dimasukkan ke dalam surga. Mereka kekal di dalamnya, karena mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh di dunia. Wajarlah kalau mereka mendapat karunia dari Allah menikmati kesenangan yang abadi di dalam surga, sebagaimana firman Allah:

وَاَمَّا الَّذِيْنَ سُعِدُوْا فَفِى الْجَنَّةِ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا

Dan adapun orang-orang yang berbahagia, maka (tempatnya) di dalam surga; mereka kekal di dalamnya. (Hµd/11: 108)

Sedangkan golongan yang kedua, termasuk golongan yang celaka; mereka dimasukkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, kekal di dalamnya karena mereka pada waktu berada di dunia tetap ingkar kepada Allah, menentang apa yang didakwahkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw sebagaimana firman Allah:

;فَاَمَّا الَّذِيْنَ شَقُوْا فَفِى النَّارِ لَهُمْ فِيْهَا زَفِيْرٌ وَّشَهِيْقٌۙ    ١٠٦  خٰلِدِيْنَ فِيْهَا

Maka adapun orang-orang yang sengsara, maka (tempatnya) di dalam neraka, di sana mereka mengeluarkan dan menarik nafas dengan merintih, mereka kekal di dalamnya. (Hµd/11: 106-107)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 8-9


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 5-6

0
tafsir surah asy-syura
tafsir surah asy-syura

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 5 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai ke-Maha Besaran Allah SWT. Kedua berbicara mengenai dakwah Nabi Muhammad SAW.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 1-4


Ayat 5

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa karena kemahabesaran dan kemahatinggian serta kehebatan-Nya, hampir saja langit retak, pecah berantakan, dan berguguran.

Para malaikat senantiasa bertasbih menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan, memuji dan mensyukuri-Nya atas segala nikmat yang telah diberikan kepada mereka, taat dan patuh kepada perintah-Nya, tak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada-Nya, sebagaimana firman Allah:

يُسَبِّحُوْنَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُوْنَ   ٢٠

Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang. (al-Anbiya’/21: 20)

Dan firman-Nya:

لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ   ٦;

Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrim/66: 6)

Para malaikat juga selalu memohon kepada Allah agar mengampuni dosa orang-orang yang beriman di bumi ini, dan mengilhami mereka, sehingga mereka senantiasa menempuh jalan kebaikan yang membawa kebahagiaan.

Malaikat itu diumpamakan laksana cahaya yang memberi kehidupan dengan panas yang ada padanya, dan memberi petunjuk dengan cahayanya.;;

Sejalan dengan apa yang tersebut di atas, Allah berfirman pula:

اَلَّذِيْنَ يَحْمِلُوْنَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهٗ يُسَبِّحُوْنَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُوْنَ بِهٖ وَيَسْتَغْفِرُوْنَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۚ رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَّعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِيْنَ تَابُوْا وَاتَّبَعُوْا سَبِيْلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيْمِ   ٧

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala. (Gafir/40: 7)

Ayat kelima ini menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun, mengampuni dosa setiap orang yang kembali dan tobat kepada-Nya dengan tobat nasuha. Setiap makhluk berhak memperoleh rahmat dan kasih sayang-Nya daripada-Nya. Ditunda dan ditangguhkannya azab dan siksaan terhadap orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka, adalah suatu rahmat dan tanda kasih sayang-Nya terhadap mereka.


Baca juga: Mengenal 5 Prinsip Pendekatan Tafsir Ma’na Cum Maghza


Ayat 6

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah dan mengambil pelindung-pelindung selain Dia, Allah sendirilah yang mengawasi perbuatan mereka, dan Dia pulalah yang akan memberi balasan yang setimpal di akhirat nanti atas segala perbuatan mereka di dunia.

