Beranda blog Halaman 382

Teladan Maulana Habib Luthfi: Belajar Tak Mudah Mengeluh dari Tafsir Ali Imran Ayat 139

0
Teladan Maulana Habib Luthfi: Belajar Tak Mudah Mengeluh
Maulana Habib Luthfi, sosok muslim teladan.

Peliknya kehidupan kerap membuat seseorang merasa lelah dan tidak menerima keadaan yang sedang dihadapinya. Pada kondisi ini, tak jarang manusia berkeluh kesah di antara perasaan kesal atas kesulitan, kesibukan, kesakitan, kegagalan dan penderitaan. Padahal, berkeluh kesah tidak pernah menyelesaikan masalah dan kesulitan, justru hanya akan memperburuk keadaan karena memancarkan energi negatif, rasa sedih, putus asa, bahkan meluapkan emosi sebagai bentuk pelampiasan. Dari sini, sangat menarik jika ada sosok tercinta yang mampu memberi teladan kita dalam belajar untuk tidak mudah mengeluh, yaitu dari sang teladan Maulana Habib Luthfi.

Pada dasarnya, dinamika kehidupan manusia adalah keniscayaan, tidak ada rasa senang dan susah yang tetap. Hambatan dan tantangan hidup tidak disajikan agar manusia mengeluh terhadap keadaan. Melainkan bagian dari kasih sayang Allah bagi hamba-hamba yang beriman. Menurut sebagian Sufi,  penderitaan hanyalah jalan menuju pembersihan diri dan kebahagiaan sejati, dan sudah sepatutnya manusia mengadapi ujian Allah dengan jiwa yang tegar. Mari mencoba mengingat kembali firman Allah yang diabadikan dalam surah Ali ‘Imran ayat 139:

 وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

Dan janganlah kamu merasa lemah, dan jangan pula bersedih hati, sebab kamu paling tinggi derajatnya, jika kamu orang beriman.

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 139

Mayoritas Ulama memiliki warna penafsiran yang sama dalam menjelaskan ayat ini. Misalnya dalam tafsir ath-Tabari dan al-Misbah, kedua kitab ini sama-sama menerangkan bahwa ayat ini berbicara tentang kekalahan umat Islam pada perang uhud, sebagian dari mereka menderita luka dan terbunuh. Kemudian turunlah ayat ini sebagai penghibur agar mereka tidak bersedih hati, berkeluh kesah apalagi berputus asa. Karena sesungguhnya, setelah mengalami kekalahan dalam perang uhud, Allah menyiapkan kemenangan yang gemilang dalam perang badar.

Baca juga: Surah Adz-Dzariyat Ayat 20-21, Melejitkan Nilai Tambah dan Potensi Kita

Pelajaran yang dapat dipetik dari ayat di atas adalah selama keimanan masih bersemai dalam dada, kegagalan atau rintangan dalam perjuangan tidak boleh mengundang kesedihan yang berlarut. Setiap muslim hendaknya menguatkan iman agar tidak patah semangat dan tidak berkeluh kesah dalam perjuangannya, tidak pula mudah menyalahkan orang lain, serta senantiasa introspeksi diri dan mendekatkan diri kepada Allah.

Teladan Maulana Habib Luthfi: Belajar Tak Mudah Mengeluh

Berbicara tentang keluh kesah, Maulana Habib Lutfi bin Yahya merupakan seorang tokoh dan sosok ulama Indonesia yang memiliki banyak muhibbin, bukan sekedar karena seorang Habaib, namun juga ketundukan perilaku yang sangat meneladani Rasulullah. Dikisahkan oleh salah satu santri beliau, Muhdhor Ahmad Assegaf, bahwa Habib Luthfi hampir tidak pernah mengeluh dalam hidupnya. apapun kondisi yang sedang dihadapinya; hambatan, ujian, rintangan selalu diterimanya dengan sabar, syukur, ikhlas dan senantiasa tersenyum bahagia.

Di antara satu hal yang patut di dikagumi dari guru kita Maulana Habib Luthfi adalah sosoknya yang periang, selalu terlihat ceria, elok dipandang. Kapan pun, di mana pun, dan pada kondisi apapun. Keceriaan wajahnya laksana pancaran dari cahanya hatinya yang selalu terisi rasa syukur dan kedekatan kepada Allah.

Padahal, aktivitas dan agenda Habib Luthfi sangatlah padat, disamping kesibukannya sebagai Mustasyar PBNU, Ra’is amm, Pimpinan Umum Jam’iyyah Alith Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyyin di Pekalongan. Pimpinan Ulama Sufi Sedunia, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Ketua MUI Jawa Tengah, serta menjadi pendiri Majlis Ta’lim Kanzus Shalawat, tidak pernah membuatnya lelah, apalagi mengeluh.

Baca juga: Hikmah Penggunaan Huruf-Huruf Hijaiyah Pada Fawatihus Suwar

Selain itu, hampir di semua tempat selalu dikerumuni santri dan para pencintanya, di tempat pengajian, di instansi pemerintahan, di bandara, di makam dan di tempat-tempat umum lainnya. Baik yang bertujuan meminta doa, mengkonsultasikan berbagai masalah, atau sekedar memandang wajah beliau yang teduh dan selalu tersenyum. Bahkan, rumah beliau yang tak pernah sepi dari tamu, tidak menjadikan beliau keberatan untuk selalu ngopeni umat, mengayomi berbagai kalangan.

Betapapun sibuknya dan banyaknya hal yang dipikirkan, kurangnya istirahat, kurangnya tidur, letih, lapar, semua dihadapi dengan rasa ikhlas dan syukur, tidak pernah bosan atau jenuh. Di Usia yang sudah cukup sepuh, Habib Luthfi pun tetap telihat penuh semangat, energik, tanpa keluh kesah.

Demikian gambaran dari Guru kita Maulana Habib Luthfi, yang selalu tulus menjiwai peran dan tugas kemanusiaannya tanpa keluh kesah. Utamanya, dalam menyandarkan perilakunya sebagaimana tuntunan Al-Quran dan ajaran Rosulullah. Wallahu a’lam

 

 

Tafsir Surah Al Fajr Ayat 17-30

0
tafsir surah al fajr
Tafsiralquran.id

Tafsir Surah Al Fajr Ayat 17-30 lebih lanjut berbicara mengenai proses penerimaan risalah. Misalnya ketika diberi cobaan dengan rezeki. Apakah dengan itu mereka bisa berbagi dengan orang yang lebih membutuhkan atau malah tak acuh terhadap hal itu.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Fajr Ayat 9-16


Adapun mereka yang acuh, dalam Tafsir Surah Al Fajr Ayat 17-30 ini digambarkan dengan  kekikiran dan ketamakan. Kedua  sifat tersebut termasuk dalam keingkaran terhadap risalah kenabian. Orang-orang tersebut di akhirat akan mendapatkan azab di akhirat.

Ayat 17

Akan tetapi banyak manusia yang ingkar, mereka tidak mensyukuri nikmat yang diberikan kepadanya. Bersyukur adalah mengucapkan kata-kata syukur dan menggunakan nikmat itu sesuai dengan ketentuan Yang Memberinya.

Salah satu ketentuan-Nya adalah bahwa orang yang diberi kelebihan rezeki harus memperhatikan mereka yang berkekurangan. Di antara mereka adalah anak-anak yatim. Anak yatim perlu diasuh sampai mereka dewasa. Manusia yang ingkar dan tak mau bersyukur tidak mau memperhatikan pengasuhan anak-anak yatim itu.

Ayat 18

Di samping itu, mereka tidak menaruh kasihan pada penderitaan orang miskin. Jangankan untuk melepaskan mereka dari kemiskinan, membantu mencukupkan kebutuhan pokok mereka saja mereka tidak ada perhatian.

Ayat 19

Tambahan lagi manusia yang ingkar dan durhaka itu sangat tamak. Mereka tega merampas harta warisan yang menjadi hak anak yatim secara akal-akalan, misalnya mencampurkannya ke dalam kekayaan mereka lalu menyatakan bahwa yang mereka makan adalah harta mereka sendiri.

Ayat 20

Orang yang durhaka itu terus mencari dan mengumpulkan kekayaan tanpa mengenal rasa lelah dan tidak peduli halal atau haram. Di samping itu, mereka sangat pelit, tidak mau mengeluarkan kewajiban berkenaan harta, yaitu membayar zakat dan membantu orang yang berkekurangan.

