Beranda blog Halaman 254

Tafsir Surah Yasin Ayat 78-83

0
Tafsir Surah Yasin
Tafsir Surah Yasin

Tafsir Surah Yasin Ayat 78-83 mengingatkan perihal air mani kepada kaum kafir, agar mereka berfikir bahwa kebangkitan sebelumnya pernah mereka alami. Allah menyuruh Nabi untuk menjelaskna kepada mereka bahwa tulang-tulang manusia pada hari itu akan disatukan, lalu dihidupkan kembali. Seperti kayu-kayu yang lapuk bisa digunakan untuk menghidupkan api, maka begitulah kiranya kejadian pada hari kebangkitan kelak, dan Allah-lah yang berkuasa atas segalanya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Yasin Ayat 70-77


Diakhir penafsiran Tafsir Surah Yasin Ayat 78-83 kembali dijelaskan penegasan Allah Swt tentang hari kebangkitan, bahwa membangkitkan manusia kembali dari kematian adalah hal yang mudah bagi Allah, sama seperti ketika ia menciptakan alam semesta, maka tidak perlu ada keraguan. Di sini, Allah memuji sikap orang beriman yang mempercayai hari kebangkitan, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sebab itu pula nantinya mereka mendapatkan balasan yang setimpal di surga.

Ayat 78

Pada ayat ini dijelaskan tentang keraguan kaum kafir Mekah terhadap adanya hari kebangkitan. Mereka berpendapat demikian karena telah melupakan asal kejadian masing-masing.

Mereka diingatkan bahwa Allah telah menciptakan mereka dari setetes air mani, sehingga mereka lahir berwujud manusia yang hidup dan utuh. Jika seandainya mereka mengingat dan menyadari hal ini, pastilah mereka yakin bahwa Allah juga kuasa menghidupkannya kembali sesudah mati, walaupun tulang-belulang mereka sudah remuk.

Ayat 79

Pada ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menjawab pertanyaan orang-orang tersebut di atas, dengan menegaskan bahwa yang akan menghidupkan tulang-tulang lapuk itu kembali menjadi manusia yang hidup dan utuh adalah Allah yang dahulu telah menciptakannya pada kali yang pertama, dari tidak ada menjadi ada. Allah Maha Mengetahui semua makhluk ciptaan-Nya.

Bagi manusia, mengulang suatu perbuatan lebih mudah daripada melakukannya pertama kali. Akan tetapi, bagi Allah menciptakan sesuatu pertama kali, sama saja mudahnya dengan mengulanginya, karena Allah Mahakuasa.


Baca Juga: Matahari Juga Sebagai Sumber Energi Cahaya, Berikut Penjelasan Tafsirnya


Ayat 80

Pada ayat ini disebutkan bahwa Allah juga memerintahkan rasul-Nya untuk menjelaskan kepada orang-orang musyrik tersebut bahwa yang akan menghidupkan kembali tulang-tulang lapuk tersebut adalah Allah yang telah menciptakan untuk mereka, api yang menyala dari kayu yang semula merupakan pohon yang basah dan hijau tetapi kemudian kayu itu menjadi kering sehingga dapat menyalakan api.

Dalam kehidupan sehari-hari, orang Arab telah mengetahui bahwa ada beberapa jenis kayu yang jika digesekkan antara satu dengan lainnya akan memercikkan api. Ini semua diciptakan Allah untuk manusia agar mereka bisa menghangatkan badan, memasak, menggunakannya untuk penerangan, dan berbagai kebutuhan lainnya.

Pemberian contoh ini merupakan hal yang cukup jelas bagi mereka yang sehari-hari menggunakan kayu api. Mereka mengira bahwa tulang-tulang yang sudah lapuk itu telah menjadi dingin dan kering tidak dapat lagi menerima kehidupan, sebab kehidupan ini memerlukan adanya panas.

Padahal sehari-hari mereka menyaksikan bahwa kayu yang sudah lapuk dan dingin dapat menimbulkan panas dan menghidupkan api. Bahkan kayu yang masih basah dan berdaun ada juga yang dapat menyalakan api.

Menurut kajian ilmiah, api di sini dapat saja diinterpretasikan sebagai energi. Di dalam tumbuhan memang terjadi proses pemanfaatan energi matahari untuk mengubah bahan yang diambil tumbuhan menjadi energi kimiawi. Penjelasan mengenai terjadinya perubahan energi tersebut, yang disebut sebagai proses fotosintesa adalah sebagai berikut.

Dari banyak bagian tumbuhan, salah satu yang terpenting adalah adanya kloroplas (chloroplast) yang terdapat pada daun. Pada kloroplas ini terdapat ribuan kloropil (chlorophyl)  atau butir hijau daun, dan dalam bahasa Al-Qur’an dikenal dengan nama al-khadir (bahan hijau).  Kedua ayat di atas menyinggung keberadaan kloropil yang berwarna hijau (al-An’am/6: 99) dan peranan matahari dalam menjalankan “pabrik hijau” ini (at-Takwir/81: 17-18).

Sel tumbuhan, tidak sebagaimana sel manusia atau binatang, dapat menggunakan secara langsung energi matahari.  Tumbuhan akan mengubah energi matahari menjadi energi kimia, dan menyimpannya dalam bentuk nutrien dengan cara yang khusus.

Proses ini dinamakan fotosintesis (Photosynthesis). Sel berwarna hijau ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Ini adalah satu-satunya laboratorium di dunia yang dapat menyimpan energi matahari dalam bentuk bahan organik.

Sebagaimana diuraikan di atas, maka tumbuhan adalah makhluk yang sangat dan paling penting untuk kelangsungan kehidupan makhluk lainnya.  Di samping menghasilkan bahan makanan, proses fotosintesa yang dilakukan tumbuhan juga menghasilkan oksigen. Oksigen adalah bahan untuk bernapas bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia dan binatang.

Dengan demikian tepatlah Allah memberikan contoh, bahkan bukan hanya kayu yang kering saja dapat menyalakan api tetapi kayu yang masih hijau dan basah pun dapat juga dijadikan kayu api.

Sebaliknya, tulang-tulang yang dapat menerima kehidupan bukan hanya tulang-tulang yang segar, tetapi tulang yang sudah lapuk pun dapat pula menerima kehidupan dengan kekuasaan Allah.