Muhammad saw tidak dibebani dan tidak ditugasi mengawasi perbuatan mereka. Ia hanya ditugasi menyampaikan apa yang diperintahkan Allah kepadanya, sebagaimana firman-Nya:

فَاِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلٰغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ   ٤٠

Maka sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, dan Kamilah yang memperhitungkan (amal mereka). (ar-Ra’d/13: 40)

Oleh karena itu, Nabi Muhammad saw tidak perlu gusar dan merasa sesak dada kalau orang kafir masih tetap ingkar dan tidak mau beriman, karena bagaimanapun juga dia tidak memaksa mereka untuk beriman dan memperoleh hidayah, kecuali hal itu dikehendaki Allah, sebagaimana firman-Nya:

;لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ

Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 7


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 1-4

0
tafsir surah asy-syura
tafsir surah asy-syura

Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 1-4 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai huruf muqataah. Kedua berbicara mengenai dakwah Nabi Muhammad SAW. ketiga berbicara mengenai kekuasaan Allah SWT.


Baca sebelumnya: 


Ayat 1-2

Kedua ayat ini terdiri dari huruf-huruf hijaiyah, sebagaimana terdapat pada permulaan beberapa Surah Al-Qur’an. Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud huruf-huruf itu. Selanjutnya dipersilahkan menelaah masalah ini pada jilid I, yaitu tafsir ayat pertama Surah al-Baqarah.

Ayat 3

Pada ayat ini Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana menjelaskan bahwa apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw antara lain agar ia berdakwah mengenai tauhid, mengesakan Allah, juga mengenai kenabian, beriman kepada hari akhir, memperbaiki diri dengan akhlāqul-karimah dan menjauh dari hal-hal yang rendah dan hina, beramal untuk kebahagiaan pribadi dan masyarakat.

Hal ini telah diwahyukan pula kepada nabi-nabi sebelumnya. Firman Allah:

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْٓ اِلَيْهِ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدُوْنِ   ٢٥

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku. (al-Anbiya’/21: 25)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

اِنَّآ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ كَمَآ اَوْحَيْنَآ اِلٰى نُوْحٍ وَّالنَّبِيّٖنَ مِنْۢ بَعْدِهٖۚ وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَعِيْسٰى وَاَيُّوْبَ وَيُوْنُسَ وَهٰرُوْنَ وَسُلَيْمٰنَ ۚوَاٰتَيْنَا دَاوٗدَ زَبُوْرًاۚ   ١٦٣

Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Daud. (an-Nisa’/4: 163)


Baca juga: Tafsir Sosiologis Surah An-Nisa Ayat 34: Makna Alternatif Kata Rijal dan Nisa


Ayat 4

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia-lah yang menguasai dan memiliki semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Ini menunjukkan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Dia bisa saja berbuat sekehendak-Nya sesuai iradat-Nya.

Semua yang ada, harus tunduk kepada-Nya. Dia-lah yang mengatur segala yang ada, Dia Mahatinggi, tiada suatu kerajaan atau kekuasaan yang lebih tinggi daripada-Nya. Dia Mahabesar.

Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan bumi. Ciptaan dan pemilikan Allah tanpa terbatas pada makhluk-Nya. Dia Mahaagung akan segala urusan, hukum, dan pemeliharaan-Nya. Mahasuci Allah, tiada Tuhan selain Dia.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura Ayat 5


(Tafsir Kemenag)

Mengenal Bey Arifin dan Tafsir Samudera Al-Fatihah

0
Bey Arifin
Bey Arifin

Bey Arifin dengan karyanya, Samudera Al-Fatihah telah mencatatkan namanya sebagai salah satu tokoh tafsir di Indonesia. Karya tafsirnya juga telah meramaikan keragaman model dan corak tafsir Indonesia yang lahir saat itu. Keputusan sang pengarang untuk hanya membahas atau menafsirkan satu surah saja, yaitu surah Al-Fatihah menguatkan tesis bahwa Al-Fatihah itu memang istimewa dan Al-Quran itu luas sekali kandungannya. Berikut penjelasan tentang Bey Arifin dan karyanya.

