Beranda blog Halaman 232

Tafsir Surah An-Nur Ayat 33

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 33 berbicara mengenai keadaan yang tidak memungkinkan untuk menikah. Salah satunya adalah tidak adanya biaya. Maka disarankan untuk menahan terlebih dahulu sampai benar-benar siap.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 32


Ayat 33

Bagi orang-orang yang benar-benar tidak mampu untuk membiayai keperluan pernikahan dan kebutuhan hidup berkeluarga sedangkan wali dan keluarga mereka tidak pula sanggup membantunya, maka hendaklah ia menahan diri sampai mempunyai kemampuan untuk itu.

Menahan diri artinya menjauhi segala tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan apalagi melakukan perzinaan karena perbuatan itu adalah sangat keji dan termasuk dosa besar.

Di antara tujuan anjuran untuk mengawinkan pria dan perempuan yang tidak beristri atau bersuami adalah untuk memelihara moral umat dan bersihnya masyarakat dari tindakan-tidakan asusila.

Bila pria atau perempuan belum dapat nikah tidak menjaga dirinya dan memelihara kebersihan masyarakatnya, tentulah tujuan tersebut tidak akan tercapai. Sebagai suatu cara untuk memelihara diri agar jangan jatuh ke jurang maksiat, Nabi Besar memberikan petunjuk dengan sabdanya:

يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْفَظُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. (رواه الصحيحين عن ابن مسعود)

Hai para pemuda! Siapa di antara kamu sanggup nikah, hendaklah ia nikah karena pernikahan itu lebih menjamin terpeliharanya mata dan terpeliharanya kehormatan. Dan barangsiapa yang tidak sanggup, maka hendaklah berpuasa, karena berpuasa itu mengurangi naluri seksnya. (Riwayat sahihain dari Ibnu Mas’µd)

Di masa dahulu kesempatan melakukan tindakan asusila amat sempit sekali karena masyarakat sangat ketat menjaga kemungkinan terjadinya dan bila diketahui hukuman yang ditimpakan kepada pelakunya amat berat sekali. Oleh sebab itu, perbuatan asusila itu jarang terjadi.

Berlainan dengan masa sekarang di mana masyarakat terutama di kota-kota besar tidak begitu mengindahkan masalah ini bahkan di daerah-daerah tertentu dilokalisir sehingga banyak pemuda-pemuda kita yang kurang kuat imannya jatuh terperosok ke dunia hitam itu.

Oleh sebab itu  dianjurkan kepada pemuda-pemuda bahkan kepada semua pria yang tidak beristri dan perempuan yang tidak bersuami yang patuh dan taat kepada ajaran agamanya, agar benar-benar menjaga kebersihan diri dan moralnya dari perbuatan terkutuk itu, terutama dengan berpuasa sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah dan dengan menyibukkan diri pada pekerjaan dan berbagai macam urusan yang banyak faedahnya atau melakukan berbagai macam hobby yang disenangi seperti olahraga, musik dan sebagainya.


Baca juga: Serial Diskusi Tafsir: Pengaruh Kesarjanaan Barat dalam kajian Tafsir di Indonesia


Kemudian Allah menyuruh kepada para pemilik hamba sahaya agar memberikan kesempatan kepada budak mereka yang ingin membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus dirinya dengan harta, bila ternyata budak itu bermaksud baik dan mempunyai sifat jujur dan amanah.

Biasanya pembayaran itu dilakukan berangsur-angsur sehingga apabila jumlah pembayaran yang ditentukan sudah lunas maka budak tersebut menjadi merdeka.

Ini adalah suatu cara yang disyariatkan Islam untuk melenyapkan perbudakan, sebab pada dasarnya Islam tidak mengakui perbudakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan bertentangan pula dengan harga diri seseorang yang dalam Islam sangat dihormati, karena semua Bani Adam telah dimuliakan oleh Allah, sebagai tersebut dalam firman-Nya.

۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ

Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (al-Isrā`/17: 70)

Tetapi karena pada masa Rasulullah itu semua bangsa mempraktikkan perbudakan, maka diakuinya perbudakan itu oleh Nabi Muhammad sebagai hukum darurat dan sementara. Karena musuh-musuh kaum Muslimin bila mereka mengalahkan kaum Muslimin dalam suatu peperangan mereka menganggap tawanan-tawanan yang terdiri dari kaum Muslimin itu dianggap sebagai budak pula.

Karena perbudakan itu bertentangan dengan pokok ajaran Islam, maka dimulailah memberantasnya, di antaranya seperti yang tersebut dalam ayat ini. Banyak lagi cara untuk memerdekakan budak itu, seperti kaffarat bersetubuh di bulan puasa atau di waktu ihram, kaffarat membunuh, kaffarat melanggar sumpah dan sebagainya.

Di samping seruan kepada pemilik hamba sahaya agar memberikan kesempatan kepada budak mereka untuk memerdekakan dirinya, diserukan pula kepada kaum Muslimin supaya membantu para budak itu dengan harta benda baik berupa zakat atau sedekah agar budak itu dalam waktu yang relatif singkat sudah dapat memerdekakan dirinya.

Sebenarnya adanya perbudakan dan banyaknya budak itu dalam suatu masyarakat membawa kepada merosotnya moral masyarakat itu sendiri, dan membawa kepada terjadinya pelacuran, karena budak merasa dirinya jauh lebih rendah dari orang yang merdeka.

