BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Muhammad Ayat 36-38

Tafsir Surah Muhammad Ayat 36-38

Tafsir Surah Muhammad Ayat 36-38 merupakan sesi terakhir dari tafsir kali ini yang membahas terkait anjuran berinfak kepada orang-orang yang beriman. Tujuan dari infak, sedakah, dan zakat adalah untuk mengikis sifat-sifat kikir yang tertanam dalam hati manusia, sekaligus menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan terhadap sesama.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 32-35


Ayat 36

Allah mendorong orang-orang yang beriman agar berjihad dan menginfakkan harta di jalan-Nya, untuk menghancurkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka, yaitu orang-orang kafir Mekah.

Mereka jangan sekali-kali terpesona oleh kehidupan dunia yang menyebabkan mereka meninggalkan jihad karena kehidupan dunia hanyalah sementara, hanya sebagai permainan, dan senda gurau.

Semua yang ada di dunia ini akan hilang lenyap, kecuali ketaatan dan ibadah kepada Allah karena ketaatan dan ibadah itu menjadi sebab untuk memperoleh kehidupan yang sebenarnya nanti di akhirat.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa jihad di jalan Allah termasuk perbuatan ibadah yang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya. Oleh karena itu, melakukan jihad adalah sebagaimana melakukan ibadah-ibadah yang lain.

Selanjutnya Allah menyatakan bahwa perbuatan yang bisa menjadi persiapan yang sebenarnya di akhirat nanti ialah beriman kepada Allah, melaksanakan segala perintah dan menjauhkan semua larangan-Nya, dan menginfakkan harta di jalan-Nya sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.

Yang dituntut dari harta yang diinfakkan itu hanyalah sebagian kecil dari penghasilan, tidak semuanya, dan diberikan sebagai zakat, sedekah, amal jariah, dan sebagainya. Jika mereka melaksanakan yang demikian itu, Allah akan membalasnya dengan balasan yang berlipat ganda berupa ketenangan hidup di dunia, dan surga di akhirat.

Ayat 37

Dalam ayat ini, Allah menerangkan salah satu dari sifat manusia yang tercela ialah kikir dan sangat mencintai dan menginginkan harta. Allah menyatakan bahwa Ia tidak meminta mereka memberikan harta mereka seluruhnya untuk diberikan kepada kaum Muslimin yang lemah.

Bila Ia meminta seluruhnya seperti itu, pasti mereka tidak akan memberikannya karena mereka terlalu tamak kepada harta dan tidak akan memberikannya kepada orang-orang miskin. Allah mengetahui yang demikian. Semakin sering permintaan itu diulang-ulang, semakin bertambah rasa benci dan dengki mereka terhadap orang miskin tersebut.

Sifat kikir itu telah menjadi tabiat manusia. Ia merupakan sifat yang didatangkan kemudian, sebagaimana firman Allah:

وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗوَاُحْضِرَتِ الْاَنْفُسُ الشُّحَّ

Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. (an-Nisa’/4: 128);Allah swt berfirman:

وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ   ٩

Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang- orang yang beruntung. (al-Hasyr/59: 9)

Dalam ayat yang lain dinyatakan jika manusia dapat menghilangkan atau mengurangi sifat kikirnya itu, maka ia akan menjadi orang yang beruntung hidup di dunia dan di akhirat.


Baca Juga: Surah Al-Furqan [25] Ayat 67: Anjuran Bersedekah Secara Proporsional


Ayat 38

Ayat ini menerangkan bahwa Allah memanggil mereka untuk menghilangkan sifat kikir. Mereka diminta menginfakkan harta mereka di jalan Allah. Dijelaskan bahwa siapa yang kikir, tidak mau menafkahkan harta di jalan Allah, maka kekikiran mereka itu akan merugikan diri sendiri karena kikir itu akan mengganggu hubungan dalam masyarakat dan akan menghapuskan pahala mereka, menjauhkan diri mereka dari Allah dan surga.

Bila manusia berinfak, itu bukan untuk Allah karena Ia tidak memerlukan harta mereka, sebab Dia Mahakaya, tidak memerlukan apa pun. Infak itu justru untuk keuntungan mereka karena Allah akan membalasnya berlipat ganda, ditambah lagi dengan pahala yang balasannya adalah surga.

Kemudian Allah mengancam mereka dengan mengatakan bahwa jika mereka berpaling, yaitu tidak beriman dan tidak mau memenuhi perintah-Nya dengan berinfak, maka Allah akan menghancurkan mereka, kemudian mengganti mereka dengan kaum yang lain yang tidak seperti mereka, yaitu kaum yang mau berinfak, berjihad, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, at-Tirmizi dan lain-lainnya dari Abµ Hurairah berkata:

تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هٰذِهِ اْلآيَةَ اِلَى آخِرِهَا فَقَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ مَنْ هٰؤُلاَءِ الَّذِيْنَ اِنْ تَوَلَّيْنَا اسْتَبْدَلُوْا بِنَا ثُمَّ لاَ يَكُوْنُوْنَ اَمْثَالَنَا فَضَرَبَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَى مَنْكِبِ سَلْمَانَ ثُمَّ قَالَ: هَذَا وَقَوْمُهُ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ هَذَا الدِّيْنَ تَعَلَّقَ بِالثُّرَّيَا لَتَنَاوَلَهُ رِجَالٌ مِنْ فَارِسٍ.

Rasulullah saw membaca ayat ini sampai akhir, maka para sahabat bertanya,“Ya Rasulullah, siapakah orang-orang itu yang jika kami berpaling mereka akan menggantikan kami dan mereka tidak seperti kami?”

Maka Rasulullah menepuk pundak Salm±n, kemudian berkata, “Inilah orangnya dan kaumnya. Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, seandainya agama itu tergantung di bintang Surayya, itu akan digapai oleh orang-orang dari Persia.”

(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...