Ayat 81

Allah mengemukakan pertanyaan kepada orang-orang yang tidak mempercayai hari kebangkitan itu bahwa jika mereka percaya bahwa Allah kuasa menciptakan langit dan bumi ini, mengapa Allah tidak kuasa pula menciptakan sesuatu yang serupa dengan itu. Jawabannya adalah Allah pasti kuasa menciptakannya, karena Dia Maha Pencipta, lagi Maha Mengetahui.

Ayat 82

Allah menerangkan betapa mudah bagi-Nya menciptakan sesuatu. Apabila Ia menghendaki untuk menciptakan suatu makhluk, cukuplah Allah berfirman, “Jadilah,” maka dengan serta-merta terwujudlah makhluk itu.

Mengingat kekuasaan-Nya yang demikian besar, maka adanya hari kebangkitan itu, di mana manusia dihidupkan-Nya kembali sesudah terjadinya kehancuran di hari Kiamat, bukanlah suatu hal yang mustahil, dan tidak patut diingkari.

Baca Juga:

Ayat 83

Orang-orang yang beriman pasti berkata bahwa Allah Mahasuci. Di tangan-Nya kekuasaan penuh atas segala sesuatu di alam ini. Dialah yang menciptakan, mengatur, dan memeliharanya. Kepada-Nya jualah semua makhluk dikembalikan.

Pengakuan dan keyakinan semacam ini pasti timbul apabila manusia menggunakan pikiran sehat untuk memperhatikan isi alam ini semuanya yang menjadi bukti bagi kekuasaan Allah.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Yasin Ayat 81-83


Tafsir Surah Yasin Ayat 70-77

0
Tafsir Surah Yasin
Tafsir Surah Yasin

Tafsir Surah Yasin Ayat 70-77 menjelaskan bahwa al-Qur’an berfungsi untuk memberi peringatan kepada manusia, dan menjamin balasan yang setimpal kepada orang kafir karena telah menyakiti hati Nabi Muhammad Saw. Disaat yang sama, melalui Tafsir Surah Yasin Ayat 70-77 dijelaskan kembali tentang hari Kebangkitan, yang ternyata masih banyak manusia meragukannya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Yasin Ayat 69


Ayat 70

Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa fungsi Al-Qur’an antara lain untuk memberikan peringatan kepada umat manusia. Di samping itu, ia juga menerangkan kepastian adanya ketetapan azab bagi orang-orang kafir.

Orang-orang yang hati, pikiran, dan semangatnya tetap hidup pasti mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman yang utama, karena Al-Qur’an membawa ajaran yang melenyapkan kebodohan dan kebekuan, menyembuhkan penyakit-penyakit mental yang merusak hidup manusia, baik lahir maupun batin serta menjadi rahmat bagi orang-orang yang bertakwa.

Sebaliknya orang-orang yang hati, pikiran, dan semangatnya sudah mati dan membeku, tidak mau mengambil pelajaran dan bimbingan dari Al-Qur’an karena godaan setan sudah membelenggu sedemikian rupa.

Sebetulnya, di dalam hati para pemuka kaum kafir dan musyrik itu telah mengakui kebenaran dan kemukjizatan Al-Qur’an. Akan tetapi, mereka tidak berani mengemukakan pengakuan itu, karena takut akan kehilangan pengaruh di lingkungan kaumnya yang menyebabkan turunnya kewibawaan, dan kehilangan sumber penghasilan.

Ayat 71-73

Allah memperingatkan kembali kepada kaum kafir tentang sifat dan rahmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka yang sepatutnya disyukuri. Rahmat yang dikaruniakan itu lalu mereka kuasai dan ambil manfaatnya sedemikian rupa. Akan tetapi, mereka tidak pernah bersyukur, bahkan mengingkari rahmat tersebut.

Di antara rahmat dan karunia Allah adalah bermacam-macam hewan dan binatang ternak yang telah diciptakan dan disediakan-Nya untuk manusia. Sebagian dari hewan tersebut mereka jadikan kendaraan untuk mengangkut mereka dan barang-barang dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Dari hewan itu pula mereka memperoleh bahan makanan, minuman, pakaian, dan alat-alat keperluan lainnya. Namun demikian, mereka tidak bersyukur kepada Allah yang telah menciptakan dan menyediakan semuanya itu untuk kepentingan mereka.


Baca Juga: Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 1-5: Pujian kepada Allah dan Fungsi Al-Quran sebagai Pedoman yang Lurus


Ayat 74-75

Allah menerangkan pada ayat ini bahwa kaum kafir telah menguasai dan mengambil manfaat sedemikian rupa dari rahmat yang diciptakan dan dikaruniakan Allah. Jangankan mereka bersyukur kepada-Nya, bahkan sebaliknya mereka bertuhan kepada selain Allah, karena mereka menyangka akan segera mendapat pertolongan.

Mereka menyembah patung, berhala, atau benda lainnya, padahal semuanya itu tidak dapat memberikan pertolongan apa-apa. Dengan demikian, mereka mengharapkan sesuatu yang mustahil, yang tidak dibenarkan oleh pikiran dan akal yang sehat.

Ayat 76

Akhirnya, Allah menghibur Nabi Muhammad saw dari tingkah laku dan perbuatan kaum kafir dan musyrik itu, yaitu Nabi tidak perlu merasa sedih mendengarkan ucapan dan tuduhan mereka yang bukan-bukan, yang ditujukan kepadanya dan kepada Al-Qur’an.

Allah Maha Mengetahui semua perbuatan mereka, baik yang dilakukan dengan terang-terangan maupun yang mereka rahasiakan. Semua itu akan dimintakan pertanggungjawabannya kepada mereka kelak di hari Kiamat dan mereka pasti akan menerima balasannya berupa azab yang pedih.

Ayat 77

Karena adanya sebagian manusia tidak percaya tentang adanya hari Kebangkitan, maka Pada ayat ini Allah mengingatkan mereka kepada kekuasaan-Nya dalam menciptakan manusia, sebagai bagian dari seluruh makhluk-Nya. Ini dikemukakan dengan nada keheranan atas sikap sebagian manusia itu.

