BerandaTafsir TematikTafsir AhkamTafsir Ahkam: Apakah Berendam Menggugurkan Kewajiban Mandi Besar?

Tafsir Ahkam: Apakah Berendam Menggugurkan Kewajiban Mandi Besar?

Al-Qur’an menetapkan bahwa orang yang junub baru diperbolehkan salat, membaca Al-Qur’an dan selainnya bila sudah mandi besar. Namun dengan munculnya beragam model mandi seseorang kadang menimbulkan permasalahan, seperti apakah sekedar berendam di air sudah bisa menggugurkan kewajiban mandi seseorang?

Misalnya berendam dengan menenggelamkan diri sesaat di kolam renang sebagaimana di masyarakat perkotaan, atau sungai besar sebagaimana di masyarakat perdesaan yang dekat dengan sungai besar. Atau apakah mandi besar mengharuskan ada tindakan menyiramkan air ke tubuh disertai menggunakan sabun dan sampo serta menggosok tubuh seperti yang biasa kita lakukan? Berikut penjelasan para pakar tafsir dan fikih:

Pro Kontra Hukum Mandi Besar Dengan Cara Berendam

Salah satu permasalahan yang didiskusikan para pakar tafsir tentang tata cara mandi besar yang benar, adalah mengenai hukum mandi besar dengan cara berendam. Para pakar tafsir dan fikih mengistilahkan “berendam” dalam permasalahan mandi besar dengan Bahasa yanghamisu atau inghimas yang secara literal bermakna berendam.

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Apakah Mulut dan Lubang Hidung Wajib Dibasuh Ketika Mandi Besar?

Mandi besar dengan cara sekedar berendam saja ini memancing perdebatan sebab menurut sebagian ulama’ tidak dianggap sebagai prilaku mandi. Sebab mandi meniscayakan adanya rangkaian usaha membuat air mengenai tubuh dengan cara menyiramkan (ifaadhah) dan menggok-gosok tubuh dengan air (dalku). Inilah makna mandi besar sebenarnya menurut mereka yang dibahasakan dengan kata taghtasilu, sebagaimana yang disinggung oleh Allah dalam firmannya (Al-Istidkar Al-Jami’ li Fuqahail Anshar/1/228):

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub) (QS. An-Nisa’ [4] :43)

Ahli tafsir yang menyinggung secara langsung soal “berendam” dalam permasalahan mandi besar adalah Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an dan Ibn ‘Arabi dalam Ahkamul Qur’an-nya. Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ulama’ berbeda pendapat mengenai mandi besar dengan cara hanya sekedar dengan berendam, tanpa menggosok-gosokkan tangan ke tubuh. Imam Malik menganggap cara itu tidaklah cukup. Sebab tidak bisa disebut dengan mandi. Pendapat ini juga diyakini oleh Imam Muzani dari kalangan Mazhab Syafiiyah (Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an/5/210).

Pendukung Imam Malik menjelaskan, mandi besar dengan cara berendam tidaklah bisa disebut dengan ghuslun (mandi) dalam perbendaharaan Bahasa Arab. Sebab orang Arab memiliki Bahasa lain untuk tindakan berendam, yakni ghamsu (berendam). Dan Al-Qur’an memerintahkan Ghuslun, bukan ghamsu (Ahkamul Qur’an libni al-Arabi/2/377).

Namun mayoritas ulama’ menolak pendapat tersebut. Dan mereka menyatakan bahwa dengan berendam saja sudah bisa disebut mandi besar. Asal air sudah merata ke seluruh tubuh. Sebab beberapa riwayat hadis yang menceritakan cara mandi besar Nabi, menunjukkan bahwa mandi besar cukup membuat air mengenai tubuh saja. Tidak perlu menyiramkan maupun sampai menggosok-gosok tubuh (Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an/5/210)

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Kewajiban Mandi Bagi Orang Junub dan Beda Pendapat Cara Mandinya

Penutup

Kitab Mausu’atul Ijma’ Fi Fiqhil Islami mendokumentasikan cukup banyaknya klaim ijma’ atau kesepakatan ulama’, mengenai sahnya mandi besar seseorang dengan cara berendam saja. Diantaranya adalah Imam At-Tirmidzi, Ibn ‘Arabi, Ibn Rusyd dan Imam An-Nawawi. Hanya saja kitab tersebut memaparkan penelitiannya bahwa ijma’ tersebut hanya sekedar klaim semata, alias sebenarnya ada juga ulama’ yang menyatakan tidak sah sebab mensyaratkan air yang digunakan untuk mandi haruslah diguyurkan (Mausu’atul Ijma’ Fi Fiqhil Islami /1/484).

Dari berbagai pemaparan di atas kita dapat mengambil kesimpulan, mandi besar dengan cara berendam di kolam renang semisal, tanpa mengguyurkan air ke tubuh atau menggosok-gosok tubuh, hukumnya menurut mayoritas ulama’ adalah sah. Dan juga, yang terpenting adalah air mengenai tubuh, sehingga tak menjadi bahasan apakah ia menggunakan sabun serta sampo atau tidak. Wallahu a’lam bish shawab.

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...