Baca Juga: Mengenal Kitab Tafsir Indonesia yang Lahir dari Ruang Akademik

Biografi Bey Arifin

Bey Arifin Lahir di desa Parah Lawek, kecamatan Tilatang, Sumatera Barat pada tanggal 26 September 1917 M, atau  sekitar tanggal 9 1335 H. Ibunya bernama Siti Zulaikha, dan ayahnya bernama Muhamad Arif. Karena beliau lahir dari keluarga masyarakat minang, dimana kebiasaan dari masyarakat minang tidak langsung memberi nama anak yang baru lahir, maka beliau di awal kelahirannya diberi nama Buyung, yang artinya anak laki-laki. Karena ibunya berasal dari suku Tanjung, ditambahkanlah nama depan Tanjung, sehingga menjadi Buyung Tanjung. Selain nama itu, beliau juga sering dijuluki oleh keluarganya dengan nama Buyung Kepuyuak.

Berkat perjuangan dari ayahnya, beliau kemudian masuk sekolah umum tingkat dasar yang pada saat itu bernama FolkSchool. Beliau menempuh pendidikan ini selama tiga tahun. Akan tetapi, waktu selama tiga tahun itu belum cukup bagi Bey Arifin untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan. Beliau kemudian meneruskan sekolahnya ke tahap dua di Velvolgschool. Pada saat yang sama, beliau juga mengikuti pendidikan Ibtida’iyah pada Diniyahschool. Sehingga saat beliau tamat di Velvolgschool, ia juga tamat di tingkat Ibtida’iyah Diniyahschool pada tahun 1931.

Pada tahun 1938, Bey Arifin melanjutkan pendidikannya di Islamic College, kota Padang. Disana beliau sering berpidato dalam kumpulan organisasi seperti HPII (Himpunan Pemuda Islam Indonesia). Beliau sering menyingkat namanya dengan huruf B.J dan kemudian menambahkan nama belakang ayahnya Afifin, sehingga menjadi B.J Arifin. Akan tetapi, pada tahun 1934, salah seorang temannya yang bernama Tamarjaya menyarankan kepadanya agar huruf B.J diganti menjadi Bey, sehingga namanya menjadi Bey Arifin.

Bey Arifin adalah seorang dosen yang pernah mengajar di berbagai sekolah islam di pulau sumatera, Jawa, dan Kalimantan Selatan. Beliau aktif sebagai pimpinan di Kodam (Komando Daerah Militer) VIII Brawijaya hingga pensiun pada tahun 1970. Ia banyak menghasilkan karya selain Samudera Al-Fatihah ini antara lain: Hidup Sesudah Mati, Rangkaian Cerita Dalam Al-Qur’an, Mengenal Tuhan, Dialog Islam dan Kristen. Beliau meninggal dan dimakamkan di Surabaya, Jawa Timur, 30 April 1995 pada umur 77 tahun.

Baca Juga: Metodologi Tafsir Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Konstruksi Fiqh Ke-Indonesiaan

Kandungan surah Al-Fatihah yang seluas samudera

Mengenai latar belakang kepenulisan tafsir ini, Bey Arifin menjelaskan pada bagian pendahuluan tafsirnya, Samudera Al-Fatihah nya bahwa keutamaan, kedudukan dan kandungan surah Al-Fatihah sebagai pembuka Al-Quran itu sudah sangat jelas. Untuk itu, ia menulis tafsir khusus tentang surah Al-Fatihah ini agar dapat mengkaji lebih dalam tentang pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dan tentu untuk menambah keimanan dan kekhusyukan dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Jika dilihat dari segi tahun penafsiran, Samudera Al-Fatihah dalam tulisan Ace Saefuddin, Metodologi Dan corak Tafsir Modern (Telaah Terhadap Pemikiran J. J.G. Jansen.) termasuk dalam kelompok penafsiran masa modern, tepatnya tahun 1951-1980. Tahun munculnya tafsir ini juga bisa dijadikan sebagai salah satu indikasi dalam menilik metode penafsirannya. Sebagaimana disampaikan oleh Nashruddin Baidan  dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia menjelaskan bahwa dari empat macam metode yang berkembang dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an di Indonesia, hanya dua metode saja yang diterapkan pada periode modern ini yaitu metode analitis dan metode global.

