Beranda blog Halaman 167

Tafsir Surah al-Qamar Ayat 15-18

0
Tafsir Surah al-Qamar
Tafsir Surah al-Qamar

Secara keseluruhan Tafsir Surah al-Qamar Ayat 15-18 berisi tentang peringatan kepada umat manusia dengan menceritakan bagaimana kesudahan orang-orang yang membangkang terhadap seruan Nabi mereka yang diutus oleh Allah. Selain itu, pada Tafsir Surah al-Qamar Ayat 15-18 diingatkan untuk menjadikan apa-apa yang disampaikan dalam Alquran sebagai pelajaran.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah al-Qamar Ayat 9-14


Ayat 15

Peristiwa bencana buat kaum Nuh dijadikan Allah sebagai pelajaran bagi manusia sepanjang masa. Sehingga mereka dapat membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan yang mendustakan terhadap rasul-rasul Allah. Bahtera tersebut mendarat di bukit “Judi.” (Nama Gunung di daerah Kurdistan)

وَقِيْلَ يٰٓاَرْضُ ابْلَعِيْ مَاۤءَكِ وَيَا سَمَاۤءُ اَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاۤءُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ وَقِيْلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ  ٤٤

Dan difirmankan, “Wahai bumi! Telanlah airmu dan wahai langit (hujan!) berhentilah.” Dan air pun disurutkan, dan perintah pun diselesaikan dan kapal itupun berlabuh di atas gunung Judi, dan dikatakan, ”Binasalah orang-orang zalim.” (Hud/11: 44);Dalam ayat lain peristiwa itu dinyatakan:

اِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَاۤءُ حَمَلْنٰكُمْ فِى الْجَارِيَةِۙ  ١١  لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَّتَعِيَهَآ اُذُنٌ وَّاعِيَةٌ   ١٢

Sesungguhnya ketika air naik (sampai ke gunung), Kami membawa (nenek moyang) kamu ke dalam kapal, agar Kami jadikan (peristiwa itu) sebagai peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (al-Haqqah/69: 11-12)

Selanjutnya pada akhir ayat ini Allah bertanya, “masih adakah orang-orang yang mau mengingat dan merenungkan peristiwa itu untuk dijadikan pelajaran.” Artinya peristiwa itu perlu direnungkan dan diingat sepanjang masa untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

Ayat 16

Allah memperingatkan orang yang membangkang dan mendustakan para rasul serta tidak mengambil iktibar terhadap dahsyatnya siksaan Tuhan dan ancaman-ancamannya yang ditujukan kepada orang-orang yang tidak mengindahkan seruan para rasul.

Ayat 17

Allah yang menurunkan Al-Qur’an yang mudah dibaca dan difahami untuk dijadikan pelajaran bagi orang yang mau menjadikan pelajaran, karena itu hendaknya manusia mengimaninya dan menjalankannya.

Dalam ayat lain dinyatakan bahwa Al-Qur’an hanya bermanfaat bagi orang yang beriman, karena mereka menjalankannya:

وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرٰى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ   ٥٥

Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang Mukmin. (aż-Żariyat/51: 55)

Dan seperti firman-Nya:

كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ  ٢٩

Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran. (Shad/38: 29)

فَاِنَّمَا يَسَّرْنٰهُ بِلِسَانِكَ لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِيْنَ وَتُنْذِرَ بِهٖ قَوْمًا لُّدًّا   ٩٧


Baca Juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 5-6: Diutusnya Nabi Muhammad SAW Sebagai Pemberi Peringatan


Maka sungguh, telah Kami mudahkan (Al-Qur’an) itu dengan bahasamu (Muhammad), agar dengan itu engkau dapat memberi kabar gembira kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar engkau dapat memberi peringatan kepada kaum yang membangkang. (Maryam/19: 97)

Al-Qur’an itu mudah difahami dan dijalankan, karena Nabi saw menjelaskan dan mencontohkan pelaksanaannya. Isi Al-Qur’an adalah kabar gembira bagi yang takwa dan peringatan bagi yang membangkang, karena itu hendaknya manusia menjadi orang yang takwa dengan menjalankannya dan tidak mengingkarinya, karena akan menjadi orang yang merugi.

Ayat 18

Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa kaum ‘Ad memandang nabi mereka dan risalah yang ia bawa untuk mereka adalah bohong. Kepada kaum yang mendustakan para rasul itu, Allah telah menyampaikan peringatan dan menurunkan azab yang sangat dahsyat. Hal tersebut hendaknya dijadikan iktibar oleh orang-orang yang datang kemudian.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah al-Qamar Ayat 19-26


Tafsir Surah al-Qamar Ayat 9-14

0
Tafsir Surah al-Qamar
Tafsir Surah al-Qamar

Tafsir Surah al-Qamar Ayat 9-14 mengisahkan adzab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Nuh karena sikap mereka yang membangkang terhadap seruan Nabi Nuh. Pada Tafsir Surah al-Qamar Ayat 9-14 ini dikisahkan bagaimana proses banjir bandang itu terjadi, tetapi Nabi Nuh beserta kaumnya yang beriman tetap selamat.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah al-Qamar Ayat 3-8


Ayat 9

Sebelum umat Nabi Muhammad saw, kaum Nuh telah terlebih dahulu mendustakan kerasulan Nabi Nuh. Mereka mendustakan kerasulan Nabi Nuh bahkan mereka menuduhnya gila serta mengancam dan menakut-nakuti Nabi Nuh supaya menghentikan dakwahnya, jika tidak mereka akan merajamnya.

Ayat 10

Nabi Nuh berdoa kepada Allah swt bahwa ia tidak berdaya menghadapi ancaman kaumnya, dan memohon kepada Allah agar menolongnya. Doa Nabi Nuh terdapat dalam Surah Nuh/71: 26-28, bahwa Nabi Nuh memohon kepada Allah agar orang kafir dihancurkan, karena mereka hanya akan menyesatkan manusia dan akan melahirkan orang-orang durhaka dan kafir. Disamping itu Nabi Nuh juga memohon ampunan bagi kedua orangtua dan orang-orang yang beriman. Hal ini dilakukan setelah Nabi Nuh mengetahui keingkaran mereka dan hampir lelahnya Nabi Nuh dalam menyampaikan dakwahnya. Firman Allah:

وَقَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْاَرْضِ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ دَيَّارًا   ٢٦  اِنَّكَ اِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوْا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوْٓا اِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا   ٢٧  رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَّلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۗ وَلَا تَزِدِ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا تَبَارًا ࣖ  ٢٨

Dan Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur. Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran.” (Nuh/71: 26-28)

Ayat 11

Allah mengabulkan doa Nabi Nuh dengan mencurahkan air yang banyak dari langit dan berlangsung bertahun-tahun.

