Beranda blog Halaman 325

Tafsir Surah Yasin Ayat 78-79; Membangkitkan Lebih Mudah dari Menciptakan

0
surah Yasin ayat 78-79
surah Yasin ayat 78-79

Tulisan ini melanjutkan tulisan sebelumnya mengenai jawaban Allah Swt atas orang-orang yang mengingkari Hari Kebangkitan. Betapa ironis mereka yang melupakan penciptaannya, lalu mempertanyakan kekuasaan Allah membangkitkan tubuh yang telah hancur. Padahal membangkitkan ‘lebih mudah’ dibandingkan menciptakan pertama kali. Lebih lanjut, berikut tafsir surah Yasin ayat 78-79:

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ ۖ قَالَ مَن يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ

قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ

Dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan kejadiannya. Dia berkata; “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?”

Katakanlah; “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.

Baca Juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 77: Allah Berkuasa untuk Membangkikan Tulang yang Berserakan

Disebutkan dalam Tafsir at-Tabari, Qatadah telah menceritakan bahwa Ubay bin Khalaf datang ke hadapan Nabi Muhammad saw. Ia datang seraya membawa seonggok tulang lalu meremukkannya. Kemudian ia bertanya; “Wahai Muhammad, siapa yang akan menghidupkan tulang yang telah hancur ini?”

Nabi pun menjawab; “Allah yang akan menghidupkannya. Ia juga yang akan membunuhmu,  membangkitkanmu, lalu memasukkanmu ke neraka.” Selang beberapa saat, ayat ini turun sebagai respons atas kejadian tersebut. Sebagai informasi tambahan, Ubay kelak akan terbunuh di tangan Nabi Muhammad sendiri ketika perang Uhud sedang berkecamuk.

Quraish Shihab menjelaskan, kata ramim (رميم) di ujung ayat 78 berasal dari kata ramama (رمم) yang berarti lapuk atau hancur. Ini merujuk pada tulang yang telah diremukkan oleh Ubay bin Khalaf di hadapan Nabi sebagaimana yang disebutkan dalam sabab nuzul di atas.

Orang kafir itu, kata Hamka, telah membuat perumpamaan bagi Allah. Ia seakan-akan menyamakan perkara Allah dengan dirinya. Manusia biasa memang tidak mungkin bisa menghidupkan kembali tulang yang telah hancur, namun Allah Yang Maha Kuasa berbeda. Ia mampu melakukannya, bahkan yang lebih ‘sulit’ daripada itu, yaitu menciptakan manusia dari setetes air mani.

Penciptaan manusia dari mani ialah penciptaan yang pertama kali atau permulaan sebagaimana makna implisit dari kata “insya’” yang dibarengi dengan keterangan “awwala marrah”. Demikian penafsiran dari At-Tabataba’i.

Allah Swt yang kuasa mewujudkan sesuatu untuk pertama kalinya, tentulah kuasa pula mewujudkannya untuk yang kedua kalinya, karena telah pernah ada bahannya. Meskipun demikian, menurut Quraish, tidak ada istilah “lebih mudah” maupun “lebih sulit” bagi Allah Swt.

Selain Maha Kuasa, Allah Swt juga Maha Mengetahui akan ciptaannya. Kutipan akhir ayat 79 itu mengisyaratkan bahwa Allah tidak pernah lupa akan sesuatu yang telah Ia ciptakan sebelumnya. Oleh karena itu penciptaan yang kedua kalinya tidaklah susah bagi Allah Swt.

Al-Bantani menjelaskan bahwa Allah Swt mengetahui dengan pasti seandainya anggota tubuh seseorang telah terpisah dari tubuhnya. Allah mengetahuinya meski bagian-bagian tubuh tersebut tercerai berai di berbagai belahan bumi atau telah berada di dalam perut binatang buas.

Allah akan mengembalikan bentuk tubuhnya hingga utuh seperti sedia kala. Mengumpulkannya menjadi satu kesatuan, lalu meniupkan kembali ruhnya pada tubuh tersebut.

Mengenai hal ini, az-Zuhaili mengaitkannya dengan teori yang dicetuskan Lavoisier. Teori tersebut berbunyi bahwa tidak ditemukan sesuatu dari ketiadaan dan sesuatu yang ada tidak akan menjadi tiada. Semua benda di dunia ini hanya bertransformasi dari satu bentuk ke bentuk yang lain.

Selanjutnya az-Zuhaili menjelaskan bahwa dua ayat di atas dan ayat-ayat seterusnya ialah bagian terakhir dari kandungan surah Yasin. Bagian sebelumnya membincang berbagai bukti kekuasaan Allah Swt, keharusan taat dan menyembahnya, serta penegasan akan kebatilan syirik padanya. Adapun bagian ini bertemakan jawaban Allah Swt atas syubhat para pengingkar Hari Kebangkitan.

Jawaban tersebut berupa tiga argumen utama; Pertama, bahwa mengulang penciptaan sama seperti memulai penciptaan, bahkan lebih mudah. Kedua, kuasa Allah Swt menciptakan api dari pohon yang berwarna hijau dan berisi unsur air. Ketiga, ada penciptaan yang lebih jauh hebat daripada manusia, yaitu penciptaan langit dan bumi. Untuk dua argumen terakhir akan dibahas pada pembahasan berikutnya.

Baca Juga: Tafsir Surah Yasin ayat 76: Cara Allah Swt Mengobati Kesedihan Nabi

Kesimpulan dari tafsir surah Yasin ayat 78-79 di atas adalah bahwa Allah Swt Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui. Mudah saja baginya menciptakan maupun membangkitkan makhluknya kembali.

Selain itu, kita juga diperingatkan untuk selalu melakukan tadabbur dan introspeksi diri karena hal itu dapat meningkatkan keimanan kita. Nabi bersabda; “Man arafa nafsah faqad arafa rabbah.” Artinya; “Siapa yang mengenal dirinya, maka ia telah mengenal Tuhannya.” Wallahu a’lam.

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 75-76

0
Tafsir Surah Al Qashash
Tafsir Surah Al Qashash

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 75-76 ini menjelaskan bahwa pada hari kiamat Allah akan mendatangkan saksi-saksi atas tiap umat. Pada hari itu semua orang musyrik akan tersadar akan kesesatannya. Tafsir Surah Al-Qasas ayat 75-76 juga menyatakan bahwa harta benda serta kesombongan tidak akan menyelamatkan dari hari kiamat.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Qasas ayat 72-74


Ayat 75

Allah menerangkan bahwa di hari Kiamat Dia akan mendatangkan saksi atas tiap-tiap umat. Tiap rasul akan menjadi saksi atas umatnya masing-masing, sampai di mana sambutan dan penerimaan umatnya itu kepada agama yang dibawanya dari Allah. Nabi Muhammad pun akan menjadi saksi pada umatnya nanti di hari Kiamat, sebagaimana firman Allah:

فَكَيْفَ اِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ اُمَّةٍۢ بِشَهِيْدٍ وَّجِئْنَا بِكَ عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ شَهِيْدًاۗ

Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka. (an-Nisa’/4: 41)

Orang-orang musyrik di hari Kiamat akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan syiriknya. Mereka juga dimintai keterangan dan alasan-alasan untuk membenarkan perbuatan mereka, yang tentunya mereka tidak dapat mengemukakan satu alasan pun. Pada waktu itulah mereka mengetahui bahwa mereka akan diazab untuk selama-lamanya dalam neraka. Firman Allah:

فَاَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظّٰىۚ ١٤  لَا يَصْلٰىهَآ اِلَّا الْاَشْقَىۙ ١٥ الَّذِيْ كَذَّبَ وَتَوَلّٰىۗ  ١٦

Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala, yang hanya dimasuki oleh orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). (al-Lail/92: 14-16)

Pada waktu itu, mereka akan sadar dan yakin bahwa apa yang telah diterangkan Allah melalui nabi-Nya itulah yang benar. Lenyaplah sama sekali dari mereka segala apa yang dahulunya mereka ada-adakan di dunia seperti mendustakan rasul yang diutus kepada mereka, mempersekutukan Allah, dan sebagainya.

