Tafsir Surah Al A’raf ayat 168-172

Tafsir Surat Al A'raf
Tafsir Surat Al A'raf

Tafsir Surah Al A’raf ayat 168-172 ini diterangkan tentang siksaan dan penderitaan terhadap orang-orang yang tenggelam dalam kekafiran.


Baca Sebelumnya : Tafsir Surah Al A’raf ayat 164-167


Ayat 168

Dalam Tafsir Surah Al A’raf ayat 168-172 khususnya pada ayat ini Allah menguraikan siksaan dan penderitaan mereka yakni mereka diceraiberaikan di atas bumi ini satu golongan berada di suatu daerah sedang golongan yang lain berada di daerah lain.

Sebagian mereka ada yang menjadi orang-orang yang selalu mengadakan perbaikan dan beriman kepada Nabi-nabi, tetapi ada pula yang benar-benar tenggelam dalam kekafiran dan kefasikan hingga membunuh Nabi-nabi, memutar balikkan isi Kitab Taurat dan memusuhi Nabi Muhammad.

Untuk membuat mereka sadar, mereka diuji dengan kesenangan dan penderitaan silih berganti, tetapi tidak membuat mereka jera. Mereka yang baik diberi anugerah kebaikan dan kebahagiaan. Mereka yang durhaka diturunkan bencana kesengsaraan. Semuanya itu cobaan bagi mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.

Ayat 169

Dalam ayat ini Allah menerangkan satu generasi dari Yahudi yang menggantikan golongan bangsa Yahudi tersebut di atas. Mereka adalah bangsa Yahudi yang hidup di zaman Nabi Muhammad yang mewarisi Taurat dari nenek-moyang mereka dan menerima begitu saja segala apa yang tercantum di dalamnya. Hukum halal dan haram, perintah dan larangan dalam kitab itu mereka ketahui, tetapi mereka tidak mengamalkannya. Mereka mengutamakan kepentingan duniawi dengan segala kemegahan yang akan lenyap.

Mereka mencari harta benda dengan usaha-usaha yang lepas dari hukum moral dan agama, mengembangkan riba, makan suap, pilih kasih dalam hukum dan lain sebagainya, karena mereka berpendapat bahwa Allah kelak akan mengampuni dosa mereka. Orang-orang Yahudi itu menganggap dirinya kekasih Allah dan bangsa pilihan. Anggapan demikian hanyalah menyesatkan pikiran mereka. Oleh karena itu setiap ada kesempatan untuk memperoleh keuntungan duniawi seperti uang suap, riba dan sebagainya, tidaklah mereka sia-siakan.

Allah menegaskan kesalahan pendapat dan anggapan mereka yang berkepanjangan dalam kesesatan dan tenggelam dalam nafsu kebendaan. Allah mengungkapkan adanya ikatan perjanjian antara mereka dengan Allah yang tercantum dalam Taurat, bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali kebenaran. Tetapi mereka memutarbalikkan isi Taurat, karena didorong oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan duniawi, padahal mereka telah memahami dengan baik isi Taurat itu dan sadar akan kesalahan perbuatan itu. Seharusnya mereka lebih mengutamakan kepentingan ukhrawi dengan berbuat sesuai dengan petunjuk Allah dan Taurat daripada keuntungan duniawi. Bagi orang yang takwa, kebahagiaan akhirat lebih baik daripada kebahagiaan duniawi yang terbatas itu. Mengapa mereka tidak merenungkan hal yang demikian?

Ayat ini menjelaskan bahwa kecenderungan kepada materi dan hidup kebendaan, merupakan faktor yang menyebabkan kecurangan orang Yahudi sebagai suatu bangsa yang punya negara. Karena kecintaan yang besar kepada kehidupan duniawi, mereka kehilangan petunjuk agama serta kering dalam kehidupan kerohanian.

Apa yang menimpa orang Yahudi zaman dahulu mungkin pula menimpa orang-orang Islam zaman sekarang, karena mereka lebih banyak mengutamakan kehidupan materiil dan menyampingkan kehidupan spirituil kerohanian sehingga sepak terjang mereka sangat jauh dari ajaran Al-Qur’an.