Ayat 12

Disamping itu dari dalam bumi, Allah memancarkan sumber mata air di permukaannya, lalu bertemulah dua air tersebut, yaitu air yang diturunkan dari langit dan air yang dipancarkan dari bumi, terjadilah banjir yang besar sebagaimana yang sudah ditentukan Allah.


Baca Juga: Kisah Nabi Nuh As dan Keingkaran Kaumnya Dalam Al-Quran


Ayat ini menguraikan mengenai peristiwa air bah pada masa Nabi Nuh. Akan tetapi, apabila penggalan kata-kata pertama dalam kalimat di atas, dan dikaitkan dengan pernyataan dalam ayat sebelumnya, maka keduanya akan memperlihatkan siklus air. Penggalan mengenai siklus air ini menjelaskan tentang turunnya air hujan dan bumi mengeluarkannya lagi dalam bentuk mata air.

Ayat 13

Allah menyelamatkan Nabi Nuh dari banjir besar dengan memerintahkan Nuh beserta pengikutnya naik ke kapal besar yang terbuat dari papan-papan yang dipaku yang telah disiapkan sebelumnya. Maksud ayat ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah al-‘Ankabµt:

فَاَنْجَيْنٰهُ وَاَصْحٰبَ السَّفِيْنَةِ

Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang berada di kapal itu. (al-‘Ankabut/29: 15)

Ayat 14

Meskipun topan sangat dahsyat disertai hujan yang sangat lebat dan gelombang air besarnya laksana gunung, kapal itu berlayar dengan selamat berjalan di bawah pengawasan Allah sebagai balasan doanya, sebagaimana diinformasikan dalam ayat lain.

وَهِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ كَالْجِبَالِۗ وَنَادٰى نُوْحُ ِۨابْنَهٗ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يّٰبُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنْ مَّعَ الْكٰفِرِيْنَ  ٤٢

Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang ka-fir.” (Hud/11: 42)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah al-Qamar Ayat 15-18


Penafsiran Strukturalis Semiotik Surah Al-Kahfi: 5 Model Manusia

0
Penafsiran Strukturalis Semiotik Terhadap Surah Al-Kahfi: 5 Model Manusia
Surah Al-Kahfi

Surah Al-Kahfi termasuk surah Makiyyah, kecuali ayat 28, ayat 82 sampai dengan ayat 101 termasuk Madaniyyah. Surah yang berjumlah 110 ayat ini secara historis turun sesudah surah Al-Ghasyiyah.

Dalam karyanya yang berjudul Towards a Modern Tafsir of Surat Al-Kahf: Structure and Semiotics”, Netton memberikan sedikit ulasan mengenai isi pokok dari Surah Al-Kahfi. Ulasan tersebut berupa pendapatnya sendiri dan juga pendapat para ahli tafsir lain yaitu Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad al-Ghazali.

Menurut Abdullah Yusuf, surah Al-Kahfi berisi pelajaran tentang ketangkasan dan misteri kehidupan ini. Al-Ghazali berpendapat bahwa surah Al-Kahfi berisi pentingnya menilik sebuah eksistensi dan perlunya melakukan refleksi terhadap wahyu-wahyu Allah Swt yang diturunkan. Sedangkan Netton mengutarakan bahwa surah Al-Kahfi mempunyai motif utama memaksakan penggunakan akal, keteraturan, dan harmoni pada kondisi ketika tampak ketidakteraturan.

Kajian Strukturalisme Richard Netton

Richard Netton mencoba menganalisis surah Al-Kahfi menggunakan metode strukturalisme. Ini menarik karena sangat berbeda dengan bagaimana tradisi kajian tafsir di kalangan para ulama yang kita kenal selama ini.

Strukturalisme sendiri adalah cara berpikir tentang dunia yang menekankan pada persepsi struktur dan deskripsi struktur. Strukturalisme memunculkan semiotik. Menurut Preminger, semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Pradopo, Kesusteraan-Kritik: 19).

Baca juga: Studi Alquran: Mengenal Tafsir Era Kontemporer

Metode analisis strukturalis dan semiotik mengandung makna intertekstual dan relasional. Intertekstual ialah suatu teks yang dapat terkait dengan teks-teks lain yang mana semuanya turut andil dalam tercapainya sebuah pemahaman. Kemudian makna relasional ialah suatu teks terkait dengan hal lain di luar teks itu sendiri.

Richard Netton dalam usahanya untuk lebih mendalami mengenai surah Al-Kahfi, ia mengkomparasikan surah tersebut dengan surah Yusuf. Surah Yusuf dipilih dalam metodenya karena surah Yusuf diklaim merupakan kisah terbaik dalam Al-Quran. Di dalamnya berisi narasi panjang dan detail tentang kisah Nabi Yusuf a.s. dan saudara-saudaranya. Sedangkan dalam surah Al-Kahfi memuat setidaknya delapan kisah, yakni kisah Ashabul Kahfi, Nabi Khidir, Nabi Musa, Dzul Qarnain, dan Ya’juj wa Ma’juj.

Dalam menggali penjelasan struktural surah Al-Kahfi secara detail, Netton menggunakan sudut pandang pemahaman bahwa surah dalam al-Quran merupakan satu kesatuan (the sura as a whole). Ini berarti bahwa bagian atau kumpulan di dalam surah itu terkait secara koheren dengan bagian atau kumpulan ayat-ayat yang lain. Dalam hal ini, pendapat Netton selaras dengan orientalis Neal Robinson yang mengatakan bahwa setiap surah dalam Al-Quran merupakan satu kesatuan utuh yang dihubungkan oleh tema besar, meskipun topik-topik kecilnya bisa jadi beragam.