Ayat 76

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 75-76 ayat ini menerangkan bahwa Karun termasuk kaum Nabi Musa, dan masih terhitung salah seorang pamannya. Karun juga mempunyai nama lain, yaitu “al-Munawar” (bercahaya) karena wajahnya yang tampan. Ia paling banyak membaca kitab Taurat di antara teman-temannya dari Bani Israil, hanya dia munafik seperti halnya Samiri. Ia berlaku aniaya dan sombong terhadap sesama Bani Israil.

وَلَوْ بَسَطَ اللّٰهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهٖ لَبَغَوْا فِى الْاَرْضِ وَلٰكِنْ يُّنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرٌۢ بَصِيْرٌ

Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat. (asy-Syura/42: 27)

Kekayaan melimpah ruah dan perbendaharaan harta yang banyak yang diberikan Allah kepadanya, sehingga kunci-kunci tidak sanggup dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat karena beratnya, menyebabkan ia sangat bangga, berlaku aniaya, dan sombong terhadap sesamanya serta memandang remeh dan hina mereka. Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa kunci-kunci perbendaharaan harta Karun dapat dibawa oleh empat puluh laki-laki yang kuat.

Sekalipun ia diperingatkan oleh kaumnya agar jangan terlalu mem-banggakan hartanya yang berlimpah-limpah dan kekayaan yang bertumpuk-tumpuk itu, karena Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri, tetapi ia tidak menggubrisnya sama sekali. Ia tetap bangga dan menyombongkan diri. Peringatan dan larangan terlalu gembira dan bangga atas pemberian Allah itu ditegaskan juga dalam ayat lain, sebagaimana firman Nya:

لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. (al-Hadid/57: 23)

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (an-Nisa’/4: 36)

(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 49-52

0
Tafsir Surah Ibrahim
Tafsir Surah Ibrahim

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 49-52 merupakan penutup pada seri tafsir kali ini, diterangkan tentang bukti-bukti Allah untuk memberikan balasan bagi kaum zalim dan ingkar. Semua hal itu terangkum dalam al-Quran, dimana al-Quran adalah penjelas yang sempurna, tentang kebahagiaan dan peringatan. Dan Allah tidak pernah ingkar dengan janji-janjinya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ibrahim Ayat 45-48


Ayat 49-50

Ayat-ayat ini menerangkan keadaan manusia waktu dibangkitkan dari kubur setelah kehancuran dunia. Mereka bangkit dari kubur menuju dan berhenti di hadapan Allah Yang Maha Perkasa untuk menerima keputusan hukuman.

Pada hari itu, tidak ada teman akrab yang dapat membantu dan menolong, tidak ada anak dan famili yang dapat menghibur hati dari perasaan gundah yang sedang terasa dan tidak seorangpun yang dapat berlindung diri kepada seseorang pun, kecuali kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

Setelah Allah swt menggambarkan kekuasaan dan keperkasaan-Nya pada hari itu, Dia menggambarkan kelemahan dan ketidakberdayaan orang-orang yang berdosa waktu itu dengan menerangkan keadaan mereka yang sedang diazab, yaitu:

  1. Orang yang berdosa waktu itu diikat menjadi satu dengan yang lain, mulai dari tangan sampai ke kaki mereka bersama-sama dengan sesembahan mereka waktu hidup di dunia.

Keadaan mereka ini menunjukkan kesamaan sikap dan tindakan mereka sewaktu hidup di dunia. Karena sama-sama kafir kepada Allah, maka sepantasnya mereka sama-sama mendapat azab pula, sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:

فَكُبْكِبُوْا فِيْهَا هُمْ وَالْغَاوٗنَ ۙ   ٩٤  وَجُنُوْدُ اِبْلِيْسَ اَجْمَعُوْنَ ۗ    ٩٥

Maka mereka (sesembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama orang-orang yang sesat, dan bala tentara Iblis semuanya. (asy-Syu’ara/26: 94-95)

  1. Mereka memakai pakaian yang terbuat dari aspal. Yang dimaksud oleh ayat ini bukanlah pakaian dalam arti yang sebenarnya, tetapi seluruh tubuh orang-orang yang berdosa waktu itu diliputi oleh aspal panas.

Dengan demikian, dapat digambarkan empat macam azab yang sedang diderita oleh orang-orang kafir itu, yaitu aspal panas yang membakar dan menghanguskan tubuh, bergejolaklah api di tubuh, warna hitam yang mengerikan, dan bau daging yang membusuk.

  1. Muka mereka dijilat api. Senada dengan ayat ini, firman Allah swt:

يَوْمَ يُسْحَبُوْنَ فِى النَّارِ عَلٰى وُجُوْهِهِمْۗ ذُوْقُوْا مَسَّ سَقَرَ

Pada hari mereka diseret ke neraka pada wajahnya. (Dikatakan kepada mereka), “Rasakanlah sentuhan api neraka.” (al-Qamar/54: 48)


Baca Juga : Kajian Semantik Kata Surga dan Neraka dalam Al-Quran


Ayat 51

Allah swt melakukan yang demikian itu pada hari kiamat adalah untuk memberi pembalasan kepada manusia terhadap apa yang pernah mereka kerjakan selama hidup di dunia. Mereka memperoleh pahala atau siksa neraka sesuai dengan perbuatan yang telah mereka lakukan. Pada hari itu, Allah swt menghisab dengan cepat hamba-Nya.

Ayat 52

Pada penutup surah ini, Allah swt menerangkan bahwa Al-Qur’an  yang mulia ini berisi pengajaran, peringatan, dan kabar menakutkan yang disampaikan rasul-Nya kepada manusia, karena sebagian ayat-ayat-Nya menerangkan akibat yang akan dialami orang-orang berdosa di akhirat nanti.

Manusia yang mau mengambil pelajaran dari ayat-ayatnya akan berbahagia hidupnya di dunia, dan di akhirat akan memperoleh kesenangan dan kenikmatan di dalam surga sebagai balasan dari perbuatan baik yang telah mereka lakukan.

Hal ini dijelaskan oleh firman Allah swt:

قُلِ اللّٰهُ ۗشَهِيْدٌۢ بَيْنِيْ وَبَيْنَكُمْ ۗوَاُوْحِيَ اِلَيَّ هٰذَا الْقُرْاٰنُ لِاُنْذِرَكُمْ بِهٖ وَمَنْۢ بَلَغَ ۗ

Katakanlah, ”Allah, Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang sampai (Al-Qur’an kepadanya). (al-An’am/6: 19)

Dan firman Allah swt:

الۤرٰ ۗ كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ ەۙ بِاِذْنِ رَبِّهِمْ اِلٰى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

Alif Lam Ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji. (Ibrahim/14: 1).

Demikian pula agar manusia menjadikan dalil-dalil dan hujjah yang terdapat dalam Al-Qur’an sebagai dasar untuk menetapkan dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dia yang menaklukkan matahari, bulan, bintang-bintang, malam, siang, laut, dan udara untuk manusia dan menurunkan hujan dari langit agar air hujan itu menumbuhkan bermacam-macam tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia.

Dalam laut terdapat bermacam-macam karunia Tuhan, seperti ikan, mutiara, bahan tambang, dan sebagainya yang merupakan rezeki halal bagi manusia. Hanya saja banyak manusia yang tidak mau mengakui adanya nikmat Allah yang beraneka ragam itu.