Dengan demikian mereka tidak menganggap mempertahankan moral yang tinggi sebagai kewajiban mereka dan dengan mudah mereka menjadi permainan orang-orang merdeka dan menjadi sarana bagi pemuasan hawa nafsu.

Selanjutnya sebagai satu cara untuk memberantas kemaksiatan dan memelihara masyarakat agar tetap bersih dari segala macam perbuatan yang bertentangan dengan moral dan susila, Allah melarang para pemilik hamba sahaya perempuan memaksa mereka melakukan perbuatan pelacuran, sedang budak-budak itu sendiri tidak ingin melakukannya dan ingin supaya tetap bersih dan terpelihara dari perbuatan kotor itu.

Banyak di antara pemilik budak perempuan yang karena tamak akan harta benda dan kekayaan mereka tidak segan-segan dan merasa tidak malu sedikit pun melacurkan budak-budak itu kepada siapa saja yang mau membayar.

Bila terjadi  pemaksaan seperti ini sesudah turunnya ayat ini maka berdosa besarlah para pemilik budak itu. Sedang para budak yang dilacurkan itu tidak bersalah karena mereka harus melaksanakan perintah para pemilik mereka. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Penyayang dan Maha Pengampun mengampuni mereka, karena mereka melakukan perbuatan maksiat itu bukan atas kemauan mereka sendiri, tetapi karena dipaksa oleh pemilik mereka.

Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dāud dari Jābir ra bahwa Abdullah bin Ubay bin Salul mempunyai dua amat (hamba sahaya perempuan), yaitu Musaikah dan Umaimah. Lalu dia memaksanya untuk melacur, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah, maka turunlah ayat ini: ولاتكرهوا فتياتكم على البغاء..

Demikian peraturan yang diturunkan Allah untuk keharmonisan dan kebersihan suatu masyarakat, bila dijalankan dengan sebaik-baiknya akan terciptalah masyarakat yang bersih, aman dan bahagia jauh dari hal-hal yang membahayakannya.


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 34


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Nur Ayat 32

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 32 berbicara mengenai anjuran untuk menikankan seseorang ketika syarat-syaratnya sudah terpenuhi. Tidak diperbolehkan menghalang-halangi adanya pernikahan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 31


Ayat 32

Pada ayat ini Allah menyerukan kepada semua pihak yang memikul tanggung jawab atas kesucian dan kebersihan akhlak umat, agar mereka menikahkan laki-laki yang tidak beristri, baik duda atau jejaka dan perempuan yang tidak bersuami baik janda atau gadis.

Demikian pula terhadap hamba sahaya laki-laki atau perempuan yang sudah patut dinikahkan, hendaklah diberikan pula kesempatan yang serupa.

Seruan ini berlaku untuk semua para wali (wali nikah) seperti bapak, paman dan saudara yang memikul tanggung jawab atas keselamatan keluarganya, berlaku pula untuk orang-orang yang memiliki hamba sahaya, janganlah mereka menghalangi anggota keluarga atau budak yang di bawah kekuasaan mereka untuk nikah, asal saja syarat-syarat untuk nikah itu sudah dipenuhi.

Dengan demikian terbentuklah keluarga yang sehat bersih dan terhormat. Dari keluarga inilah akan terbentuk suatu umat dan pastilah umat atau bangsa itu menjadi kuat dan terhormat pula. Oleh sebab itu Rasulullah saw bersabda:

اَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى. (رواه مسلم)

Nikah itu termasuk Sunnahku. Barangsiapa yang membenci Sunnahku maka dia tidak termasuk golonganku.(Riwayat Muslim);Bila di antara orang-orang yang mau nikah itu ada yang dalam keadaan miskin sehingga belum sanggup memenuhi semua keperluan pernikahannya dan belum sanggup memenuhi segala kebutuhan rumh tangganya, hendaklah orang-orang seperti itu didorong dan dibantu untuk melaksanakan niat baiknya itu.

Janganlah kemiskinan seseorang menjadi alasan untuk mengurungkan pernikahan, asal saja benar-benar dapat diharapkan daripadanya kemauan yang kuat untuk melangsungkan pernikahan. Siapa tahu di belakang hari Allah akan membukakan baginya pintu rezeki yang halal, baik, dan memberikan kepadanya karunia dan rahmat-Nya.


Baca juga: Semua Manusia itu Sama, Lantas Kenapa Ada Kafaah dalam Pernikahan? Tafsir Surah Al-Hujurat Ayat 13


Sesungguhnya Allah Mahaluas rahmat-Nya dan kasih sayang-Nya, Mahaluas Ilmu pengetahuan-Nya. Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki sesuai dengan hikmat kebijaksanaan-Nya.

Ibnu Abbas berkata, Allah menganjurkan pernikahan dan menggalakkannya, serta menyuruh manusia supaya mengawinkan orang-orang yang merdeka dan hamba sahaya, dan Allah menjanjikan akan memberikan kecukupan kepada orang-orang yang telah berkeluarga itu kekayaan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda:

ثَلاَثَةٌ حَقَّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلنَّاكِحُ يُرِيْدُ الْعَفَافَ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ اْلاَدَاءَ، وَالْمُجَاهِدُ فِى سَبِيْلِ اللهِ. (رواه احمد)

Ada tiga macam orang yang Allah berkewajiban menolongnya: orang yang nikah dengan maksud memelihara kesucian dirinya, hamba sahaya yang berusaha memerdekakan dirinya dengan membayar tebusan kepada tuannya, dan orang yang berperang di jalan Allah.(Riwayat Ahmad);


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 33


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Nur Ayat 31

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 31 berbicara mengenai aturan bagi perempuan mukmin. Salah satunya dilarang untuk menampakkan auratnya kepada laki-laki yang bukan mahramnya.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 30


Ayat 31

Pada ayat ini Allah menyuruh Rasul-Nya agar mengingatkan perempuan-perempuan yang beriman supaya mereka tidak memandang hal-hal yang tidak halal bagi mereka, seperti aurat laki-laki ataupun perempuan, terutama antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan seluruh tubuh bagi perempuan. Begitu pula mereka diperintahkan untuk memelihara kemaluannya (farji) agar tidak jatuh ke lembah perzinaan, atau terlihat oleh orang lain.