Hal ini dapat dilihat ketika Bey Arifin menafsirkan satu tema dalam penjelasan penafsiran Basmalah, ia menjelaskan tema tersebut mulai dari menyebutkan nama-nama Allah dengan maknanya, fungsi basmalah bagi kehidupan manusia dan pengaruhnya bagi orang yang membaca. Ini jelas menggambarkan bahwa Bey Arifin dalam menafsirkan tema tertentu menggunakan metode analitis.

Sedang untuk coraknya, beberapa peneliti tentang karya tafsir tersebut seperti Abdul Muiz dalam penelitiannya, Relasi Al-Quran dan Sains (Telaah Kritis Terhadap Tafsir Samudera Al-Fatihah Karya Bey Arifin) mengatakan bahwa Samudera Al-Fatihah menggunakan corak pendekatan ilmi atau yang biasa disebut corak ilmu pengetahuan.

Baca Juga: Dinamika Perkembangan Tafsir Ilmi di Indonesia

Contoh penafsiran hamdalah Bey Arifin

Susunan  penulisan buku ini dimulai dengan menjelaskan keistimewaan surah al-Fatihah, menjelaskan nama-nama lain dari surah al-Fatihah, menafsirkan bacaan Ta’awudz, baru kemudian masuk kedalam pembahasan surah al-fatihah itu sendiri yang dimulai dari lafaz basmalah, tidak lupa juga ia membahas tentang ungkapan ‘amin’ yang biasa dibaca ketika sselesai membaca surah Al-Fatihah.

Sistematika penafsirannya diawali dengan mengulas per ayat lengkap dengan terjemahannya. Setelah itu ia membagi satu ayat tersebut kedalam beberapa tema lagi untuk ditafsirkan. Diawali dengan penafsiran secara bahasa, baru kemudian lebih dalam lagi membahas tentang tema dari ayat tersebut. Salah satu contoh ketika menafsiri ayat al-hamdulillahi rabbil alamin.

Dalam tafsir hamdalah ini Bey Arifin membaginya kedalam tiga pokok pembahasan yang mana merupakan penafsiran dari penggalan kalimat hamdalah itu sendiri (Bey Arifin, Samudera Al-Fatihah, hal. 147-198).

  1. Al-Aalamiin (Alam Semesta), segala yang ada dinamai “alam” memiliki dua pengertian. Pertama, alam Nyata, yaitu semua alam yang dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Kedua, alam ghaib, yaitu alam yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Alam yang dapat ditangkap dengan menggunaka panca indera manusia pun terbagi kedalam dua kategori, yaitu Alam Kosmos seperti matahari, planet-planet, dan galaksi Bima Sakti. Serta Alam Mikros seperti nyamuk, bakteri, sperma dan ovum, virus, dan atom.
  2. Rabbil ‘Aalamiin (tuhan semesta alam), semakin tinggi pengetahuan manusia, semakin banyak hal-hal yang tidak diketahui. Hal ini mengakibatkan semakin dekatlah manusia kepada pengakuan terhadap suatu kekuasaan atau zat yang berdiri sendiri dibelakang alam semesta dan bagian-bagiannya, suatu zat yang bukan saja menciptakan alam semesta, tetapi juga mengaturnya, yang menjaga dan memeliharanya, suatu zat yang selalu senantiasa mengawasi alam semesta dan segala bagiaan-bagiannya itu.
  3. Alhamdulillaah (segala puji bagi Allah), disaat manusia diciptakan Allah dan hidup diatas muka bumi ini maka ia sudah dapat melihat luasnya alam semesta, sudah dapat melihat segala keindahan dan warna pemandangan, pasti akan timbul rasa syukur dan terima kasih terhadap Allah yang sudah menciptakan dirinya.