Allah tidak mungkin sayang kepada orang kaya raya yang memperoleh kekayaan itu dengan cara yang tidak benar. Juga kepada orang yang tidak mau membantu orang lain. Mereka jangan mengira bahwa mereka memperoleh kekayaan itu sebagai tanda bahwa Allah menyayangi mereka.

Sebaliknya, Allah sesungguhnya membenci mereka. Tidak mustahil mereka akan dijatuhi azab seperti yang telah ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu itu. Di akhirat nanti, Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka. Hakikat ini hendaknya disadari oleh kaum kafir Mekah yang masih juga membangkang. Hal itu hendaknya dijadikan pelajaran oleh seluruh umat manusia.

Ayat 21-23

Dalam ayat ini, Allah memberitahukan bahwa orang-orang kafir itu nanti di akhirat akan menyesal. Allah memberitahukan bahwa dunia ini akan hancur karena planet-planet ini akan bertubrukan satu sama lain dengan dahsyatnya dan semua makhluk akan mati.

Setelah itu Allah menghidupkan semua makhluk itu kembali dan menghadapkan mereka di Padang Mahsyar. Kemudian Allah dan para malaikat yang membuat formasi-formasi khusus memeriksa setiap amal manusia.

Waktu itulah neraka Jahanam dihadapkan kepada orang-orang yang durhaka ketika di dunia. Waktu itu mereka yang durhaka sadar atas kedurhakaannya. Akan tetapi, sadar pada waktu itu tidak ada gunanya, karena “nasi sudah jadi bubur”, dunia tempat beramal sudah berakhir, dan yang ada hanyalah tempat melihat hasil amal di dunia.

Baca juga: Menyeimbangkan Urusan Dunia dan Akhirat, Perhatikan Semangat Doa Al-Quran Berikut!

Ayat 24

Ketika itu orang-orang yang durhaka menyesali diri mereka mengapa dulu di dunia tidak melakukan sesuatu yang berguna untuk kehidupannya di akhirat.

Ayat 25

Di akhirat, yang ada hanya azab bagi orang yang durhaka. Azab itu tiada tara sehingga tidak ada bandingannya. Azab itu dijatuhkan sesuai dengan dosa-dosa mereka pada waktu di dunia.

Ayat 26

Pada waktu itu tidak ada yang lebih dipercaya dalam melaksanakan tugasnya selain Malaikat Zabaniyah. Malaikat itu akan melaksanakan tugasnya persis sebagaimana yang diperintahkan Allah, yaitu bahwa orang-orang yang durhaka itu akan diazab di dalam neraka Jahanam sesuai dengan dosa-dosa mereka.

Dengan demikian, terbuktilah bahwa kelimpahan nikmat yang mereka terima pada waktu di dunia itu bukanlah tanda bahwa Allah cinta kepada mereka.

Ayat 27-30

Dalam ayat-ayat ini, Allah memanggil jiwa yang tenang dan damai ketika diwafatkan, yaitu jiwa yang suci karena iman dan amal saleh yang dikerjakannya, sehingga memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepadanya.

Jiwa itu diminta Allah untuk pulang memenuhi panggilan-Nya dengan menghadap kepada-Nya kembali dengan perasaan puas dan senang karena telah memenuhi perintah-perintah-Nya waktu hidup di dunia.

Allah juga puas dan senang kepadanya karena sudah menjalankan perintah-perintah-Nya. Setelah datang kepada-Nya, jiwa itu dipersilakan Allah masuk ke dalam kelompok hamba-hamba-Nya, yaitu ke dalam surga-Nya.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Balad Ayat 1-5


(Tafsir Kemenag)

Hikmah Penggunaan Huruf-Huruf Hijaiyah Pada Fawatihus Suwar

0
Fawatihus Suwar
Fawatihus Suwar

Dalam ulumul qur’an terdapat ilmu fawatihus suwar yang membahas tentang pembukaan surah-surah dalam Al-Qur’an. Ilmu ini perlu dipelajari agar seseorang dapat mengetahui hikmah yang tersirat ataupun tersurat yang disampaikan Allah swt dalam pembukaan surah-surah Al-Qur’an. Imam as-suyuti berpendapat bahwasanya terdapat kurang lebih 20 pendapat tentang masalah fawatihus suwar.

Terdapat huruf al-muqaththa’ah (huruf yang terpotong-potong) disebut fawatihus suwar, menurut Imam As-Suyuti hal ini tergolong dalam ayat mutasybihah. Sehingga, banyak kajian tafsir yang berupaya mengungkap rahasia yang terkandung di dalamnya. Di antaranya adalah karya Abdul Adhim Bin Abdul Wahid, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Abi al-Ishba’ al-Mishry dengan menulis kitab al-khawaathirus sawanih fi asraaril fawaatih.

Untuk mengetahui secara pasti arti huruf al-muqaththa’ah pada fawatihus suwar tidak ada seorang pun yang tahu. Hanya Allah yang mengetahuinya. Sebagaimana Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “dalam kitab-kitab itu ada rahasianya, dan rahasia dari kitab Al-Qur’an adalah pembukaan dari surah-surah Al-Qur’an.”

Pendapat yang lain dikemukakan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Imam Asy-Sya’bi, Umar Bin Khattab dan Imam Ar-Razi. Namun, kita bisa mengira-ngira apa hikmah dibalik penggunaan huruf hijaiyah tersebut yang dapat di ambil hikmahnya.

Pertama, untuk menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an adalah perkataan “ilahi” menggunakan kosa kata yang digunakan oleh orang Arab. Kosa kata tersebut terdiri dari huruf-huruf hijaiyah yang juga bisa digunakan oleh orang Arab. Namun ternyata tidak ada seorang pun yang mampu menandingi Al-Qur’an walaupun dari segi redaksionalnya saja, apa lagi dari sisi kandungannya.

Padahal orang-orang kafir tersebut menuduh Al-Qur’an sebagai perkataan orang gila, kebohongan masa lalu, dan sebagainya. Indikatornya, setiap Al-Qur’an menggunakan huruf  hijaiyah pada permulaan surah, selalu diikuti dengan hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Misalnya sebagai berikut:

 الۤمّۤ ۚذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ

الۤمّۤ اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُۗ  نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ

الۤمّۤصۤ كِتٰبٌ اُنْزِلَ اِلَيْكَ

الۤرٰ ۗتِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِ الْحَكِيْمِ

Hanya dua surah yang tidak diikuti dengan isyarah kepada Al-Qur’an yaitu surah ar-rum dan al-‘ankabut. Betapapun demikian, pada surah ar-rum secara implisit menjelaskan janji, bahwa orang romawi pasti akan menang melawan orang Persi dalam beberapa tahun mendatang. Ternyata janji ini terbukti. Berarti Al-Qur’an bukan karangan Nabi Muhammad saw, melainkan kalamullah. Inilah yang paling penting, pada ayat 58 pada surah ini, Allah membicarakan tentang Al-Qur’an.

Dalam surah al-‘ankabut ayat 45 sampai 51, Allah menjelaskan tentang Al-Qur’an. Pada ayat 48, dijelaskan tentang sifat “ummi” nabi Muhammad saw, seorang yang tidak bisa membaca dan menulis. Tetapi Al-Qur’an yang diajarkan kepada kaumnya mempunyai keistimewaan yang luar biasa, yang tidak mungkin muncul dari seorang yang “ummi”. Inilah yang penting.

Terkait dengan unsur kemukjizatan ini, sangat menarik untuk diperhatiakan bahwa penggunaan satu huruf hijaiyah dalam fawatihus suwar , maka huruf itu mendominasi pemakaiannya dalam surah tersebut. Contohnya surah “Qaf”. Pada surah ini ada sekitar 62 huruf Qaf. Kandungan surah “Qaf” sendiri berisi tentang hari kiamat.

Kiamat adalah kandungan yang sangat berat sesuai dengan sifat huruf Qaf itu sendiri, yang menghimpun sifat syiddah (tertahannya suara), jahr (tertahan napasnya), qalqalah (pantulan suara karena beratnya huruf), dan infitah.terdapat juga Pada surah “Nun” huruf Nun ada sekitar 146. Huruf Nun sendiri banyak terdapat pada akhir ayat surah ini.