(Tafsir Kemenag)

 

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 45-48

0
Tafsir Surah Ibrahim
Tafsir Surah Ibrahim

Adapun Tafsir Surah Ibrahim Ayat 45-48 adalah penjelasan kepada orang-orang beriman bahwa kaum yang zalim pernah mendengar kisah kaum yang serupa dengan mereka seperti ‘Ad dan Tsamud, yang telah jelas azab untuk kaum tersebut, akan tetapi mereka tidak mengambil pelajaran darinya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ibrahim Ayat 43-44


Dijelasan pula dalam Tafsir Surah Ibrahim Ayat 45-48 bahwa Allah sekali-kali tidaklah ingkar dengan janji yang telah ia sampaikan, dan akan memberikan porsi yang adil untuk menghakimi setiap perbuatan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya.

Ayat 45

Ayat ini mengingatkan Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman bahwa orang-orang yang zalim tersebut pernah tinggal di negeri orang-orang yang pernah menganiaya diri mereka sendiri dan berbuat kebinasaan di muka bumi, seperti yang pernah dilakukan kaum ‘Ad dan Tsamud.

Telah jelas azab yang ditimpakan Allah kepada mereka dan bekas-bekasnya terdapat di negeri-negeri itu berdasarkan kisah yang tersebut dalam Al-Qur’an.

Demikian pula Allah swt telah memberikan perumpamaan-perumpamaan bagi kaum Muslimin tentang akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang zalim itu di dunia dan di akhirat kelak.

Seandainya kaum Muslimin melakukan tindakan dan perbuatan seperti yang telah dilakukan orang-orang yang zalim itu, pasti mereka akan ditimpa azab pula, seperti azab yang telah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim dahulu. Karena itu, hendaknya kaum Muslimin mengambil pelajaran dari kisah-kisah dan peristiwa orang-orang dahulu itu.

Ayat 46

Allah swt menerangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang kafir Mekah telah membuat rencana jahat untuk mematahkan perjuangan kaum Muslimin. Tetapi mereka tidak menyadari bahwa setiap rencana jahat mereka pasti diketahui Allah, tidak ada yang tersembunyi bagi Allah sedikit pun.

Allah menggagalkan setiap usaha mereka, sehingga cita-cita dan tujuan mereka itu tidak akan tercapai. Sebenarnya usaha mereka itu sangat besar, sehingga jika rencana itu digunakan untuk menghancur-leburkan gunung yang sangat kokoh pun akan terlaksana.

Tetapi segala rencana mereka betapapun besarnya tidak akan dapat mengalahkan mukjizat Allah, tidak dapat menghapuskan ayat-ayat-Nya, dan tidak mampu menghambat perkembangan agama Islam di muka bumi.

Ayat ini mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin dan kehancuran orang-orang musyrik Mekah dalam waktu yang dekat. Ayat ini berlaku juga bagi kaum Muslimin pada masa kini, asal saja mereka meningkatkan daya dan usaha mereka, selalu sabar dan tabah menghadapi berbagai penderitaan dan cobaan yang ditimpakan oleh rencana jahat orang-orang kafir.


Baca Juga : Tafsir Surat Al-Fath Ayat 1-3: Kunci Kemenangan Ada pada Perdamaian


Ayat 47

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt tidak akan memungkiri janji-Nya, betapapun besarnya rencana jahat orang-orang kafir itu, janganlah dikira bahwa Allah akan menyalahi janji yang telah dibuat-Nya dengan para rasul.

Janji itu ialah: Allah pasti menolong rasul-rasul-Nya dan orang-orang yang beriman besertanya, sehingga mereka memperoleh kemenangan. Demikian pula Allah tidak akan menyalahi janji-Nya untuk mengazab orang kafir di akhirat nanti, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya yang terdahulu:

اِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيْهِ الْاَبْصَارُۙ

Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim/14: 42).

Pada akhir ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa Dia Mahaperkasa dan Mahakeras siksa-Nya. Tidak seorangpun yang sanggup menghindarkan diri dari tuntutan-Nya. Dia pasti membalas dan menyiksa orang-orang yang menghalang-halangi rasul-rasul-Nya.

Ayat 48

Ayat ini menerangkan bahwa waktu pembalasan dan pelaksanaan siksa itu ialah pada hari yang bumi ditukar dengan bumi lain, pada saat Allah menghancurkan langit dan segala yang ada di dalamnya dan menukarnya dengan langit yang lain.

Pada waktu itu bumi, bulan, dan segala bintang akan berbenturan, sehingga pecah hancur seperti debu dan beterbangan seperti awan, kemudian terjadilah bumi dan langit yang lain.

Berkata Ibnu ‘Abbas, “Bumi yang lain itu tidak lain adalah bumi yang telah berubah sifatnya dari bumi yang sekarang ini, seperti telah berpindah gunungnya, dan tidak mengalir airnya, dan mati lautnya, tidak berombak dan tidak pula tenang.”

Dari ayat dan riwayat Ibnu ‘Abbas di atas dapat dipahami bahwa nanti pada hari kiamat seluruh semesta ini akan hancur lebur.

Masing-masing berbenturan dengan yang lain, sehingga pecah bertaburan dan beterbangan di angkasa beberapa waktu lamanya, kemudian membentuk seperti bentuk bumi dan langit, tetapi ia bukan bumi dan langit yang sekarang ini.

Keadaan manusia pada saat itu dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadis ini:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أَنَا أَوَّلُ النَّاسِ سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هٰذِهِ الْأٰيَةِ. قَالَتْ، قُلْتُ أَيْنَ النَّاسُ يَوْمَئِذٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: عَلَى الصِّراَطِ (رواه مسلم)

Dari ‘Aisyah ia berkata, “Saya adalah manusia yang pertama kali menanyakan hal ini kepada Rasulullah saw tentang ayat ini.” ‘Aisyah berkata, “Saya menanyakan, “Dimana manusia ketika itu ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Di atas shirath (jalan lurus).” (Riwayat Muslim)

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Ibrahim Ayat 49-52


 

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 43-44

0
Tafsir Surah Ibrahim
Tafsir Surah Ibrahim

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 43-44 menggambarkan secara gamlang kondisi orang-orang zalim kelak dihadapan Allah swt. Diceritakan bahwa kondisi mereka kalang kabut pada hari kebangkitan, mereka bergegas memenuhi panggilan Allah dengan perasaan yang gelisah.

Dikisahkan pula dalam Tafsir Surah Ibrahim Ayat 43-44 bahwa ketika kondisi mereka yang sulit itu, mereka dihadapkan pada Allah Tuhan semesta Alam, ketika hendak menerima azab sebagai balasan atas amal mereka, mereka pun berkilah kepada Allah agar dapat diberi kesempatan beramal baik lagi dan mereka berjanji untuk beriman dan tidak berlaku zalim.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ibrahim Ayat 40-42


Namun, jawaban Allah dalam Tafsir Surah Ibrahim Ayat 43-44 sangat jelas dan memupus harapan mereka, bahwa tidak ada kesempatan lagi untuk mereka. Bukankah selagi di dunia peringatan itu sudah disampaikan oleh para Rasul, namun karena hati mereka yang kaku bagaikan batu, mereka selalu mengingkari peringatan-peringatan itu.

Ayat 43

Pada ayat ini, Allah swt menerangkan keadaan orang-orang yang zalim selama hidup di dunia, yaitu keadaan mereka dibangkitkan dari kubur, kemudian menuju Padang Mahsyar, mereka datang bergegas memenuhi panggilan penyeru yang menyeru mereka dengan penuh kehinaan.

Keadaan mereka seperti orang yang akan menjalani hukuman gantung. Mereka berjalan menuju ke depan dengan tidak berpaling ke kanan dan ke kiri, pelupuk mata mereka tidak bergerak dan mata mereka tidak berkedip sedikit pun.

Hati mereka waktu itu dalam keadaan kosong dan hampa, tidak memikirkan sesuatupun kecuali rasa takut menghadapi azab mengerikan yang segera akan menimpa mereka.

