BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Yusuf ayat 102-107

Tafsir Surah Yusuf ayat 102-107

Tafsir Surah Yusuf ayat 102-107 mengulas secara singkat kisah Nabi Yusuf yang telah di paparkan pada ayat sebelumnya. Pada Tafsir Surah Yusuf ayat 102-107 khususnya dalam ayat 104 Allah mengingatkan Muhammad saw agar tidak meminta upah kepada siapa pun, sebagai imbalan dari dakwah dan anjurannya supaya mereka taat dan menyembah hanya kepada Allah swt serta meninggalkan agama berhala.

Selain itu Tafsir Surah Yusuf ayat 102-107 khususnya dalam ayat 105 membahas tentang tanda-tanda keesaan Allah SWT. Selengkapnya baca Tafsir Surah Yusuf ayat 102-107 di bawah ini….


Baca Juga Sebelumnya: Tafsir Surah Yusuf ayat 95-101


Ayat 102

Pada ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa kisah Yusuf yang telah dipaparkan di atas termasuk berita gaib. Berita gaib itu diwahyukan kepada Muhammad. Sebelumnya, ia dan umat Islam tidak mengetahuinya. Dia juga tidak mengetahui ketika saudara-saudara Yusuf bersatu dan sepakat untuk membuang Yusuf ke dalam sumur yang dalam, dan ketika mereka mengatur tipu daya dan makarnya. Muhammad saw mengetahui peristiwa yang telah dialami oleh Yusuf itu dengan perantaraan wahyu dari Allah swt. Peristiwa ini merupakan bukti yang nyata atas kebenaran kenabian dan kerasulan Muhammad saw. Bagi orang yang sadar, bukti ini menjadi alasan untuk mempercayai dan membenarkan kerasulan Muhammad saw itu.

Ayat 103

Pada ayat ini, diterangkan bahwa orang-orang yang telah benar-benar kafir dan terus-menerus membangkang, tidak akan beriman bagaimanapun kita mengharap dan menginginkannya, sekalipun telah diberikan alasan-alasan yang nyata dan meyakinkan. Begitu pula halnya dengan kebanyakan orang Quraisy Mekah, sekalipun telah diberikan bukti-bukti yang nyata, mereka tidak akan percaya dan tidak akan membenarkan kenabian dan kerasulan Muhammad saw. Oleh sebab itu, beriman atau tidaknya seseorang setelah menerima dakwah rasul bukan menjadi tanggung jawabnya. Firman Allah swt:

اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima  petunjuk. (al-Qashash/28: 56);

Ayat 104

Pada ayat ini, Allah swt mengingatkan Muhammad saw agar tidak meminta upah kepada siapa pun, sebagai imbalan dari dakwah dan anjurannya supaya mereka taat dan menyembah hanya kepada Allah swt serta meninggalkan agama berhala. Allah yang akan memberikan upah dan pahala atas usahanya itu, karena memang Al-Qur’an diturunkan kepadanya sebagai petunjuk melaksanakan tugasnya sebagai rasul. Al-Qur’an merupakan peringatan dan nasihat untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia yang akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Ayat 105

Pada ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa tidak sedikit tanda-tanda yang menunjukkan keesaan, kesempurnaan, dan kekuasaan-Nya, seperti matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, lautan, tanam-tanaman, dan lain-lain, yang bisa dilihat dan disaksikan sendiri oleh manusia. Akan tetapi, mereka tidak memperhatikannya dan tidak memikir-kan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. Semua itu menunjukkan bahwa Allah swt itu Esa, tiada Tuhan melainkan Dia. Dialah yang menciptakan semua makhluk dengan sempurna dan teratur. Kalaupun ada di antara mereka yang berusaha ingin mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, tetapi mereka lupa kepada Penciptanya. Dengan akalnya, mereka asyik menerapkan ilmunya, mengembangkan dan memanfaatkannya, tetapi jiwa mereka kosong dari mengingat Allah dan tidak beriman kepada-Nya. Ilmu saja, meskipun ada gunanya, tetapi tidak bermanfaat di akhirat kecuali apabila dilandasi iman kepada Allah. Alangkah berbahagianya orang yang dapat menyatukan keduanya. Orang itulah yang akan memperoleh kebaikan di dunia, dan akhirat serta selamat dari azab api neraka kelak.