Yaitu: apakah manusia itu tidak memikirkan dan tidak memperhatikan bahwa Allah telah menciptakannya dari setetes air mani, tetapi kemudian setelah melalui proses, ia lahir ke dunia dalam bentuk manusia sempurna, kemudian ia menjadi orang yang bersikap memusuhi Allah dan rasul-Nya. Sikap semacam ini benar-benar tidak dapat diterima oleh pikiran yang sehat.

Apabila manusia menyadari bahwa Allah kuasa menciptakannya, bahkan dari setetes air mani, kemudian menjadikan makhluk yang paling baik di bumi ini, pastilah ia yakin, bahwa Allah kuasa pula mengembalikannya kepada asal kejadiannya itu, dan Ia kuasa pula untuk mengulangi kembali penciptaan-Nya, yakni membangkitkannya seperti kehidupannya semula. Oleh karena itu, manusia tidak boleh bersikap melawan perintah Allah.

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Yasin Ayat 78-80


Tafsir Surah Al-Anbiya’ Ayat 17-19

0
tafsir surah al-anbiya'
tafsir surah al-anbiya'

Tafsir Surah Al-Anbiya’ Ayat 17-19 masih melanjutkan tafsir sebelumnya perihal anggapa orang kafir bahwa ciptaan Allah hanya kesia-siaan. Dalam Tafsir Surah Al-Anbiya’ Ayat 17-19 Allah menegaskan kembali bahwa ciptaan-Nya tidak untuk dipermainkan, sebab, hal itu jauh dari sifat Allah yang Maha Bijaksana. Tanpa terkecuali, semua yang diciptakan oleh Allah memilii hikmah yang besar, baik yang sudah diketahui (biasa) oleh manusia, maupun yang belum terungkap sama sekali.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Anbiya’ Ayat 12-16


Ayat 17

Untuk memahami dengan tuntas anggapan orang-orang kafir yang keliru itu, maka dalam ayat ini Allah menambah keterangan bahwa jika seandainya Allah menciptakan alam ini dengan maksud main-main, niscaya Allah dapat saja menciptakan permainan-permainan yang sesuai dengan keinginan-Nya, seperti perbuatan raja-raja yang mendirikan istana yang megah-megah dengan singgasana dan tempat-tempat tidur yang empuk.

Akan tetapi Allah tidak bermaksud demikian, dan tidak akan berbuat semacam itu. Allah menciptakan langit dan bumi itu adalah untuk kebahagiaan hidup manusia, dan untuk dijadikan sarana berpikir bagi manusia agar mereka meyakini keagungan khālik-Nya dan taat kepada-Nya.

Maka Allah menciptakan langit dan bumi adalah dengan hikmat dan tujuan yang tinggi, sesuai dengan ketinggian martabatnya. Sifat main-main dan bersantai-santai adalah sifat makhluk, bukan sifat Allah.

Manusia juga termasuk ciptaan Allah yang telah diciptakan-Nya berdasarkan hikmah dan tujuan yang mulia, dan diberinya kelebihan dari makhluk-makhluk-Nya yang lain. Oleh karena itu manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya, dan Allah akan memberinya balasan pahala atau siksa, sesuai dengan baik dan buruknya perbuatan manusia itu.

Sebagian mufasirin menafsirkan “ لهوا “ dalam ayat ini dengan arti “anak”. Jadi menurut mereka, Jika Allah hendak mengambil anak tentu diambil-Nya dari golongan makhluk-Nya yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, yaitu dari golongan malaikat, umpamanya sebagaimana firman Allah dalam ayat-ayat lain:

لَوْ اَرَادَ اللّٰهُ اَنْ يَّتَّخِذَ وَلَدًا لَّاصْطَفٰى مِمَّا يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۙ

Sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang Dia kehendaki dari apa yang telah diciptakan-Nya. (az-Zumar/39: 4)

Sementara mufasir yang lain menafsirkan lahwan dengan arti “istri”.

Akan tetapi mempunyai anak istri dan keturunan bukanlah sifat Allah, melainkan sifat-sifat makhluk-Nya; sedang Allah tidak sama dengan makhluk-Nya. Dengan adanya istri dan anak berarti Allah membutuhkan orang lain sementara Allah sama sekali tidak membutuhkan kepada selain-Nya, sehingga adanya istri dan anak menjadi sesuatu yang mustahil bagi-Nya. Maka anggapan sebagian manusia bahwa Allah mempunyai anak, adalah anggapan yang sesat.


Baca Juga: Surah al-Baqarah Ayat 216, Cinta dan Benci sebagai Sifat Manusia


Ayat 18

Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia menghancurkan kebatilan dengan kebenaran, sehingga kebenaran itu menghancurkan kebatilan tersebut, sampai lenyap sama sekali. Yang dimaksud dengan kebatilan di sini ialah sifat-sifat dan perbuatan yang sia-sia dan tidak berguna, termasuk sifat main-main dan berolok-olok. Sedang yang dimaksud dengan kebenaran di sini, ialah sifat-sifat dan perbuatan yang bersungguh-sungguh dan bermanfaat.

Pada akhir ayat ini Allah memberikan peringatan keras kepada kaum kafir, bahwa azab dan malapetaka disediakan untuk mereka, karena mereka telah menghubungkan sifat-sifat yang jelek kepada Allah yaitu sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya, misalnya bermain-main dalam menciptakan makhluk-Nya, Allah mempunyai anak, istri, dan lain-lainnya.

Ayat 19

Dalam ayat ini Allah mengingatkan kembali tentang kekuasaan-Nya yang mutlak, baik di langit maupun di bumi, yaitu bahwa Dialah yang menciptakan, menguasai, mengatur, mengelola, menghidupkan, mematikan, memberikan pahala dan menimpakan azab kepada makhluk-Nya. Tidak ada selain Allah yang mempunyai wewenang dan hak untuk campur tangan dalam masalah tersebut.

Demikian pula kekuasaan-Nya terhadap makhlukmakhluk-Nya yang berada di sisi-Nya, yaitu para malaikat muqarrabin, yang diberi-Nya kedudukan yang mulia, patuh dan taat serta beribadah kepada-Nya tanpa henti-hentinya, dan tidak merasa lelah atau letih dalam mengabdi kepada-Nya.