Koherensi dalam surah Al-Kahfi dibagi Netton menjadi delapan unit dengan memerhatikan topoi, archetype (pola dasar), dan theologemes (unit dasar teologi), yaitu:

  1. Pendahuluan yang berisi tentang pujian dan peringatan, terdapat dalam ayat 1-8.
  2. Kisah tentang penghuni gua (Ashabul Kahfi), terdapat dalam ayat 9-26.
  3. Janji tentang surga neraka, terdapat dalam ayat 32-44.
  4. Perumpamaan kebun anggur, terdapat dalam ayat 32-44.
  5. Kefanaan dunia, kekuasaan, dan tanda-tanda Allah, terdapat dalam ayat 45-59.
  6. Kisah tentang Nabi Musa dan Nabi Khidr, terdapat dalam ayat 60-82.
  7. Kisah tentang Dzul Qarnain, Ya’juj dan Ma’juj, terdapat dalam ayat 83-101.
  8. Janji tentang surga neraka dan perintah-perintah untuk Nabi Muhammad, terdapat dalam ayat 102-110.

Dari kedelapam unit tersebut, Netton mengkategorikan surah Al-Kahfi menjadi lima archetypes (model-model manusia).

Baca juga: Pro Kontra Munasabah Al-Quran dan Cara Menyikapinya

Lima Model Manusia dalam Kandungan Surah Al-Kahfi

Archetype pertama adalah petidur yang diperankan oleh Ashabul Kahfi. Theologeme yang menyertai archetype ini ialah gua. Gua merupakan resonansi penting dalam tradisi Islam. Gua juga merupakan tempat Rasul pertama kali menerima wahyu Al-Quran. Dalam sejarah Islam, gua juga merupakan tempat sembunyi Rasul dan Abu Bakar sehingga selamat dari pengejaran kaum kafir Quraisy. Jadi, gua menyimbolkan pewahyuan dan penjagaan/penyelamatan.

Dalam surah Al-Kahfi, gua menyimbolkan tempat keamanan dan proteksi Allah yang dalam perlindungannya seseorang dapat tidur dengan aman. Fungsi Ashabul Kahfi sebagai archetype adalah menjelaskan manifestasi kasih sayang Allah dan kekuasaan-Nya.

Archetype kedua ialah proto-Muslim yang diperankan oleh Ashabul Kahfi dan pemilik kebun kurma yang beriman. Sedangkan theologeme-nya menurut Netton ada pada gua dan kebun kurma. Gua menyimbolkan tempat di mana nilai Islam berperan baik, lalu kebun kurma menunjukan tempat monotheisme seharusnya tegak dengan baik.

Netton mengkolaborasikan proto-Muslim di sini sebagai potret monotheisme (ayat 14-15), taat dan berserah diri pada aturan Allah (ayat 16), perhatian Allah kepada orang beriman (ayat 14,16), petunjuk dan proteksi Allah (ayat 17,24), ke-Maha Tahu-an Allah (ayat 19), dan kebenaran janji Allah di hari akhir (ayat 21).

Archetype ketiga ialah prototipe hero/pahlawan yang diperankan oleh Nabi Musa dan Dzul Qarnain. Netton memberikan analisis intertekstualis strukturalis yang betujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan narasi dengan cara mengkomparasikannya dengan narasi kitab lain. Nabi Musa dan Dzul Qarnain merupakan seorang penjelajah dan selalu mendapatkan ujian demi ujian. Tradisi seperti ini juga terdapat dalam tradisi Yunani (Jason dan Argonauts) dan tradisi mitos Inggris Prancis (King Arthur), serta tradisi lainnya.

Kisah Dzul Qarnain melambangkan orang pilihan Allah yang memperlihatkan kualitas protektif Allah. Kekuatan protektif Allah merupakan motif utama dalam kisah Ashabul Kahfi dan Dzul Qarnain.

Archetype keempat ialah seorang mistik yang diperankan oleh Nabi Khidir yang kisahnya juga berkaitan dengan Nabi Musa. Menurut Netton, theologeme yang membedakan antara Nabi Khidr dengan Nabi Musa adalah knowledge (ilmu pengetahuan). Ilmu Nabi Khidr merupakan karunia Allah berupa pemahaman dalam ilmu batin dan misteri peristiwa kehidupan.

Kemudian Netton menjelaskan bahwa fungsi archetype mistik ini ialah menerangkan cara Allah kepada manusia dalam theodicy yang terkadang sulit. Di mana misalnya seorang penafsir sadar bahwa dia bertindak tidak sesuai dengan kemauan dirinya, melainkan kemauan ‘guru’nya. Terkait Nabi Khidir dalam surah Al-Kahfi ini, Allah Swt adalah gurunya.

Archetype kelima ialah anti-hero yang diperankan oleh pemilik kebun tidak beriman dan Ya’juj Ma’juj. Fungsi archetype pemilik kebun adalah memberikan peringatan terhadap bahaya syirik. Sedangkan archetype Ya’juj Ma’juj berfungsi memberikan kesempatan kepada Allah untuk mendemonstrasikan kekuasaan-Nya melalui Dzul Qarnain.

Penutup

Semua teori Ian Richard Netton yang mana diaplikasikan pada surah Al-Kahfi tersebut dapat memperluas makna dan obyek yang ditafsirkan. Metode penafsiran strukturalis semiotik dapat menggali makna lebih dalam sehingga makna di balik yang tersurat akan tersibak. Makna yang didapat tentu akan lebih luas daripada makna yang hanya tertera dalam teks literalnya.