Sabda Rasulullah Saw. ;عَنْ اُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  وَمَيْمُوْنَةُ فَأَقْبَلَ ابْنُ اُمِّ مَكْتُوْمِ فَدَخَلَ عَلَيْهِ وَذٰلِكَ بَعْدَ مَا أَمَرَنَا بِالْحِجَابِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ  اِحْتَجِبَا مِنْهُ فَقُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ أَلَيْسَ هُوَ أَعْمَى لاَ يُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  أَوْعُمْيًاوَاِنْ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ ؟ .

(رواه ابو داود والترمذى)

Dari Ummu Salamah, bahwa ketika dia dan Maimunah berada di samping Rasulullah datanglah Abdullah bin Umi Maktum dan masuk ke dalam rumah Rasulullah (pada waktu itu telah ada perintah hijab). Rasulullah memerintahkan kepada Ummu Salamah dan Maimunah untuk berlindung (berhijab) dari Abdullah bin Umi Maktum, Ummu Salamah berkata, wahai Rasulullah bukankah dia itu buta tidak melihat dan mengenal kami?, Rasulullah menjawab, apakah kalian berdua buta dan tidak melihat dia?.  (Riwayat Abu Dāud dan at-Tirmizi)

Begitu pula mereka para perempuan diharuskan untuk menutup kepala dan dadanya dengan kerudung, agar tidak terlihat rambut dan leher serta dadanya. Sebab kebiasaan perempuan mereka menutup kepalanya namun kerudungnya diuntaikan ke belakang sehingga nampak leher dan sebagian dadanya, sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan-perempuan jahiliah.

Di samping itu, perempuan dilarang untuk menampakkan perhiasannya kepada orang lain, kecuali yang tidak dapat disembunyikan seperti cincin, celak/sifat, pacar/inai, dan sebagainya.


Baca juga: Tafsir Ahkam; Definisi dan Pernak-Perniknya


Lain halnya dengan gelang tangan, gelang kaki, kalung, mahkota, selempang, anting-anting, kesemuanya itu dilarang untuk ditampakkan, karena terdapat pada anggota tubuh yang termasuk aurat perempuan, sebab benda-benda tersebut terdapat pada lengan, betis, leher, kepala, dan telinga yang tidak boleh dilihat oleh orang lain.

Perhiasan tersebut hanya boleh dilihat oleh suaminya, bahkan suami boleh saja melihat seluruh anggota tubuh istrinya, ayahnya, ayah suami (mertua), putra-putranya, putra-putra suaminya, saudara-saudaranya, putra-putra saudara laki-lakinya, putra-putra saudara perempuannya, karena dekatnya pergaulan di antara mereka, karena jarang terjadi hal-hal yang tidak senonoh dengan mereka.

Begitu pula perhiasan boleh dilihat oleh sesama perempuan muslimah, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau pelayan/pembantu laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap perempuan, baik karena ia sudah lanjut usia, impoten, ataupun karena terpotong alat kelaminnya.

Perhiasan juga boleh ditampakkan dan  dilihat oleh anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan, sehingga tidak akan timbul nafsu birahi karena mereka belum memiliki syahwat kepada perempuan.

Di samping para perempuan dilarang untuk menampakkan perhiasan, mereka juga dilarang untuk menghentakkan kakinya, dengan maksud memperlihatkan dan memperdengarkan perhiasan yang dipakainya yang semestinya harus disembunyikan.

Perempuan-perempuan itu sering dengan sengaja  memasukkan sesuatu ke dalam gelang kaki mereka, supaya berbunyi ketika ia berjalan, meskipun dengan perlahan-lahan, guna menarik perhatian orang. Sebab sebagian manusia kadang-kadang lebih tertarik dengan bunyi yang khas daripada bendanya sendiri, sedangkan benda tersebut berada pada betis perempuan.

Pada akhir ayat ini, Allah menganjurkan agar manusia bertobat dan sadar kembali serta taat dan patuh mengerjakan perintah-Nya menjauhi larangan-Nya, seperti membatasi pandangan, memelihara kemaluan/kelamin, tidak memasuki rumah oranglain tanpa izin dan memberi salam, bila semua itu mereka lakukan, pasti akan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 32


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Nur Ayat 30

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 30 berbicara mengenai perintah untuk memlihara dan menjaga pandangan dari segala hal yang diharamkan oleh Allah SWT.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 27-29


Ayat 30

Pada ayat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, agar mereka memelihara dan menahan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan kepada mereka untuk melihatnya, kecuali terhadap hal-hal tertentu yang boleh dilihatnya.

Bila secara kebetulan dan tidak disengaja pandangan mereka terarah kepada sesuatu yang diharamkan, maka segera dialihkan pandangan tersebut guna menghindari melihat hal-hal yang di haramkan. Sebagaimana sabda rasulullah Saw.

عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اَلْبَجَلِيْ قَالَ سَأَلْتُ النَِّبيَّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّّمَ  عَنْ نَظْرِ الْفُجَأَةِ  فَأَمَرَنِى اَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى .

(رواه مسلم وأحمد وابو داود والترمذى والنسائى)

Dari Jarir bin Abdullah al-Bajali dia bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang pandangan/penglihatan (terhadap perempuan) secara tiba-tiba, kemudian beliau memerintahkan untuk memalingkan pandanganku (Riwayat Muslim, Abu Daud, Ahmad, at-Tirmizi dan an-Nasā’i)

Begitu pula sabda Rasulullah kepada Ali r.a.

;يَا عَلِيُّ لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَة َفَاِنَّ لَكَ اْلاُوْلَى وَلَيْسَ لَكَ اْلاٰ خِـرَةُ . رواه ابو داود عن بريدة;

Wahai Ali, janganlah kamu susulkan pandangan pertamamu dengan pandangan kedua, karena yang dibolehkan untukmu hanya pandangan pertama (yang tidak disengaja) sedang pandangan yang kedua tidak lagi dibolehkan (Riwayat Abu Dāud dari Buraidah)


Baca juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an


Di samping itu, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menganjurkan kepada laki-laki yang beriman supaya mereka memelihara kemaluannya dari perbuatan asusila seperti perbuatan zina, homoseksual dan lain sebagainya. Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan ashābus-sunan.

ِاحْفَظْ عَوْرَتَكَ اِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ اَوْمَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ .

(رواه أحمد وأصحاب السنن)

Jagalah auratmu (jangan sampai terlihat orang lain) kecuali oleh istrimu atau hamba sahayamu. (Riwayat Ahmad dan Ashābus-Sunan)

Menjaga mata untuk tidak melihat hal-hal yang diharamkan dan memelihara kemaluan untuk tidak berbuat zina atau homoseksual merupakan perbuatan yang baik dan suci, baik terhadap jiwa maupun agamanya. Sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abi Umāmah :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَنْظُرُ اِلَى مَحَاسِنِ امْرَأَةٍ ثُمَّ يَغُضُّ بَصَرَهُ اِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ لَهُ عِبَادَةً .

(رواه أحمد عن ابى أمامة)

Setiap muslim yang melihat kecantikan seorang perempuan, kemudian dia menundukkan dan memejamkan matanya, Allah mengganti sebagai suatu ibadah. (Riwayat Ahmad dari Abu Umāmah)


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 31


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Nur Ayat 27-29

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 27-29 Berbicara mengenai adab bermasyarakat. Salah satu contohnya adalah dilarang memasuki rumah seseorang tanpa izin. Namun ada pula beberapa tempat yang diperbolehkan masuk tanpa izin.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 25-26


Ayat 27

memelihara dan memupuk cinta dan kasih sayang serta pergaulan yang baik di antara mereka, yaitu janganlah memasuki rumah orang lain kecuali sesudah diberi izin dan memberi salam terlebih dahulu, agar tidak sampai melihat aib orang lain, melihat hal-hal yang tidak pantas orang lain melihatnya, tidak menyaksikan hal-hal yang biasanya disembunyikan orang dan dijaga betul untuk tidak dilihat orang lain.

Seseorang yang meminta izin untuk memasuki rumah orang, yang ditandai dengan memberi salam, jika tidak mendapat jawaban sebaiknya dilakukan sampai tiga kali. Kalau sudah ada izin, barulah masuk dan kalau tidak sebaik ia pulang.

Cara yang demikian itulah yang lebih baik, yaitu apabila akan memasuki rumah orang lain, harus lebih dahulu minta izin, memberi salam dan menunggu sampai ada izin, kalau tidak, lebih baik pulang saja.

Ayat 28

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa apabila hendak memasuki rumah orang lain dan tidak menemukan seorang di dalamnya yang berhak memberi izin atau tidak ada penghuninya, janganlah sekali-kali memasukinya, sebelum ada izin, kecuali ada hal yang mendesak seperti ada kebakaran di dalamnya, yang mengkhawatirkan akan menjalar ke tempat lain, atau untuk mencegah suatu perbuatan jahat yang akan terjadi di dalamnya, maka bolehlah memasukinya meskipun tidak ada izin.

Tetapi kalau orang yang berhak memberi izin untuk masuk, menganjurkan supaya pulang, karena ada hal-hal di dalam rumah yang oleh pemilik rumah merasa malu dilihat orang lain, maka ia harus pulang karena yang demikian itu lebih menjamin keselamatan bersama. Allah Maha Mengetahui isi hati dan niat yang terkandung di dalamnya.


Baca juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an


Ayat 29

Diriwayatkan oleh al-Wāhidi, bahwa Abu Bakar Siddiq pernah berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah telah menurunkan kepada engkau ayat yang memerintahkan supaya meminta izin untuk memasuki suatu rumah. Di dalam melakukan perdagangan, kami adakalanya tinggal di penginapan. Apakah tidak boleh juga memasuki penginapan tanpa izin?” Maka turunlah ayat ini.

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa tempat-tempat yang tidak disediakan khusus untuk tempat tinggal, tetapi hanya untuk menginap sementara bagi orang yang memerlukannya, seperti hotel, losmen, tempat rekreasi, peristirahatan dan sebagainya, tidak ada halangan dan dosa me-masukinya tanpa izin, karena ada sesuatu keperluan di dalamnya.

Hal-hal yang biasanya kurang layak dan tidak sopan dilihat orang lain di suatu rumah tempat tinggal, tidak terdapat di tempat tersebut di atas.

