BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al-Qasas ayat 23-28

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 23-28

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 23-28 mengisahkan perjalanan Nabi Musa ke kota Madyan dan pertemuannya dengan dua gadis yang menahan tali kambingnya untuk mengambil air di sebuah sumber mata air Kota Madyan.

Dalam Tafsir Surah Al-Qasas ayat 23-28 juga diriwayatkan bahwa Nabi Musa akhirnya menikahi perempuan tersebut.

Selengkapnya baca Tafsir Surah Al-Qasas 23-28….


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ayat 23-28

Pada ayat ini dijelaskan bahwa pada akhirnya sampailah Musa ke sebuah sumber mata air di kota Madyan. Dilihatnya di sana orang-orang sedang ramai berdesak-desakan mengambil air dan memberi minum binatang ternak mereka. Di tempat yang agak rendah, tampak olehnya dua orang gadis memegang dan menahan tali kambingnya yang selalu hendak maju ke arah orang-orang yang mengambil air karena sudah sangat haus.

Melihat hal itu, timbullah rasa kasihan dalam hati Musa, lalu ia dekati kedua gadis itu hendak menanyakan mengapa tidak ikut bersama orang banyak mengambil air dan memberi minum kambing mereka. Keduanya menjawab, “Kami tidak dapat mengambil air kecuali orang-orang itu semuanya telah selesai mengambilnya, karena kami tidak kuat berebut dan berdesak-desakan dengan orang banyak.

Bapak kami sudah sangat tua, sehingga tidak sanggup datang ke mari untuk mengambil air. Itulah sebabnya kami terpaksa menunggu orang-orang itu pergi dan kami hanya dapat mengambil air, jika ada sisa-sisa air yang ditinggalkan mereka.”

Ayat 24

Dengan cepat Musa mengambil air untuk kedua gadis itu agar memberi minum kambing mereka. Karena kelelahan, ia berlindung di bawah sebatang pohon sambil merasakan lapar dan haus karena sudah beberapa hari tidak makan kecuali daun-daunan. Musa berdoa kepada Allah karena ia sangat membutuhkan rahmat dan kasih sayang-Nya, untuk melenyapkan penderitaan yang dialaminya.

Ayat 25

Pada ayat ini dijelaskan bagaimana akhir penderitaan yang dialami Musa dengan dikabulkan doanya oleh Allah. Tak disangka-sangka, datanglah salah seorang dari kedua gadis itu dengan agak malu-malu dan berkata kepada Musa bahwa ayahnya mengundang Musa datang ke rumahnya untuk sekadar membalas budi baik Musa yang telah menolong mereka mengambil air minum dan memberi minum binatang ternak mereka.

Musa dapat memahami bahwa kedua gadis itu berasal dari keluarga orang baik-baik, karena melihat sikapnya yang sopan dan di waktu datang kepadanya dan mendengar bahwa yang mengundang datang ke rumahnya itu bukan dia sendiri melainkan ayahnya. Kalau gadis itu sendiri yang mengundang, mungkin timbul kesan yang tidak baik terhadapnya.

Para mufasir berbeda pendapat tentang ayah gadis itu apakah dia Nabi Syuaib atau bukan. Sebagian ulama berpendapat bahwa ayah kedua gadis itu adalah seorang pemuka agama yang saleh dan telah berusia lanjut. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa ayah wanita itu adalah Nabi Syuaib tidak bisa diterima karena Nabi Syuaib hidup jauh sebelum Nabi Musa.

Akhirnya berangkatlah Musa bersama gadis itu ke rumah orang tua mereka. Setelah sampai, Musa menceritakan kepada orang tua gadis itu riwayat hidupnya bersama Fir’aun, bagaimana kesombongan dan penghinaannya terhadap Bani Israil, sampai kepada keputusan dan perintah untuk membunuhnya, sehingga ia lari dari Mesir karena takut dibunuh. Orang tua itu mendengarkan cerita Musa dengan penuh perhatian.

Setelah Musa selesai bercerita, orang tua itu berkata kepadanya, “Engkau tidak perlu merasa takut dan khawatir karena engkau telah lepas dari kekuasaan orang-orang zalim itu. Mereka tidak akan dapat menangkapmu, karena engkau telah berada di luar batas kerajaan mereka.” Dengan demikian, hati Musa merasa tenteram karena ia sudah mendapat perlindungan di rumah seorang pemuka agama yang besar pengaruhnya di kawasan tersebut.

Ayat 26

Rupanya orang tua itu tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak pula mempunyai pembantu. Oleh sebab itu, yang mengurus semua urusan keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja, sampai keduanya terpaksa menggembala kambing mereka, di samping mengurus rumah tangga. Terpikir oleh salah seorang putri itu untuk meminta tolong kepada Musa yang tampaknya amat baik sikap dan budi pekertinya dan kuat tenaganya menjadi pembantu di rumah ini.

Putri itu mengusulkan kepada bapaknya agar mengangkat Musa sebagai pembantu mereka untuk menggembala kambing, mengambil air, dan sebagainya karena dia seorang yang jujur, dapat dipercaya, dan kuat tenaganya. Usul itu berkenan di hati bapaknya, bahkan bukan hanya ingin mengangkatnya sebagai pembantu, malah ia hendak mengawinkan salah satu putrinya dengan Musa.

Ayat 27

Dengan segera orang tua itu mengajak Musa berbincang. Dengan terus terang dia mengatakan keinginannya untuk mengawinkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai mahar perkawinan ini, Musa harus bekerja menggembalakan kambing selama delapan tahun, kalau Musa menyanggupi  bekerja sepuluh tahun maka itu lebih baik.

Ini adalah tawaran yang amat simpatik dan amat melegakan hati Musa, sebagai seorang pelarian yang ingin menghindarkan diri dari maut, seorang yang belum yakin akan masa depannya, apakah ia akan terlunta-lunta di negeri orang, karena tidak tentu arah yang akan ditujunya. Apalagi yang lebih berharga dan lebih membahagiakan dari tawaran itu? Tanpa ragu-ragu Musa telah menetapkan dalam hatinya untuk menerima tawaran tersebut.

Para ulama mengambil dalil dengan ayat ini bahwa seorang bapak boleh meminta seorang laki-laki untuk menjadi suami putrinya. Hal ini banyak terjadi di masa Rasulullah saw, bahkan ada di antara wanita yang menawarkan dirinya supaya dikawini oleh Rasulullah saw atau supaya beliau mengawinkan mereka dengan siapa yang diinginkannya.

Umar pernah menawarkan anaknya Haf¡ah (yang sudah janda) kepada Abu Bakar tetapi Abu Bakar hanya diam. Kemudian ditawarkan kepada ‘U£man, tetapi ‘U£man meminta maaf karena keberatan. Hal ini diberitahukan Abu Bakar kepada Nabi. Beliau pun menenteramkan hatinya dengan mengatakan, “Semoga Allah akan memberikan kepada Haf¡ah orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan ‘Utsman.” Kemudian Haf¡ah dikawini oleh Rasulullah.

Ayat 28

Musa menerima tawaran itu dan berjanji kepada orang tua kedua gadis itu bahwa dia akan memenuhi syarat-syarat yang disepakati dan akan memenuhi salah satu dari dua masa yang ditawarkan, yaitu delapan atau sepuluh tahun. Sesudah itu tidak ada kewajiban lagi yang harus dibebankan kepadanya. Musa juga menyatakan bahwa Allah yang menjadi saksi atas kebenaran apa yang telah diikrarkan bersama.

(Tafsir Kemenag)


Baca Selanjutnya: Tafsir Surah Al-Qasas ayat 29-34


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...