Pada surah “shad” ada sekitar 33 huruf Shad yang digunakan. Walaupun demikian, sebagian ulama menjelaskan bahwa walaupun huruf Shad tidak banyak dipergunakan, tapi persoalan yang dikemukakan jika diungkap dengan kata-kata maka huruf tersebut akan banyak digunakan.

Kontennya berupa perseteruan yang dalam ungkapan Al-Qur’an sendiri adalah “khusumah” (الخصومات) atau perseteruan antara berbagai pihak, yaitu antara orang kafir dan nabi, antara dua seteru kepada nabi daud, antara penghuni neraka, antara malaikat, antara iblis dengan Allah. Huruf Shad adalah huruf  yang terdapat pada kata (الخصومات). Imam Zarkasyi dalam Al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran menggambarkan sebagai berikut:

فَأَوَّلُهَا خُصُوْمَةُ اْلكُفَّارِ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّهَ وَسَلَّمَ وَقَوْلُهُمْ أَجَعَلَ الْاَ لِهَةَ اِلَهًا وَا حِدًا اِلىَ اَخِرِ كَلَا مِهِمْ ثُمَّ اخْتِصَامُ الْخَصْمَيْنِ عِنْدَ دَاوُدَ ثُمَّ تَخَاصُمُ أَهْلِ النَّارِ ثُمَّ اخْتِصَامُ الْمَلَاِ اْلاَ عْلَى فِي الْعِلْمِ وَهُوَ الدَّرَجَاتُ وَالْكَفَّارَاتُ ثُمَّ تَخَاصُمُ أِبْلِيْسَ وَاعْتِرَاضُهُ عَلَى رَبِّهِ وَأَمْرِهِ بِا السُّجُوْدِ ثُمَّ اخْتِصَامُهُ لَوْ ثَانِيًا فِي شَأْنِ بَنِيْهِ وَحَلْفُهُ لَيُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِيْنَ اِلَا أَهْلِ الْاِخْلَاصِ مِنْهُمْ.

Kedua, untuk menyedot perhatian orang kafir. Sebagaimana Imam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa huruf-huruf itu adalah untuk menentang orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an sehingga sereka selalu menjauhkan diri dan memalingkan muka sewaktu mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Mereka juaga melarang teman-teman mereka mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagaimana di firmankan-Nya:

وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَسْمَعُوْا لِهٰذَا الْقُرْاٰنِ وَالْغَوْا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُوْنَ – ٢٦

Dan orang-orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur’an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan (mereka).”

Adanya huruf-huruf hijaiyah ini membuat mereka terperanga, terkejut, dam mau tidak mau mereka sangat penasaran untuk mendengarkan ayat-ayat berikutnya.

Ketiga, Ibnu Farij meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa huruf-huruf hijaiyah tersebut merupakan singkatan nama-nama Allah atau ungkapan yang menjelaskan kemahakuasaan Allah. Penggunaan singkatan seperti ini sudah lazim di kalangan bangsa Arab. Tentang singkatan-singkatan tersebut bisa dilihat pada penjelasan Imam As-Suyuti berikut:

الم: اَنَا اللهُ اَعْلَمُ                                               ق: قَادِرٌ وَقَاهِرٌ

المص: أَنَا اللهُ أَفْصَلُ                               ن: نُوْرٌ وَنَاصِرٌ

الر: أَنَا اللهُ أَرَى

Dengan demikian dapat kita renungkan hikmah keberadaan huruf muqhttha’ah yang tidak terbahas semuanya dikarenakan masih banyak lagi pendapat-pendapat mengenainya. Sebagai manusia yang mempunyai keterbatasan hal ini merupakan sarana bagi penunduk akal terhadap Allah karena kesadaran akan ketidak mampuan untuk mengungkap kemukjizatan yang terkandung di dalamnya secara konkrit.

Tafsir Surah Al Fajr Ayat 9-16

0
tafsir surah al fajr
Tafsiralquran.id

Tafsir Surah Al Fajr Ayat 9-16 ini meneruskan pembicaraan sebelumnya, yaitu kaum Samud, kaum yang digawangi oleh Nabi Saleh. Adapula pembicaraan tentang Fir’aun. Kaum ‘Ad, Samud, dan Fir’aun merupakan orang-orang yang ingkar terhadap utusan Allah.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Fajr Ayat 1-8


Selanjutnya Tafsir Surah Al Fajr Ayat 9-16 berbicara mengenai perhitungan Allah Swt terhadap apa yang dilakukan oleh umat manusia atas penerimaannya terhadap nabinya. Tentunya dalam proses penerimaan tersebut tidak berjalan mulus karena dipenuhi cobaan. Hal inilah yang dijadikan pertimbangan apakah ia layak mendapat nikmat atau azab.

Ayat 9

Begitu juga Allah telah menghancurleburkan kaum Samud, umat Nabi Saleh. Bangsa ini juga telah memiliki peradaban yang tinggi, yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka membangun gedung-gedung megah di tempat-tempat datar dan memotong.

Selain itu mereka juga memahat batu-batu di pegunungan untuk dibuat tempat-tempat peristirahatan, serta membuat relief-relief dan perhiasan-perhiasan dari batu atau marmer. Keahlian mereka itu diceritakan dalam ayat lain:

وَتَنْحِتُوْنَ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتًا فٰرِهِيْنَ   ١٤٩

Dan kamu pahat dengan terampil sebagian gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah. (asy-Syu’ara’/26: 149)

Walaupun mereka sudah begitu maju, kuat, dan memiliki peradaban yang tinggi, Allah tetap kuasa menghancurkan mereka karena pembangkangan mereka.

Ayat 10

Allah juga telah menghancurkan Fir’aun. Ia terkenal sebagai raja yang zalim bahkan memandang dirinya tuhan bangsa Mesir. Bangsa ini di bawah Fir‘aun juga telah mencapai peradaban yang tinggi, di antara buktinya adalah kemampuan mereka membangun piramid-piramid yang merupakan salah satu keajaiban dunia sampai sekarang.

Mereka juga telah memiliki angkatan bersenjata yang besar. Akan tetapi, semuanya itu juga sudah dihancurleburkan Allah sehingga sekarang mereka hanya tinggal nama untuk dikenang.

Ayat 11

Semua bangsa yang telah disebutkan di atas, yaitu kaum ‘Ad, Samud, dan Fir’aun telah melakukan kesewenang-wenangan di bumi ini, yaitu mempertuhankan manusia atau benda dan memperkosa hak-hak asasi manusia.

Ayat 12

Di samping itu, mereka telah melakukan kerusakan di muka bumi, seperti menindas kaum yang lemah bahkan membunuh siapa saja yang mereka kehendaki.


Baca juga: Tafsir Surat al-Mulk Ayat 25-27: Balasan Bagi yang Ingkar Terhadap Ancaman Allah


Ayat 13

Akhirnya Allah “menumpahkan kepada mereka cemeti azab”, yang berarti bahwa azab itu dicurahkan seluruhnya kepada mereka sehebat-hebatnya, sehingga mereka hancur lebur tak bersisa dan yang tertinggal hanyalah nama untuk diingat orang.

Yang menimpakan azab itu adalah “Tuhanmu” (ya, Muhammad!), yang berarti bahwa peristiwa-peristiwa itu hendaknya menjadi pelajaran bagi kaum kafir Mekah agar mereka tidak terus-menerus membangkang.

Bagaimana azab yang ditimpakan kepada bangsa-bangsa itu dinyatakan dalam ayat-ayat lain:

فَاَمَّا ثَمُوْدُ فَاُهْلِكُوْا بِالطَّاغِيَةِ   ٥  وَاَمَّا عَادٌ فَاُهْلِكُوْا بِرِيْحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍۙ  ٦  سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَّثَمٰنِيَةَ اَيَّامٍۙ حُسُوْمًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيْهَا صَرْعٰىۙ  كَاَنَّهُمْ اَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍۚ  ٧  فَهَلْ تَرٰى لَهُمْ مِّنْۢ بَاقِيَةٍ   ٨  وَجَاۤءَ فِرْعَوْنُ وَمَنْ قَبْلَهٗ وَالْمُؤْتَفِكٰتُ بِالْخَاطِئَةِۚ  ٩  فَعَصَوْا رَسُوْلَ رَبِّهِمْ فَاَخَذَهُمْ اَخْذَةً رَّابِيَةً   ١٠

“Maka adapun kaum Samud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang sangat keras, sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus; maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk).”

“Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka? Kemudian datang Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya dan (penduduk) negeri-negeri yang dijungkirbalikkan karena kesalahan yang besar. Maka mereka mendurhakai utusan Tuhannya, Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras.” (al-Haqqah/69: 5-10)

Ayat 14

Allah menegaskan bahwa Ia sungguh amat kuat pengawasan-Nya terhadap makhluk-Nya. Tidak ada perbuatan sekecil apa pun yang tidak diketahui-Nya. Oleh karena itu, yang membangkang dan bergelimang dosa seharusnya sadar dan kemudian beriman dan tobat dari dosa-dosanya.

Ayat 15

Ayat ini menyatakan bahwa Allah menguji manusia dengan kemuliaan dan berbagai nikmat-Nya, seperti kekuasaan dan kekayaan. Orang yang kafir dan durhaka akan memandang hal itu sebagai tanda bahwa Allah menyayangi mereka.

Ayat 16

Sebaliknya, bila Allah menguji mereka dengan cara membatasi rezeki, mereka menyangka bahwa Allah telah membenci mereka. Pandangan itu tidak benar, karena Allah memberi siapa yang disukai-Nya atau tidak memberi siapa yang tidak disukai-Nya.

Allah ingin menguji manusia, dan karena itu Ia menghendaki agar manusia itu selalu patuh kepada-Nya, baik dalam keadaan berkecukupan maupun kekurangan. Bila Allah memberi, maka manusia yang diberi harus bersyukur, dan bila Ia tidak memberi, manusia harus bersabar.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Fajr Ayat 17-30


 (Tafsir Kemenag)

Tafsir Ahkam: Fase-Fase Diharamkannya Khamar, Manfaat dan Mudarat Khamar

0
manfaat dan mudarat khamar
manfaat dan mudarat khamar

Baru-baru ini publik diramaikan dengan kabar tentang lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru miras, dan pada tanggal 02 Maret 2021 Presiden mencabut lampiran perpres tersebut. Sebuah keputusan yang melegakan banyak orang. Dalam Al-Quran, pengharaman khamar sudah jelas ayatnya, namun memang benar bahwa pengharaman khamar ini didahului oleh beberapa fase sebelumnya, tidak langsung tiba-tiba haram. Fase pertama dimulai dengan penjelasan tentang manfaat dan mudarat khamar

Mayoritas ulama berpendapat, segala yang memabukkan dinamakan khamar, baik terbuat dari perasan anggur atau yang lainnya, baik sedikit atupun banyak. Sedangkan Imam Abu Hanifah, Madzhab Kufiyin, As-Tsauri, Annakho’i dan Ibnu Abi Laila berpendapat, khamar hanya minuman yang memabukan yang terbuat dari anggur sedangkan yang lainya mereka menamakan dengan Tuak (nabid).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Selain Haram, Apakah Khamr Itu Najis?

Bagi orang Arab minum khamar sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging sejak zaman pra-Islam. Bahkan sebagian sahabat nabi kala itu sampai berkata tidak ada larangan Allah yang paling berat kecuali larangan meminum khamar. Keterangan ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qurtubi dalam tafsirnya

حَتَّى صَارَ يَقُولُ بَعْضُهُمْ: مَا حَرَّمَ اللَّهُ شَيْئًا أَشَدَّ مِنَ الْخَمْرِ

“Samapai-sampai Sebagian mereka berkata tidak ada sesuatu yang diharamkan Allah yang lebih berat dibandingkan larangan minum khamar”.

Ungkapan diatas merefleksikan bahwa khamar di kala itu seakan menjadi kebutuhan dan kegemaran mereka, sehingga mereka sangat berat untuk melakukan larangan tersebut. Itu menjadi sebab, kenapa larangan minum khamar diturunkan secara berangsur-angsur (tadrij). Mula-mula dikatakan bahwa dosanya besar, kemudian dikatakan orang mabuk tidak boleh mengerjakan salat; dan terakhir dikatakan bahwa minum khamar itu adalah keji dan termasuk perbuatan setan.

Di sini juga terlihat bahwa Al-Quran berinteraksi dan sangat memperhatikan mukhatab atau lawan bicaranya saat itu. Tujuannya tiada lain untuk memberikan pembiasaan tentang haramnya khamar, dimulai dengan memberi tahu manfaat dan mudarat khamar. Khusus di bagian mudarat, Al-Quran memberi catatan lebih lanjut tentangnya, ‘wa itsmuhuma akbaru min naf’ihima’ yang diterjemahkan dengan ‘(Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya’

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya Marah Labid Li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid menjelaskan dengan mengutip penjelasan para mufasir bahwa terkait pengharaman khamar ini diturunkan empat ayat, yakni surah An-Nahl ayat 67, Al-Baqarah ayat 219, An-Nisā’ ayat 43 dan Al-Maidah ayat 90. Pada awalnya khamar halal bagi kaum muslim dan mereka meminumnya. Berikut ayat yang menjelaskan fase-fase diharamkannya khamar.

Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 219

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ

“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”

Sebab diturunkanya ayat ini dijelaskan dalam Tafsir Munir karya Wahbah Zuhaili bahwa Umar bin Khattab, Mu’adz bin Jabal dan serombongan kaum Ansor mendatangi Nabi dan meminta fatwa tentang khamar dan judi karena dapat menghilangkan akal dan menghabiskan harta, kemudian Allah menurunkan ayat ini.

Setelah ayat ini diturunkan, sahabat terbagi menjadi dua kelompok pemahaman yang berbeda, sebagian meninggalkan meminum khamar dengan alasan “tidak ada alasan untuk kami melakukan hal yang terdapat dosa besar di dalamnya. Sebagian masih saja meminum khamar dengan alasan kami mengambil manfatnya dan meninggalkan dosanya”.

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Petunjuk Al-Quran Tentang Makanan yang Halal dan Haram

Manfaat dan Mudarat Khamar

Terkait dengan manfaat khamar, mengutip dari Tafsir Kemenag “Adapun manfaat minum khamar sedikit sekali, boleh dikatakan tidak ada artinya dibandingkan dengan bahayanya. Misalnya, khamar, mungkin dapat menjadi obat, dapat dijadikan komoditas perdagangan yang mendatangkan keuntungan, dan dapat menimbulkan semangat bagi prajurit-prajurit yang akan pergi berperang, dan lain-lain. Tapi semua itu bukanlah manfaat yang berarti.”

Senada dengan penjelasan di atas al-Qurtubi menjelaskan dalam tafsirnya terkait dengan manfaat dari khamar sebagai berikut,

أَمَّا فِي الْخَمْرِ فَرِبْحُ التِّجَارَةِ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا يَجْلِبُونَهَا مِنَ الشَّامِ بِرُخْصٍ فَيَبِيعُونَهَا فِي الْحِجَازِ بِرِبْحٍ، وَكَانُوا لَا يَرَوْنَ المماكسة فِيهَا، فَيَشْتَرِي طَالِبُ الْخَمْرِ الْخَمْرَ بِالثَّمَنِ الْغَالِي. هَذَا أَصَحُّ مَا قِيلَ فِي مَنْفَعَتِهَا، وَقَدْ قِيلَ فِي مَنَافِعِهَا: إِنَّهَا تَهْضِمُ الطَّعَامَ، وَتُقَوِّي الضَّعْفَ، وَتُعِينُ عَلَى الْبَاهِ، وَتُسَخِّي الْبَخِيلَ، وَتُشَجِّعَ الْجَبَانَ، وَتَصُفِّي اللَّوْنَ، إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ اللَّذَّةِ بِهَا.

“Adapun manfaat dari khamar adalah keuntungan dalam perdagangannya. Mereka mendapatkan khamar dari Syam dengan harga yang murah kemudian dijual di hijaz dengan mengambil untung, mereka tidak melihat penarikan cukai/pajak disana kemudian pembeli khamar membeli dengan harga mahal. Ini adalah pendapat paling sahih terkait manfaat dari khamar. Ada yang mengatakan kemanfaatanya ialah khamar dapat menbantu mencerna/menghancurkan makanan, menjadikan kuat orang yang lemah, membantu dalam hubungan sex, menjadikan dermawan orang yang bakhil, menjadikan orang yang pengecut menjadi pemberani, melembutkan kulit dll.”