Pada ayat lain, Allah swt melukiskan keadaan orang-orang kafir yang dibangkitkan dari kubur, yaitu:

فَتَوَلَّ عَنْهُمْ ۘ يَوْمَ يَدْعُ الدَّاعِ اِلٰى شَيْءٍ نُّكُرٍۙ    ٦  خُشَّعًا اَبْصَارُهُمْ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْاَجْدَاثِ كَاَنَّهُمْ جَرَادٌ مُّنْتَشِرٌۙ    ٧  مُّهْطِعِيْنَ اِلَى الدَّاعِۗ يَقُوْلُ الْكٰفِرُوْنَ هٰذَا يَوْمٌ عَسِرٌ   ٨

Maka berpalinglah engkau (Muhammad) dari mereka pada hari (ketika) penyeru (malaikat) mengajak (mereka) kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan), pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan, dengan patuh mereka segera datang kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, ”Ini adalah hari yang sulit.” (al-Qamar/54: 6-8)

Dan firman Allah swt:

يَوْمَ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْاَجْدَاثِ سِرَاعًا كَاَنَّهُمْ اِلٰى نُصُبٍ يُّوْفِضُوْنَۙ  ٤٣  خَاشِعَةً اَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ  ۗذٰلِكَ الْيَوْمُ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ   ٤٤

(Yaitu) pada hari ketika mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia), pandangan mereka tertunduk ke bawah diliputi kehinaan. Itulah hari yang diancamkan kepada mereka. (al-Ma’arij/70: 43-44).

Ayat 44

Pada ayat ini, Allah swt memerintahkan agar memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan orang-orang musyrik Mekah, yaitu tentang keluhan dan rintihan yang keluar dari mulut mereka ketika azab menimpa mereka di akhirat nanti sambil memohon, “Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kesempatan yang lain lagi, walaupun beberapa saat saja untuk menaati seruan-Mu dan mengikuti ajaran rasul-Mu dengan mengembalikan kami ke dunia.

Jika kesempatan itu benar-benar diberikan kepada kami pasti kami akan mengikuti perintah-Mu dan menghentikan larangan-Mu, kami benar-benar akan memurnikan ketaatan kepada-Mu saja, kami tidak akan menyekutukan-Mu lagi wahai Tuhan kami.”

Permohonan mereka dijawab Allah swt dengan firman-Nya:

وَاَقْسَمُوْا بِاللّٰهِ جَهْدَ اَيْمَانِهِمْۙ  لَا يَبْعَثُ اللّٰهُ مَنْ يَّمُوْتُۗ بَلٰى وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ

Dan mereka bersumpah dengan (nama) Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh, ”Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati.” Tidak demikian (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (an-Nahl/16: 38)

 Menurut riwayat al-Baihaqi dari Muhammad bin Ka’ab Al-Qurasyi, ia berkata, “Penghuni neraka berdoa kepada Allah lima kali. Empat kali dijawab Allah sedang doa yang kelima dijawab Allah dengan perintah agar mereka tidak berkata lagi dan agar tetap mendekam di dalam neraka.”

 Doa-doa itu tersebut dalam firman Allah sebagai berikut :

قَالُوْا رَبَّنَآ اَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَاَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوْبِنَا فَهَلْ اِلٰى خُرُوْجٍ مِّنْ سَبِيْلٍ

Mereka menjawab, ”Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (Gāfir/40: 11).

Permintaan ini dijawab Allah swt dengan firman-Nya:

ذٰلِكُمْ بِاَنَّهٗٓ اِذَا دُعِيَ اللّٰهُ وَحْدَهٗ كَفَرْتُمْۚ وَاِنْ يُّشْرَكْ بِهٖ تُؤْمِنُوْا ۗفَالْحُكْمُ لِلّٰهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيْرِ

Yang demikian itu karena sesungguhnya kamu mengingkari apabila diseru untuk menyembah Allah saja. Dan jika Allah dipersekutukan, kamu percaya. Maka keputusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi, Mahabesar. (Gāfir/40:12); Doa penghuni neraka yang kedua ialah sebagaimana firman Allah swt:

وَلَوْ تَرٰىٓ اِذِ الْمُجْرِمُوْنَ نَاكِسُوْا رُءُوْسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۗ رَبَّنَآ اَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا اِنَّا مُوْقِنُوْنَ

Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), ”Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah/32:12)

Permintaan mereka ini dijawab Allah swt dalam firman-Nya:

فَذُوْقُوْا بِمَا نَسِيْتُمْ لِقَاۤءَ يَوْمِكُمْ هٰذَاۚ اِنَّا نَسِيْنٰكُمْ وَذُوْقُوْا عَذَابَ الْخُلْدِ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Maka rasakanlah olehmu (azab ini) disebabkan kamu melalaikan pertemuan dengan harimu ini (hari Kiamat), sesungguhnya Kami pun melalaikan kamu dan rasakanlah azab yang kekal, atas apa yang telah kamu kerjakan.” (as-Sajdah/32: 14).


Baca Juga : Zainab al-Ghazali: Mufassir Perempuan Pertama Abad ke-20


Doa penghuni neraka kali yang ketiga ialah sebagaimana tersebut dalam firman Allah swt:

فَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا رَبَّنَآ اَخِّرْنَآ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۙ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَۗ

…maka orang yang zalim berkata, ”Ya Tuhan kami, berilah kami kesempatan (kembali ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….” (Ibrahim/14: 44).

Permintaan mereka ini dijawab oleh Allah swt dalam firman-Nya:

اَوَلَمْ تَكُوْنُوْٓا اَقْسَمْتُمْ مِّنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِّنْ زَوَالٍ

(Kepada mereka dikatakan), ”Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa? (Ibrah³m/14: 44).

Doa penghuni neraka kali yang keempat ialah sebagaimana firman Allah swt:

وَهُمْ يَصْطَرِخُوْنَ فِيْهَاۚ رَبَّنَآ اَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِيْ كُنَّا نَعْمَلُۗ

Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, ”Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu.” (Fathir/35: 37).

Allah swt menjawab permintaan mereka dalam firman-Nya:

 اَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاۤءَكُمُ النَّذِيْرُۗ فَذُوْقُوْا فَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ نَّصِيْرٍ

Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun. (Fathir/35: 37).

Dan penghuni neraka berdoa sebagai yang tersebut dalam firman-Nya:

رَبَّنَآ اَخْرِجْنَا مِنْهَا فَاِنْ عُدْنَا فَاِنَّا ظٰلِمُوْنَ

Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia), jika kami masih juga kembali (kepada kekafiran), sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.” (al-Mu’minun/23: 107).

Akhirnya Allah swt menjawab dengan tegas:

قَالَ اخْسَـُٔوْا فِيْهَا وَلَا تُكَلِّمُوْنِ

Dia (Allah) berfirman, ”Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (al-Mu’minun/23: 108).

Setelah jawaban Allah swt yang kelima, maka mulut penghuni neraka terbungkam, tidak ada lagi doa, selain dari jeritan yang keluar dari mulut mereka, karena sangat berat azab neraka yang menimpa mereka.

(Tafsir Kemenag)

Baca Setelahnya : Tafsir Surah Ibrahim Ayat 45-47

 

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 40-42

0
Tafsir Surah Ibrahim
Tafsir Surah Ibrahim

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 40-42 diawali dengan penjelasan doa-doa Ibrahim yang lain kepada Allah. Yakni ia meminta kepada Allah agar dirinya dan keturunannya senantiasa menegakkan sholat dan senantiasa berbakti kepada kedua orang tua, sebab segala amal perbuatan hamba akan dipertanggung jawabkan kelak di yaumul hisab.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ibrahim Ayat 38-39


Usai mengisahkan doa-doa Nabi Ibrahim dalam beberapa ayat sebelumnya, maka Tafsir Surah Ibrahim Ayat 40-42 dan selanjutnya adalah penegasan Allah, betapa Dia tidak pernah lengah mengawasi perbuatan orang yang zalim dan durhaka. Tidak ada satupun yang luput dari-Nya, dan mereka akan menerima balasan sesuai perbuatan yang mereka lakukan.