Baca juga: Angelika Neuwirth dan Pembacaan Pre-Canonical Qur’an

Tafsir Surah al-Qamar Ayat 3-8

0
Tafsir Surah al-Qamar
Tafsir Surah al-Qamar

Tafsir Surah al-Qamar Ayat 3-8 mengisahkan kaum musyrik yang mendustakan kebenaran Nabi Muhammad, serta perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk menghindari perdebatan dengan mereka. Selain itu, Tafsir Surah al-Qamar Ayat 3-8 membahas proses manusia terutama orang musyrik saat dibangkitkan dari kubur hingga hari perhitungan amal.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah al-Qamar Ayat 1-2


Ayat 3

Kaum musyrik mendustakan kebenaran yang disampaikan kepada mereka oleh Nabi Muhammad saw, dan mengikuti hawa nafsu karena kebodohan mereka. Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa sesuatu itu akan berhenti pada sasaran yang telah ditetapkan, sesuai dengan ketetapan Allah. Karena itu persoalan orang-orang musyrik akan berhenti pada kehinaan di dunia dan azab yang kekal di akhirat, sedang persoalanmu hai Muhammad saw akan berhenti pada kemenangan di dunia dan surga di akhirat.

Ayat 4

Kaum musyrik yang mendustakan kerasulan Muhammad dan mengikuti hawa nafsu, telah mengetahui beberapa kisah tentang umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul, sehingga Allah menurunkan azab kepada mereka, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an. Namun kisah-kisah itu tidak berkesan di hati mereka dan tidak dapat mencegah kekafiran, lalu Allah membinasakan mereka, sedang di akhirat nanti akan disiksa sesuai dengan perbuatan syirik yang telah menghiasi jiwa mereka.

Ayat 5

Kisah tersebut mengandung hikmah yang sangat tinggi nilainya dalam memberi petunjuk bagi manusia kepada jalan yang benar, tetapi hikmah dan peringatan yang terkandung dalam kisah-kisah itu tidak berguna lagi bagi mereka karena hati nurani mereka telah terkunci mati. Firman Allah:

وَمَا تُغْنِى الْاٰيٰتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَّا يُؤْمِنُوْنَ

Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman. (Yunus/10: 101)

Ayat 6

Allah memerintahkan rasul-Nya agar tidak mengadakan perdebatan dengan kaum musyrik, karena tidak ada faedahnya. Sebab itu hendaklah berpaling dari mereka, pendusta-pendusta itu. Karena mereka sudah sampai ke tingkat tidak mau tunduk kepada bukti dan kebenaran, maka sudah pantas bagimu tidak memberi nasihat kepada mereka lagi.

Allah mengetahui bahwa Rasulullah saw tidak bosan terhadap persoalan mereka dan jengkel karena kecongkakannya. Allah mengingatkan kepada manusia bahwa akan terjadi hari kebangkitan, yang hari itu malaikat akan memanggil manusia datang ke suatu tempat yang sangat berbahaya dan dibenci oleh kaum musyrik, yaitu Padang Mahsyar.


Baca Juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 28-30: Kecaman terhadap Kaum Musyrikin Mekah


Ayat 7

Mereka akan keluar dari kubur dalam keadaan pandangan mereka tunduk, karena tidak sanggup memandang kedahsyatan yang terjadi pada hari itu, dan ketika mereka bersama-sama keluar dari kubur, tergopoh-gopoh menuju ke tempat perhitungan amal sesuai dengan panggilan, laksana belalang-belalang yang beterbangan di udara.

Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah, berfirman:

يَوْمَ يَكُوْنُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوْثِۙ  ٤

Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan. (al-Qari’ah/101: 4)

Ayat 8

Mereka segera datang memenuhi seruan, tidak ada yang menentang seruan itu, tidak ada pula yang terlambat memenuhinya, seraya mereka berkata, “Ini adalah hari yang sangat berbahaya dan tempat yang mencelakakan.” Firman Allah:

فَذٰلِكَ يَوْمَىِٕذٍ يَّوْمٌ عَسِيْرٌۙ   ٩  عَلَى الْكٰفِرِيْنَ غَيْرُ يَسِيْرٍ   ١٠

Maka itulah hari yang serba sulit, bagi orang-orang kafir tidak mudah. (al-Muddassir/74: 9-10)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah al-Qamar Ayat 9-14


Tafsir Surah al-Qamar Ayat 1-2

0
Tafsir Surah al-Qamar
Tafsir Surah al-Qamar

Tafsir Surah al-Qamar Ayat 1-2 menceritakan betapa dahsyatnya hari kiamat sebagaimana dikabarkan juga di berbagai surah lainnya. Selain itu, pada Tafsir Surah al-Qamar Ayat 1-2 menceritakan perilaku kaum musyrik yang mengolok bukti kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad dengan mengatakan bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah hanyalah sebuah sihir.

Ayat 1

Allah menyatakan bahwa hari Kiamat hampir datang, pada waktu kehidupan dunia akan berakhir. Dalam ayat lain yang sama maksudnya, Allah berfirman:

اَتٰىٓ اَمْرُ اللّٰهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْهُ

Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (datang)nya. (an-Nahl/16: 1);Allah berfirman:

اِقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِيْ غَفْلَةٍ مُّعْرِضُوْنَ ۚ   ١

Telah semakin dekat kepada manusia perhitungan amal mereka, sedang mereka dalam keadaan lalai (dengan dunia), berpaling (dari akhirat). (al- Anbiya’/21: 1);Pada waktu itu bulan akan pecah bercerai-berai akibat penyimpangan dari peredarannya, sebagaimana diutarakan dalam ayat lain yang sama maksudnya:

اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْۙ   ١

Apabila langit terbelah. (al-Insyiqaq/84: 1) ;Dan firman-Nya:

اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْۖ  ١  وَاِذَا النُّجُوْمُ انْكَدَرَتْۖ  ٢

Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (at-Takwir/81: 1-2)

Banyak lagi ayat lain yang menunjukkan kejadian yang sangat dahsyat yang akan terjadi ketika hancurnya alam ini dengan tibanya hari Kiamat.

Kebanyakan mufasir berpendapat bahwa kejadian tersebut pada ayat pertama telah terjadi dan bulan telah terbelah dua pada masa Nabi Muhammad saw, lima tahun sebelum beliau hijrah. Menurut hadis yang diriwayatkan al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Jarir dari Anas bin Malik bahwa penduduk Mekah meminta kepada Nabi Muhammad saw, agar mengemukakan suatu mukjizat sebagai bukti kerasulannya, maka Allah memperlihatkan kepada mereka bulan terbelah dua, sehingga mereka melihat “Jabal Nur” berada di antara dua belahan bulan tersebut. Diriwayatkan pula dari Sahih al-Bukhari, Muslim dan para perawi-perawi hadis lainnya dari Ibnu Mas’ud bahwa: “Bulan telah terbelah pada masa Nabi Muhammad saw, menjadi dua belah, sebelah berada di atas bukit dan yang lain berada di bawahnya, seraya Nabi Muhammad saw berseru, “Saksikanlah!”