Ayat 106

Ayat ini menjelaskan keadaan orang-orang Quraisy Mekah. Di samping percaya kepada Allah yang menciptakan segala sesuatu, mereka juga menyekutukan-Nya. Kalau mereka ditanya siapa yang menciptakan semua yang ada di bumi maupun di langit, mereka akan menjawab dengan tegas bahwa yang menciptakan semuanya itu ialah Allah swt sebagai tercantum dalam Al-Qur’an:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ ۗقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ۗبَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, ”Allah.” Katakanlah, ”Segala puji bagi Allah,” tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Luqman/31: 25)

Pengakuan Quraisy Mekah terhadap eksistensi Allah juga diikuti dengan mempersekutukan-Nya. Mereka menyembah berhala dan menjadikan pendeta sebagai tuhan. Bahkan, ada di antara mereka yang mengatakan bahwa Allah itu mempunyai anak. Mahasuci Allah swt dari apa yang dituduhkan itu. Menyekutukan Allah itu adalah dosa yang paling besar. Ibnu Mas’ud pernah bertanya kepada Nabi Muhammad saw tentang dosa yang paling besar. Nabi saw menjawab:

أَنْ تَجْعَلَ ِللهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ (رواه البخاري و مسلم عن ابن مسعود)

Bahwa kamu jadikan sekutu bagi Allah swt padahal Dialah yang menciptakanmu. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)

Ayat 107

Dalam ayat ini, Allah mempertanyakan apakah orang-orang yang mengakui Allah swt sebagai Penciptanya tetapi juga menyekutukan-Nya dengan mengadakan sembahan-sembahan selain-Nya, merasa aman dari azab yang akan menimpa mereka secara tiba-tiba. Apakah mereka merasa aman tidak akan menemui kematian secara mendadak dan tidak pernah diduga sebelumnya? Sekali-kali tidak! Sewaktu-waktu Allah swt dapat saja menimpakan azab kepada mereka, begitu juga Allah swt dapat memerintah-kan Malaikat Izrail untuk mencabut nyawanya secara mendadak tanpa diduga sebelumnya apabila Allah menghendaki. Allah swt Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki, sebagaimana firman-Nya:

 اِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ

Sungguh, Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. (Hud/11: 107)

Sejalan dengan ayat 107 ini, firman Allah swt:

اَفَاَمِنَ الَّذِيْنَ مَكَرُوا السَّيِّاٰتِ اَنْ يَّخْسِفَ اللّٰهُ بِهِمُ الْاَرْضَ اَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لَا يَشْعُرُوْنَۙ  ٤٥  اَوْ يَأْخُذَهُمْ فِيْ تَقَلُّبِهِمْ فَمَا هُمْ بِمُعْجِزِيْنَۙ  ٤٦  اَوْ يَأْخُذَهُمْ عَلٰى تَخَوُّفٍۗ فَاِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ   ٤٧

Maka apakah orang yang membuat tipu daya yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) dibenamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau (terhadap) datangnya siksa kepada mereka dari arah yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka pada waktu mereka dalam perjalanan; sehingga mereka tidak berdaya menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengasih, Maha Penyayang. (an-Nahl/16: 45-47)

Di antara hikmah disembunyikannya waktu kedatangan azab yang seolah-olah dengan tiba-tiba atau pencabutan nyawa oleh Izrail secara mendadak, ialah supaya mereka selalu siap siaga akan datangnya ajal. Dengan demikian, mereka selalu patuh dan taat dalam melaksanakan ibadah serta tidak melakukan maksiat. Mereka sadar hanya kepada Allah swt  manusia menyembah dan tidak menyekutukan-Nya sedikit pun.

(Tafsir Kemenag)


Baca Selanjutnya: Tafsir Surah Yusuf ayat 109-111

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...