Ayat 40

Pada ayat ini dilukiskan lagi pernyataan syukur Ibrahim pada Allah atas segala rahmat-Nya. Ia bertambah tunduk dan patuh kepada Allah, dan berdoa agar Allah menjadikan keturunannya selalu mengerjakan salat, tidak pernah lalai mengerjakannya sedikit pun, sempurna rukun-rukun dan syarat-syaratnya, dan sempurna pula hendaknya mengerjakan sunah-sunahnya dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan.

Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya selalu mengerjakan salat, karena salat itu adalah pembeda antara mukmin dan kafir dan merupakan pokok ibadah yang diperintahkan Allah.

Orang yang selalu mengerjakan salat, akan mudah baginya mengerjakan ibadah-ibadah lain dan amal-amal saleh. Salat dapat mensucikan jiwa dan raga karena salat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah swt:

وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

…dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-‘Ankabut/29: 45)

Ibrahim a.s. memohon kepada Allah swt agar menerima ibadah-ibadahnya. Keinginan beribadah kepada Tuhan ini lebih diutamakannya dari keinginan mengikuti kehendak bapaknya, sebagaimana firman Allah swt:

وَاَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَاَدْعُوْا رَبِّيْۖ عَسٰٓى اَلَّآ اَكُوْنَ بِدُعَاۤءِ رَبِّيْ شَقِيًّا

Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku.” (Maryam/19: 48).

Yang dimaksud dengan doa dalam ayat ini adalah ibadah. Rasulullah saw menyatakan bahwa doa itu adalah ibadah. Kemudian beliau membaca firman Allah swt:

اِنَّ الَّذِيْنَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهٖ وَيُسَبِّحُوْنَهٗ وَلَهٗ يَسْجُدُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang ada di sisi Tuhanmu tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud. (al-A’raf/7: 206).


Baca Juga : Teladan Akhlak Nabi Muhammad SAW Kepada sang Ibunda: ‘Saya Anak dari Seorang Perempuan’


Ayat 41

Ibrahim a.s. berdoa agar Allah mengampuni segala kesalahannya, kesalahan ibu-bapaknya, dan kesalahan orang-orang yang beriman pada hari dimana Allah menghimpun mereka untuk dihisab segala amal dan perbuatannya yang telah dikerjakan semasa hidup di dunia dahulu.

Diriwayatkan dari al-Hasan bahwa ibu Ibrahim adalah seorang yang beriman kepada Allah, sedang bapaknya adalah orang yang kafir.

Ia memohonkan ampun bagi bapaknya itu karena ia pernah berjanji akan memohon ampun bagi bapaknya.

Akan tetapi, tatkala ternyata bapaknya tetap dalam kekafirannya dan menjadi musuh Allah, maka ia berlepas diri darinya, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ اِبْرٰهِيْمَ لِاَبِيْهِ اِلَّا عَنْ مَّوْعِدَةٍ وَّعَدَهَآ اِيَّاهُۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗٓ اَنَّهٗ عَدُوٌّ لِّلّٰهِ تَبَرَّاَ مِنْهُۗ اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَاَوَّاهٌ حَلِيْمٌ

Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (at-Taubah/9: 114)

Ayat 42

Disebutkan dalam sejarah bahwa orang musyrik Mekah selalu menghalang-halangi dan menentang Nabi Muhammad dan para sahabat dalam melaksanakan dakwah sebagaimana yang telah diperintahkan Tuhan kepada mereka.

Semakin hari halangan dan rintangan itu semakin bertambah, bahkan sampai kepada penganiayaan dan pemboikotan.

Banyak para sahabat yang dianiaya. Mereka tidak mau mengadakan hubungan jual-beli, hubungan persaudaraan dan hubungan tolong-menolong dengan kaum Muslimin.

Demikian beratnya siksaan dan penganiayaan itu hampir-hampir para sahabat Nabi berputus asa. Sementara itu orang-orang musyrik kelihatannya seakan-akan diberi hati oleh Allah dengan memberikan kekuasaan dan kekayaan harta. Tindakan mereka semakin hari semakin membabi buta.

Dalam keadaan yang demikian, Allah memperingatkan Nabi Muhammad saw dengan ayat yang menyatakan, “Wahai Muhammad, janganlah kamu menyangka Allah swt lengah dan tidak memperhatikan tindakan dan perbuatan orang-orang musyrik Mekah yang zalim itu.

Tindakan dan perbuatan mereka itu adalah tindakan dan perbuatan yang menganiaya diri mereka sendiri. Allah pasti mencatat segala perbuatan mereka. Tidak ada satupun yang luput dari catatannya. Semua tindakan dan perbuatan mereka itu akan diberi balasan yang setimpal. Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka yang menyala-nyala di akhirat nanti.”

Dengan turunnya ayat ini, hati Nabi dan para sahabat menjadi tenteram. Semangat juang mereka bertambah. Mereka meningkatkan usaha mengembangkan agama Allah. Semakin berat tekanan dan penganiayaan yang dilakukan kaum musyrikin, semakin bertambah pula usaha mereka menyiarkan agama Islam, karena mereka percaya bahwa Allah pasti akan menepati janji-Nya.

Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, tetapi yang dimaksud ialah seluruh umat Nabi Muhammad, termasuk umatnya yang hidup pada masa kini. Oleh karena itu, kaum Muslimin tidak perlu terpengaruh oleh kehidupan orang-orang yang zalim yang penuh kemewahan dan kesenangan, seakan-akan mereka umat yang disenangi Allah.

Semuanya itu hanyalah merupakan cobaan Tuhan dan sifatnya sementara, sampai kepada waktu yang ditentukan, yaitu hari yang penuh dengan huru-hara dan kesengsaraan, di suatu hari dimana mata manusia membelalak ketakutan menghadapi balasan yang akan diberikan Allah.

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Ibrahim Ayat 43-44


 

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 72-74

0
Tafsir Surah Al Qashash
Tafsir Surah Al Qashash

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 72-74 mengulas tentang kekuasaan Allah yang telah menciptakan siang dan malam serta fungsinya, yakni siang digunakan untuk  mencari rezeki dan malam digunakan untuk istirahat dan melepaskan lelah. Sehingga Tafsir Surah Al-Qasas ayat 72-74 dibawah ini mengajak kita untuk terus mensyukuri nikmat dan rahmat yang telah Allah berikan.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Qasas ayat 68-71


Ayat 72

Kandungan ayat ini kebalikan dari ayat sebelumnya. Pada ayat ini, Allah menyuruh Rasul-Nya menanyakan kepada orang-orang musyrik, andaikata Allah menjadikan siang itu terus menerus sepanjang masa sampai di hari Kiamat tanpa ada malam silih berganti dengannya, apakah ada tuhan selain dari Allah yang mampu mendatangkan malam? Apakah mereka tidak memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah yang sempurna? Seakan-akan mereka tidak punya pikiran.

Sekiranya mereka memperhatikan dengan baik, tentu mereka akan mengambil kesimpulan bahwa tidak ada yang layak disembah kecuali Tuhan yang telah memberikan karunia dan nikmat yang tak terhingga banyaknya dan kuasa menjadikan siang dan malam itu silih berganti untuk terciptanya suatu keseimbangan.