Allah mengetahui apa yang dinyatakan dalam ucapan seseorang ketika meminta izin untuk memasuki rumah tempat tinggal, dan mengetahui apa yang disembunyikan di dalam hati untuk melihat aib dan hal-hal yang tidak wajar dan memalukan pemilik rumah.


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 30


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Nur Ayat 25-26

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 25-26 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai balasan atas segala amal perbuatan ketika di dunia. Kedua berbicara mengenai macam-macam pasangan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 23-24


Ayat 25

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa di akhirat nanti, akan disempurnakan balasan amal perbuatan tiap-tiap manusia oleh Allah.

Di sanalah mereka akan mengetahui bahwa azab yang dijanjikan kepada mereka yang berbuat dosa dan maksiat di dunia ini, benar-benar akan menjadi kenyataan dan tidak ada keragu-raguan, Allah benar-benar menepati janji-Nya, dan menjelaskan sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya. Firman Allah:

وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ ۗثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ࣖ

Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan). (al-Baqarah/2: 281)

Oleh karena itu setiap manusia hendaklah berhati-hati dalam berbuat sesuatu dan sedapat mungkin menghindari hal-hal yang menyebabkan dia binasa dan di azab nanti di akhirat, sebagaimana sabda Nabi saw:

اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ، وَقِيْلَ مَنْ هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ اَلشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ الله ُاِلاَّ بِالْحَقِّ وَاَكْلُ الرِّبَا وَاَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَدْفُ الْمُحْصَنَاتِ اْلغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ. (رواه البخاري ومسلم عن ابي هريرة)

Jauhilah tujuh macam yang membinasakan. Ditanya apakah yang tujuh itu wahai Rasulullah? Jawab beliau, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh (manusia) yang diharamkan Allah, kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta benda anak yatim, lari membelakang dari pertempuran (fi sabilillāh) dan menuduh perempuan-perempuan yang baik yang bersih hatinya dan beriman.” (Riwayat al-Bukhāri dan Muslim dari Abu Hurairah);


Baca juga: Ketika Al-Quran Dibaca, Dengarkan dan Perhatikanlah!


Ayat 26

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa perempuan-perempuan yang tidak baik biasanya menjadi istri laki-laki yang tidak baik pula. Begitu pula laki-laki yang tidak baik adalah untuk perempuan-perempuan yang tidak baik pula, karena bersamaan sifat-sifat dan akhlak itu, mengandung adanya persahabatan yang akrab dan pergaulan yang erat.

Perempuan-perempuan yang baik-baik adalah untuk laki-laki yang baik-baik pula sebagaimana diketahui bahwa keramah-tamahan antara satu dengan yang lain terjalin karena adanya persamaan dalam sifat-sifat, akhlak, cara bergaul dan lain-lain. Begitu juga laki-laki yang baik-baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik-baik pula, ketentuan itu tidak akan berubah dari yang demikian itu.

Oleh karena itu, kalau sudah diyakini bahwa Rasulullah adalah laki-laki yang paling baik, dan orang pilihan di antara orang-orang dahulu dan orang kemudian, maka tentulah istri Rasulullah Aisyah r.a. adalah perempuan yang paling baik pula.

Ini merupakan kebohongan dan tuduhan yang dilontarkan kepada diri Aisyah r.a. Mereka yang baik-baik, baik laki-laki maupun perempuan termasuk Safwan bin Muattal dan Aisyah r.a. adalah bersih dari tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang keji, baik laki-laki maupun perempuan, mereka itu memperoleh ampunan dari Allah dan rezeki yang mulia di sisi Allah dalam surga.


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 2729


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Nur Ayat 23-24

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 23-24 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai azab yang ditimpakan kepada orang-orang yang menyebar berita bohong. Kedua berbicara mengenai pengingkaran orang-orang yang dulunya sering menyebar berita bohong.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 21-22


Ayat 23

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang saleh dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan dijauhkan dari rahmat Allah di dunia dan di akhirat, dan di akhirat nanti akan ditimpakan kepada mereka azab yang amat pedih, sebagai balasan dari kejahatan yang telah diperbuat mereka.

Merekalah yang menjadi sumber dari berita yang menyakitkan hati perempuan-perempuan yang beriman, menyebarkan berita itu di antara orang-orang yang beriman. Mereka telah menjadi buruk bagi orang-orang yang turut menyiarkan berita-berita keji itu, dan mereka itu akan menanggung dosa atas perbuatannya.


Baca juga: Kata Ḍarb dalam Al-Qur’an Tidak Selalu Berarti Memukul, Ini 15 Maknanya


Ayat 24

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa ketika orang-orang jahat yang bergelimang dosa di dunia akan diazab di akhirat nanti, mereka membantah dan mengingkari perbuatan jahat mereka, maka anggota tubuhnya menjadi saksi.

Lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi dan menceritakan apa-apa yang telah dikerjakan di dunia. Dengan kekuasaan Allah anggota-anggota tubuh itu bisa berbicara dan bercerita, sebagaimana firman Allah:

وَقَالُوْا لِجُلُوْدِهِمْ لِمَ شَهِدْتُّمْ عَلَيْنَا ۗقَالُوْٓا اَنْطَقَنَا اللّٰهُ الَّذِيْٓ اَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ

Dan mereka berkata kepada kulit mereka, ”Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (Kulit) mereka menjawab, ”Yang menjadikan kami dapat berbicara   adalah   Allah, yang (juga) menjadikan  segala   sesuatu    dapat

 berbicara. (Fu¡¡ilat/41: 21);Dan sabda Rasulullah saw:

اِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ عُرِفَ الْكَافِرُ بِعَمَلِهِ فَيَجْحَدُ وَيُخَاصِمُ فَيُقَالُ لَهُ هَؤُلاَءِ جِيْرَانُكَ يَشْهَدُوْنَ عَلَيْكَ. فَيَقُوْلُ كَذَبُوْا فَيُقَالُ اَهْلُكَ وَعَشِيْرَتُكَ فَيَقُوْلُ كَذَبُوْا فَيُقَالُ اِحْلِفُوْا فَيَحْلِفُوْنَ ثُمَّ يُصِمُّهُمُ اللهُ  فَتَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ ثُمَّ يُدْخِلُهُمُ النَّارَ. (رواه ابن ابى حاتم وابن جرير عن ابي سعيد الخدري)

Pada hari Kiamat nanti, diperkenalkanlah orang kafir dengan perbuatannya. Ia menyangkal dan membantah (tidak mengakui perbuatannya itu). Dikatakan kepadanya, “Mereka tetanggamu menjadi saksi atas perbuatanmu itu.” Jawabnya, “Mereka itu dusta.” Dikatakan lagi, “Keluargamu dan karib keluargamu menjadi saksi.” Jawabnya, “Mereka juga itu bohong.” Saksi-saksi itu disuruh bersumpah. Mereka bersumpah (memperkuat kesaksian mereka) kemudian Allah menutup persoalan orang-orang kafir itu dan bersaksilah lidah, tangan dan kaki mereka, lalu mereka dimasukkan ke dalam neraka. (Riwayat Ibnu Abi Hātim dan Ibnu Jarir dari Abu Sa‘id al- Khudri)

Sebagian ahli tafsir memberi penjelasan bahwa kesaksian yang dimaksud di sini bukan berupa ucapan, tetapi kesaksian berupa gerakan. Kalau mengenai ucapannya, lidahnya yang bergerak. Kalau mengenai perbuatan tangan atau kaki, bergeraklah tangan dan kaki sesuai dengan apa yang telah diperbuatnya di dunia.


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 2526


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Nur Ayat 21-22

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 21-22 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai peringatan dari Allah kepada orang-orang mukmin agar tidak terjerumus ke jalan yang sesat. Kedua bebicara mengenai larangan untuk bersumpah kepada hal-hal yang buruk.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 19-20


Ayat 21

Pada ayat ini Allah memperingatkan kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, agar mereka itu jangan menuruti ajakan setan, mengikuti jejak dan langkahnya, seperti suka dan senang menyebarluaskan aib dan perbuatan keji di antara orang-orang yang beriman.

Barangsiapa yang senang mengikuti langkah-langkah setan, pasti ia akan terjerumus ke lembah kehinaan, berbuat yang keji dan mungkar, karena setan itu memang suka berbuat yang demikian. Oleh karena itu jangan sekali-kali mau mencoba-coba mengikuti jejak dan langkahnya.

Sekiranya Allah tidak memberikan karunia dan rahmat kepada hamba-Nya dan yang selalu membukakan kesempatan sebesar-besarnya untuk bertobat dari maksiat yang telah diperbuat mereka, tentunya mereka tidak akan bersih dari dosa-dosa mereka yang mengakibatkan kekecewaan dan kesengsaraan, bahkan akan disegerakan azab yang menyiksa mereka itu di dunia ini, sebagaimana firman Allah:

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّٰهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَاۤبَّةٍ وَّلٰكِنْ يُّؤَخِّرُهُمْ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۚ

Dan Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya Dia tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. (an- Nahl/16: 61)

Allah Yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, bagaimana pun juga, Dia tetap akan membersihkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dari hamba-Nya, dengan menerima tobat mereka seperti halnya Hassan,  Mistah bin Usāsah dan lainnya.

Mereka itu telah dibersihkan dari penyakit nifak, sekalipun mereka itu telah berperang secara aktif di dalam penyebaran berita bohong yang dikenal dengan “hadisul-ifki”, Allah Maha Mendengar segala apa yang diucapkan yang sifatnya menuduh dan ketentuan kebersihan yang dituduh, Maha Mengetahui apa yang terkandung dan tersembunyi di dalam hati mereka yang senang menyebarkan berita-berita keji yang memalukan orang lain.


Baca juga: Kata Ḍarb dalam Al-Qur’an Tidak Selalu Berarti Memukul, Ini 15 Maknanya


Ayat 22

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang percaya kepada Allah, janganlah mereka itu bersumpah untuk tidak mau memberikan bantuan kepada karib kerabatnya yang memerlukan bantuan karena berbuat salah, seperti Mistah anak dari saudara perempuan Ibunya Abu Bakar ra. ia seorang fakir miskin, berhijrah dari Mekah ke Medinah yang turut bersama Rasulullah saw, memperkuat pasukan kaum Muslimin di Perang Badar.

Oleh karena itu, sesudah turun wahyu yang menunjukkan atas kebersihan Aisyah dari hal yang dituduhkan kepadanya, dan setelah Allah mengampuni orang-orang yang semestinya diampuni, serta diberi hukuman kepada orang-orang yang semestinya menerima yang demikian itu, maka Abu Bakar ra, kembali ramah dan berbuat baik serta memberi bantuan kepada kerabatnya Mistah. Mistah adalah sepupunya, anak dari saudara perempuan ibunya.