Baca Juga: Tafsir Surat Al-Qamar Ayat 1: Fenomena Terbelahnya Bulan


Abu Dawud meriwayatkan pula bahwa, “Telah terjadi pembelahan bulan pada masa Nabi Muhammad saw, maka orang-orang Quraisy berkata, “Ini adalah sihir anak Abµ Kabsyah.” Lalu seorang dari mereka berkata, “Tunggulah dahulu berita yang dibawa oleh para musafir yang tiba, karena Muhammad saw tak sanggup mensihirkan semua manusia.” Lalu tibalah para musafir membawa berita kejadian tersebut. Lalu dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan, “Lalu mereka bertanya kepada para musafir yang berdatangan dari semua penjuru, jawaban mereka, “Sungguh kami telah melihatnya,” lalu Allah menurunkan ayat ini, “Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan.”

Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang terbelahnya bulan. Sebagian berpendapat bahwa bulan itu memang telah terbelah pada masa Nabi sebagai bagian dari mukjizatnya. Tetapi sebagian mufasir berpendapat bulan pasti terbelah bukan terjadi pada masa nabi, tetapi akan terjadi nanti pada saat hari Kiamat. Hal ini disebabkan karena hilangnya keseimbangan daya tarik menarik antar planet.

Ayat 2

Kaum musyrik melihat suatu bukti tentang kebenaran kerasulan Muhammad, maka mereka berpaling dan mendustakan serta mengingkarinya sambil berkata bahwa, “Ini adalah sihir yang memesonakan kita yang akan terus-menerus dilakukannya.” Demikianlah jika memang tidak ada iman, maka meskipun pikirannya dapat menerima kebenaran Al-Qur’an dan secara empirik terlihat pada perbuatan dan perilaku Nabi yang membuktikan kerasulan beliau, tetapi mereka tetap ingkar pada kebenaran yang ada di depan mata mereka.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah al-Qamar Ayat 3-8


Kontekstualisasi Penggunaan Term Tijarah (Perniagaan) dalam Al-Qur’an

0
Term Tijarah (Perniagaan) dalam Al-Quran
Term Tijarah (Perniagaan) dalam Al-Quran

Bahasa merupakan alat penting untuk menangkap suatu infomasi. Bahasa terbentuk dari realitas budaya asalnya. Oleh sebab itu, dalam meneliti Al-Quran tidak bisa lepas dari konteks budaya Al-Quran tersebut diturunkan. Misalnya adalah kota Makkah secara geologi berada dipersimpangan negeri adidaya kala itu. Persia di sebelah timur dan Byzantium di baratnya.  Meski demikian, Makkah merupakan kota yang kering sehingga kebanyakan masyarakat hidup dari tijarah (perniagaan). Berangkat dari term tijarah, tulisan ini akan mengulas tentang contoh penggunaan term tijarah dalam Al-Quran

Baca juga: Tafsir Ahkam: Kesunnahan Memotong Kumis

Dijelaskan dibeberapa penafsiran, surah Al-Quraisy(106): 2 bahwa masyarakat Quraisy  memilki kebiasaan berniaga di musim panas maupun musim dingin.  Di musim panas mereka berniaga di Palestina, dan musim dingin di Basrah. Pendapat lain mengatakan musim panas mereka berniaga di Yaman dan musim dingin di Syam. (Nukatu wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, Jilid 6, Hal. 347)

Selain bahasa, Al-Quran juga kerap menggunakan istilah-istilah yang dekat dengan kultur masyarakat Arab kala itu. Sebagai contoh istilah perniagaan kerap digunakan dalam menggambarkan berbagai topik seperti hari akhir, kehidupan di akhirat, maupun konsep pahala dan dosa.

Istilah tersebut berkaitan erat dengan kultur masyarakat Arab, terutama kaum Quraish yang memiliki kebiasaan berniaga seperti yang digambarkan surah Al-Quraish diatas. Tulisan ini berusaha mengupas penggunaan istilah-istilah perniagaan dalam Al-Quran.

Istilah-Istilah Perniagaan

Dalam bahasa Arab pedagang diistilahkan sebagai taajir (تَاجِر). Tetapi dalam Al-Quran istilah yang kerap digunakan adalah perniagaan (تِجَارَة). تِجَارَة dalam Al-Quran digunakan sebanyak sembilan kali.

Istilah lainnya yang ditulis oleh Adnan Amal mengutip tulisan C.C. Torrey seperti term matematik hisab. Berbeda dengan tijarah,  hisab yang bermakna perhitungan diulang cukup banyak dalam Al-Quran. Setidaknya diulang sebanyak 49 kali dengan sebagian besar merujuk pada konteks pembalasan di hari akhir atas segala perbuatan manusia.

Term lain yang tidak kalah penting seperti dalam takaran dan ukuran mizan, kerugian dan penipuan naqasha, jual-beli isytara, serta utang-piutang. (Reknostrusi Sejarah Al-Quran, Hal. 8)

Berbagai istilah perniagaan tersebut selain digunakan dalam urusan transaksi secara nyata, seringkali digunakan dalam mengistilahkan peristiwa maupun ajaran yang bersifat teologis. Torrey menambahkan bahwa penggunaan term perniagaan bukan hanya untuk kiasan, melainkan untuk mengungkapkan poin penting doktrin mendasar.