Siang dijadikan terang untuk mencari rezeki dengan segala kemampuan yang ada. Kemudian siang itu lenyap digantikan oleh malam yang suasananya cocok digunakan untuk melepaskan dan menghilangkan kelelahan agar tenaga dan pikiran kembali pulih guna mencari rezeki pada keesokan harinya. Firman Allah:

وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ اَرَادَ اَنْ يَّذَّكَّرَ اَوْ اَرَادَ شُكُوْرًا

Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau yang ingin bersyukur.(al-Furqan/25: 62)

Menurut kajian ilmiah, sinar matahari dalam ilmu pengetahuan fisika  merupakan pancaran gelombang energi yang dihasilkan dari reaksi nuklir fusi dan fisi yang terjadi di permukaan matahari secara berkesinambungan. Ketika sinar ini dipancarkan secara terus menerus dan dalam waktu cukup lama akan menimbulkan panas

Apa yang akan terjadi sekiranya siang terus menerus sampai hari Kiamat? Sudah pasti keadaan udara dan hawa dari detik ke detik, dari menit ke menit dan dari jam ke jam akan menjadi semakin panas. Dalam waktu 100 jam saja udara bisa mencapai temperatur di atas titik didih 100ºC.

Karenanya, lautan, danau, sungai, dan sebagainya akan mendidih dan menggelegak. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi sekiranya seluruh sungai, danau, dan samudera mendidih airnya? Begitu juga darah yang mengalir di dalam tubuh kita juga turut mendidih. Dalam keadaan demikian, tidak ada satu pun makhluk yang dapat hidup. Semuanya akan mati dan musnah menjadi debu-debu yang beterbangan.

Allah juga menjadikan malam sebagai waktu istirahat bagi manusia. Semuanya itu bertujuan agar manusia dapat membayangkan betapa hebatnya kekuasaan Allah dan juga perlindungan yang diberikan-Nya untuk kehidupan setiap makhluk ciptaan-Nya khususnya manusia yang dikaruniai akal pikiran yang sempurna.


Baca Juga: Menilik Konsep Energi dan Klasifikasinya dalam Al-Quran


Ayat 73

Pergantian siang dan malam dengan fungsinya masing-masing, yaitu siang digunakan untuk berusaha mencari rezeki dan malam digunakan untuk istirahat dan melepaskan lelah, sehingga pulih kembali tenaga yang telah dipergunakan pada siang harinya, adalah merupakan rahmat besar dari Allah yang tak ternilai harganya dan wajib disyukuri.

Nikmat yang tak disyukuri akan hilang lenyap dicabut dan ditarik kembali oleh Allah. Sebaliknya nikmat yang disyukuri dengan memanfaatkannya sebaik-baiknya sesuai dengan perintah Allah, akan bertambah terus. Firman Allah:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Ibrahim/14: 7)

Ayat 74

Ayat ini menerangkan bahwa di hari Kiamat Allah akan memanggil orang-orang musyrik dan berkata kepada mereka, “Di mana sekutu-sekutu-Ku yang kalian anggap sebagai sekutu-Ku di dunia? Dapatkah mereka itu melepaskan kalian dari keadaan yang menghimpit sekarang ini.”

Sengaja orang musyrik dipanggil pada waktu itu untuk mengikrarkan suatu kesaksian atas penyembahan mereka selain dari Allah. Ini juga bertujuan supaya mereka mengetahui bahwa memper-sekutukan Allah itu adalah sebab paling utama atas kemurkaan-Nya, sebagaimana mengesakan-Nya adalah sebab utama atas rida-Nya.

(Tafsir Kemenag)

Menyambut Malam 27 Ramadhan dan Tafsir Isyari Ibnu Abbas Ra Tentang Lailatul Qadr

0
27 Ramadhan
27 Ramadhan (tradisi pitulikuran) dan Tafsir Ibnu Abbas tentang Lailatul Qadr

Di kalangan masyarakat muslim Jawa terdapat tradisi “pitulikuran” atau menyambut malam 27 Ramadhan dengan mengadakan doa bersama, makan “ambengan” bersama, mendirikan salat malam atau sekedar menyalakan lampu sepanjang malam. Tradisi ini selain diniatkan untuk menjaring lailatul qadr juga sebagai persiapan menyambut hari raya Idul Fitri.

Tidak dapat dipungkiri bahwa lailatul qadr menjadi momen yang paling dinanti oleh umat Islam. Terdapat keagungan dan keistimewaan yang melingkupi malam tersebut, seperti derajatnya yang lebih baik dari seribu bulan. Sehingga menjadi wajar manakala masyarakat muslim di Indonesia kemudian menantikannya untuk meraih keberkahannya.

Mengenai kapan malam al-qadr terjadi setiap tahunnya, hadis yang popular di sekitar kita selama ini adalah riwayat al-Bukhari dan Muslim, di mana Rasulullah saw bersabda, “carilah lailatul qadr pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam yang akhir dari bulan Ramadhan.” Dari sini, mayoritas ulama berpendapat bahwa malam tersebut terjadi pada salah satu malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadan.

Meski demikian, terdapat beberapa pendapat berbeda mengenai terjadinya malam al-qadr setiap tahunnya. Dalam pandangan mazhab Maliki, lailatul qadr terjadi pada suatu malam dalam rentang waktu setahun, baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan tersebut. Sementara menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i, malam tersebut terjadi pada satu malam di bulan Ramadhan, entah di awal, tengah, atau akhir.

Memang, tidak ada satupun ayat ataupun hadis yang menyebut secara pasti kapan terjadinya lailatul qadr, akan tetapi beberapa ulama memberikan rumus atau prediksi mengenai hal tersebut. Al-Ghazali misalnya, menurutnya jika awal Ramadhan dimulai hari Ahad, maka lailatul qadr akan jatuh pada malam 29.

Adapun jika awal Ramadhan jatuh pada hari Senin, maka malam mulia tersebut jatuh pada malam 21. Keterangan selengkapnya mengenai pendapat ini dapat dirujuk di banyak kitab, seperti I’anatut Thalibin. Bahkan pendapat al-Ghazali ini diamini oleh Abu Hasan Syadzili yang menyebut bahwa sejak ia remaja, lailatul qadr tidak pernah meleset dari rumus al-Ghazali.

Lalu, tradisi “pitulikuran” yang diyakini oleh sebagian masyarakat muslim Jawa sebagai terjadinya lailatul qadr ini bersumber dari pendapat siapa?

Dalam pandangan Kiai Sya’roni Ahmadi, keyakinan terjadinya lailatul qadr pada malam 27 Ramadhan setiap tahunnya ini jika dirunut maka akan sampai pada pendapat Ibnu Abbas Ra berdasarkan penafsiran isyari-nya. Tafsir isyari dipahami sebagai pemahaman al-Qur’an yang diperoleh dari makna yang tersirat atau makna yang diisyaratkan.

Baca Juga: Kisah Kiai Sya’roni Membolehkan Penulisan Al-Quran dengan Aksara Latin dan Braille

Sebagaimana diketahui bahwa lailatul qadr disinggung secara khusus oleh al-Qur’an dalam Q.S. al-Qadr [97]. Surah ini terdiri dari lima ayat pendek yang secara khusus membahas keutamaan dan apa yang terjadi saat lailatul qadr tiba. Lalu di mana letak isyarat yang mengarahkan kepada pemahaman bahwa lailatul qadr jatuh pada malam 27 Ramadhan?

Menafsiri Q.S. al-Qadr [97], pandangan Ibnu Abbas Ra tertuju pada kata ganti “hiya” yang terdapat pada ayat terakhir. Ia melihat sesuatu yang beda dari kata tersebut. Sejak ayat pertama, Allah swt memakai kata dzahir “lailatul qadr”. Hal yang sama juga terdapat pada ayat kedua dan ketiga. Namun mengapa pada ayat terakhir Allah swt memakai kata ganti “hiya” yang merujuk pada kata “lailatul qadr”? Mengapa Allah swt tidak memakai kata jelas “lailatul qadr” saja pada ayat tersebut? Atau jika memakai kata ganti (dhamir) “hiya”, mengapa tidak dimulai sejak ayat kedua?

