BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 69-73

Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 69-73

Ayat 69

Usaha segolongan Ahli Kitab akan sia-sia belaka, dan tipu daya mereka akan menimpa mereka sendiri, karena perbuatan mereka selalu diarahkan pada tujuan untuk menyesatkan orang mukmin. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk memperhatikan cara mendapatkan petunjuk.

Pandangan mereka akan tertutup sehingga tidak dapat melihat kebenaran ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang memberikan penjelasan tentang kebenaran dari kenabiannya. Boleh dikatakan bahwa mereka tidak berpikir sebagaimana mestinya, bahkan mereka menyia-nyiakan akal, juga mereka telah merusak fitrah mereka sendiri sehingga tidak bisa menjangkau kebenaran.

Sikap dan perbuatan segolongan Ahli Kitab dicela, karena mereka tidak menyadari keadaan mereka yang buruk. Mereka akhirnya jatuh dalam lembah kesesatan dan tidak dapat melihat lagi adanya kebenaran yang menuntun ke jalan yang lurus.

وَدَّ كَثِيْرٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِكُمْ كُفَّارًاۚ حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ اَنْفُسِهِمْ

Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, …. (al-Baqarah/2: 109)

وَدُّوْا لَوْ تَكْفُرُوْنَ كَمَا كَفَرُوْا فَتَكُوْنُوْنَ سَوَاۤءً

Mereka ingin agar kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, sehingga kamu menjadi sama (dengan mereka). … (an-Nisa′/4: 89)

Dengan demikian dapat diketahui bahwa tujuan Ahli Kitab menimbulkan persoalan yang meragukan di kalangan kaum Muslimin, tiada lain hanyalah untuk menyesatkan orang-orang mukmin dari agama yang benar, sehingga mengingkari ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw.

Ayat 70

Allah mencela para Ahli Kitab yang mengingkari ayat-ayat Allah; padahal mereka mengetahui dalam kitab mereka sendiri kedatangan Nabi Muhammad saw. Kemudian Allah swt menandaskan bahwa mereka sendiri tidak saja telah mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw akan datang bahkan sifat-sifatnya pun telah mereka ketahui. Mereka seharusnya mengakui kenabian Muhammad, tetapi karena sifat dengki yang mencekam jiwa mereka, mereka terjerumus ke dalam lembah kehinaan. Mereka tidak dapat lagi melihat pancaran kebenaran, sehingga mereka terombang ambing dalam kesesatan.

Ayat 71

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ibnu ‘Abbas ia berkata bahwa ‘Abdullah bin as-Saif, ‘Adi bin Zaid dan Haris bin ‘Auf bercakap-cakap sesama mereka. “Marilah kita mempercayai kitab yang diturunkan kepada Rasulullah dan sahabat-sahabatnya di waktu pagi hari. Kemudian kita mengingkarinya di waktu petang hari, sehingga kita dapat mengacaukan mereka, semoga mereka berbuat sebagaimana yang kita lakukan, sehingga mereka kembali kepada agama mereka semula.” Kemudian turunlah ayat 71-73 ini.

Allah mencela Ahli Kitab karena mereka mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Yang dimaksud dengan kebenaran dalam ayat ini ialah kebenaran yang dibawa oleh para nabi yang termuat dalam kitab mereka yaitu tauhid, serta berita gembira akan datangnya Nabi Muhammad yang bertugas seperti nabi-nabi sebelumnya yang akan mengajarkan Kitab dan hikmah kepada seluruh manusia.

Sedang yang dimaksud dengan kebatilan ialah segala tipu daya yang dibuat oleh para pendeta dan pemimpin terkemuka Ahli Kitab dengan jalan menakwilkan ayat-ayat Tuhan dengan takwilan yang batil dan yang jauh dari kebenaran. Penakwilan yang begitulah yang dianggap mereka sebagai agama yang wajib diikuti. Perbuatan mereka itu juga dicela.

وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ 

…. Dan mereka berkata, ”Itu dari Allah,” padahal bukan dari Allah. Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Ali ‘Imran/3: 78)

Jelas bahwa yang dimaksud dengan mencampuradukkan antara yang hak dengan yang batil ialah: tipu daya Ahli Kitab yang menakwilkan ayat-ayat Allah dan mengatakan bahwa penakwilan itu datang dari Allah. Sementara berita gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad, mereka sembunyikan.

Semua ini menunjukkan bahwa mereka melakukan perbuatan itu bukan karena kealpaan atau karena tidak tahu, tetapi karena ingkar, dan hasad yang telah bersarang di dalam dada mereka.

