BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al Balad Ayat 6-13

Tafsir Surah Al Balad Ayat 6-13

Tafsir Surah Al Balad Ayat 6-13 meneruskan pembicara sebelumnya yang menyinggung tentang larangan untuk bersikap sombong. Manusia tidak pantas menyombongkan dirinya karena ia tidak bisa apa-apa tanpa orang lain. Maka sudah sepatutnya saling membantu satu sama lain.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Balad Ayat 1-5


Dalam Tafsir Surah Al Balad Ayat 6-13 ini juga membicarakan mengenai perjuangan yang harus selalu diupayakan betapapun beratnya. Pada akhir pembahasan dicontohkan sebuah perjuangan yang sulit itu, yakni memerdekakan budak.

Ayat 6

Kesombongannya itu misalnya berkenaan pengeluarannya untuk membantu orang lain. Pengeluaran itu dalam pandangannya sudah begitu besar, sehingga dianggapnya sia-sia. Ia merasa pengeluaran itu sudah sangat banyak sehingga tidak akan ada seorang pun yang akan mampu menandinginya, karena itu ia menjadi sombong.

Ayat 7

Allah bertanya mengenai orang yang sombong dengan pengeluarannya itu, “Apakah ia mengira bahwa tidak seorang pun yang melihat perbuatannya itu?”

Artinya, bila ia sombong dengan pengeluarannya itu, berarti ia mengorbankan kekayaannya hanya untuk mencari nama, maka pengorbanan itu tidak akan diterima-Nya. Jangan ia menyangka bahwa Allah tidak melihat perbuatannya itu dan tidak mengetahui motif di balik perbuatan baiknya itu, yang tidak diketahui oleh manusia.

 Ayat 8-10

 Allah selanjutnya bertanya mengenai orang itu, “Tidakkah Kami beri ia dua mata?” Artinya, untuk dapat mencari kekayaan, ia perlu dua mata, lalu siapakah yang memberinya dua mata itu bila bukan Allah?

Untuk mencari rezeki ia perlu berbicara, lalu siapakah yang telah memberinya lidah dan dua bibir untuk mampu bicara?

Dalam membesarkannya, ia telah menyusu pada kedua susu ibunya, siapakah yang telah menyediakan air susu ibunya itu bila bukan Allah?

Dengan demikian, keberhasilannya adalah karena bantuan dan kasih sayang Allah. Oleh karena itu, ia tidak perlu menyombongkan dirinya karena hartanya.

Di samping itu, mata, lidah, dan nafsu adalah nikmat Allah kepadanya yang tiada taranya. Ia akan bertemu dengan dua jalan yang disediakan Allah, yaitu jalan yang benar dan jalan yang salah. Ia perlu menggunakan mata, lidah, dan nafsu itu untuk jalan yang diridai oleh Allah.

Ayat 11

Dalam ayat ini, Allah bertanya, “Apakah tidak sebaiknya ia merapikan jalan mendaki yang terjal?” Artinya, manusia seharusnya bekerja keras dan berjuang semaksimal mungkin mengatasi segala rintangan supaya berhasil menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar dan meninggalkan jasa-jasa besar.

Ayat 12

Allah bertanya kepada manusia untuk memotivasi mereka, “Apakah jalan mendaki yang terjal itu?” Artinya, pekerjaan-pekerjaan besar itu memang sulit dikerjakan tetapi harus diatasi.

Baca juga: Tafsir Surah Yasin ayat 47: Kemanusiaan Sebagai Tanggung Jawab Bersama

Ayat 13

Allah menegaskan bahwa pekerjaan besar yang sulit dilaksanakan itu adalah memerdekakan budak. Hal itu karena perbudakan pada waktu itu sudah sangat dalam merasuk ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik di dunia Arab maupun di luarnya.

Segala aktivitas manusia, seperti perdagangan, pertanian, kemiliteran, bahkan kehidupan sehari-hari, dan sebagainya, tidak akan bisa berjalan dengan baik pada waktu itu tanpa adanya budak yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat.

Namun Allah meminta umat Islam agar menghapus perbudakan. Pelaksanaannya memang tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur. Seorang tuan seharusnya dapat memerdekakan budaknya, inilah yang dirasakan mereka sangat berat.

Pemerdekaan budak juga dilakukan melalui cara-cara lain, misalnya dengan sanksi pelanggaran-pelanggaran yang hukumannya adalah memerdekakan budak. Juga dengan cara memberi kesempatan kepada budak itu untuk menebus dirinya.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Balad Ayat 14-20


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...