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al-Anbiya’ Ayat 20-23


Tafsir Surah Yasin Ayat 69

0
Tafsir Surah Yasin
Tafsir Surah Yasin

Selain menolak seruan dari para utusan, kaum kafir juga menuduh bahwa al-Qur’an hanyalah bait-bait syair yang dibuat oleh Muhammad dan pengikutnya. Adapun Tafsir Surah Yasin Ayat 69 berisi bantahan Allah atas klaim tersebut, dan menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan melalui lisan Nabi Muhammad Saw.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Yasin Ayat 66-68


Ayat 69

Pada ayat ini, Allah membantah tuduhan kaum kafir yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah syair yang diciptakan oleh Nabi Muhammad saw sendiri. Dengan demikian, menurut tuduhan mereka, Muhammad adalah seorang penyair. Hal ini dibantah keras pada ayat ini, karena Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang membawa kebenaran.

Sedang Nabi Muhammad saw bertugas menyampaikannya kepada umat manusia semua kebenaran yang diterima dari Allah. Nabi Muhammad bukan penyair yang hanya mengkhayal, tetapi rasul Allah yang membawa kebenaran untuk memperbaiki orang-orang jahiliah.

Al-Qur’an jauh berbeda dengan syair yang berkembang di tanah Arab ketika itu. perbedaan itu dapat dilihat dalam hal:

  1. Syair Arab waktu itu merupakan rangkaian kalimat-kalimat yang terikat pada wazan (timbangan kalimat) atau pola tertentu, bahr-bahr (irama dan notasi dalam syair Arab) tertentu, seperti bahr kamil, bahr rajaz, dan lain-lain.

Sedangkan ayat-ayat Al-Qur’an susunan kalimatnya begitu indah, pilihan diksi kata-katanya begitu tepat, tetapi tidak terikat pada wazan dan bahr syair Arab.

  1. Syair Arab juga terikat pada qafiyah, yaitu huruf akhir tertentu. Jika hal itu tidak dipenuhi, maka rusaklah syair tersebut, sehingga ada unsur pemaksaan atau takalluf.

Pada ayat-ayat Al-Qur’an memang ada beberapa huruf akhir yang sama sehingga bersajak (masju’), tetapi menjadi lebih indah karena tidak kaku dan tidak ada unsur pemaksaan (takalluf).

  1. Isi syair Arab biasanya berupa khayalan penyair dengan imajinasi yang tinggi sehingga melupakan banyak hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Sedangkan ayat-ayat Al-Qur’an semuanya sesuai dengan kenyataan, baik alam gaib maupun alam nyata, sehingga memberi informasi yang benar.


Baca Juga: Tafsir Surah Yasin ayat 69-70: Al-Quran Bukan Syair, Ini Penjelasannya


  1. Syair-syair Arab biasanya berupa puji-pujian yang berlebih-lebihan terhadap raja atau kepala suku sehingga menjadikan para raja bertambah sombong. Syair bisa juga berisi celaan atau ejekan terhadap musuh sehingga meningkatkan permusuhan yang ada.

Sedangkan Al-Qur’an selalu berbicara masalah kebenaran tanpa membuat orang menjadi sombong, bahkan ayat Al-Qur’an melarang kesombongan dan rasa kebencian maupun permusuhan.

  1. Syair-syiar Arab seringkali disusun dan dirangkai oleh penyair dan digunakan untuk mendapat hadiah sebagai mata pencaharian penyair.

Sedangkan ayat-ayat Al-Qur’an semata-mata memberi informasi, petunjuk, dan pelajaran yang baik. Bahkan ayat Al-Qur’an tidak boleh diperjualbelikan dengan harga murah untuk memperoleh penghasilan tertentu.

Dari hal-hal di atas terbukti bahwa bahasa Al-Qur’an lebih indah dari syair dan kandungan isinya lebih baik dan memberi manfaat yang lebih besar bagi kehidupan manusia secara keseluruhan.

Allah menegaskan bahwa Dia tidak mengajarkan syair kepada Muhammad saw. Ia hanyalah mewahyukan Al-Qur’an kepadanya, untuk disampaikan kepada umat manusia. Tuduhan kaum musyrik dan kaum kafir bahwa Muhammad saw adalah penyair adalah tuduhan yang tidak patut dan tidak dapat diterima akal yang sehat.

Kemudian Allah menegaskan lagi bahwa Al-Qur’an yang disampaikan oleh Muhammad saw adalah pelajaran dan kitab suci yang memberikan penerangan kepada umat manusia untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat.

Kaum musyrik mengatakan Al-Qur’an itu syair, karena kata-kata dan kalimat-kalimat yang terdapat di dalamnya demikian indah dan tepat. Bahkan kadang-kadang mereka mengatakan Al-Qur’an adalah sihir, karena kata-kata dan susunan kalimatnya memang memesona siapa saja yang mendengarnya.

Akan tetapi, tuduhan mereka ini sama sekali tidak benar. Al-Qur’an bukanlah sihir ataupun syair, karena syair merupakan susunan yang terikat kepada pola-pola tertentu, sedang Al-Qur’an tidaklah demikian.

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Yasin Ayat 70-77


Tafsir Surah Yasin Ayat 66-68

0
Tafsir Surah Yasin
Tafsir Surah Yasin

Tafsir Surah Yasin Ayat 66-68 menegaskan bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, dan Dia pula yang menetapkan atas sesuatu tersebut. Berulang kali Allah mengingatkan orang kafir untuk beriman melalui lisan para utusan, namun ditolak. Meski demikian, Allah masih menunjukkan rahmat-Nya, dengan tidak lansug menurunkan azab, Allah membiarkan mereka terbuai dengan dunia, dan menyesal kelak di akhirat.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Yasin Ayat 63-65


Pada ayat ini juga diterangkan bahwa semakin panjang usia manusia, maka ia akan kembali seperti ketika awal ia hadir di dunia. Akal dan tubuhnnya akan melemah, sama persis seperti anak kecil, yang manja dan butuh untuk diperhatikan. Adapun kondisi orang Kafif, meski sudah diberikan oleh Allah umur yang panjang, namun tidak memanfaatkannya untuk beramal saleh.