Ayat 72

Ada golongan dari Ahli Kitab yang mengajak kawan-kawannya agar pura-pura beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Muhammad di pagi hari, kemudian mengingkarinya pada waktu sore. Mereka bersikap demikian untuk menimbulkan kesan di hati umat Islam, kalau agama Islam itu benar tentulah orang-orang Yahudi yang baru masuk Islam tadi tidak akan murtad lagi. Sikap serupa ini tiada lain hanya tipu daya mereka untuk mempengaruhi orang-orang Islam agar kembali kepada kekafirannya.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Imam Mujahid, ia berkata bahwa, segolongan orang Yahudi salat subuh bersama Nabi. Kemudian mereka kafir pada petang harinya. Apabila mereka melakukan tipu daya serupa itu, bukanlah hal yang aneh, karena mengetahui bahwa di antara tanda-tanda kebenaran itu ialah, apabila seseorang telah mengetahui sesuatu itu benar, tentu dia tidak akan meninggalkannya.

Hal ini dapat dipahami dari pernyataan Heraklius, Kaisar Rumawi kepada Abu Sufyan ketika dia menanyakan kepadanya tentang keadaan Muhammad, yaitu ketika Nabi Muhammad saw menyeru Heraklius dengan suratnya untuk masuk Islam, “Adakah orang yang keluar dari agamanya setelah ia memeluknya?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak ada.”

Ayat ini memperingatkan Nabi Muhammad akan tipu daya Ahli Kitab dan memberitahukan siasat mereka, agar tipu daya itu tidak mempengaruhi hati orang mukmin yang masih lemah. Peringatan ini berguna untuk menggagalkan usaha mereka; sebab apabila latar belakang dari tipu daya mereka telah diketahui, tentulah usaha mereka tidak akan berhasil. Ayat ini sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw, karena mengandung berita gaib yang membukakan rahasia niat busuk orang Yahudi.

Ayat 73

Allah mengungkapkan adanya perkataan pemimpin-pemimpin Yahudi yang melarang kaumnya menyatakan kepercayaan mereka kepada orang lain yang bukan Yahudi, bahwa kenabian itu boleh saja diberi oleh Allah kepada orang lain, selain orang-orang Yahudi. Sebab jika hal itu dikatakan kepada umat Islam tentu umat Islam akan menjadikannya alasan untuk menguatkan kerasulan Muhammad, yang diutus oleh Allah dari kalangan orang Arab, bukan dari kalangan orang Yahudi.

Sikap semacam itu timbul karena orang-orang Yahudi itu memang mengetahui bahwa Allah dapat mengutus seorang rasul, biarpun tidak dari kalangan bangsa Yahudi, tetapi mereka mengingkari kenabian Muhammad adalah karena kesombongan dan kedengkian mereka.

Sesungguhnya petunjuk yang baru diikuti itu ialah petunjuk Allah. Maksudnya bahwa petunjuk itu tidak hanya untuk satu bangsa tertentu di antara hamba-hamba-Nya. Petunjuk itu disampaikan melalui nabi-nabi yang diangkat oleh Allah sesuai dengan kehendak-Nya.

Oleh sebab itu orang yang diberi petunjuk oleh Allah swt, ia tidak akan sesat dan tidak ada seorang pun yang sanggup menyesatkannya. Maka tipu daya Ahli Kitab tidak akan memberi pengaruh sedikit pun kepada orang Muslim dan tidak ada yang dapat menghalangi kehendak Allah terhadap nabi-nabi-Nya.

Kerasulan itu adalah karunia dari Tuhan yang berada di dalam kekuasaan-Nya secara mutlak. Allah Maha Pemberi dan Maha Mengetahui, siapa saja yang berhak mendapatkan karunia-Nya. Maka Allah akan memberikan karunia-Nya kepada orang yang berhak menerimanya. Dalam pernyataan ini terdapat peringatan bahwa orang-orang Yahudi. telah mempersempit pengertian tentang karunia Tuhan Yang Mahaluas.

Karunia Allah sangat luas dan rahmat-Nya diberikan secara merata menurut kehendak-Nya. Ini merupakan bantahan terhadap tuduhan Ahli Kitab yang mengatakan bahwa kenabian dan kerasulan itu hanya bagi orang-orang Bani Israil saja.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa Allah mempunyai hak mutlak untuk mengutus nabi dan rasul sesuai dengan keadilan dan rahmat-Nya.

(Tafsir Kemenag)

Maqdis
Maqdis
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pegiat literasi di CRIS Foundation.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...