BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Yunus Ayat 95-101

Tafsir Surah Yunus Ayat 95-101

Tafsir Surah Yunus Ayat 95-101 berbicara mengenai prinsip yang harus dipegang oleh orang-orang mukmin. Salah satu prinsip yang harus ditanamkan adalah tidak mendustakan ayat-ayat Allah Swt.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Yunus Ayat 91-94


Selain itu Tafsir Surah Yunus Ayat 95-101 ini juga memaparkan tentang prinsip untuk selalu percaya dan memasrahkan diri kepada Allah Swt, karena hanya Dia yang menguasai jagat raya beserta isinya. Tidak ada satupun yang bisa mengintervensiNya.

Ayat 95

Allah menegaskan lagi agar Muhammad dan kaum Muslimin jangan termasuk golongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani itu, karena perbuatan tersebut akan menimbulkan kerugian besar bagi orang yang melakukannya di dunia dan di akhirat.

Ayat 96

Ayat ini menerangkan bahwa bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah berlaku ketetapan-ketetapan Allah, yaitu mengazab mereka dengan azab yang pedih di akhirat nanti. Iman mereka tidak dapat diharapkan lagi, karena hati mereka telah tertutup dan terkunci mati, tidak bisa menerima petunjuk Ilahi, sehingga mereka tetap dalam kekafiran dan perbuatan dosa.

Ayat 97

Orang-orang yang terkunci hatinya itu tidak akan beriman, walaupun kepada mereka dikemukakan berbagai macam bukti dan tanda-tanda kekuasaan dan keesaaan Allah. Mereka baru akan beriman setelah dimasukkan ke dalam neraka, disaat merasakan azab yang pedih. Tetapi iman mereka itu tidak diterima lagi, karena pintu tobat disaat itu telah tertutup.

Ayat 98

Ayat ini menerangkan bahwa sikap yang paling baik dilakukan oleh suatu kaum ialah bila seorang rasul menyeru kepada mereka untuk beriman kepada Allah dengan mengemukakan bukti-bukti kebenaran seruannya, lalu mereka berkenan menyambut seruan rasul itu dengan beriman dan melaksanakan risalah yang dibawanya.

Iman yang seperti itu adalah iman yang bermanfaat dan menguntungkan, karena itu dilakukan di saat seseorang dalam keadaan mampu memikul beban yang dipikulkan Allah kepadanya (taklif).

Iman itu tidak berfaedah bagi seseorang bila dia dalam keadaan tidak taklif, seperti iman Fir’aun di saat ia akan tenggelam di tengah lautan dan seperti iman orang-orang kafir di saat mereka diazab dalam neraka. Iman di saat itu tidak diterima lagi.

Kaum Nabi Yunus adalah kaum yang beriman dalam keadaan taklif, sehingga iman itu berfaedah bagi mereka. Nabi Yunus diutus kepada penduduk kota Nainawa (Ninive), untuk menyampaikan agama Allah, tetapi mereka mengingkari seruan itu.

Yunus menerangkan kepada mereka bahwa jika mereka tidak juga beriman, Allah akan menurunkan azab kepada mereka setelah tiga hari. Pada hari ketiga, Yunus menghindar dari negeri itu.

Pada pagi hari yang dijanjikan itu, mereka melihat tanda akan kedatangan azab itu. Oleh karena itu, mereka mencari Yunus, tetapi Yunus tidak mereka temui. Lalu mereka berkumpul bersama keluarga dan binatang ternak mereka di tengah lapang memohon kepada Allah agar azab yang dijanjikan itu tidak ditimpakan kepada mereka dan mereka menyatakan iman kepada-Nya.

Allah menerima tobat mereka dan membatalkan penurunan azab kepada mereka. Kemudian Allah memberikan kepada mereka kesenangan hidup sampai akhir hayat mereka, sebagai balasan dari keimanan mereka.