Adapun tentang mudarat khamar, melansir p2ptm.kemkes.go.id (Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia), dinyatakan bahwa ada 10 dampak negatif minuman beralkohol bagi kesehatan.

  1. Menyebabkan kerusakan saraf
  2. Menyebabkan gangguan jantung
  3. Mengganggu sistem metabolisme tubuh
  4. Mengganggu sistem reproduksi
  5. Menurunkan kecerdasan
  6. Menyebabkan kenaikan berat badan
  7. Mengganggu fungsi hati
  8. Menyebabkan tekanan darah tinggi
  9. Menyebabkan ketidaknyamanan dalam tubuh
  10. Memperpendek usia seseorang

Mudarat atau bahaya khamar untuk kesehatan lainnya secara detail dapat dilihat di laman Kementerian Kesehatan RI lainnya. Bahaya Kecanduan Minuman Beralkohol dan Cara Menghentikannya dan Sering Minum Miras, Ini Akibatnya.

Berdasar pada pemaparan manfaat dan mudarat khamar, terlihat bahwa mudarat khamar lebih banyak dan lebih besar daripada manfaatnya. Seperti halnya dengan redaksi yang disampaikan ayat Al-Quran. Walhasil, fase-fase diharamkannya khamar, khusunya di ayat 219 surah Al-Baqarah ini larangan khamar masih belum terlalu tegas, khamar masih dikonsumsi oleh sebagian sahabat, karena masih belum bisa meninggalkannya. Wallahu a’lam bissowab.

Surah Adz-Dzariyat Ayat 20-21, Melejitkan Nilai Tambah dan Potensi Kita

0
Nilai tambah
Potensi dan Nilai tambah Manusia

Sebagai makhluk yang dapat berpikir, manusia memiliki potensi otak yang sangat besar. Artikel ini akan berbicara soal potensi dan nilai tambah yang dimiliki manusia sebagao,ama tertuang dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 20-21. Allah Swt berfirman:

 وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ (20) وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ (21)

“Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Q.S. Adz-Dzariyat: 20-21)

Manusia adalah makhluk yang unik dengan beragam potensi yang melingkupinya. Setiap orang memiliki potensi tertentu, yang jika dikembangkan lebih lanjut akan menjadi ciri khas (trade mark), bahkan menjadi nilai tambah (added value) dirinya di hadapan orang lain.

Nilai tambah yang penulis maksud bisa berupa prestasi di bidang tertentu, atau kesuksesan dalam hal tertentu yang membedakannya dengan orang lain. Pada gilirannya, nilai tambah ini bisa memiliki nilai jual yang tinggi. Sehingga orang tersebut akan mendapatkan penghargaan yang layak atas prestasi atau kesuksesan yang diraihnya tersebut. Penghargaan itu bisa berupa materi, status sosial, posisi yang layak, serta beragam penilaian postif lainnya yang diberikan oleh masyarakat.

Baca Juga: Insecure dengan Potensi Diri? Perhatikan Tafsir Surah Al-Isra Ayat 84!

Pertanyaannya kemudian, apa harta terpendam yang ada di dalam diri kita? Boleh jadi, ada potensi istimewa di dalam diri kita masing-masing yang belum kita gali. Mungkin selama ini kita terlelap dalam tidur panjang yang melenakan, sehingga kita abaikan segala potensi istimewa yang ada di dalam diri kita.

Mulai saat ini, coba kita amati diri kita masing-masing, kita tanya pada diri kita, apa harta terpendam dalam diri kita yang bisa kita jadikan nilai tambah? Bisa jadi, dalam diri kita terdapat potensi menjadi seorang penulis hebat, pengusaha sukses, ilmuan ternama, peneliti atau penemu karya inovatif, atau potensi-potensi lainnya yang kalau dikembangkan akan menjadi sisi pembeda dan nilai tambah bagi kita dibanding orang lain.

Penulis ingin menunjukkan ‘sesuatu’ di dalam diri kita yang sangat luar biasa, yang jika kita maksimalkan akan menjadikan kita sebagai manusia dengan kemampuan di atas rata-rata. Sesuatu yang penulis maksud adalah otak kita.

Ya, menurut sejumlah penelitian ilmiah, otak manusia memiliki 1 triliun sel otak, terdiri dari 100 miliar sel aktif dan 900 miliar sel yang menghubungkannya. Otak kita mampu menyimpan sekitar 800 informasi per detik selama rata-rata 75 tahun tanpa lelah. Sungguh betapa hebat dan luar biasanya kekuatan otak manusia.

Sejarah mencatat sejumlah nama besar tokoh-tokoh dunia yang pernah hadir di muka bumi dengan kemampuan otak yang luar biasa dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi umat manusia.

Dalam dunia Islam pernah hadir seorang anak manusia bernama Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafi’i. Beliau lahir di Gaza, Palestina pada 150 H. Beliau adalah seorang ulama besar, khususnya dalam bidang hadis dan fiqh, pendiri mazhab Syafi’i. Di usianya yang masih sangat belia, yaitu 7 tahun, beliau sudah menjadi seorang hafiz (hafal seluruh isi al-Qur’an yang berjumlah 30 Juz). Pada usia 10 tahun beliau hafal kitab Muwaththa karya Imam Malik, yang berisi 1.720 hadis. Dan pada usia 15 tahun beliau sudah menjadi Mufti (pemberi fatwa) di kota Mekah.

Sekitar setengah abad pasca kelahiran Imam Syafi’i, tepatnya pada 194 H, lahir pula seorang ulama besar dalam bidang hadis. Beliau adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah, yang lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari. Kemampuan otak Imam Bukhari sungguh luar biasa. Beliau hafal ratusan ribu hadis lengkap dengan sanadnya (jalur periwayatan). Selanjutnya beliau melakukan penelitian serius untuk memilah hadis sahih dan tidak sahih. Hasil penelitiannya beliau tuangkan dalam sebuah kitab yang diberi judul al-Jami’ ash-Shahih, yang lebih dikenal dengan nama Shahih al-Bukhari.

Dalam dunia ilmiah modern, terdapat sejumlah nama besar ilmuan yang telah berhasil memaksimalkan kemampuan otaknya untuk kepentingan umat manusia.

Anda tentu mengenal nama Thomas Alfa Edison. Ya, dia adalah penemu bola lampu, yang telah melakukan eksperimen ribuan kali, dan akhirnya berhasil menemukan formula yang tepat untuk membuat bola lampu. Meski awalnya dicemooh oleh orang-orang di sekelilingnya, tapi ia tetap optimis dengan eksperimennya. Terbukti, keyakinannya untuk bisa menciptakan hal baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya, yaitu bola lampu menemui kenyataan. Bisa dibayangkan, seandainya Alfa Edison tidak melanjutkan eksperimennya, mungkin kita masih dibalut gelap gulita.

Baca Juga: Ini Dua Potensi yang Dimiliki Manusia dalam Al-Quran

Ilmuwan lain yang mencengangkan dunia modern adalah Albert Enstein. Penemuan terbesarnya yang kemudian diganjar hadiah Nobel adalah teori relativitasnya yang dirumuskan dengan E= mc2. Konon, Enstein yang super jenius itu hanya menggunakan 10% dari keseluruhan kapasitas otaknya. Bisa dibayangkan jika seseorang menggunakan lebih dari 10% kemampuan otaknya. Kira-kira kita menggunakan berapa persen dari kemampuan otak kita ya?

Dari beragam contoh yang penulis kemukakan di atas, terlihat jelas bahwa sesungguhnya kita semua memiliki harta karun yang terpendam di dalam diri kita masing-masing. Harta karun terbesar itu adalah otak kita. Sisanya adalah anggota tubuh kita lainnya, yang akan mensupport kinerja otak kita.

Jadi, tunggu apa lagi, mari kita gali harta terpendam di dalam diri ini untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita. Selamat berjuang!