Selanjutnya, ditambahkanlah beberapa hadits dan ayat al-Qur’an lain yang menjadi pendukung dari penafsiran itu guna mengantarkan pembaca kepada pemahaman yang dimaksudkan. Demikian sekilas perkenalan dengan Samudera Al-Fatihah karya Bey Arifin. Dalam penafsiran surah Al-Fatihah ini kita juga dapat mengambil ibrah, jika satu surah saja mengandung banyak pesan dan kandungan yang sangat dalam dan luas, maka bagamiana dengan keseluruhan Al-Quran yang surahnya berjumlah ratusan? Wallahu a’lam

Tafsir Surah Fussilat Ayat 53-54

0
Tafsir Surah Fussilat
Tafsir Surah Fussilat

Tafsir Surah Fussilat Ayat 53-54 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai orang-orang musyrik yang ragu terhadap al-Qur’an. Kedua berbicara mengenai keraguan mereka terhadap hari kiamat.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Fussilat Ayat 51-52


Ayat 53

Ayat ini menerangkan bahwa orang musyrik yang ragu-ragu kepada Al-Qur’an dan Rasulullah itu akan melihat dengan mata kepala mereka bukti-bukti kebenaran ayat-ayat Allah di segenap penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri.

Mereka melihat dan menyaksikan sendiri kaum Muslimin dalam keadaan lemah dan tertindas selama berada di Mekah, kemudian Rasulullah dan para sahabatnya hijrah ke Medinah meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai.

Rasulullah saw selama di Medinah bersama kaum Muhajirin dan An¡ar membentuk dan membina masyarakat Islam. Masyarakat baru itu semakin lama semakin kuat dan berkembang.

Hal ini dirasakan oleh orang-orang musyrik di Mekah, karena itu mereka pun selalu berusaha agar kekuatan baru itu dapat segera dipatahkan. Kekuatan Islam dan kaum Muslimin pertama kali dirasakan oleh orang musyrik Mekah adalah ketika Perang Badar dan kemudian ketika mereka dicerai-beraikan dalam Perang Khandak.

Yang terakhir ialah pada waktu Rasulullah saw dan kaum Muslimin menaklukkan kota Mekah tanpa perlawanan dari orang-orang musyrik. Akhirnya mereka menyaksikan manusia berbondong-bondong masuk Islam, termasuk orang-orang musyrik, keluarga, dan teman mereka sendiri. Semuanya itu merupakan bukti-bukti kebenaran ayat-ayat Allah. Allah berfirman:

اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ  ١  وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ  ٢  فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا ࣖ  ٣

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat. (an-Nasr/110: 1-3)

Pada akhir ayat ini Allah menegaskan lagi bahwa Dia menyaksikan segala perilaku hamba-hamba-Nya, baik berupa perkataan, perbuatan atau tingkah laku, dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati manusia. Dia menyatakan bahwa Muhammad saw adalah seorang yang benar, tidak pernah berbohong, dan semua yang disampaikannya sungguh benar Allah berfirman:

لٰكِنِ اللّٰهُ يَشْهَدُ بِمَآ اَنْزَلَ اِلَيْكَ اَنْزَلَهٗ بِعِلْمِهٖ ۚوَالْمَلٰۤىِٕكَةُ يَشْهَدُوْنَ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًاۗ   ١٦٦

Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur’an) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya. (an-Nisa’/4: 166)

Banyak orang mengatakan bahwa dengan mempelajari alam, termasuk diri kita sendiri, dapat membawa kepada pemahaman tentang adanya Tuhan. Alam adalah buku yang menanti untuk dipelajari. Akan tetapi, harapan Tuhan dalam menurunkan ayat di atas tidak selalu dipahami manusia. Surah Yµnus/10: 101 adalah salah satu di antara banyak ayat yang memberitahu kita bahwa hanya ilmuwan yang memiliki keimananlah yang dapat memahami Tuhan dengan mempelajari alam.

قُلِ انْظُرُوْا مَاذَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗوَمَا تُغْنِى الْاٰيٰتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَّا يُؤْمِنُوْنَ   ١٠١

Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!” Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman. (Yµnus/10: 101)


Baca juga: Tafsir Sosiologis Surah An-Nisa Ayat 34: Makna Alternatif Kata Rijal dan Nisa


Ayat 54

Ayat ini menerangkan keragu-raguan mereka tentang adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan, karena menurut mereka, mustahil orang yang telah mati dapat hidup kembali dan mustahil pula tubuh-tubuh yang telah hancur-luluh bersama tanah itu dapat dikumpulkan, dikembalikan seperti semula dan dapat hidup kembali. Karena keragu-raguan itulah mereka menjadi tidak mampu memperhatikan kebenaran Al-Qur’an dan kerasulan Muhammad saw.