Dalam pandangan Ibnu Abbas Ra, di situlah letak isyaratnya. Ada rahasia jumlah huruf dari penggunaan kata “lailatul qadr” ataupun hitungan kata dari Q.S. al-Qadr [97] secara keseluruhan.

Pertama, dari segi huruf, kata (ليلة القدر) terdiri dari sembilan huruf, yaitu lam, ya’, lam, ta’, alif, lam, qaf, dal, dan ra’. Oleh karena kata tersebut diulang sebanyak tiga kali, maka jumlah keseluruhan dari kata itu adalah 27 huruf. Dari sini, maka disimpulkan bahwa lailatul qadr jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.

Kedua, dari segi kata, dipahami bahwa jika dihitung secara tajwidi, maka dalam Q.S. al-Qadr [97] terdapat 30 kata. Hitungan tajwidi dipahami sebagai cara menghitung kata dalam al-Qur’an dengan patokan boleh-tidaknya diputus atau waqf (berhenti). Sebagai contoh, kata أنزلناه dihitung sebagai satu kata menurut hitungan tajwidi, sebab ia tidak boleh diputus hanya sampai أنزلنا.

Baca Juga: Surah al-Qadr Ayat 1, Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadr Menurut Fakhruddin Ar-Razi

Dengan patokan hitungan tajwidi, diperoleh hasil bahwa Q.S. al-Qadr [97] terdiri dari 30 kata dengan rincian ayat (1) sebanyak 5 kata; (2) sebanyak 6 kata; (3) sebanyak 6 kata; (4) sebanyak 8 kata; dan (5) sebanyak 5 kata. Dari 30 kata tersebut terdapat kata “هي / hiya” yang berarti “ia”. Kata itu jatuh pada hitungan ke-27 dan merupakan kata ganti (dhamir) yang rujuknya kembali ke kata “lailatul qadr”. Dari sini disimpulkan bahwa lailatul qadr jatuh pada malam 27 Ramadhan. Penjelasan tentang tafsir isyari Ibnu Abbas Ra ini dapat dibaca dalam kitab Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalayn.

Dengan demikian, tradisi pitulikuran yang diyakini oleh sebagian masyarakat muslim Jawa sebagai malam terjadinya lailatul qadr memiliki dasar yang bahkan bersumber dari seorang sahabat bernama Ibnu Abbas Ra. Di sisi lain, malam 27 Ramadhan ini juga tercakup dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim di atas.

Dengan demikian, keyakinan terkait datangnya lailatul qadr pada malam 27 Ramadhan ini didukung oleh dua dasar: 1) dalil hadis tentang perintah mencari lailatul qadr pada salah malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan, dan 2) dalil tentang terjadinya malam tersebut pada malam 27 Ramadan yang bersumber dari Ibnu Abbas Ra. Wallahu a’lam.

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 63-67

0
Tafsir Surah Al Qashash
Tafsir Surah Al Qashash

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 63-67 menjelaskan bahwa orang yang telah menyesatkan orang lain maka dipastikan dia akan mendapat kemurkaan dan ancaman dari Allah. Selain itu ditegaskan kembali dalam Tafsir Surah Al-Qasas ayat 63-67 bahwa perbuatan perbuatan menyekutukan Allah sangatlah dimurkai oleh Allah. 


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Qasas ayat 58-62


Ayat 63

Ayat ini menerangkan jawaban para penyesat dan pengajak kepada kekafiran yang berusaha melepaskan diri dari tanggung jawabnya menyesatkan orang lain. Mereka telah dipastikan mendapat kemurkaan dan yang telah mendapat ancaman dari Allah dengan firman-Nya:

لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ

Pasti akan Aku penuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia bersama-sama. (as-Sajdah/32: 13)

Para pengajak kepada kekafiran itu akhirnya masuk ke dalam neraka. Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, mereka itulah yang telah kami sesatkan sebagaimana kami juga sesat. Kami sekadar mengajak mereka lalu mereka mengikuti ajakan kami yang menyesatkan itu dengan kemauan sendiri. Tidak ada paksaan sama sekali dari kami.”

Ketika mereka diajak untuk beriman kepada Allah, mereka tidak menghiraukannya sama sekali padahal ajakan itu adalah ajakan yang sebenarnya. Peristiwa semacam ini sama dengan peristiwa yang akan terjadi di akhirat yaitu dialog antara setan dengan manusia yang telah disesatkannya, sebagaimana firman Allah:

وَقَالَ الشَّيْطٰنُ لَمَّا قُضِيَ الْاَمْرُ اِنَّ اللّٰهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُّكُمْ فَاَخْلَفْتُكُمْۗ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِّنْ سُلْطٰنٍ اِلَّآ اَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِيْ ۚفَلَا تَلُوْمُوْنِيْ وَلُوْمُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ مَآ اَنَا۠ بِمُصْرِخِكُمْ وَمَآ اَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّۗ اِنِّيْ كَفَرْتُ بِمَآ اَشْرَكْتُمُوْنِ مِنْ قَبْلُ ۗاِنَّ الظّٰلِمِيْنَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri.

Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih. (Ibrahim/14: 22)

Pembelaan diri setan dengan mengatakan bahwa orang yang sesat itu mematuhi ajakannya dengan kemauan mereka sendiri, bukan tekanan darinya karena ia tidak punya kekuasaan atas manusia, dikuatkan oleh firman Allah kepada Iblis:

اِنَّ عِبَادِيْ لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطٰنٌ اِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغٰوِيْنَ

Sesungguhnya kamu (Iblis) tidak kuasa atas hamba-hamba-Ku, kecuali mereka yang mengikutimu, yaitu orang yang sesat. (al-Hijr/15: 42)

Pemimpin-pemimpin yang menyesatkan itu menyatakan tidak bertanggung jawab kepada Allah atas perbuatan pengikut-pengikutnya, dengan alasan bahwa mereka tidak menyembah kepada-Nya tetapi kepada berhala-berhala. Kejadian seperti ini disebutkan dalam ayat yang lain yaitu firman Allah:

اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus. (al-Baqarah/2: 166)

Ayat 64

Tafsir Surah Al-Qasas ayat 63-67 pada ayat ini diterangkan bahwa mereka yang menyekutukan Allah dengan tuhan-tuhan dan sembahan-sembahan lain di dunia, disuruh memanggil tuhan-tuhan mereka yang dijadikan sekutu Allah untuk menolak azab yang menimpa mereka. Ketika mereka memanggilnya, berhala-berhala itu tentu tidak bisa menjawab karena tidak berdaya sedikit pun.

Hal ini dilakukan hanya untuk memperlihatkan kebodohan mereka yang disaksikan oleh segenap penghuni akhirat. Mereka yang memanggil dan yang dipanggil yakin bahwa mereka akan diseret ke neraka karena dosa-dosa mereka, dan mereka sudah tidak dapat mengelak dan lari ke tempat lain, sebagaimana firman Allah:

وَرَاَ الْمُجْرِمُوْنَ النَّارَ فَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ مُّوَاقِعُوْهَا وَلَمْ يَجِدُوْا عَنْهَا مَصْرِفًا

Dan orang yang berdosa melihat neraka, lalu mereka menduga bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya, dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (al-Kahf/18: 53)

Setelah menyaksikan azab yang akan menimpa mereka, ketika itu mereka menyesal seandainya dahulu ketika masih hidup di dunia mereka menerima petunjuk dan beriman kepada Allah. Akan tetapi, pengandaian itu hanya merupakan angan-angan yang tidak mungkin terlaksana.

Ayat 65-66

Sesudah dinyatakan kepada mereka bahwa tindakan mereka mempersekutukan Allah adalah sesat, maka sebagai cercaan atas perbuatannya, itu pada ayat ini ditanyakan kepada mereka tentang bagaimana cara mereka menyambut seruan para rasul untuk membersihkan diri dari penyembahan berhala, dan mengajak berakidah tauhid, mengesakan Allah. Mereka diam seribu bahasa, tidak dapat mengemukakan sedikit pun alasan sebagai jawaban dari pernyataan yang dilontarkan.