Baca juga: Self Reward Berujung Pemborosan, Begini Manajemen Harta ala Al-Qur’an

Doktrin yang dimaksud adalah ajaran tentang kejujuran, transparansi serta ketakwaan dalam segala perbuatan manusia. Al-Quran sangat menentang tindakan kecurangan dalam transaksi jual beli, utang piutang dll. Di dunia perdagangan, praktik curang diistilahkan dengan term Riba. Dengan jelas Al-Quran mengatakan bahwa perdagangan diperbolehkan (halal) dan riba adalah sesuatu yang terlarang (haram). (Q.S Al-Baqarah[2]: 275)

Contoh Penggunaan Tijarah dalam Al-Quran

Dua ayat berikut ini merupakan merupakan contoh bentuk penggunaan term tijarah dalam Al-Quran. Pertama, surah Nur [24]:37 yang berbunyi:

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ

orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat)

Surah tersebut menjelasakan orang-orang yang akan mendapat cahaya Allah di hari Akhir kelak. Adalah orang-orang yang tekun beribadah dan terus mengingat Allah sekalipun dalam keadaan melakukan pekerjaan. Pada hari tersebut, orang-orang saling kebingungan atas apa yang terjadi. Kecuali orang-orang yang mendapat cahaya. (Tafsir Kemenag)

Sebagai contoh dalam surah Al-Baqarah (2): 16 Allah berfirman:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلٰلَةَ بِالْهُدٰىۖ فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ

Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk.

Ayat tersebut menggambarkan orang-orang munafik pada zaman nabi yang menggadaikan keimanannya pada kekafiran. Orang yang beriman adalah orang-orang yang mendapat hidayah (petunjuk). Hidayah merupakan hak prereogatif Allah. Terhadap orang-orang yang demikian, Al-Quran mengatakan bahwa mereka orang-orang yang merugi. (Nukatu wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, Jilid 1, Hal. 79)

Baca juga: Tafsir Ahkam: Serba-Serbi Kesunnahan Memotong Kuku dalam Islam

Meskipun berbagai term perniagaan dalam Al-Quran digunakan dalam dua konteks (asli dan teologi). Keduanya memiliki hubungan yang dekat. Islam bukan hanya mengatur relasi tuhan dengan manusia seperti peribadatan dan konsep hari akhir. Melainkan juga mengatur sistem kehidupan manusia.

Apa yang dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 275 diatas Tijarah bahwa perdagangan bukan hanya proses transaksi antar dua manusia. Nilai-nilai kejujuran dan transparansi juga merupakan suatu hal yang ditekankan dalam Al-Quran.

Begitu juga dalam surah An-Nur ayat 37 diatas, segala bentuk pekerjaan (dalam hal ini dicontohkan dengan berdagang) tidak boleh melupakan ibadah. Dalam konteks berdagang, terkadang terdapat waktu-waktu tertentu yang banyak pembeli. Tak jarang waktu tersebut bersamaan dengan datangnya waktu sholat.

Sementara itu dalam surah Al-Baqarah ayat 16 term tijarah (perdagangan) digunakan dalam konteks yang berbeda dari arti pada umumnya. Term tersebut digunakan untuk menggambargan orang yang menggadaikan keimanannya dengan kekafiran.

Demikian sedikit contoh penggunaan term-term perniagaan dalam Al-Quran. penggunaan term yang berbeda seperti dalam Al-Baqarah ayat 16 tidak lain untuk memudahkan masyarakat Arab kala itu untuk memahami nilai-nilai yang diajarkan Islam.

Tafsir Surah An-Najm Ayat 58-62

0
Tafsir Surah An-Najm
Tafsir Surah An-Najm

Pada Tafsir Surah An-Najm Ayat 58-62 secara keseluruhan membahas seputar hari kiamat dan Alquran. Dijelaskan dalam Tafsir Surah An-Najm Ayat 58-62 bahwa tidak ada seorang manusia pun yang mengetahui hari kiamat dan dalam Alquran tidak ada keraguan terhadapnya. Apa yang disampaikan dalam Alquran merupakan suatu kebenaran.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah An-Najm Ayat 55-57


Ayat 58

Ayat ini menerangkan bahwa, tidak ada seorang pun yang mengetahui waktu tibanya hari Kiamat selain dari Allah, maka bersiap-siaplah untuk menghadapi hari itu sebelum datang secara tiba-tiba, dalam keadaan kamu tidak memperkirakan. Kamu akan menyesali kesalahan yang tidak ada gunanya, karenanya, beramallah selama masih ada kesempatan untuk beramal.

Dengan ayat ini diungkapkan tiga macam dasar agama yaitu:

  1. Keesaan Allah berdasarkan firman-Nya; maka dengan nikmat Tuhan-mu yang manakah kamu ragu-ragu?
  2. Pengukuhan kerasulan Nabi Muhammad saw, dengan firman-Nya; ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan.
  3. Pengukuhan tentang adanya pengumpulan dan kebangkitan pada hari Kiamat dengan firman-Nya; telah dekatlah kejadiannya hari Kiamat.

Ayat 59-61

Ayat ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan, maksudnya: Apakah layak bagi kamu, sesudah keterangan yang jelas itu bahwa manusia merasa heran terhadap Al-Qur’an, sedang Al-Qur’an membawa petunjuk untuk kamu ke jalan yang benar dan menghantarkan kamu ke jalan yang lurus; atau kamu masih memandangnya rendah dengan mencemoohkan dan berpaling dari padanya.

Al-Baihaqi dalam Kitab Syu’abil Iman meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika turun firman Allah, “maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?” Ahli Suffah menangis sehingga mengalir air mata mereka ke pipi. Dan ketika Nabi Muhammad saw melihat tangisan mereka beliau pun menangis, lalu kami menangis karena tangisan beliau, seraya berkata:

لاَ يَلِجُ النَّارَ مَنْ بَكَى فِيْ خَشْيَةِ اللهِ تَعَالىَ وَلاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ مُصِرٌّ عَلَى مَعْصِيَةٍ وَلَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَجَاءَ الله ُبِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ. (رواه البيهقي)

Tidak akan masuk neraka orang-orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang-orang yang terus-menerus mengerjakan maksiat. Dan kalaulah orang-orang tidak melakukan dosa sungguh Allah akan mendatangkan orang-orang yang berdosa (lalu mereka beristigfar), maka Allah mengampuni mereka. (Riwayat al-Baihaqi)


Baca Juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 48-50: Hari Kiamat Datang dengan Tiba-Tiba


Kemudian Allah menyatakan kewajiban mengagungkan dan khusyu’ ketika mendengar Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah:

وَيَخِرُّوْنَ لِلْاَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا ۩  ١٠٩

Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk. (al-Isra’/17: 109)

Ayat 62

Ayat ini memerintahkan manusia agar tunduk dan beribadah kepada Allah dengan ikhlas, karena Allah menurunkan Al-Qur’an kepada manusia melalui rasul-Nya, tugasnya memberi petunjuk dan membawa berita gembira. Hendaklah manusia menyambut Al-Qur’an itu dengan meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tidak membawa manfaat.