Ayat 66

Ayat ini menerangkan kekuasaan Allah terhadap hamba-hamba-Nya, yaitu jika Dia menghendaki dapat saja menghapus penglihatan dan pendengaran orang-orang kafir, sehingga tidak dapat melihat padahal mereka harus banyak beramal dan berbuat baik. Akan tetapi, karena sifat kasih sayang Allah kepada manusia, maka hal itu tidak dilakukan-Nya.

Orang-orang kafir tetap dapat melihat dan berbuat baik di dunia sesuai dengan petunjuk agama. Akan tetapi, hal itu tidak mereka lakukan, bahkan mereka banyak berbuat dosa.

Dengan demikian,  di samping mereka tidak memiliki amal kebaikan yang perlu diberi pahala, dosa-dosa mereka juga sangat banyak sehingga siksaan Allah di akhirat tentu sangat berat. Mereka tidak dapat mengelak dari semua itu karena adanya kesaksian tangan dan kaki mereka.

Ayat 67

Ayat ini juga menerangkan kekuasaan Allah, yaitu jika Allah menghendaki maka Dia dapat mengubah bentuk orang-orang kafir di tempat mereka berada, sehingga tidak sanggup lagi berjalan dan kembali.

Akan tetapi, hal itu tidak dilakukan karena Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Meskipun begitu, orang-orang kafir yang memiliki kesempatan untuk beramal saleh sesuai petunjuk agama juga tidak melakukannya, bahkan mereka bertambah ingkar sehingga pantas mendapat siksa yang berat dan menghinakan di akhirat.


Baca Juga: Keistimewaan Ka’bah dalam Al-Quran dan Pahala Memandangnya


Ayat 68

Selanjutnya Allah menegaskan bahwa barang siapa yang dipanjangkan umurnya, niscaya akan  dikembali kepada awal kejadiannya. Artinya, mereka kembali lemah dan kurang akal seperti anak kecil.

Tidak kuat lagi melakukan ibadah-ibadah yang berat dan mulai banyak lupa, sehingga tidak banyak dapat melakukan ibadah dengan baik. Pada akhir ayat ini, Allah mempertanyakan mengapa mereka tidak mengerti dan  menggunakan kesempatan selagi masih muda dan kuat.

Nabi saw menerangkan hal ini dalam hadisnya yang berbunyi:

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: فَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ. (رواه الحاكم عن ابن عباس)

Pergunakan kesempatan yang lima sebelum datang yang lima: waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, waktu kayamu sebelum waktu miskinmu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, waktu mudamu sebelum waktu tuamu, dan waktu hidupmu sebelum waktu matimu.(Riwayat al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas)

Apakah orang-orang kafir tidak mempergunakan akalnya bahwa semakin panjang dan tua umur seseorang semakin lemah jasmani dan rohaninya dan semakin tidak mampu ia berbuat.

Allah telah memberinya umur yang cukup kepada mereka untuk dapat berbuat banyak, beramal saleh, menuntut ilmu yang cukup, beribadah dengan baik, dan sebagainya. Akan tetapi, mereka tidak mempergunakan umur itu dengan sebaik-baiknya.

Allah mengutus para rasul kepada mereka dengan membawa petunjuk ke jalan yang lurus, tetapi mereka tidak mengikuti rasul dan petunjuk itu bahkan mereka mendustakan dan mengingkarinya.

 

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Yasin Ayat 69


Tafsir Surah Yasin Ayat 63-65

0
Tafsir Surah Yasin
Tafsir Surah Yasin

Melanjutkan sebelumnya tentang orang kafir yang dimasukkan dalam neraka, Tafsir Surah Yasin Ayat 63-65 menegaskan kepada orang kafir bahwa neraka tersebut telah dipersiapkan untuk mereka. Saat kaum kafir merasakan siksa neraka, mereka mulai menyesal, membela diri, memohon belas kasih dan ampunan Allah. Tetapi, usaha mereka percuma, sudah terlambat bagi mereka untuk memohon ampunan dari-Nya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Yasin Ayat 59-62


Ayat 63

Allah menyatakan kepada orang-orang kafir, “Hai orang-orang kafir, inilah neraka Jahanam yang pernah Aku janjikan kepadamu dan janji itu telah disampaikan oleh rasul yang telah diutus kepadamu semasa hidup di dunia dahulu. Akan tetapi, kamu tidak mempercayainya, bahkan kamu ingkar dan durhaka kepada-Ku dan menyembah tuhan selain-Ku.”

Al-Qur’an menggunakan kata hazihi yaitu bentuk isim isyarah untuk sesuatu yang dekat guna menggambarkan bahwa neraka jahanam sudah berada di hadapan mereka, ini merupakan sebuah gambaran yang mengerikan.

Ayat 64

Selanjutnya, Allah memerintahkan kepada mereka, “Hai orang-orang kafir, masuklah dan rasakanlah pada hari ini panasnya api neraka. Tetaplah di dalamnya sebagai balasan dari keingkaran dan perbuatan dosa yang telah kamu kerjakan dahulu.”

Dari ayat-ayat ini dipahami, seakan-akan Allah memperingatkan kepada orang-orang kafir yang sedang diazab itu bahwa mereka tidak perlu lagi menyesal, putus asa dan bersedih hati karena azab yang sedang mereka alami.

Azab yang diberikan kepada mereka merupakan ketetapan Tuhan yang tidak mungkin diubah lagi. Kepada mereka sewaktu hidup di dunia telah disampaikan bermacam-macam peringatan dan bermacam-macam cobaan, tetapi mereka tetap ingkar. Oleh karena itu, rasakanlah dan terimalah azab yang sedang ditimpakan itu.


Baca Juga: Tiga Macam Bentuk Jadal (Perdebatan) Yang Direkam dalam Al-Quran


Ayat 65

Ketika menerima azab di neraka, ada sebagian dari orang-orang kafir yang mengingkari perbuatan-perbuatan jahat mereka di dunia sebagaimana diterangkan dalam firman Allah:

ثُمَّ لَمْ تَكُنْ فِتْنَتُهُمْ اِلَّآ اَنْ قَالُوْا وَاللّٰهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِيْنَ

Kemudian tidaklah ada jawaban bohong mereka, kecuali mengatakan, “Demi Allah, ya Tuhan kami, tidaklah kami mempersekutukan Allah.” (al-An’am/6: 23)

Maka pada ayat 65 ini, Allah mengunci mati mulut-mulut mereka sehingga mereka tidak dapat berbohong maupun mendebat adanya perbuatan mereka.