Orang-orang mukmin hendaklah memaafkan dan berlapang dada kepada segenap oknum yang terlibat atau dilibatkan di dalam peristiwa hadisul ifki. Pemaafan dan kembali membantu mereka itu merupakan sarana untuk memperoleh ampunan dari Allah.

Adakah manusia yang tidak ingin bahwa dosa-dosanya diampuni Allah? Siapakah yang tidak berdosa dalam hidupnya? Bila mereka melakukannya, yaitu memaafkan dan membantu mereka yang kekurangan, maka Allah akan mengampuni dosa mereka dan menyayangi mereka. Mereka akan masuk surga.


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 2324


(Tafsir Kemenag)

Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an

0
Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an
Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an

Sebagai kitab suci terakhir, Al-Qur’an memiliki beberapa keistimewaan. Yang menarik, Al-Qur’an sendiri melalui ayat-ayatnya memperkenalkan keistimewaan dirinya. Ada banyak keistimewaan yang disandang kitab ini. Namun, artikel ini hanya akan membahas lima hal saja. Berikut uraian ringkas lima karakteristik Al-Qur’an yang membuatnya menjadi kitab yang istimewa.

Tidak Tercampur Kebatilan Sedikitpun

Al-Qur’an merupakan kitab yang memiliki keserasian di antara ayat-ayatnya. Selain tidak terdapat keraguan di dalamnya (Lā raiba fīhi), di dalam Al-Qur’an tidak terdapat kebatilan sedikitpun. Hal ini diterangkan dalam surah Fussilat ayat 42:

لا يَأْتيهِ الْباطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزيلٌ مِنْ حَكيمٍ حَميدٍ

Artinya: Yang tidak datang kepadanya (Al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”

Berkaitan dengan ayat ini, Quraish Shihab menjelaskan bahwa kebenaran Al-Qur’an adalah kebenaran mutlak, tidak dipengaruhi oleh subjektifitas masa. Apa yang diberitakan Al-Qur’an hari ini dan bertentangan di kemudian hari. Serta, selalu relevan dengan setiap masa (Tafsir Al-Misbah).

Terjaga dari Perubahan

Keistimewaan Al-Qur’an yang kedua adalah dari sisi keterjagaan ayat-ayatnya. Keterjagaan ini tidak dimiliki oleh kitab-kitab terdahulu. Jika kitab terdahulu mengalami perubahan (tahrīf), maka Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab yang terhindar dari segala bentuk perubahan.

Hal ini ditegaskan oleh Fakhr Razi dalam tafsirnya, bahwa “Ketahuilah bahwa tidak ada satupun kitab yang disepakati keterjagaannya kecuali kitab ini, serta kitab ini tidak dimasuki oleh perubahan.” (Tafsir Al-Kabīr).

Selain dijaga oleh para penghafal dan ditulis di lembaran-lembaran mushaf, Al-Qur’an benar-benar dijaga langsung oleh Allah. Ini adalah jaminan yang Allah berikan sebagaimana yang dinyatakannya dalam surah Al-Hijr ayat 9:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحافِظُونَ

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan pasti Kami pula yang memeliharanya.”

Baca juga: Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin

Tidak Ada Kontradiksi di dalamnya

Setelah memahami bahwa Al-Qur’an tidak tercampur kebatilan dan terjaga dari perubahan, selanjutnya kitab ini tidak mengandung kontradiksi. Artinya, ayat-ayat di dalamnya merupakan satu kesatuan yang tidak saling bertentangan.

Selain itu, antarayat Al-Qur’an saling menguatkan dan menjelaskan. Oleh karena itu, untuk memahami Al-Qur’an kita perlu melihat rangkaian ayat-ayatnya secara komprehensif, sehingga mampu menangkap spirit utamanya, bukan hanya memahami secara parsial. Ayat yang menyatakan hal ini adalah surah An-Nisa’ ayat 82:

أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوا فيهِ اخْتِلافاً كَثيراً

Artinya: “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”

Perihal ayat ini, Asy-Sya’rawi menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah, dan sifatnya kalam Allah adalah kesempurnaan. Sementara pertentangan adalah lawan dari kesempurnaan. Makna pertentangan di sini adalah ditemukannya kontradiksi antara satu ayat dengan ayat lainnya. (Tafsir Asy-Sya’rawi).

Dengan begitu, jelas bahwa Al-Qur’an tidak memuat pertentangan sedikitpun di dalamnya. Karena ia berasal dari sisi Allah.

Tak Ada yang Mampu Membuat Semisalnya

Tiga keistimewaan Al-Qur’an sebelumnya menjadikannya benar-benar firman Allah yang mulia. Kemudian, keontetikan kitab ini didukung dengan adanya tantangan untuk membuat semisalnya. Berulang kali ayat-ayat Al-Qur’an mengajak seluruh jin dan manusia untuk membuat semisal Al-Qur’an, bahkan satu surah saja yang semisalnya.

Dan terbukti, sampai saat ini tidak ada yang mampu membuat serupa Al-Qur’an walau satu surah darinya. Ini menggambarkan keaslian, kedalaman dan keistimewaan Al-Qur’an. Surah Yunus ayat 38 adalah satu di antara ayat yang berisi tantangan itu. Berikut redaksi ayatnya:

أَمْ يَقُولُونَ افْتَراهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَ ادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ صادِقينَ

Artinya: “atau (patutkah) mereka mengatakan “Muhammad membuat-buatnya”. Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surah seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.

