Alam raya ini diciptakan oleh Allah dengan berbagai jenis makhluk hidup, baik dari makhluk yang berjasad seperti manusia, maupun yang tak kasat mata seperti jin. Perihal makhluk jin memang seringkali akrab dalam pembahasan manusia meski ia bukan berasal dari golongannya. Banyak orang yang mengidentikkan makhluk ini dengan syetan maupun iblis. Namun, makhluk yang disebut jin ini ternyata telah banyak dibahas oleh Al-Quran. Setidaknya diitemukan lima padanan kata yang sering digunakan Al-Quran untuk menunjuk makhluk halus dari kalangan jin yaitu jin, jaann, jinnah, iblis, syaithan. Sebagaimana makhluk Allah lainnya, penciptaan jin tersebut di dunia ini juga memiliki tujuan tersendiri. Tulisan ini akan mengungkap jin dalam Al-Quran.
Definisi jin dalam Al-Quran
Dalam buku Mengenal Malaikat dalam Al-Quran, Quraish Shihab cukup rinci menerangkan istilah akar kata jin, yang pada maknanya adalah yang tersembunyi dan tertutup. Semantik kata yang sama dengan jin menurut Quraish Shihab di antaranya adalah majnun (manusia yang tertutup akalnya), janin (bayi yang masih dalam kandungan, karena tertutup oleh perut ibu), al-junnah (tameng, ia menutupi seseorang dari gangguan), junnah (orang munafik yang menjadikan sumpah untuk menutupi kesalahan dan menghindarkan dari kecaman dan sanksi), kemudian janin (kalbu manusia, karena ia dan isi hati tertutup dari pandangan dan pengetahuan).
Al-Isfahany juga turut memberikan keterangan bahwa definisi jin secara etimologi berasal dari lafadz “janna” dalam surah Al-An’am ayat 76. Melalui bukunya Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Quran Al-Isfahany menafsirkan lafazd jin dalam ayat tersebut bermakna sebagian ruh yang tertutup bagi panca indera, di antara mereka ada yang baik dan ada pula yang jahat. Mereka ini adalah makhluk yang tidak terlihat dan diciptakan terlebih dulu sebelum manusia sebagaimana tersebut dalam surah Al-Hijr ayat 27:
Baca juga: Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 14-16: Asal Mula Penciptaan Manusia dan Jin
وَٱلْجَآنَّ خَلَقْنَٰهُ مِن قَبْلُ مِن نَّارِ ٱلسَّمُومِ
“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.”
Mengenai ayat ini Jauhari dalam Tafsir Al-Jawahir berpendapat bahwa kata jaann dalam ayat tersebut adalah sekelompok jin yang telah ada sebelum Nabi Adam diciptakan. Hal ini dikukuhkan oleh kebiasaan Al-Quran yang memperhadapkan lafadz “insi” yang berarti kumpulan manusia dengan “jaanni” seperti dalam surah Ar-Rahman ayat 39.
Jin, makhluk yang dibebani syariat
Setiap ciptaan Allah pasti mempunyai tujuan atas penciptaan tersebut, termasuk pula makhluk yang bernama jin. Sebagaimana dalam ayat populer yaitu surah Az-Zariyat aat 56 bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk beribadah, atau mengabdi kepada Allah. Mengabdikan diri kepada Allah berarti jin dibebani (mukallaf) hukum syara’ dengan konsekuensi logis, bahwa apabila ia melaksanakan peritah Allah mereka akan diberikan pahala , demikian pula ketika mereka durhaka maka akan mendapat dosa dan akan menerima siksa di akhirat kelak.
Keterangan tugas jin sebagai makhluk yang taklif syariat juga ditegaskan Allah dalam surah Al-An’am ayat 130. Kemudian jika menelisik surah Ar-Rahman, lafadz “fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan” yang berulang sebanyak 26 kali, khitabnya adalah mutsanna yaitu dari kalangan manusia dan juga jin. Memang tidak ada rasul yang diutus dari kalangan jin, namun mereka tetap dapat menerima ajaran yang disampaikan rasul tersebut sebagaimana dalam surah Jin ayat 1-2:
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا . يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا
“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Telah diwahyukan kepadamu bahwasannya: ‘telah mendengarkan mendengarkan sekumpulan jin (akan Al-Quran), lalu mereka berkata ‘Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya, dan sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan kami’.”
Baca juga: Sering Merasa Takut? Baca Ayat Ini Untuk Menangkal Gangguan Jin
Al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Rasulullah mengetahui para jin yang mendengar wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi tidak melalui kesaksian mata. Al-Mawardi dengan mengutip riwayat dari Ibnu Abbas mengasumsikan bahwa jin beriman setelah Al-Quran diturunkan Nabi Muhammad. Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dengan mengutip pendapat Ar-Razi juga memberikan pandangan bahwa jin memahami bahasa manusia. Mereka mendengarkan pembacaan ayat-ayat Al-Quran dari Nabi. Adapun bagaimana cara mendapatkan dan mendengarkan bacaan tersebut memang tidak diterangkan lebih lanjut, dan hanya Allah yang mengetahui.
Jin dan makhluk sejenisnya
Jin sering dicatut namanya ketika menyebut iblis atau syetan. Sebetulnya pencatutan demikian tidak sepenuhnya keliru, namun menggeneralisir jin adalah iblis atau syetan adalah kurang tepat. Jin sendiri sama seperti manusia, ia terklasifikasi menjadi dua sifat yaitu jin muslim dan jin kafir. Pada manusia pun juga terdapat dua sifat, yaitu manusia yang beriman kepada Allah dan manusia yang durhaka kepada Allah.
Adapun iblis terdapat pengertian sendiri. Mufassir seperti Hasbi As-Shiddiqi dalam Tafsir al-Quran al-Majid an-Nur dan At-Thabari dalam Jami’ al-Bayan li Ta’wil al-Quran meyakini pendapat bahwa iblis adalah dari kalangan malaikat. Mengutip Az-Zamakhsyari dan Al-Kawasyi, Hasbi As-Shiddiqi memberikan pandangan bahwa iblis ini adalah jin yang ada di antara beribu-ribu malaikat. At-Thabari memberikan argumentasi bahwa secara bahasa kata jin dapat mencakup malaikat karena ketertutupan dan ketersembunyian malaikat dari jangkauan indra manusia. Dalil lain yaitu dengan adanya perintah sujud para malaikat kepada Adam.
Baca juga: Teladan Kisah Nabi Yusuf: Meminta Jabatan Boleh Asal Mampu Mendatangkan Kebaikan
Pendapat As-Shiddiqi dan At-Thabari tersebut agak rancu mengingat malaikat sendiri tercipta dari nur atau cahaya, sedang iblis dari api. Pendapat dari Quraish Shihab menyatakan bahwa iblis bukan termasuk jenis malaikat. Quraish Shihab juga mengutip pendapat Mutawalli Sya’rawi dalam kitab Syaithan wa al-Insan bahwa kita harus mengenal syetan-syetan dari jenis jin dan syetan-syetan dari jenis manusia. Kedua jenis ini dihimpun oleh sifat yang sama dan tugas yang sama, yaitu membendung kebenaran, mengajak kekufuran, menyebarkan kedurhakaan dan pengrusakan di bumi. Wallahu a’lam[]