Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 47-49

tafsir surah al-ahzab
tafsir surah al-ahzab

Melalui ayat ini dan dijelaskan kembali dalam Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 47-49, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar menyampaikan berita gembira pada orang-orang beriman, bahwa Allah telah menyedikan nikmat besar kepada mereka. Karena itu, Allah mewanti-wanti kaum Mukmin agar tidak mengikuti perilaku kaum Munafik dan Kafir.


Baca Sebelumnya : Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 41-46


Selain itu, dalam Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 47-49, Allah juga menyinggung bahwa tidak ada ‘iddah bagi perempuan yang dicerai oleh suaminya sementara dirinya belum dicampuri. Dan perempuan tersebut bisa lansung dinikahi oleh laki-laki lain. Bagi mantan suaminya, hendaklah berlaku santun terhadap istri yang ia ceraikan itu, dan dianjurkan baginya untuk memberi hadiah bagi mantan istrinya sebagai pelipur kesedihan untuk menghiburnya.

Ayat 47

Ibnu Jarir ath-Thabari dan Ikrimah telah meriwayatkan sebuah hadis dari al-Hasan yang menerangkan bahwa ketika turun ayat al-Fath/48: 2

لِّيَغْفِرَ لَكَ اللّٰهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْۢبِكَ وَمَا تَاَخَّرَ

Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang. (al-Fath/48: 2)

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah! Kami telah mengetahui apa yang diperbuat Allah untukmu, maka apakah yang akan diperbuat Allah untuk kami?” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab/33: 47)

Pada ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya menyampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi mereka karunia yang amat besar yang melebihi karunia yang diberikan kepada umat-umat lainnya, karena mereka diberi kemampuan untuk memperbaiki akhlak masyarakat dari berbagai kezaliman kepada keadilan dan kemaslahatan.

Mereka juga dapat mengubah wajah umat-umat yang dihadapinya dari sikap membangkang kepada sikap yang tunduk dan patuh demi perbaikan nasibnya di dunia dan di akhirat kelak.


Baca Juga : Tafsir Ahkam: Dasar Hukum Rujuk dan Syarat-Syaratnya


Ayat 48

Pada ayat ini, Allah menjelaskan tentang apa yang dapat menimbulkan kemudaratan. Allah melarang orang yang beriman untuk menuruti orang kafir dan orang-orang munafik.

Mereka juga diperintahkan untuk tidak menghiraukan gangguan orang kafir terhadap berlangsungnya dakwah kepada jalan Allah, dan menghadapi mereka dengan penuh kesabaran dan tawakal.

Allah-lah yang harus dipandang sebagai pelindung di dalam melaksanakan tugas dakwah guna semaraknya syiar Islam.

Ayat 49

Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa jika terjadi perceraian antara seorang mukmin dan istrinya yang belum pernah dicampuri, maka perempuan yang telah diceraikan itu tidak mempunyai masa idah dan perempuan itu langsung bisa nikah lagi dengan lelaki yang lain.

Bekas suami yang menceraikan itu hendaklah memberi mut’ah, yaitu suatu pemberian untuk menghibur dan menyenangkan hati istri yang diceraikan. Besar dan kecilnya mut’ah itu tergantung kepada kesanggupan suami sesuai dengan firman Allah:;

لَاجُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ مَا لَمْ تَمَسُّوْهُنَّ اَوْ تَفْرِضُوْا لَهُنَّ فَرِيْضَةً ۖ وَّمَتِّعُوْهُنَّ عَلَى الْمُوْسِعِ قَدَرُهٗ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهٗ ۚ مَتَاعًا ۢبِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِيْنَ

Tidak ada dosa bagimu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu yang belum kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentukan maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka mut’ah, bagi yang mampu menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu menurut kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut, yang merupakan kewajiban bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. (al-Baqarah/2: 236).

Patut diperhatikan bahwa jika perempuan itu harus meninggalkan rumah maka cara mengeluarkannya hendaklah dengan sopan-santun sehingga tidak menyebabkan sakit hatinya. Kepadanya harus diberikan bekal yang wajar, sehingga pemberian itu benar-benar merupakan hiburan yang meringankan penderitaan hatinya akibat perceraian yang dialaminya. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad dan Abu Usaid:

تَزَوَّجَ النَِّبيُّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اُمَيْمَةَ بِنْتَ شَرَاحِيْلَ فَلَمَّا دَخَلَتْ عَلَيْهِ بَسَطَ يَدَهُ اِلَيْهَا فَكَاَنَّهَا كَرِهَتْ ذَلِكَ فَأَمَرَ اَبَا اُسَيْدٍ اَنْ يُجَهِّزَهَا وَيَكْسُوْهَا ثَوْبَيْنِ رَازِقِيَّيْنِ. (رواه البخاري)

Nabi saw telah mengawini Umaimah binti Syarahil. Ketika Umaimah masuk ke dalam rumah (Nabi), Nabi mengulurkan tangan kepadanya, namun dia seakan-akan tidak menyukai (cara penyambutan Nabi tersebut). Maka Nabi menyuruh Abµ Usaid agar memberikan dua potong baju yang baik yang terkenal pada waktu itu (sebagai hadiah perceraian). (Riwayat al-Bukhari)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al Ahzab Ayat 50-51