(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah An-Najm Ayat 55-57

0
Tafsir Surah An-Najm
Tafsir Surah An-Najm

Tafsir Surah An-Najm Ayat 55-57 membahas tentang tigal hal yang berbeda. Pertama, menyinggung tentang nikmat. Kedua, tentang Nabi Muhammad dan Alquran adalah pemberi peringatan. Dan ketiga, menyinggung tentang hari kiamat yang akan tiba.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah An-Najm Ayat 50-54


Ayat 55

Allah menyatakan dalam bentuk pertanyaan kepada manusia tentang nikmat-Nya yang manakah, yang masih diragukan, dalam ayat-ayat berikut ini yang sama maksudnya.

يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِۙ  ٦

Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Mahamulia. (al-Infitar/82: 6)

وَكَانَ الْاِنْسَانُ اَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا

Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah. (al-Kahf/18: 54)

فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ   ١٦

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (ar-Rahman/55: 16)

Pada hakikatnya musibah yang menimpa itu dapat membawa manusia kepada kesadaran bagi mereka yang memperhatikannya. Semua nikmat itu adalah bukti yang nyata atas ke-Esaan Allah.

Ayat 56

Ayat ini menyatakan bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw dengan Al-Qur’annya adalah pemberi peringatan terhadap orang yang menyimpang dari petunjuk-Nya dengan mengikuti hawa nafsu yang membawa kepada kecelakaan dunia dan akhirat. Nabi Muhammad saw, seperti para rasul sebelumnya, menyampaikan seruan kepada manusia, tetapi sebagian manusia mendustakan kerasulan-Nya, maka Allah menghancurkan dan menjatuhkan azab kepada mereka sesuai dengan kedustaan dan keingkaran mereka terhadap nikmat-nikmat yang terus-menerus datang dari Tuhan, dalam ayat yang lain:

اِنْ هُوَ اِلَّا نَذِيْرٌ لَّكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيْدٍ

Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.” (Saba’/34: 46) ;Dalam hadis Nabi yang ada hubungannya dengan ayat ini yaitu:

اَنَا النَّذِيْرُ اْلعُرْيَانُ. (رواه البخاري ومسلم)

Saya pemberi peringatan yang tak berpakaian. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, karena terburu-buru melihat kejahatan, sehingga tidak sempat memakai pakaian, terus berangkat untuk mengingatkan kaumnya. Bisa juga berarti polos dan tegas.


Baca Juga: Apa Makna “Kiamat Sudah Dekat” dalam Al-Quran? Ini Penjelasannya


Ayat 57

Ayat ini menerangkan, bahwa hari Kiamat sudah dekat masanya dan neraka telah tersedia, tiap manusia akan menerima balasan sesuai dengan perbuatannya, maka waspadalah, agar kamu tidak termasuk di antara orang yang binasa, yaitu pada suatu hari yang tidak berguna. Pada waktu itu harta dan anak tidak dapat memberi manfaat kepada anggota keluarga lainnya sedikit pun dan mereka tidak mendapat pertolongan apa pun, kecuali orang yang datang menghadapi Allah dengan hati yang bersih.

اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ   ١  لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ  ۘ   ٢

Apabila terjadi hari Kiamat, terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal). (al-Wāqi’ah/56: 1-2);Dan tersebut dalam hadis:

مَثَلِىْ وَ مَثَلُ السَّاعَةِ كَهَاتَيْنِ وَفَرَّقَ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ الوُسْطَى وَالَّتِيْ تَلِي الاِبْهَامَ. (رواه أحمد)

Kerasulanku ini dibandingkan dengan hari Kiamat adalah seperti dua ini, dan beliau menceraikan antara dua anak jari-jari tengah dan telunjuk. (Riwayat Ahmad)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah An-Najm Ayat 58-62


Tafsir Surah An-Najm Ayat 50-54

0
Tafsir Surah An-Najm
Tafsir Surah An-Najm

Tafsir Surah An-Najm Ayat 50-54 menceritakan kejadian-kejadian bagaimana Allah membumihanguskan kaum-kaum terdahulu sebelum Nabi Muhammad yang membangkang terhadap seruan yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul. Pada Tafsir Surat An-Najm Ayat 50-54 kita akan melhat bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah An-Najm Ayat 47-49


Ayat 50

Allah yang membinasakan kaum ‘Ad yang pertama yaitu kaum Nabi Hud, dan yang dimaksud dengan kaum ‘Ad yang kedua ialah kaum Iram bin Sam bin Nµh.

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍۖ  ٦  اِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِۖ  ٧  الَّتِيْ لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِى الْبِلَادِۖ  ٨

Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad?  (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum ‘Ād) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain. (al-Fajr/89: 6-8);Kaum ‘Ad kedua ini golongan manusia yang sangat kuat dan banyak berbuat durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya, Kemudian Allah membinasakan mereka dengan angin yang sangat dingin dan kencang, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan tujuh hari terus-menerus.

Ayat 51

Allah membinasakan kaum Tsamud dan tidak membiarkan mereka hidup, bahkan mereka disiksa dengan azab Tuhan yang sangat dahsyat, dalam ayat yang lain yang sama maksudnya, Allah berfirman:

فَهَلْ تَرٰى لَهُمْ مِّنْۢ بَاقِيَةٍ   ٨

Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka? (al-Haqqah/69: 8)


Baca Juga: Epidemiologi Al-Qur’an (2): Virus Sampar Dalam Kisah Nabi Shalih dan Kaum Tsamud


Ayat 52

Allah membinasakan kaum Nuh sebelum kaum ‘Ad dan Tsamud. Mereka lebih zalim daripada kedua kaum ini, karena mereka adalah orang-orang yang pertama membuat kezaliman dan kedurhakaan sedangkan orang yang paling zalim, sebagaimana hadis Nabi, “Barang siapa mengadakan suatu perbuatan jahat, maka dia memikul dosanya.”