Apalagi tangan-tangan mereka kemudian berbicara dan kaki-kaki mereka menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan, sehingga mereka tidak mungkin lagi mengelak atas adanya perbuatan-perbuatan mereka yang melawan agama. Pada hari akhirat ini, hukum berlaku dengan seadil-adilnya sesuai dengan segala perbuatan mereka di dunia.

Menurut riwayat Anas bin Malik dikatakan:

كُنَّا عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَحَكَ فَقَالَ: هَلْ تَدْرُوْنَ مِمَّ أَضْحَكَ؟ قُلْنَا: الله وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: مَنْ مُخَاطَبَةِ الْعَبْدِ ربَّهُ، يَقُوْلُ: يَا رَبِّ أَلمَ ْتَجْرني مِنَ الظُّلْمِ قَالَ يَقُوْلُ: بَلَى فَيَقُوْلُ فَإِنِّي لَا أُجِيْزُ عَلَى نَفْسِي إِلاَّ شَاهِدًا مِنيِّ، قَالَ فَيَقُوْلُ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَومَ عَلَيْكَ شَهِيْدًا وَ بِالْكَرَامِ الْكَاتِبِيْنَ شُهُوْدًا، قَالَ فَيَخْتِمُ عَلَى فِيْهِ فَيُقَالُ ِلأَرْكَانِهِ اِنْطَقَى قَالَ فَتَنْطِقُ بِأَعْمَالِهِ.( رواه الامام أبو يعلى الموصلى)

Kami sedang berada di sisi Nabi saw, tiba-tiba beliau tertawa. Lalu beliau berkata, “Tahukah kamu mengapa saya tertawa?” Kami menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau berkata, “(Saya tertawa) karena adanya pembicaraan antara seorang hamba dengan Tuhannya.” Hamba itu berkata, ‘Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah menyelamatkan aku dari kezaliman?’ Tuhannya menjawab, ‘Ya benar, kamu telah Aku selamatkan.’

Hamba berkata, ‘Sesungguhnya aku tidak akan mengizinkan atas diriku kecuali seorang saksi daripadaku.’ Tuhannya menjawab, “Cukup, kamu menjadi saksi atas dirimu dan para malaikat pencatat amal juga menjadi saksi.” Nabi saw lalu berkata, “Kemudian mulut hamba tadi ditutup, lalu anggota-anggota badan diperintahkan untuk berbicara, “Bicaralah”!” Kata Nabi saw lagi, “Maka anggota-anggota badan itu berbicara (sesuai perbuatannya).” (Riwayat Imam Abu Ya’la al-Maushuli)

Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang persaksian anggota tubuh manusia terhadap perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia ini, di antaranya ialah firman Allah:

يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (an-Nur/24: 24)

Allah menjadikan tangan dan kaki berbicara sebagai saksi karena tanganlah yang mengerjakan perbuatan itu, sedang kaki ikut menyaksikan apa yang dikerjakan oleh tangan itu. Jadi perbuatan tangan merupakan suatu ikrar atau pengakuan, sedangkan perkataan kaki merupakan persaksian.

Jika semua perbuatan buruk seorang manusia dibukakan dan diungkapkan selama hidup di dunia dan diketahui oleh orang banyak maka ia merasa malu dan merasa sukar menyembunyikan muka mereka.

Bahkan banyak pula di antara manusia yang membunuh dirinya karena tidak sanggup menahan rasa malu itu. Di akhirat, mereka akan mengalami apa yang mereka tidak sanggup mengalami dan menanggungnya semasa hidup di dunia.

 (Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Yasin Ayat 66-68


 

Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 72-75

0
tafsir surah al isra'
tafsir surah al isra'

Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 72-75 bercara mengenai dua hal. Pertama mengenai orang-orang yang buta hatinya. Kedua mengenai tipu daya orang-orang musyrik kepada Nabi Muhammad SAW.


Baca juga: Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 70-71


Ayat 72

Kemudian dijelaskan bahwa barang siapa yang buta hatinya di dunia, yakni yang tidak mau melihat kebenaran petunjuk Allah, dan tidak mau memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya, niscaya di akhirat nanti ia lebih buta dan tidak dapat mencari jalan untuk menyelamatkan dirinya dari siksaan neraka.

Bahkan, mereka lebih sesat lagi dari keadaannya di dunia, karena roh mereka pada waktu itu ialah roh pada waktu di dunia juga. Roh yang dibangkitkan Allah swt di akhirat ialah roh yang keluar dari jasadnya ketika meninggal dunia seperti buah-buahan yang muncul dari batangnya.

Buah dan batang mempunyai sifat yang sama. Demikian pula roh manusia pada waktu itu, dia bangkit dengan membawa seluruh sifat, akhlak, dan amalnya. Ia mengetahui keadaan dirinya. Ia merasa bahagia ataupun celaka sesuai dengan keadaan dirinya.

Apabila keadaan roh manusia itu lalai di dunia, di akhirat pun akan lalai karena ia telah mengabaikan berbagai sarana dan alat untuk menguasai ilmu, dan terbiasa malas mengamalkan perintah Allah. Ia pun akan mengumpat-umpat dan mencerca dirinya sendiri.


Baca juga: Makna Pengulangan Lafaz al-Rahmān al-Rahīm dalam Surah al-Fatihah


Ayat 73

Dalam ayat ini dijelaskan usaha yang dilakukan kaum musyrikin Quraisy untuk menipu Nabi Muhammad saw, sehingga beliau hampir saja teperdaya, berpaling dari wahyu yang telah diterimanya dari Allah swt, dan memenuhi permintaan mereka agar mengakui tuhan-tuhan mereka.

Karena perlindungan Allah, Nabi tetap bisa teguh pendiriannya dalam menyebarkan dakwah, walaupun tekanan dari orang-orang Quraisy semakin hebat.