Tafsir Surah Yusuf Ayat 16-18: Cara Nabi Yakub Memverifikasi Berita

0
tafsir surah Yusuf ayat 16-18
tafsir surah Yusuf ayat 16-18

Kejahatan yang dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf, menjadikan mereka harus berbohong dan menipu ayahnya. Langkah-langkah mereka dalam masalah ini sangat detail. Bahkan mereka memberikan bukti dan menuduh yang lainnya yang melakukan kejahatan tersebut. Apa saja yang mereka persiapkan untuk berbohong dan menipu ayahandanya? Tafsir surah Yusuf ayat 16-18 yang akan menjelaskannya.

Berikut ini surah Yusuf ayat 16-18,

وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ (16) قَالُوا يَاأَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ (17) وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ (18)

Kemudian mereka datang kepada ayah mereka pada petang hari sambil menangis. [16]

Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” [17]

Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu, Dia (Yakub) berkata, “sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolonganNya terhadapa apa yang kamu ceritakan.” [18]

Baca Juga: Tafsir Surah Yusuf Ayat 15: Optimislah, Kabar Gembira Akan Segera Datang dari Allah

Gelagat saudara-saudara Nabi Yusuf dan kecurigaan Nabi Yakub

Saudara-saudara Nabi Yusuf sudah mengatur sedemikian rupa agar mereka bisa berbohong dengan sempurna kepada ayahanda mereka. Rencana mereka sangat matang untuk memuluskan tipu daya kepada ayahnya. Gelagat mereka tercatat dalam surah Yusuf dan sebagaimana yang dijelaskan oleh para mufassir.

Pada tafsir surah Yusuf ayat 16-18 ini, Al-Sam’ani menjelaskan bahwa saudara-saudara Nabi Yusuf datang pada waktu petang, agar mereka lebih berani untuk mengungkapkan alasan kebohongan mereka.

Saudara-saudara Nabi Yusuf datang dengan menangis. Ketika Nabi Yakub mendengar tangisan dan ratapan mereka, Nabi Yakub keluar dan bertanya: Apa yang terjadi kepada kalian? Apakah serigala memangsa kambing kalian? Mereka menjawab: tidak, serigala telah memangsa Yusuf. At-Thabari juga menceritakan hal ini. Pada ayat 16 ini, al-Hasan membacanya dengan ghusyaa an yabkuun maksudnya mereka menutup mata karena karena menangis.

Namun menurut al-Tsa’laby kedatangan mereka pada waktu petang tidak hanya untuk keberanian dalam berbohong, tetapi juga demi kelancaran mereka menyampaikan kebohongannya. Kemudian al-Tsa’laby mengutip sebuah pendapat tentang keterkaitan kebohongan dan suasana malam, ‘jangan melakukan sebuah hajat di malam hari, karena sesungguhnya sifat malu berada pada kedua mata dan jangan mengungkapkan alasan dari sebuah kesalahan pada siang hari, karena kamu akan ragu-ragu dan tidak akan bisa menyempurnakannya.’

Masih menurut al-Sam’ani, saudara-saudara Nabi Yusuf mejawab ‘Kami berlomba memanah dan melihat siapa yang paling cepat –sebagian lain mengatakan lomba lari-. Kami meninggalkan Yusuf di dekat pakaian dan gamis kami, kemudian serigala memangsanya. Pasti engkau tidak akan percaya kepada kami meski kami berkata jujur.

al-Sam’ani juga mengutip pendapat lain, engkau tidak akan percaya kepada kami karena kami tidak punya bukti atas kebenaran kami, seandainya kami orang-orang yang benar menurut Allah.

Meskipun mereka merencakan kebohongan mereka dengan seksama, mereka dari awal sudah mengetahui bahwa kebohongan mereka tidak akan bisa mengelabuhi ayahnya sendiri. Pendapat kedua al-Sam’ani pun menegaskan bahwa mereka tidak yakin dengan bukti mereka sendiri. Bukti palsu mereka sebagaimana pemdapat al-Sam’ani berikut ini.

Dugaan mereka benar, Sang ayah tidak langsung percaya, ia menanyakan bukti kematian Yusuf dengan menanyakan gamisnya. Mereka lantas mengeluarkan dan melemparkan baju Nabi Yusuf yang sudah dilumuri darah (palsu) ke wajah sang ayah. Gamis itu adalah gamis Nabi Yusuf yang dipaksa untuk dilepaskan ketika dibuang ke sumur, sedang darah palsu itu adalah darah domba. Keterangan ini setidaknya disampaikan oleh Al-Tsa’laby, Al-Sam’ani dan At-Thabari.

Baca Juga: Tafsir Surah Yusuf Ayat 11-14: Waspadai Firasat Buruk Orang Tua terhadap Anaknya!

Al-Sam’ani melanjutkan penjelasan dengan menutip cerita Hasan al-Bashri, bahwa saudara-saudara Nabi Yusuf melumuri gamis Nabi Yusuf dengan darah sedang mereka tidak merobeknya. Maka Nabi Yakub berkata, bagaimana serigala memangsa Yusuf, sedangkan ia tidak merobek gamisnya? Saya tidak pernah mengetahui ada serigala yang sopan.

Al-Tsa’laby juga demikian, menurutnya pada saat inilah Nabi Yakub menangis dan berkata kepada putera-puteranya: Gamisnya mengingatkanku padanya. Kemudian dia (Yakub) berkata: Ya Allah saya tidak pernah melihat serigala lebih sopan dari ini, ia memangsa puteraku tetapi tidak merobek gamisnya. Di sini tergambar ketidakpercayaan Nabi Yakub yang semakin kuat.

Dalam tafsir surah Yusuf ayat 16-18 ini al-Sam’ani juga mengutip riwayat lain yang menyatakan bahwa sebagian dari mereka beralasan bahwa Yusuf telah dibunuh oleh para perampok. Nabi Yakub mencurigai mereka dan berkata bahwa mereka telah berbohong untuk menutupi kejahatan mereka.

Nabi Yakub pun hanya bisa bersabar, dikatakan dalam ayat ‘fashabrun jamil’ sabar yang indah, yakni sabar yang tidak mengeluh dan tetap yakin bahwa Allah adalah tempat memohon pertolongan atas segala hal yang menimpanya. Sabar yang indah ini yang kemudian menjadikan Nabi Yakub bersikap seolah-seolah tidak terjadi apa-apa, bahkan komunikasi Nabi Yakub dengan anak-anaknya tetap baik, seperti biasanya.

Setelah berbohong dan melakukan tipu daya yang sedemikian rupa, gelagat mereka tetap tercium oleh Nabi Yakub. Meskipun mereka membawa bukti, tetapi dengan mudah Nabi Yakub mengetahui kebohongan dan tipu daya mereka melalui nalar kritisnya.

Baca Juga: Tafsir Surah Yusuf Ayat 9-10: Sifat Manusia dalam Rencana Saudara-Saudara Nabi Yusuf

Serigala yang dapat berbicara

Dalam sebuah kisah yang lain, saudara-saudara Nabi Yusuf datang dengan membawa seekor serigala, dan mereka berkata, serigala ini yang memakan anakmu. Kemudian Nabi Yakub bertanya pada serigala itu ‘Kamu yang telah memangsa anak dan buah hatiku?’ Maka Allah membuat serigala tersebut dapat berbicara. Serigala itu berkata ‘Demi Allah, saya sama sekali tidak melihat wajah puteramu’ Nabi Yakub lantas bertanya ‘Bagaimana engkau bisa sampai di negeri Kan’an?’ Serigala pun menjawab ‘Saya datang untuk silaturrahim’ Cerita ini terdapat dalam Tafsir al-Sam’ani dan Al-Nuqqas juga menyebutkan dalam tafsirnya.

Tafsir surah Yusuf ayat 16-18 mengajarkan kita untuk memverifikasi fakta dengan nalar kritis. Bukti yang diberikan pada kasus tindak  padana tetap harus dilihat dengan kritis karena secara tersirat ia dapat berbicara. Sedangkan tersangka pidana dapat melakukan pembelaan diri, dengan melakukan sumpah dan beberapa keterangan penting lainnya yang tetap dalam tinjauan kritis tadi, seperti sumpah serigala dan pengakuannya dalam masalah ini. Wallahu a’lam bis shawab.