Kaum Nuh lebih durhaka daripada kaum ‘Ad dan Tsamud, karena mereka telah melampaui batas, padahal sejak lama mereka telah mendengar seruan Nabi Nuh, namun mereka tetap membangkang sehingga Nabi Nuh habis kesabarannya dan mendoakan kebinasaan mereka.

رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْاَرْضِ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ دَيَّارًا

Dan Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh/71: 26);Ada seorang ayah yang membawa anaknya pergi menemui Nuh untuk memperingatkannya seraya mengatakan kepada anaknya, “Wahai anakku! Ayahku dahulu membawa aku kepada orang ini, seperti sekarang aku membawamu. Awas engkau jangan mempercayainya!” Si ayah mati dalam kekafirannya sedang anaknya yang masih kecil hidup berpegang kepada wasiat ayahnya, sehingga seruan Nuh mengajar manusia beriman tidak mempengaruhi lagi anak itu.

Ayat 53-54

Allah telah memusnahkan kaum Lut dengan menjungkir-balikkan negeri mereka dan menurunkan azab kepada mereka berupa hujan batu yang terbakar, sambil menghujani mereka dengan batu-batu dari tanah yang terbakar, bertubi-tubi. Dalam ayat lain yang sama maksudnya, Allah berfirman:

وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَّطَرًاۚ فَسَاۤءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِيْنَ   ١٧٣

Dan Kami hujani mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. (asy-Syu’ara’/26: 173);Inilah yang dikehendaki oleh Allah dengan firman-Nya, “Allah menimpakan atas negeri mereka azab yang menimpanya.” Pengungkapan keadaan dengan kata-kata tersebut menunjukkan kehebatan azab yang menimpa mereka karena Allah membalikkan-Nya, yang atas menjadi bawah dan bawah menjadi atas.

Keterangan yang jelas dan nyata itu tak dapat meyakinkan mereka, bahkan membikin mereka ragu-ragu, mereka menertawakannya, walaupun Nabi Muhammad saw terus-menerus memperingatkan mereka. Sebenarnya mereka harus menangis atas kesalahan dan kelengahan mereka dan sembah sujud kepada Allah.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah An-Najm Ayat 55-57


Tafsir Surah An-Najm Ayat 47-49

0
Tafsir Surah An-Najm
Tafsir Surah An-Najm

Tafsir Surah An-Najm Ayat 47-49 membahas tentang 3 hal. Pertama, membahas tentang hikmah dari ketentuan Allah menghidupkan dan mematikan manusia. Kedua, membahas tentang kuasa Allah terhadap manusia yang berasal dari nutfah, tetapi menjadikan manusia bermacam-macam karakter. Hal ketiga yang dibahas dalam Tafsir Surah An-Najm Ayat 47-49 yaitu penjelasan dikhususkannya penyebutan bintang pada ayat 49.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah An-Najm Ayat 40-46


Ayat 47

Allah yang menghidupkan manusia sesudah mati untuk membalas orang yang berbuat baik atau jahat sesuai dengan apa yang dikerjakannya.

Ayat 48

Allah yang memberikan kekayaan atau kemiskinan bagi orang yang dikehendaki-Nya di antara hamba-Nya, sesuai dengan kesanggupan dan usaha masing-masing.

Ayat ini menunjukkan kekuasaan yang sempurna, bahwa nutfah (setetes mani) adalah sesuai bagian-bagiannya menurut kenyataan. Dari nutfah ini Allah jadikan bermacam-macam anggota, tabiat yang berlain-lainan, laki-laki atau perempuan, maka tidak ada orang yang mengaku dapat membuatnya, sebagaimana tidak ada yang mengaku menjadikan langit dan bumi selain Allah.

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ مَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ لَيَقُوْلُنَّ اللّٰهُ

Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ”Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, ”Allah.” (Luqman/31: 25)

اَيَحْسَبُ الْاِنْسَانُ اَنْ يُّتْرَكَ سُدًىۗ  ٣٦  اَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّنْ مَّنِيٍّ يُّمْنٰى   ٣٧  ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوّٰىۙ  ٣٨  فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰىۗ  ٣٩  اَلَيْسَ ذٰلِكَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنْ يُّحْيِ َۧ الْمَوْتٰى ࣖ  ٤٠

Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian (mani itu) menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (al-Qiyamah/75: 36-40)


Baca Juga: Tafsir Surah Al-Mu’minun Ayat 14 (1)


Ayat 49

Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Dia-lah Tuhan yang memiliki bintang Syi’ra, yang sangat gemerlapan ini, yang terbit beriringan dengan bintang Jauza’ dipertengahan musim panas.

Mengkhususkan sebutan bintang ini dari planet-planet angkasa lainnya yang lebih besar dan lebih gemerlapan, karena bintang ini disembah pada zaman jahiliyah, yang menyembahnya adalah kabilah Himyar dan Khuza’ah. Orang pertama yang mengadakan penyembahan ini adalah Abu Kabsyah. Dia adalah pembesar bangsa Arab, sehingga orang Quraisy menyatakan, bahwa Nabi Muhammad saw, adalah anak Abu Kabsyah, sebagai persamaan karena berbeda dalam hal prinsip agamanya dengan agama nenek moyang mereka.

Abu Kabsyah ini adalah salah seorang dari nenek Nabi Muhammad saw, dari pihak ibunya. Sebagaimana yang dikatakan Abu Sufyan ketika ia berada di hadapan Heraclius yang menjadi Pembesar Rum, “Sungguh telah menjadi besar persoalan anak Abu Kabsyah ini (Nabi saw).”

Di antara bangsa Arab ada yang memuja bintang dan mengakui pengaruhnya terhadap alam semesta dan mereka membicarakan tentang masalah-masalah yang gaib ketika bintang itu terbit.

Bintang Syi’ra ini ada dua, satu di antaranya berada di sebelah Syam (Palestina) dan yang lain berada di sebelah Yaman. Keterangan inilah yang dimaksudkan di sini yang disembah selain Allah.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah An-Najm Ayat 50-54