Mereka bingung tidak tahu apa yang mesti dikatakan. Oleh karena itu, mereka saling bertanya, seperti orang yang sedang meng-hadapi kesulitan. Mereka tertunduk karena malu dan menyesal. Apabila para rasul tidak dapat menjawab pertanyaan yang dimajukan kepadanya tentang jawaban dan sambutan kaumnya mengenai seruannya kepada mereka, tentu orang-orang yang sesat dan menyesatkan di dunia yang tidak mengindahkan seruan nabi-nabi lebih cemas lagi. Firman Allah:

يَوْمَ يَجْمَعُ اللّٰهُ الرُّسُلَ فَيَقُوْلُ مَاذَٓا اُجِبْتُمْ ۗ قَالُوْا لَا عِلْمَ لَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ

(Ingatlah) pada hari ketika Allah mengumpulkan para rasul, lalu Dia bertanya (kepada mereka), “Apa jawaban (kaummu) terhadap (seruan)mu?” Mereka (para rasul) menjawab, “Kami tidak tahu (tentang itu). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” (al-Ma’idah/5: 109)

Ayat 67

Betapapun banyaknya dosa seseorang, termasuk menyekutukan Allah yang merupakan dosa yang paling besar, bila ia tobat dan kembali kepada kebenaran, serta beribadah kepada-Nya, membenarkan nabi-Nya, mengerjakan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya, tentu ia termasuk orang-orang yang beruntung dan berbahagia di akhirat.

Kejahatannya diganti oleh Allah dengan kebajikan. Ia mendapat karunia dan masuk ke surga yang penuh nikmat. Ia tinggal di dalamnya kekal untuk selama-lamanya, sebagaimana firman Allah :

وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا ۙ  ٦٨  يُّضٰعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَيَخْلُدْ فِيْهٖ مُهَانًا ۙ  ٦٩  اِلَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰۤىِٕكَ يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِهِمْ حَسَنٰتٍۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا   ٧٠

Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al-Furqan/25: 68-70)

(Tafsir Kemenag)


Baca Selanjutnya: Tafsir Surah Al-Qasas ayat 68-71


 

Tafsir Ahkam: Adakah Tafsir Ayat Tentang Disyariatkanya Zakat Fitrah?

0
Adakah Tafsir Ayat Tentang Disyariatkanya Zakat Fitrah?
Adakah Tafsir Ayat Tentang Disyariatkanya Zakat Fitrah?

Zakat adalah salah satu syariat penting dalam Islam. Zakat disebut sebagai lima pilar penting (rukun) tegaknya agama. Disyariatkannya zakat termaktub cukup lengkap di dalam hadis Nabi. Mulai dari disayariatkannya zakat fitrah, zakat emas serta perak, zakat hewan ternak, zakat hasil panen, sampai zakat barang dagangan.

Disyariatkannya zakat juga terdapat di dalam Al-Qur’an. Di antaranya ada pada surat Al-Baqarah ayat 43. Namun tahukah anda bahwa ulama’ bersilang pendapat mengenai keberadaan disyariatkannya zakat fitrah secara khusus di dalam Al-Qur’an. Atau bisa dibilang zakat fitrah tidaklah pernah disinggung di dalam Al-Qur’an. Berikut penjelasan ulama’.

Baca juga: Memaknai Kandungan al-Quran dan Perintah Iqra’

Sumber Hukum Zakat Fitrah

Imam Al-Mawardi di dalam kitab Al-Hawi Al-Kabir menyatakan, ulama’ berbeda pendapat mengenai dasar disyariatkannya zakat fitrah secara khusus. Pendapat pertama menyatakan bahwa zakat fitrah disyariatkan secara khusus lewat hadis Nabi. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendapat ini meyakini bahwa zakat fitrah tidak disinggung secara khusus di dalam Al-Qur’an. Imam Al-Mawardi kemudian memaparkan beberapa hadis yang dijadikan acuan oleh pendapat ini.

Pendapat kedua menyatakan, zakat fitrah disyariatkan dan disinggung secara khusus oleh Al-Qur’an. Hadis Nabi hanyalah sebagai penjelas atas ayat tentang zakat fitrah saja. Ulama’ yang menyakini pendapat kedua ini juga bersilang pendapat mengenai mana ayat yang menurut mereka menyinggung zakat fitrah. Perbedaan mereka ada di antara dua ayat. Antara firman Allah berbunyi (Al-Hawi Al-Kabir/3/749):

قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰىۙ ١٤ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهٖ فَصَلّٰىۗ ١٥

Sungguh, beruntung orang yang menyucikan diri. Dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat (QS. Al-A’la [87] :14-15).

Dan firman Allah:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ ٥

Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar) (QS. Al-Bayyinah [98] :5).

Baca juga: Al-Wujuh dan Al-Nazhair Kata Shalat pada Al-Qur’an

Komentar Kitab Tafsir Tentang Kedua Ayat Di Atas

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya memberikan keterangan yang sedikit berbeda dengan Al-Mawardi. Ia menyatakan bahwa tidak ada nash tentang zakat fitrah di dalam Al-Qur’an, kecuali pada dua tempat. Yaitu pada ayat yang ditakwil Imam Malik; yakni pada Surat Al-Baqarah ayat 43 dan pada Surat Al-A’la ayat 14.

Tatkala menjelaskan tafsir Surat Al-Baqarah ayat 43, Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa ulama’ berbeda pendapat mengenai maksud zakat yang disinggung pada ayat tersebut. Pendapat pertama menyatakan bahwa zakat yang dimaksud adalah zakat yang difardhukan secara umum. Hal ini didasari sebab redaksi zakat tersebut berderetan dengan salat. Pendapat kedua menyatakan bahwa zakat tersebut adalah zakat fitrah. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Malik yang diriwayatkan Ibn Qasim. Dari dua pendapat tersebut, Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa pendapat pertama adalah pendapat mayoritas ulama’ (Tafsir Al-Qurthubi/1/343).

Dari sini dapat dilihat bahwa ulama’ menyebutkan ayat tentang zakat yang berbeda-beda, terkait yang ditakwilkan Imam Malik sebagai zakat fitrah. Menurut Imam Al-Mawardi ayat tersebut adalah Surat Al-Bayyinah ayat 5 dan menurut Imam Al-Qurthubi ayat tersebut adalah Surat Al-Baqarah ayat 43. Imam Ar-Razi juga menyebutkan ayat yang berbeda; yaitu Surat Al-Muzzammil ayat 20 (Tafsir Mafatihul Ghaib/16/126).

Berbeda dengan ayat yang ditakwil Imam Malik sebagai zakat fitrah yang kitab tafsir sendiri berbeda-beda dalam menyebutkan bunyi ayat tersebut, kitab tafsir sama menjelaskan tatkala mengulas Surat Al-A’la ayat 14, bahwa sebagian pendapat menyatakan bahwa maksud zakat di ayat tersebut adalah zakat fitrah. Al-Jashshash misalnya menyatakan, menurut sebagaian ulama’ ayat tersebut menjadi dasar hukum kesunnahan menyerahkan zakat sebelum Salat I’d. Karena di ayat tersebut diterangkan bahwa zakat sebelum salat (Ahkamul Qur’an/5/372).

Baca juga: Lima Referensi Awal Pembelajaran Tajwid di Bumi Nusantara

Dari berbagai uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa zakat fitrah yang biasa ditunaikan pada bulan Ramadhan, masih diperselisihkan keberadaannya secara khusus di dalam Al-Qur’an. Sebagian menyatakan bahwa zakat fitrah disyariatkan lewat hadis Nabi. Dan Al-Qur’an hanya menyinggung zakat fitrah secara umum saja. Wallahu a’lam bish showab.