BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al-Nisa’ Ayat 58-61

Tafsir Surat Al-Nisa’ Ayat 58-61

Ayat 58

Ayat ini memerintahkan agar menyampaikan “amanat” kepada yang berhak. Pengertian “amanat” dalam ayat ini, ialah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata “amanat” dengan pengertian ini sangat luas, meliputi “amanat” Allah kepada hamba-Nya, amanat seseorang kepada sesamanya dan terhadap dirinya sendiri.

Amanat Allah terhadap hamba-Nya yang harus dilaksanakan antara lain: melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semua nikmat Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya.

Amanat seseorang terhadap sesamanya yang harus dilaksanakan antara lain: mengembalikan titipan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apa pun, tidak menipunya, memelihara rahasia dan lain sebagainya dan termasuk juga di dalamnya ialah:

  1. Sifat adil penguasa terhadap rakyat dalam bidang apa pun dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain di dalam pelaksanaan hukum, sekalipun terhadap keluarga dan anak sendiri, sebagaimana ditegaskan Allah dalam ayat ini.

وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ

… Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil…. (an-Nisa’/4:58)

Dalam hal ini cukuplah Nabi Muhammad saw menjadi contoh. Di dalam satu pernyataannya beliau bersabda:

لَوْ سَرَقَتْ فَاطِمَةُ بِنْـتُ مُحَمَّدٍ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

(رواه الشيخان عن عائشة)

 Andaikata Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya saya potong tangannya” (Riwayat asy-Syaikhan dari ‘Aisyah)

  1. Sifat adil ulama (yaitu orang yang berilmu pengetahuan) terhadap orang awam, seperti menanamkan ke dalam hati mereka akidah yang benar, membimbingnya kepada amal yang bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat, memberikan pendidikan yang baik, menganjurkan usaha yang halal, memberikan nasihat-nasihat yang menambah kuat imannya, menyelamatkan dari perbuatan dosa dan maksiat, membangkitkan semangat untuk berbuat baik dan melakukan kebajikan, mengeluarkan fatwa yang berguna dan bermanfaat di dalam melaksanakan syariat dan ketentuan Allah.
  2. Sifat adil seorang suami terhadap istrinya, begitu pun sebaliknya, seperti melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain, tidak membeberkan rahasia pihak yang lain, terutama rahasia khusus antara keduanya yang tidak baik diketahui orang lain.

Amanat seseorang terhadap dirinya sendiri; seperti berbuat sesuatu yang menguntungkan dan bermanfaat bagi dirinya dalam soal dunia dan agamanya. Janganlah ia membuat hal-hal yang membahayakannya di dunia dan akhirat, dan lain sebagainya.

Ajaran yang sangat baik ini yaitu melaksanakan amanah dan hukum dengan seadil-adilnya, jangan sekali-kali diabaikan, tetapi hendaklah diindahkan, diperhatikan dan diterapkan dalam hidup dan kehidupan kita, untuk dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Ayat 59

Ayat ini memerintahkan agar kaum Muslimin taat dan patuh kepada-Nya, kepada rasul-Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka agar tercipta kemaslahatan umum. Untuk kesempurnaan pelaksanaan amanat dan hukum sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, hendaklah kaum Muslimin:

1. Taat dan patuh kepada perintah Allah dengan mengamalkan isi Kitab suci Alquran, melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya, sekalipun dirasa berat, tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak pribadi. Sebenarnya segala yang diperintahkan Allah itu mengandung maslahat dan apa yang dilarang-Nya mengandung mudarat.

2. Melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah saw pembawa amanat dari Allah untuk dilaksanakan oleh segenap hamba-Nya. Dia ditugaskan untuk menjelaskan kepada manusia isi Alquran. Allah berfirman:

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ

“… Dan Kami turunkan Az-Zikr (Alquran) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka ….” (an-Nahl/16:44)

3. Patuh kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ulil amri yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan di antara mereka. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka kaum Muslimin berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan Kitab Alquran dan hadis. Kalau tidak demikian halnya, maka kita tidak wajib melaksanakannya, bahkan wajib menentangnya, karena tidak dibenarkan seseorang itu taat dan patuh kepada sesuatu yang merupakan dosa dan maksiat pada Allah.

Nabi Muhammad saw bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ (رواه أحمد)

 Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan maksiat kepada Khalik (Allah swt).  (Riwayat Ahmad)

4. Kalau ada sesuatu yang diperselisihkan dan tidak tercapai kata sepakat, maka wajib dikembalikan kepada Alquran dan hadis. Kalau tidak terdapat di dalamnya haruslah disesuaikan dengan (dikiaskan kepada) hal-hal yang ada persamaan dan persesuaiannya di dalam Alquran dan sunah Rasulullah saw.

Tentunya yang dapat melakukan kias seperti yang dimaksud di atas ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan, mengetahui dan memahami isi Alquran dan sunah Rasul. Demikianlah hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhirat.

Ayat 60

Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw agar memperhatikan sikap dan tingkah laku orang-orang yang telah mengaku dirinya beriman kepada Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah saw dan kepada kitab-kitab suci lainnya yang diturunkan kepada nabi dan rasul sebelumnya. Orang-orang yang mengaku beriman ini telah berbuat sesuatu yang berlawanan dengan pengakuan keimanan yang mereka ucapkan.

Andaikata mereka benar-benar beriman kepada Muhammad sebagaimana diucapkan dengan mulut mereka, tentu mereka mau bertahkim kepadanya untuk menyelesaikan persengketaan yang terjadi di antara mereka, dan tidak akan mau bertahkim kepada Tagut yaitu orang yang banyak bergelimang dalam kejahatan dan kesesatan.

Yang dimaksud dengan Tagut di sini ialah Ka’ab bin al-Asyraf, seorang Yahudi yang selalu memusuhi Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin. Ada yang mengatakan yang dimaksud Tagut di sini ialah Abu Barzah al-Aslami seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk juga di sini berhala-berhala dan setiap orang yang membuat dan menetapkan hukum secara tidak benar. Demikianlah mereka telah disesatkan oleh setan dengan penyesatan yang sangat jauh.

Ayat 61

Dalam ayat ini dijelaskan tentang sikap dan tingkah laku orang-orang yang mengaku beriman di mulut dan membangkang di hati. Jika diajak beramal atau menjalankan apa yang diturunkan Allah dalam Alquran dan menerima hukum dari Rasulullah. Mereka tetap berpaling dan menghalangi manusia menerima hukum tersebut dengan segala macam jalan dan alasan, padahal hukum Allah dan Rasul itu adalah hukum yang benar dan adil. Yang mendorong mereka bersikap demikian hanyalah semata-mata karena memperturutkan hawa nafsu saja.

(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...