Baca juga: Kajian Semantik Andad Allah (Tandingan Allah) dalam Al-Quran


Ayat 99

Ayat ini menerangkan bahwa jika Allah berkehendak agar seluruh manusia beriman kepada-Nya, maka hal itu akan terlaksana, karena untuk melakukan yang demikian adalah mudah bagi-Nya. Tetapi Dia tidak menghendaki yang demikian.

Dia berkehendak melaksanakan Sunnah-Nya di alam ciptaan-Nya ini. Tidak seorangpun yang dapat mengubah Sunnah-Nya itu kecuali jika Dia sendiri yang menghendakinya. Di antara Sunnah-Nya ialah memberi manusia akal, pikiran, dan perasaan yang membedakannya dengan malaikat dan makhluk-makhluk yang lain.

Dengan akal, pikiran, dan perasaan, manusia menjadi makhluk yang berbudaya, dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, baik untuk dirinya, untuk orang lain maupun untuk alam semesta ini.

Kemudian amal perbuatan manusia diberi balasan sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya itu; perbuatan baik dibalas dengan pahala dan perbuatan jahat dan buruk dibalas dengan siksa.

Di samping itu, Allah mengutus para rasul untuk menyampaikan agama-Nya yang menerangkan kepada manusia mana yang baik dilakukan dan mana yang terlarang dilakukan.

Manusia dengan akal, pikiran, dan perasaan yang dianugerahkan Allah kepadanya dapat menilai apa yang disampaikan para rasul. Tidak ada paksaan bagi manusia dalam menentukan pilihannya, baik atau buruk. Dan manusia akan dihukum berdasarkan pilihannya itu.


Baca juga: Wa An-Najm Idha Hawa: Demi Bintang, Demi Muhammad, Demi Al-Quran


Ayat 100

Segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah. Tidak ada sesuatupun yang terjadi di luar kehendak-Nya.

Allah menunjuki dan memudahkan seseorang beriman, bila orang itu mau memahami dan mengamalkan ayat-ayat yang telah disampaikan kepada para rasul-Nya dan Dia memandang hina dan mengazab setiap orang yang tidak mau memahami dan mengamalkan ayat-ayat-Nya karena hal itu berarti mereka menampik ajakan rasul untuk mengikuti jalan yang lurus yang telah dibentangkannya.

Ayat 101

Dalam ayat ini Allah menjelaskan perintah-Nya kepada Rasul-Nya, agar dia menyeru kaumnya untuk memperhatikan dengan mata kepala dan akal mereka segala kejadian di langit dan di bumi.

Mereka diperintahkan agar merenungkan keajaiban langit yang penuh dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan, keindahan pergantian malam dan siang, air hujan yang turun ke bumi, menghidupkan bumi yang mati, dan menumbuhkan tanam-tanaman dan pohon-pohonan dengan buah-buahan yang beraneka warna rasanya.

Hewan-hewan dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam hidup di bumi, memberi manfaat yang tidak sedikit bagi manusia. Demikian pula keadaan bumi itu sendiri yang terdiri dari gurun pasir, lembah yang luas, dataran yang subur, samudera yang penuh dengan ikan berbagai jenis, kesemuanya itu tanda keesaan dan kekuasaan Allah, bagi orang yang mau berfikir dan yakin kepada Penciptanya.

Akan tetapi bagi mereka yang tidak percaya akan adanya Pencipta alam ini, karena fitrah insaniahnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka kesemua tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah dalam alam ini tidak bermanfaat baginya.

Demikian pula peringatan nabi-nabi kepada mereka tidak mempengaruhi jiwa mereka. Akal dan perasaan mereka tidak mampu mengambil pelajaran dari ayat Allah dan tidak membawa mereka pada keyakinan adanya Allah Yang Maha Esa.

Mereka tidak memperoleh pelajaran dari Sunnah Allah pada umat manusia di masa lampau. Sekiranya mereka memperoleh pelajaran dari pada ayat-ayat Allah itu dan dari Sunnah Allah pada umat manusia, tentulah jiwa mereka bersih dan terpelihara dari kotoran dan najis yang mendorong mereka kepada kekafiran dan kesesatan.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Yunus Ayat 102-106


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...