Pada akhir ayat ini Allah memperingatkan orang-orang musyrik dengan peringatan yang keras bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Tidak ada satu pun yang luput dari pengetahuan-Nya. Karena itu Dia akan memberikan balasan dengan seadil-adilnya kepada hamba-hamba-Nya.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Asy-Syura ayat 1-4


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Fussilat Ayat 51-52

0
Tafsir Surah Fussilat
Tafsir Surah Fussilat

Tafsir Surah Fussilat Ayat 51-52 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai sifat dasar manusia yang lain, yakni ketika diberi nikmat cenderung lupa. Kedua mengenai orang-orang musyrik yang ragu terhadap kerasulan Nabi Muhammad.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Fussilat Ayat 50


Ayat 51

Ayat ini menerangkan bahwa sifat tidak baik manusia yang lain ialah jika mereka diberi rahmat dan karunia, mereka asyik dengan rahmat dan karunia itu, mereka terlalu senang dan bahagia sehingga lupa akan sumber rahmat dan karunia itu. Bahkan kadang-kadang mereka bertindak lebih jauh dari itu.

Mereka menggunakan rahmat dan karunia itu untuk menantang dan menghancurkan agama Allah: mereka membuat kerusakan di bumi, dan memutuskan silaturrahim dengan manusia lain yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya.

Mereka merasa telah menjadi orang yang berkuasa sehingga orang lain yang berada di bawah kekuasaannya wajib hormat dan mengabdi kepadanya. Mereka telah lupa bahwa mereka adalah manusia yang harus bertindak sesuai dengan kodratnya, yaitu hanya dapat hidup dengan pertolongan manusia yang lain serta pertolongan Yang Maha Menolong, yaitu Allah.

Sebaliknya, jika mereka ditimpa musibah atau malapetaka, mereka kembali mengingat Allah. Mereka berdoa kepada Allah dalam keadaan berbaring, duduk, berdiri, berjalan, dan dalam keadaan bagaimanapun. Bahkan mereka berjanji dan bersumpah dengan menyebut nama-Nya jika mereka dihindarkan dari musibah dan malapetaka itu, mereka menjadi orang-orang yang beriman. Sejalan dengan ayat ini, Allah berfirman:

وَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْۢبِهٖٓ اَوْ قَاعِدًا اَوْ قَاۤىِٕمًا ۚفَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهٗ مَرَّ كَاَنْ لَّمْ يَدْعُنَآ اِلٰى ضُرٍّ مَّسَّهٗۗ  كَذٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِيْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan. (Yµnus/10: 12)


Baca juga:


Ayat 52

Ayat ini menerangkan bahwa sebenarnya orang-orang musyrik itu dalam keadaan ragu-ragu terhadap kebenaran Al-Qur’an dan terhadap Muhammad saw sebagai utusan Allah. Keadaan mereka antara membenarkan dan mengingkari. Mereka mengakui Muhammad saw sebagai seorang terpercaya serta disegani dan pemimpin yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul di kalangan suku Quraisy.

Demikian pula, mereka mengagumi isi dan ketinggian gaya bahasa Al-Qur’an yang menurut mereka mustahil bagi seorang manusia dapat membuatnya. Tetapi, mereka masih dipengaruhi oleh kepercayaan nenek moyang mereka di samping khawatir akan timbulnya sikap antipati dari kaum mereka sendiri.

Jika mereka menyatakan apa yang terkandung dalam hati mereka, tentu mereka tidak lagi dijadikan pemimpin oleh kaumnya; mereka akan kehilangan pengaruh. Sikap ragu-ragu inilah yang selalu berkecamuk dalam pikiran mereka.

Dalam keadaan yang demikian itulah Allah memerintahkan Rasul-Nya menanyakan kepada orang-orang musyrik yang sesat itu, “Wahai orang-orang musyrik, bagaimana pendapatmu seandainya Al-Qur’an itu benar-benar dari Allah, sedangkan kamu mengingkari kebenarannya?