Ayat 170

Ayat ini menyebutkan sebagian orang Yahudi yang patut mendapat anugerah penghargaan karena sikap mereka yang teguh berpegang kepada isi Taurat. Mereka menaati segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang Yahudi tersebut sewaktu mendengar seruan Nabi Muhammad segera beriman kepadanya sesuai dengan petunjuk Taurat, seperti Abdullah Ibnu Salam dan kawan-kawannya. Mereka mendirikan salat yang menjadi tiang agama dan pembeda antara orang yang mukmin dengan orang yang kafir. Allah tidak akan menyia-nyiakan segala amal kebaikan yang telah mereka lakukan. Tentulah Dia akan memberikan ganjaran kepada mereka, karena mereka telah melakukan perbaikan atas perbuatan mereka.    

Allah swt berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اِنَّا لَا نُضِيْعُ اَجْرَ مَنْ اَحْسَنَ عَمَلًاۚ

“Sungguh,  mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang  baik itu.” (al-Kahf/18: 30)

Ayat 171

Kemudian Allah mengakhiri kisah tentang orang Yahudi dengan memperingatkan kembali peristiwa ketika mereka pertama kali menerima Taurat. Sewaktu Bukit Sinai diangkat ke atas kepala mereka sehingga gunung itu bagaikan gumpalan awan yang gelap, mereka melihat gunung yang terapung di udara itu akan jatuh menimpa mereka. Sadarlah mereka terhadap ancaman Allah bahwa jika mereka menentang perintah agama, tentulah mereka akan binasa.

Saat itu Allah berseru kepada mereka agar mereka menerima dan menaati hukum-hukum agama yang tercantum dalam Taurat dengan sungguh-sungguh. Dan mereka hendaklah mengingat perintah dan larangan-Nya dalam Taurat, mengamalkannya dan tidak mengabaikannya, walaupun mereka mengalami kesulitan dan penderitaan. Ketaatan mereka kepada hukum-hukum agama serta perintah dan larangannya dengan sebenarnya, membawa mereka kepada pembinaan pribadi dan takwa.

Ayat 172

Dalam ayat ini Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia dilahirkan dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun temurun, yakni Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah. Allah menyuruh roh mereka untuk menyaksikan susunan kejadian diri mereka yang membuktikan keesaan-Nya, keajaiban proses penciptaan dari setetes air mani hingga menjadi manusia bertubuh sempurna, dan mempunyai daya tanggap indra, dengan urat nadi dan sistem urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya.

Berkata Allah kepada roh manusia “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Maka menjawablah roh manusia, “Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan roh pribadi manusia sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang tiada Tuhan lain yang patut disembah kecuali Dia.

Dengan ayat ini Allah bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahwa hakikat kejadian manusia itu didasari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa. Sejak manusia itu dilahirkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan Allah pada kejadian mereka sendiri, Allah berfirman pada ayat lain:

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ  لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah  itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan  Allah.  (ar-Rum/30: 30); Fitrah Allah maksudnya ialah tauhid. Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ  يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تَلِدُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةَ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا جَذْعَاءَ (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة)

“Tak seorang pun yang dilahirkan kecuali menurut fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana halnya hewan melahirkan anaknya yang sempurna telinganya, adakah kamu ketahui ada cacat pada anak hewan itu?” (Riwayat al-Bukhari  Muslim, dari Abu Hurairah); Rasulullah dalam hadis Qudsi:

َقالَ الله ُتَعَالَى إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ فَجَاءَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ وَحَرَّمَتْ مَا اَحْلَلْتُ لَهُمْ (رواه البخاري عن عياض بن حمار)

Berfirman Allah Ta’ālā, “Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku cenderung (ke agama tauhid). Kemudian datang kepada mereka setan-setan dan memalingkan mereka dari agama (tauhid) mereka, maka haramlah atas mereka segala sesuatu yang telah Kuhalalkan bagi mereka.” (Riwayat al-Bukhari dari Iya« bin ¦imar);Penolakan terhadap ajaran Tauhid yang dibawa Nabi itu sebenarnya perbuatan yang berlawanan dengan fitrah manusia dan dengan suara hati nurani mereka. Karena itu tidaklah benar manusia pada hari Kiamat nanti mengajukan alasan bahwa mereka alpa, tak pernah diingatkan untuk mengesakan Allah. Fitrah mereka sendiri dan ajaran Nabi-nabi senantiasa mengingatkan mereka untuk mengesakan Allah dan menaati seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al A’raf ayat 173