Allah mengingatkan Rasul-Nya, kalau ia mengikuti apa yang mereka kehendaki, mereka tentu akan mengambilnya sebagai sahabat atau mengangkatnya menjadi pemimpin. Mereka juga akan menyatakan di hadapan manusia bahwa Nabi saw telah menyetujui dan mengakui agama mereka. Dengan demikian, Nabi saw akan terjauh dari petunjuk dan bimbingan Allah swt.

Ayat 74

Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad hampir ter-pengaruh bila Allah tidak memperkuat hatinya menghadapi tekanan dan tipu daya orang-orang Quraisy itu, sehingga beliau tidak berpaling sedikit pun.

Dari keterangan ayat ini dapat dipahami bahwa Rasulullah cenderung untuk mendekati orang-orang Quraisy. Hal itu bukan karena hati Nabi saw lemah, tetapi menunjukkan bahwa tekanan dan tipu daya itu sangat hebat. Hanya karena pertolongan Allah, maka Rasul tidak jadi mendekati mereka.

Ayat 75

Allah swt mengingatkan Rasul-Nya bahwa jika ia sempat ter-pengaruh oleh tekanan orang-orang kafir itu, Allah akan menimpakan siksaan berlipat ganda kepadanya, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, kadar hukuman terhadap Rasulullah dua kali lipat dari hukuman terhadap orang lain, begitu juga bagi para istri Nabi. Dalam hal ini, Allah swt berfirman:

يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ مَنْ يَّأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُّضٰعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِۗ وَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا   ۔

Wahai istri-istri Nabi! Barang siapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah. (al-Ahzab/33: 30)

Istri-istri Nabi bila sampai tergelincir menuruti ajakan hawa nafsu, hukumannya dua kali lipat dari istri-istri orang kebanyakan. Dari ayat itu dipahami bahwa hukuman bagi ulama, cendikiawan, dan pemimpin umat lainnya bila bersalah, akan lebih besar daripada hukuman bagi orang kebanyakan.

وَقَالُوْا رَبَّنَآ اِنَّآ اَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاۤءَنَا فَاَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا۠   ٦٧  رَبَّنَآ اٰتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيْرًا ࣖ   ٦٨

Dan mereka berkata, ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.” (al-Ahzab/33: 67-68)

Allah swt mengingatkan Nabi saw bahwa apabila memenuhi keinginan orang-orang musyrik itu, Allah akan mengazabnya berlipat ganda, baik di dunia ataupun di akhirat. Ia tidak akan menemukan seorang penolong pun yang dapat melepaskannya dari azab itu. Menjadi keharusan bagi setiap kaum Muslimin agar menjadikan ayat ini sebagai pedoman dalam setiap langkahnya dalam beragama.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 76-78


(Tafsir Kemenag)

20 Macam Jenis Hati yang Disebutkan dalam Al-Quran dan Karakteristiknya (Bag. 2)

0
Jenis Hati
Ragam Jenis Hati dalam Al-Quran

Pada tulisan kali ini, penulis akan melanjutkan penjelasan tentang 10 macam jenis hati manusia beserta karakternya yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. Berikut penjelasannya:

  1. Qalbun laahiy, yaitu jenis hati yang lalai terhadap al-Qur’an, karena disibukkan oleh syahwat kepada dunia. Sebagaimana diungkapkan dalam Q.S. Al-Anbiya’: 3.

 لاَهِيَةً قُلُوبُهُمْ

“Hati mereka dalam keadaan lalai.”

  1. Qalbun aatsim, yaitu hati yang berdosa, karena menyembunyikan persaksian yang benar. Seperti dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah: 283.

وَلاَ تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ ءَاثِمٌ قَلْبُهُ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“…Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Baca Juga: 20 Macam Jenis Hati yang Disebutkan dalam Al-Quran dan Karakteristiknya (Bag. 1)

  1. Qalbun mutakabbir, yaitu hati yang sombong dan enggan mengakui keesaan Allah, tidak taat kepada-Nya, serta banyak berbuat zalim. Seperti ditegaskan dalam Q.S. Ghafir ayat 35.

الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ وَعِندَ الَّذِينَ ءَامَنُوا كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ

“(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.”

  1. Qalbun ghalizh, yaitu hati yang keras dan kasar, yang hilang darinya kelembutan dan kasih sayang. Sebagaimana termaktub dalam Q.S. Ali Imran: 159.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”

  1. Qalbun makhtum, yaitu hati yang tidak bisa mendengar petunjuk dan tidak dapat memahaminya. Seperti ditegaskan dalam Q.S. Al-Jatsiyah: 23.,

أَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

  1. Qalbun qasiy, yaitu hati yang keras membatu, tidak mau beriman. Sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al-Maidah: 13.

فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً

 “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu…”

  1. Qalbun ghafil, yaitu hati yang lalai dari mengingat Allah, serta mengikuti hawa nafsunya semata. Seperti ditegaskan dalam Q.S. al-Kahf: 28.

وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“…Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.

  1. Qalbun aghlaf, yaitu hati yang tertutup, tidak bisa ditembus oleh nasihat serta ajaran Rasulullah Saw. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Baqarah: 88.

وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَل لَّعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلاً مَّايُؤْمِنُونَ

“Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup”. Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.”

  1. Qalbun zaigh, yaitu jenis hati yang menyimpang dari kebenaran dan cenderung pada kesesatan. Hal ini termaktub dalam Q.S. Ali ‘Imran: 7.

فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ ,

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.”

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Isra Ayat 72: Balasan di Akhirat bagi Orang yang Buta Hatinya

  1. Qalbun murib, yaitu jenis hati yang selalu ragu-ragu. Sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. At-Taubah: 45.

إِنَّماَ يَسْتَئْذِنُكَ الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ ,

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”

Demikianlah uraian singkat tentang macam-macam jenis hati manusia beserta karakternya dalam Al-Qur’an. Semoga kita termasuk ke dalam kelompok manusia yang memiliki hati yang tenang (qalbun muthmainnun) yang diridai Allah Swt. Wallahu A’lam.

Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 70-71

0

Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 70-71 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai kelebihan manusia dibanding makhluk yang lainnya. Kedua berbicara mengenai hari perhitungan. Semua amal ketika didunia akan ditampakkan tanpa ada pengurangan atau penambahan.


Baca juga: Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 66-69


Ayat 70

Allah memuliakan Bani Adam yaitu manusia dari makhluk-makhluk yang lain, baik malaikat, jin, semua jenis hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Kelebihan manusia dari makhluk-makhluk yang lain berupa fisik maupun non fisik, sebagaimana firman Allah:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ  ٤  ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ  ٥  اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ  ٦

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya. (at-Tin/95: 4-6)

Selain diberi panca indera yang sempurna, manusia juga diberi hati yang berfungsi untuk menimbang dan membuat keputusan. Firman Allah:

وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (an-Nahl/16: 78)

Kemuliaan manusia ini sesuai dengan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Firman Allah:

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ”Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, ”Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, ”Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah/2: 30)

Meskipun demikian, banyak manusia yang tidak menyadari akan ketinggian derajatnya sehingga tidak melaksanakan fungsinya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ  لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ

Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. (al-A’raf/7: 179)


Baca juga: Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Turun Lebih dari Sekali dan Hikmah di Baliknya


Ayat 71

Allah swt mengingatkan para hamba-Nya akan hari perhitungan. Pada hari itu, Allah swt memanggil manusia dengan membawa kitab mereka masing-masing yang memuat catatan yang lengkap tentang amal perbuatan mereka. Ketika itu, mereka akan mendapatkan keputusan yang adil, sesuai dengan amal yang mereka lakukan di dunia, yang semuanya telah tercatat dalam kitab itu.

Maka berbahagialah mereka yang ketika diberikan kitab amalannya diterima dengan tangan kanannya. Mereka ini akan membaca kitab itu dengan penuh kegembiraan, karena mereka berbahagia melihat catatan amal saleh mereka.

Allah swt berfirman:

فَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖ فَيَقُوْلُ هَاۤؤُمُ اقْرَءُوْا كِتٰبِيَهْۚ

Adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, ”Ambillah, bacalah kitabku (ini).” (al-Haqqah/69: 19)

Juga firman-Nya:

فَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖۙ   ٧  فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيْرًاۙ   ٨

Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. (al-Insyiqaq/84: 7-8)

Allah lalu menegaskan bahwa mereka tidak dianiaya sedikit pun. Maksudnya ialah tidak akan dikurangi sedikit pun pahala yang harus mereka terima, karena yang menciptakan alam akhirat ialah Yang Menciptakan alam ini juga, sehingga mustahil bagi-Nya untuk mengurangi pahala yang harus diterimanya. Allah swt Mahaadil dan keadilan-Nya itu tampak pada ciptaan-Nya di alam dunia ini.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Isra’ Ayat 72-75


(Tafsir Kemenag)

20 Macam Jenis Hati yang Disebutkan dalam Al-Quran dan Karakteristiknya (Bag. 1)

0
Jenis Hati
Ragam Jenis Hati dalam Al-Quran

Di dalam al-Qur’an disebutkan setidaknya 20 macam atau jenis hati manusia dengan beragam karakteristiknya. Untuk lebih memudahkan kita memahami masing-masing jenis hati yang disebutkan di dalam al-Qur’an, penulis akan menjelaskan macam-macam hati tersebut secara bertahap. Ada pun setiap tahap akan berisi sepuluh jenis hati.

Berikut penulis jelaskan secara singkat sepuluh macam hati manusia dengan beragam karakteristiknya tersebut menurut al-Qur’an.

  1. Qalbun salim, yaitu hati yang sehat, bersih (selamat). Artinya hati yang sehat, bersih dan selamat dari kekufuran dan kemunafikan. Hati yang ikhlas lillahi ta’ala. Jenis hati yang pertama ini termaktub dalam Q.S. Asy-Syu’ara: 89.

 إلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“…kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Baca Juga: Apa Maksud Qalbun Salim (Hati yang Sehat) dalam As-Syu’ara: 88-89?

  1. Qalbun munib, yaitu hati yang selalu kembali dan bertaubat kepada Allah. Termaktub di dalam Q.S. Qaf: 33.

 مَّنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَآءَ بِقَلْبٍ مُّنِيبٍ

“…(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.”

  1. Qalbun mukhbit, yaitu hati yang tunduk dan tenang. Termaktub di dalam Q.S. Al-Haj: 54.

وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ

“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya.”

  1. Qalbun wajil, yaitu hati yang takut kepada Allah serta khawatir kalau amalnya tidak diterima Allah, serta tidak selamat dari siksa (api) neraka. Termaktub dalam Q.S. Al-Mukminun: 60.

والَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.”

  1. Qalbun taqiy, yaitu hati yang selalu mengagungkan syiar-syiar Allah Swt. Termaktub di dalam Q.S. Al-Hajj: 32.

 ذلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّـهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.”

  1. Qalbun mahdiy, yaitu hati yang ridla dengan ketetapan (qadla) dan takdir (qadar) Allah, serta berserah diri kepada Allah atas segala urusan yang menimpanya. Termaktub dalam Q.S. At-Taghabun: 11.

مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

  1. Qalbun muthmainun, yaitu hati yang tenang karena mengesakan Allah dan mengingat-Nya. Termaktub dalam Q.S. Ar-Ra’du: 28.

الَّذِينَ امَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ,

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

  1. Qalbun hayy, yaitu hati yang memahami ‘ibrah dari kisah-kisah umat terdahulu yang Allah ceritakan dalam al-Qur’an. Seperti disebutkan dalam Q.S. Qaf: 37.

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.”

Baca Juga: Surah Ar-Ra’d [13] Ayat 28: Zikir Dapat Menenangkan Hati

  1. Qalbun maridl, yaitu hati yang mengandung penyakit, seperti kemunafikan serta keraguan akan kebenaran. Hati yang di dalamnya terdapat kejahatan serta syahwat kepada yang haram. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah: 10

 فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu…”

  1. Qalbun a’ma, yaitu hati yang tidak bisa melihat dan memahami kebenaran serta pelajaran yang telah Allah berikan melalui ayat-ayat-Nya. Seperti disebutkan dalam Q.S. Al-Hajj: 46

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”