Tafsir Surah Al Fajr Ayat 1-8

0
tafsir surah al fajr
Tafsiralquran.id

Tafsir Surah Al Fajr Ayat 1-8 berisi dua pembicaraan. Pertama mengenai beberapa objek sumpah yang dipakai oleh Allah serta makna yang terkandung di dalamnya. Sumpah diawali dengan fajar.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Ghasyiyah Ayat 17-26


Pembicaraan kedua dalam Tafsir Surah Al Fajr Ayat 1-8 ini adalah kisah kedurhakaan kaum ‘Ad. Kaum Nabi Hud ini merupakan salah satu yang dibinasakan oleh Allah akibat keingkarannya terhadap risalah Nabinya.

Ayat 1

Allah bersumpah dengan fajar. Fajar yang dimaksud adalah fajar yaumun-nahr (hari penyembelihan kurban), yaitu tanggal 10 Zulhijah, karena ayat berikutnya membicarakan “malam yang sepuluh”, yaitu sepuluh hari pertama bulan itu.

Akan tetapi, ada yang berpendapat bahwa fajar yang dimaksud adalah fajar setiap hari yang mulai menyingsing yang menandakan malam sudah berakhir dan siang sudah dimulai. Ada pula yang berpendapat bahwa fajar itu adalah fajar 1 Muharram sebagai awal tahun, atau fajar 1 Zulhijah sebagai bulan pelaksanaan ibadah haji.

Ayat 2

Berikutnya Allah bersumpah dengan “malam yang sepuluh”. Yang dimaksud adalah sepuluh hari pertama bulan Zulhijah, yang merupakan hari-hari yang sangat dimuliakan beramal pada hari-hari tersebut, sebagaimana diinformasikan hadis berikut:

مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ أَحَبُّ اِلَى اللهِ فِيْهِنَّ  ِمنْ هَذِهِ الأيَّامِ.

(رواه البخاري عن ابن عباس)

Tidak ada hari apa pun berbuat baik lebih dicintai Allah padanya daripada hari-hari ini. (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu Abbas)

Akan tetapi, ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah sepuluh hari pertama bulan Muharram, atau sepuluh hari pertama bulan Ramadan, atau sepuluh hari pertama setiap bulan.

Ayat 3

Berikutnya lagi Allah bersumpah dengan “yang genap dan yang ganjil”. “Yang genap adalah yaumun-nahr di atas, yaitu tanggal 10 Zulhijah, dan “yang ganjil” adalah hari Arafah, yaitu tanggal 9 Zulhijah.

Itu adalah hari-hari yang dimuliakan juga. Tanggal 9 Zulhijah adalah hari wukuf di Arafah, yaitu hari dimulainya ibadah haji, dan tanggal 10 Zulhijah adalah hari mulai penyembelihan hewan kurban.


Baca juga: Menilik Keutamaan dan Tujuan Qasam dalam Al-Quran


Ayat 4

 

Selanjutnya Allah bersumpah dengan “malam ketika berlalu”. Malam yang dimaksud adalah malam ketika jamaah haji sudah berlalu dari Arafah dan singgah di Muzdalifah dalam perjalanan menuju Mina dalam pelaksanaan ibadah haji.

Demikianlah Allah bersumpah dengan hari-hari dalam pelaksanaan ibadah haji untuk menunjukkan bahwa ibadah haji itu besar maknanya dalam pandangan Allah. Hal itu karena ibadah haji itu mengingatkan manusia tentang adanya kematian. Dengan ingat kematian, manusia diharapkan beriman dan berbuat baik.

Ayat ini juga bisa ditafsirkan bahwa Allah bersumpah dengan hari-hari yang terus silih berganti untuk menunjukkan bahwa Allah Mahakuasa memelihara dan mengelola alam. Bila sudah tiba waktunya, yaitu hari Kiamat, Ia Mahakuasa pula menghancurkannya dan menghidupkannya kembali.

Ayat 5

Pesan yang ingin disampaikan Allah dengan bersumpah di atas adalah bahwa orang yang mau menggunakan akalnya harusnya mengerti bahwa Allah Mahakuasa mengadakan, memelihara, menghancurkan, dan menghidupkan kembali alam ini. Oleh karena itu, mereka seharusnya beriman dan berbuat baik.

Ayat ini merupakan peringatan bagi kaum kafir Mekah pada saat ayat ini turun, agar beriman kepada Allah dan hari kemudian, berbuat baik, dan meninggalkan perbuatan jahat mereka. Juga menjadi peringatan bagi seluruh umat manusia

Ayat 6-8

Allah bertanya kepada Nabi Muhammad, yang maksudnya untuk memberitahukan kepada beliau atau siapa saja untuk direnungkan, tentang kaum ‘Ad.

Kaum ini adalah umat Nabi Hud yang mendiami daerah yang disebut Ahqaf di daerah Hadramaut, Yaman. ‘Ad adalah nama nenek moyang mereka, ‘Ad bin Iram bin Sam bin Nuh.

Mereka diberi nama dengan nama nenek moyang mereka itu. Mereka terkenal sebagai bangsa yang kuat dan memiliki tubuh yang tinggi, besar, dan perkasa. Bukti keperkasaan mereka adalah bahwa mereka telah mampu membangun kota yang disebut Iram dengan gedung-gedung yang kokoh, tinggi, dan megah untuk ukuran pada masa itu.

Mereka juga menguasai bangsa-bangsa sekitarnya. Walaupun demikian perkasa dan memiliki peradaban yang tinggi, Allah tetap mampu menghancurkan mereka sehingga hanya tinggal nama. Semua itu akibat pembangkangan mereka kepada Allah dan kesewenang-wenangan mereka kepada manusia.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Fajr Ayat 9-16


 (Tafsir Kemenag)

Kisah Malik bin Anas dan Keistimewaan Huruf-Huruf Muqaththa’ah

0
Malik bin Anas
Malik bin Anas dan Huruf-Huruf Muqathaah

Huruf-huruf muqaththa’ah atau sering disebut fawatihus suwar (pembuka surah) merupakan ayat-ayat mutasyabih pada pembukaan beberapa surah Al-Qur’an yang tersusun dari satu sampai lima huruf hijaiyah yang tidak membentuk kata. Dalam Al-Qur’an, ada empat surah yang dinamai berdasarkan huruf muqaththa’ah yang terletak pada awal surah tersebut (al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān).

Mayoritas ulama tafsir tidak menyebutkan makna spesifik dari huruf-huruf muqaththa’ah. Mereka berpendapat bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui maksud dari apa arti sebenarnya dari huruf muqaththa’ah, hanya Allah yang mengetahuinya. Kendati demikian, sebagian mufasir berusaha menjelaskan fenomena tersebut seperti Imam Fakhr al-Din al-Razi.

Menurut al-Razi, huruf muqaththa’ah merupakan simbol atau lambang yang Allah swt sebutkan di dalam Al-Qur’an sebagai petunjuk kepada manusia terhadap persoalan tertentu. Misalnya, huruf ‘ain merupakan simbol mata, awan dilambangkan dengan huruf ghain, dan nun sebagai simbol bagi ikan paus. Pandangan  al-Razi ini diamini oleh Amin Ahsan Ishlahi dan Hamiduddin Farahi (Taddabur-i-Quran).

Baca Juga: Tafsir Al-Muharrar, Tafsir Al-Quran Asal Peradaban Islam di Andalusia

Sebagian ulama percaya bahwa ada segudang keistimewaan huruf muqaththa’ah dan manfaatnya. Oleh karena itu, maka tak heran ada banyak amaliah-amaliah yang berkaitan dengan huruf muqaththa’ah. Misalnya, Imam al-Ghazali dalam kitab adz-Dzahabul Ibris mengungkap berbagai keutamaan huruf muqaththa’ah, mulai dari doa keteguhan hati hingga menambah rezeki.

Dalam kitab tersebut, ada kisah menarik terkait keistimewaan huruf muqaththa’ah, yakni kisah Malik bin Anas (w. 795)  dan Khalifah Harun ar-Rasyid (w. 809). Sebuah riwayat dari Ibnu Wahb menyebutkan bahwa suatu ketika Malik bin Anas berfatwa baiat di bawah paksaan tidak sah, begitu juga perceraian dan perbudakan. Ini kemudian disampaikan kepada Gubernur Madinah dengan catatan bahwa Imam Malik mendukung Bani Ali bin Abi Thalib.

