BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Hud Ayat 27-29

Tafsir Surah Hud Ayat 27-29

Tafsir Surah Hud Ayat 27-29 berbicara mengenai dialog yang terjadi antara Nabi Nuh a.s dan kaumnya yang membangkang. Seruan Nabi Nuh a.s dingkari karena mereka menganggap Nabi Nuh a.s sebagai orang biasa yang tidak mempunya keistimewaan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Hud Ayat 22-26


Ayat 27

Pertama, para pemimpinnya berkata, “Kami memandang kamu sebagai manusia biasa, sederajat saja dengan kami. Kamu tidak mempunyai kelebihan apa-apa daripada kami, sehingga kami tidak perlu mengikuti kamu, apalagi mengakui kamu sebagai seorang utusan Allah.”

Kedua, “Kami melihat pengikutmu adalah orang hina, rakyat biasa saja, seperti petani, kaum buruh, dan pekerja harian yang tidak mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat. Mereka lekas percaya dan terpengaruh begitu saja tanpa pertimbangan akal.”

Ketiga, “Kami tidak melihat kamu dan pengikut-pengikut kamu mempunyai kelebihan ilmu pengetahuan atau kekayaan yang dapat dibanggakan, yang mendorong kami untuk mengikuti seruanmu.”

Keempat: “Kami yakin bahwa pengakuanmu sebagai utusan Allah adalah semata-mata dusta.”

Ayat 28

Nabi Nuh a.s. bertanya:

“Hai kaumku, bagaimana pendapatmu jika aku mengemukakan hujjah yang nyata sekali kebenarannya dari Tuhanku, dan bukan sekali-kali dari diriku sendiri, dan bukan pula karena jasaku sendiri, sebagai seorang manusia yang istimewa, akan tetapi karena aku diberi rahmat oleh Tuhanku, yaitu kenabian, yang tidak dapat kamu melihatnya karena dihalangi oleh kejahilan, kesombongan, serta kesenangan kepada pangkat dan kedudukan duniawi, maka apakah aku akan memaksa kamu untuk menerimanya, sedangkan kamu sangat membencinya? Kami tidak dapat melakukan paksaan. Terserah kepada kalian untuk menerima atau menolaknya, karena aku hanya seorang utusan Allah yang bertugas menyampaikannya.”

Nabi Nuh a.s. menjelaskan apa yang tersirat dalam jawabannya yaitu walaupun mereka sama-sama manusia, namun jangan menyamaratakan semua manusia dalam segala hal ihwal keadaannya.

Semua orang tidak sama watak dan tabiatnya, kecerdasan dan kemampuannya, dan kesediaan untuk menerima petunjuk dan kebenaran, apalagi dalam bidang-bidang yang secara keseluruhan dikuasai oleh Allah swt, seperti membuka hati dan menerima rahmat, atau menerima pangkat kenabian yang semuanya itu sangat samar bahkan tertutup sama sekali bagi orang-orang kafir.

Nabi Nuh mengatakan, “Apa yang dapat aku kerjakan ialah menyampaikan perintah Allah. Sama sekali aku tidak mampu memaksa kamu untuk menerima kenyataan-kenyataan seperti itu. Sebagai utusan Allah, aku hanya mampu menyampaikan saja, terserah kepada kamu untuk menerima atau menolaknya, asal kamu betul-betul memahami semua akibatnya.”


Baca juga: Konsep Makna Uli An-Nuha dalam Tafsir Surah Thaha Ayat 49-55


Ayat 29

Nabi Nuh berkata, “Wahai kaumku, aku tidak meminta upah atau balasan apa pun atas nasihat dan seruan kepadamu itu. Aku mengajak kalian kepada ketauhidan dan ketakwaan kepada Allah, semata-mata ikhlas karena Allah, supaya kamu sekalian berbahagia di akhirat. Aku sama sekali tidak meminta atau mengharapkan pemberian upah harta benda dari kalian.

Aku tahu bahwa harta benda itu sangat kamu sayangi. Aku tahu bahwa penilaian kalian terhadap seseorang itu selalu dikaitkan dengan kekayaannya.

Oleh karena itu, untuk memurnikan seruanku dan untuk tidak menyinggung perasaan, aku tidak meminta apa-apa, cukuplah aku mengharapkan pahala dari Allah saja, karena Allah lah yang memberi tugas kepadaku dan aku hanya bertawakal kepada-Nya.”

Dan ucapan seperti itu diucapkan pula oleh rasul-rasul yang lain dalam rangka menyampaikan risalahnya kepada umat.

Kaum Nuh mengusulkan kepada Nuh, “Hai Nuh, jika kamu ingin supaya kami ikut beriman kepadamu, maka usirlah pengikutmu yang lemah dan hina itu, karena kami tidak pantas duduk bersama mereka dalam suatu majelis.”

Nabi Nuh a.s. menjawab, “Aku tidak akan mengusir mereka, karena mereka sungguh-sungguh akan bertemu dengan Tuhannya, dan mereka hanya akan ditanya tentang amalnya, bukan soal pangkat atau keturunannya, dan itulah yang tidak kamu ketahui.” Ucapan Nabi Nuh a.s. itu dijelaskan pula dalam ayat lain yaitu firman Allah swt:

قَالُوْٓا اَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْاَرْذَلُوْنَ ۗ   ١١١  قَالَ وَمَا عِلْمِيْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۚ    ١١٢  اِنْ حِسَابُهُمْ اِلَّا عَلٰى رَبِّيْ لَوْ تَشْعُرُوْنَ ۚ    ١١٣  وَمَآ اَنَا۠ بِطَارِدِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ   ١١٤  اِنْ اَنَا۠ اِلَّا نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ ۗ   ١١٥

Mereka berkata, ”Apakah kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikutmu orang-orang yang hina?” Dia (Nuh) menjawab, ”Tidak ada pengetahuanku tentang apa yang mereka kerjakan. Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, jika kamu menyadari. Dan aku tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. Aku (ini) hanyalah pemberi peringatan yang jelas.”  (asy-Syu’ar’/26: 111-115)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Hud Ayat 30-31


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah at-Taubah ayat 122_menuntut ilmu sebagai bentuk cinta tanah air

Surah at-Taubah Ayat 122: Menuntut Ilmu sebagai Bentuk Cinta Tanah Air

0
Surah at-Taubah ayat 122 mengandung informasi tentang pembagian tugas orang-orang yang beriman. Tidak semua dari mereka harus pergi berperang; ada pula sebagian dari mereka...