Jika demikian halnya, tentulah kamu semua termasuk orang-orang yang sesat dan menjauhkan diri dari kebenaran.” Seakan-akan dengan pertanyaan itu Allah menyatakan dengan tegas bahwa sikap ragu-ragu itulah nanti yang akan membawa mereka ke dalam lembah kesesatan dan penyesalan yang tidak habis-habisnya di akhirat nanti.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Fussilat Ayat 53-54


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Fussilat Ayat 50

0
Tafsir Surah Fussilat
Tafsir Surah Fussilat

Tafsir Surah Fussilat Ayat 50 ini masih berbicara mengenai sifat-sifat manusia. salah satunya adalah ketika mendapatkan nikmat dan mendapatkan cobaan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Fussilat Ayat 49


Ayat 50

Pada ayat ini Allah menerangkan sifat-sifat kebanyakan manusia, yaitu jika mereka mendapat nikmat dan kesenangan mereka menjadi lupa dan sombong sehingga menyatakan, ”Ini adalah hasil kerjaku sendiri, sehingga aku tidak perlu memberikan sebagian hartaku ini kepada orang lain, dan tidak perlu bersyukur kepada siapapun. Aku juga tidak yakin apakah hari Kiamat itu akan datang?”

Selanjutnya orang-orang kafir itu juga menyatakan jika aku akan dikembalikan kepada Allah maka aku pasti akan memperoleh kebaikan pula pada sisi-Nya. Demikian cara berfikir mereka yang tidak jelas dan hanya berdasarkan perkiraan-perkiraan saja.

Maka ayat ini diakhiri dengan ketegasan bahwa Allah benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang mereka lakukan di dunia dan akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka di akhirat.


Baca juga: Kajian Kata Mukjizat dalam Al-Quran dan Aspek Kemukjizatan Al-Quran


 Adapun sifat-sifat orang yang putus asa dari rahmat Allah yaitu sebagai berikut:

  1. Jika kesengsaraan dan kesulitan yang sedang mereka derita tiba-tiba dihilangkan dari mereka, kemudian mereka dianugerahi rahmat dan karunia, mereka lupa kepada kesengsaraan dan penderitaan yang pernah mereka alami, mereka lupa kepada sumber rahmat dan karunia yang mereka terima itu, bahkan mereka mengatakan bahwa semua yang mereka peroleh itu semata-mata karena hasil usaha dan kepandaian mereka sendiri, bukan karena anugerah Allah. Maksud dengan perkataan hadza li dalam ayat ini ialah ini aku peroleh karena hasil usaha dan kepandaianku sendiri, karena itu semua yang aku peroleh benar-benar milikku dan tidak seorang pun yang bersamaku dalam kepemilikan ini. Karena itu, aku tidak perlu membagikannya kepada orang lain dan tidak perlu memanjatkan puja dan puji kepada Allah dan mengingat akan karunia dan kebaikan-Nya.
  2. Mereka tidak percaya adanya hari Kiamat. Ketidakpercayaan ini timbul karena sifat angkuh dan takabur yang ada pada diri mereka dan karena kesenangan hidup di dunia yang sedang mereka nikmati.
  3. Mereka mengatakan tidak ada hisab, tidak ada hari pembalasan. Menurut mereka jika mereka dikembalikan kepada Allah nanti, tentu mereka akan memperoleh kebaikan dan kesenangan yang banyak pula.;Pada akhir ayat ini Allah mengancam orang-orang kafir yang tidak percaya akan hari Kiamat, hari pembalasan, dan adanya surga dan neraka. Allah menegaskan bahwa orang-orang kafir itu benar-benar akan mengalami hari Kiamat. Mereka akan menyaksikan sendiri perbuatan-perbuatan jahat yang pernah mereka kerjakan. Kemudian Allah menimbang semua yang pernah mereka perbuat dan memberikan balasan yang setimpal bagi perbuatan jahat yang telah mereka kerjakan itu dengan azab yang berat di dalam neraka.

Baca setelahnya: Tafsir Surah Fussilat Ayat 51-52


(Tafsir Kemenag)