Ketika mengetahui fatwa tersebut, sang Gubernur dari kalangan Bani Abbas ini lalu mendatangi kediaman Malik bin Anas seraya berkata, “Telah sampai kepadaku mengenai dirimu; bahwa engkau berfatwa sesungguhnya baiat orang di bawah paksaan tidaklah sah. Sesungguhnya engkau telah berbuat sewenang-wenang karena menggugurkan hak Bani Abbas serta menetapkan kepemimpinan pada Bani Ali bin Abi Thalib.

Dalam kisah tersebut, Sang Imam dituduh telah melakukan manuver politik dengan fatwanya; bahwa ia berkeinginan untuk meruntuhkan hegemoni Bani Abbas dan mengukuhkan kekuasaan Bani Ali bin Abi Thalib. Asumsi-asumsi ini tentu dapat kita ‘maklumi’, karena kala itu persoalan de facto kekuasaan merupakan hal yang sangat sensitif, terutama jika disuarakan oleh ulama.

Malik bin Anas kemudian menjawab, ‘Bukankah engkau sendiri mengetahui bahwa nabi Muhamad saw pernah bersabda, “Tidak sah talak di bawah paksaan,” ini artinya di bawa desakan bukan? Apakah lantas saya harus meninggalkan sabda Rasulullah saw ini sehingga aku tersesat dan tidak termasuk orang yang mendapatkan hidayah.’

Namun sang Gubernur tetap keras pada pendapatnya dan berkata, “tariklah ucapanmu itu, maka itu akan baik bagimu.” Malik bin Anas membalas, “Tidak. Saya tidak akan menarik ucapan saya apapun alasannya ataupun ancaman yang diberikan, karena Rasulullah saw telah bersabda, ‘Tidaklah sah hukum sesuatu di bawah paksaan orang’.”

Karena tidak mampu mendebat sang Imam yang memiliki otoritas keilmuan, sang Gubernur akhirnya mengirimkan surat kepada Khalifah Harun ar-Rasyid dengan harapan ia dapat menyelesaikan masalah ini dan mengubah pandangan (fatwa) Malik bin Anas. Tidak disebutkan secara terperinci surat tersebut, namun dikisahkan bahwa sang Khalifah naik pitam karenanya.

Di tengah kemarahannya, Khalifah Harun ar-Rasyid mendatangi kota Madinah dan memerintahkan sekelompok pengawal untuk mengunjungi rumah Malik bin Anas. Namun rupanya beliau tidak ingin menemui para pengawal dan hanya bersembunyi di balik rumahnya. Akhirnya, dengan penuh emosi  sang Khalifah dengan dirinya sendiri mendatangi rumah sang Imam.

Ketika sampai di depan rumah tersebut,  Khalifah Harun ar-Rasyid pun menyeru, “Wahai Abu Abdullah, Amirul Mukminin Ar-Rasyid berdiri tepat di depan pintu rumahmu. Anda harus taat kepadanya dan Anda dilarang keras melawannya.” Mendengar seruan itu, Malik bin Anas tidak langsung membukakan pintu. Beliau menuliskan dua huruf muqaththa’ah di telapak tangannya lalu menemui sang Khalifah.

Baca Juga: Siapa Orang-Orang Suci yang Boleh Menyentuh Mushaf Al-Quran?

Ketika keduanya bertatap muka – atas izin Allah swt – amarah Khalifah Harun ar-Rasyid tiba-tiba padam dan berkata dengan lemah lembut, “Aku telah mendengar perdebatanmu dengan Gubernur Madinah. Dalam konteks ini, aku mendukungmu, bersikaplah sebagaimana yang engkau inginkan.” Malik bin Anas membalas, “Aku telah memaafkannya berkat kehadiran dirimu wahai Amirul Mukminin.”

Imam al-Ghazali kemudian menyebutkan bahwa – menurut Malik bin Anas – keistimewaan huruf muqaththa’ah salah satunya adalah untuk melembutkan perkataan para pemimpin, petinggi, dan siapa saja yang dianggap menakutkan. Itu memiliki khasiat untuk mengendalikan kekuatan atau ucapan serta memudahkan seseorang untuk menghadapi penguasa. Wallahu a’lam.

Tafsir Surah Al Ghasyiyah Ayat 17-26

0
tafsir surah al ghasyiyah
Tafsiralquran.id

Tafsir Surah Al Ghasyiyah Ayat 17-26 mula-mula berbicara mengenai segala nikmat yang ada di dunia agar manusia dapat memanfaatkannya. Dengan itu manusia menjadikan bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan penting sehingga manusia lebih bijak dalam pilihannya.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Ghasyiyah Ayat 1-16


Setelah itu, Tafsir Surah Al Ghasyiyah Ayat 17-26 ini berbicara mengenai tugas kenabian Nabi Muhammad Saw, yaitu menyampaikan risalah dengan sebaik-baiknya. Dan Allah tegaskan pula bahwa Nabi Muhammad hanya bertugas menyampaikan, bukan menjadikannya beriman. Karena sejatinya iman hanyalah dari Allah Swt. Manusia hanya berusaha sedangkan hasil Allah yang kuasa.

Ayat 17-20

Dalam ayat-ayat ini, Allah mempertanyakan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta, yang ada di depan mata mereka dan dipergunakan setiap waktu, diciptakan. Bagaimana pula langit yang berada di tempat yang tinggi tanpa tiang. Bagaimana gunung-gunung dipancangkan dengan kukuh, tidak bergoyang dan dijadikan petunjuk bagi orang yang dalam perjalanan.

Di atasnya terdapat danau dan mata air yang dapat dipergunakan untuk keperluan manusia, mengairi tumbuh-tumbuhan, dan memberi minum binatang ternak. Bagaimana pula bumi dihamparkan sebagai tempat tinggal bagi manusia.

Apabila mereka telah memperhatikan semua itu dengan seksama, tentu mereka akan mengakui bahwa penciptanya dapat membangkitkan manusia kembali pada hari Kiamat.

Ayat 21

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar memberi peringatan dan petunjuk serta menyampaikan agama-Nya kepada umat manusia, karena tugasnya tidak lain hanyalah memberi peringatan dengan menyampaikan kabar gembira dan kabar yang menakutkan.

Ayat 22-24

Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa Nabi Muhammad tidak berkuasa menjadikan seseorang beriman. Akan tetapi, Allah-lah yang berkuasa menjadikan manusia beriman. Sementara itu, barang siapa yang berpaling dengan mengingkari kebenaran petunjuk Nabi-Nya, niscaya Allah menghukumnya.

Allah berfirman:

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ   ٩٩

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman? (Yµnus/10: 99)

Dan Allah berfirman:

نَحْنُ اَعْلَمُ بِمَا يَقُوْلُوْنَ وَمَآ اَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍۗ فَذَكِّرْ بِالْقُرْاٰنِ مَنْ يَّخَافُ وَعِيْدِ ࣖ   ٤٥

Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan engkau (Muhammad) bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka berilah peringatan dengan Al-Qur’an kepada siapa pun yang takut kepada ancaman-Ku. (Qaf/50: 45)

Baca juga: Meneladani Rasa Cinta Tanah Air dari Nabi Muhammad SAW. dan Nabi Ibrahim AS.

Berkaitan dengan hal itu, para juru dakwah cukup menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an dan hadis Nabi sambil mengajak setiap manusia untuk beriman dan beramal saleh, serta masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhan (kaffah).

Penampilan dan metode dakwah perlu dengan cara yang baik dan tidak boleh bersikap memaksa, sebagaimana firman Allah:

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ  قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. (al-Baqarah/2: 256)

Dan Allah berfirman:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ   ١٢٥

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (an-Nahl/16: 125)

Ayat 25-26

Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Tidak ada jalan bagi mereka untuk lari daripada-Nya.

Dialah yang akan menghisab mereka atas perbuatan yang telah mereka perbuat di dunia dan kemudian menjatuhkan hukuman-Nya. Ayat-ayat ini adalah penghibur hati bagi Nabi Muhammad dan sebagai obat bagi kesedihan dan kepedihan hatinya atas keingkaran orang-orang kafir itu.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Fajr Ayat 1-8


(Tafsir Kemenag)