BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Qadr Ayat 3-5

Tafsir Surat Al Qadr Ayat 3-5

Setelah pada pembahasan yang lalu berbicara mengenai perbedaan arti kata anzala dan nazzala serta keutaman Lailatul Qodar, Tafsir Surat Al Qadr Ayat 3-5 menerangkan lebih lanjut mengenai malam Lailatul Qodar tersebut.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Qadr Ayat 1-2


Dalam Tafsir Surat Al Qadr Ayat 3-5 ini dipaparkan bagaimana kondisi malam yang sangat istimewa tersebut. Malam yang penuh cahaya hidayah dan lebih mulia dari seribu waktu ini merupakan waktu yang istimewa yang menjadi permulaan turunnya syariat untuk seluruh umat manusia.

Lebih lanjut Tafsir Surat Al Qadr Ayat 3-5 dipaparkan mengenai keistimewaan lain pada malam Lailatul Qodar ini. Misalnya tentang turunnya malaikat Jibril dan menampakkan wujud aslinya serta keberkahan yang menyelimuti malam itu.

Ayat 3

Pada ayat ini, Allah menerangkan keutamaan Lailatul-Qadr yang sebenarnya. Malam itu adalah suatu malam yang memancarkan cahaya hidayah sebagai permulaan tasyri’ yang diturunkan untuk kebahagiaan manusia. Malam itu juga sebagai peletakan batu pertama syariat Islam, sebagai agama penghabisan bagi umat manusia, yang sesuai dengan kemaslahatan mereka sepanjang zaman.

Malam tersebut lebih utama dari seribu bulan yang mereka lalui dengan bergelimang dosa kemusyrikan dan kesesatan yang tidak berkesudahan. Ibadah pada malam itu mempunyai nilai tambah berupa kemuliaan dan ganjaran yang lebih baik dari ibadah seribu bulan.

Sebutan kata “seribu” dalam ayat ini tidak bermaksud untuk menentukan bilangannya. Akan tetapi, maksudnya untuk menyatakan banyaknya yang tidak terhingga sebagaimana yang dikehendaki dengan firman Allah:

يَوَدُّ اَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ اَلْفَ سَنَةٍ

Masing-masing dari mereka ingin diberi umur seribu tahun. (al-Baqarah/2: 96)

Apakah ada malam yang lebih mulia daripada malam yang padanya mulai diturunkan cahaya hidayah untuk manusia setelah berabad-abad lamanya mereka berada dalam kesesatan dan kekufuran?

Apakah ada kemuliaan yang lebih agung daripada malam di mana cahaya purnama ilmu makrifah ketuhanan menerangi jiwa Muhammad saw yang diutus sebagai rahmat untuk seluruh manusia, menyampaikan berita gembira dan ancaman serta memanggil mereka ke jalan yang lurus, menjadikan mereka umat yang melepaskan manusia dari belenggu perbudakan dan penindasan penguasa yang zalim di timur dan barat, dan mempersatukan mereka sesudah berpecah-belah dan bermusuh-musuhan?


Baca juga: Ketika Al-Quran Menceritakan Proses Nuzulul Quran


Maka seyogyanya umat Islam menjadikan malam tersebut sebagai hari raya karena malam itu merupakan waktu turunnya undang-undang dasar samawi yang mengarahkan manusia ke arah yang bermanfaat bagi mereka. Penurunan ini juga memperbaharui janji mereka dengan Tuhan yang berhubungan dengan jiwa dan harta sebagai tanda syukur atas nikmat pemberian-Nya serta mengharapkan pahala balasan-Nya.

Ayat 4

Dalam ayat ini, Allah menyatakan sebagian dari keistimewaan malam tersebut, yaitu turunnya para malaikat bersama Jibril dari alam malaikat sehingga tampak oleh Nabi saw, terutama Jibril yang menyampaikan wahyu.

Penampakan Jibril kepada Nabi saw dalam rupanya yang asli adalah perintah Allah, setelah Ia mempersiapkan Nabi-Nya untuk menerima wahyu yang akan disampaikannya kepada manusia yang mengandung kebajikan dan keberkahan.

Turunnya malaikat ke bumi adalah dengan izin Allah, tidak perlu kita menyelidiki bagaimana cara dan apa rahasianya. Kita cukup beriman saja dengannya. Adapun yang dapat diketahui manusia tentang rahasia alam ini hanya sedikit sekali, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah:

وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا

Sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit. (al-Isra’/17: 85);Malam itu (Lailatul-Qadr) adalah hari raya umat Islam karena merupakan waktu turunnya Alquran dan malam bersyukur kepada Allah atas kebajikan  serta kenikmatan yang dikaruniakan-Nya. Pada saat itu, malaikat ikut bersyukur bersama manusia atas kebesaran malam Qadar, sebagai tanda kemuliaan manusia yang menjadi khalifah Allah di muka bumi.

Di antara tanda-tanda Lailatul-Qadr adalah matahari terbit tanpa sinarnya yang memancar. Ibnu ‘Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda tentang Lailatul-Qadr:

لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ، لاَ حَارَّةٌ وَلاَ باَرِدَةٌ، تُصْبِحُ شَمْسُهَا صَبِيْحَتَهَا صَفِيْقَةً حَمْرَاءَ.

(رواه أبو داود)

Lailatul qadar adalah malam yang tenang dan cerah, tidak panas dan tidak dingin, serta matahari pada pagi harinya berwarna merah terang. (Riwayat Abµ Dawud)

Ayat 5

Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa malam tersebut dipenuhi kebajikan dan keberkahan dari permulaan sampai terbit fajar, karena turunnya Alquran yang disaksikan oleh para malaikat ketika Allah melapangkan dada Nabi-Nya dan memudahkan jalan untuk menyampaikan petunjuk serta bimbingan kepada umatnya.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Bayyinah Ayat 1-4


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...