Baca juga: Ayat-Ayat ‘Lucu’ Musailamah Al-Kadzdzab dalam ‘Menjawab’ Tantangan Al-Quran

Penyempurna Kitab-Kitab Sebelumnya

Sebagai kitab samawi terakhir dan dibawa oleh penutup para Nabi, Al-Qur’an menjadi kitab yang membawa kebenaran dan membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Selain itu, juga sebagai penyempurna kitab-kitab terdahulu.

Peran Al-Qur’an ini disebut dalam surah Al-Maidah ayat 48, berikut ayatnya:

وَ أَنْزَلْنا إِلَيْكَ الْكِتابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِما بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتابِ وَ مُهَيْمِناً عَلَيْهِ

Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, sedang kitab ini membenarkan dan menjaga kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya.

Secara bahasa, kata muhaiminan, menurut Quraish Shihab jika diartikan sebagai tolok ukur menjadi kurang tepat. Padahal kata ini terambil dari haimana yang berarti penguasaan, pengawasan serta wewenang atas sesuatu. (Tafsir Al-Misbah).

Artinya, kebenaran dan kesalahan kitab terdahulu menjadi wewenang Al-Qur’an. Sehingga, Al-Qur’an memiliki peran kontrol untuk “mengoreksi” dan “merevisi” kitab terdahulu agar menjadi sempurna dan relevan di setiap zaman.

Inilah lima karakter unik yang menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab yang istimewa dari kitab-kitab samawi sebelumnya. Semoga setelah mengetahui keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an ini, membuat kita semakin dekat dan cinta dengan Al-Qur’an dengan terus membaca, mengkaji dan tak lupa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Amin ya rabbal ‘alamin.

Baca juga: Adab Lahiriah dan Adab Batiniah dalam Membaca Al-Qur’an

Tafsir Surah An-Nur Ayat 19-20

0
tafsir surah an-nur
Tafsir Surah An-Nur

Tafsir Surah An-Nur Ayat 19-20 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai azab orang-orang yang suka menyiarkan berita bohong. Kedua berbicara mengenai kasih sayang Allah kepada orang-orang penyebar berita bohong tersebut.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 14-18


Ayat 19

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang senang menyiarkan perbuatan keji dan memalukan seperti perbuatan zina di kalangan orang-orang mukmin muhsan baik laki-laki maupun perempuan, mereka akan mendapat hukuman di dunia ini dan di akhirat, bila mereka tidak tobat dan tidak menjalankan hukuman di dunia, ia akan di azab di neraka.

Penyebaran berita yang tidak patut disebarkan dilarang dalam agama Islam. Yang diminta seharusnya adalah berita tentang pelanggaran etika harus disimpan, sebagaimana sabda Nabi:

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنُ. (رواه البخاري وابو داود والنسائى)

Orang Islam yang sebenarnya, ialah orang-orang Islam selamat dari kejahatan lidah dan tangannya, dan orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan larangan Allah. (Riwayat al-Bukhāri, Abu Dāud dan an-Nasā`i)

Dan sabdanya:

لاَيَسْتُرُ عَبْدٌ مُؤْمِنٌ عَوْرَةَ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ اِلاَّ سَتَرَهُ الله ُيَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ اَقَالَ عَثْرَةَ مُسْلِمٍ اَقَالَ اللهُ عَثْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه احمد بن حنبل)

Tidaklah seorang hamba mukmin, menutupi cacat seorang hamba mukmin kecuali ditutupi juga cacatnya oleh Allah di hari akhirat. Dan barangsiapa menggagalkan kejahatan seorang muslim, akan digagalkan pula kejahatannya oleh Allah, di akhirat nanti. (Riwayat Ahmad bin Hanbal)

Allah Maha Mengetahui hakikat dan rahasia sesuatu hal yang manusia tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, kembalikanlah segala sesuatunya kepada Allah dan janganlah kita suka memperkatakan sesuatu yang kita tidak mengetahui sedikit pun seluk beluknya, terutama hal-hal yang menyangkut diri atau keluarga Rasulullah, karena yang demikian itu akan membawa kepada kebinasaan.

Pemberitaan perbuatan zina atau pornografi akan berdampak buruk yaitu mendorong orang secara luas untuk berzina. Karena itu dampak buruknya luar biasa. Mengenai hal itu manusia tidak perlu meragukannya, karena Allah-lah yang lebih tahu daripada manusia. Sebagai contoh adalah terancamnya umat manusia oleh penyakit AIDS dengan virus HIV yang belum ditemukan obatnya sampai sekarang.


Baca juga: Kata Ḍarb dalam Al-Qur’an Tidak Selalu Berarti Memukul, Ini 15 Maknanya


Ayat 20

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa larangan-Nya terhadap penyebaran pornografi dan perzinaan adalah karena kasih sayang-Nya terhadap umat manusia. Allah memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada mereka penyebar berita bohong, yang masih memberi kepada mereka hidup dengan segala kelengkapannya.

Dan sekiranya Dia tidak Maha Penyantun dan Maha Penyayang, tentulah mereka itu sudah hancur binasa. Tetapi Dia senantiasa berbuat kepada hamba-Nya mana yang mendatangkan maslahat kepada mereka, sekalipun mereka itu telah melakukan pelanggaran-pelanggaran dan dosa serta maksiat kepada-Nya. Berkat larangan itulah dunia masih selamat sampai sekarang, karena sebagian besar manusia terutama kaum Muslimin mematuhinya.


Baca setelahnya: Tafsir Surah An-Nur Ayat 2122


(Tafsir Kemenag)