Beranda blog Halaman 190

Tafsir Surah Muhammad Ayat 16-18

0
Tafsir Surah Muhammad
Tafsir Surah Muhammad

Tafsir Surah Muhammad Ayat 16-18 berbicara tentang sikap buruk orang-orang munafik. Disebut munafik, karena mereka sering menampilkan sikap berbeda dari sikap aslinya. Orang-orang munafik banyak dikisahkan oleh al-Qur’an berkenaan dengan sikap buruk yang sering mereka lakukan. Diantara sikap buruk yang diceritakan dalam tafsir kali ini adalah ejekan mereka kepada Nabi Muhammad dan al-Qur’an.

Sebaliknya, al-Qur’an memuji sikap yang ditunjukkan oleh orang beriman, dimana mereka membuka hati dan pikiran, lalu menerima kebenaran yang ditawarkan kepada mereka melalui lisan Nabi Muhammad Saw.

Maka, merugilah mereka yang menutup hatinya dari kebenaran, sebab ketika hari Kiamat tiba, pintu taubat akan tertutup, dan penyesalan tidak lagi berguna.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 14-15


Ayat 16

Ayat ini menjelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad membacakan Al-Qur’an, di antara yang mendengar terdapat orang-orang munafik, namun mereka tidak memahami bacaan beliau.

Setelah mereka pergi meninggalkan Nabi, mereka bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi yang berilmu dan memahami semua perkataannya, “Apakah yang dikatakan Muhammad dalam pertemuan tadi?” Pertanyaan ini adalah sesuatu yang tidak ada faedahnya.

Tujuan mereka melakukan yang demikian tidak lain hanyalah untuk memperolok-olok ucapan Rasulullah. Mereka seakan-akan memahami ucapan beliau, sehingga mereka bertanya dan memberikan tanggapan, dengan mengatakan bahwa yang diucapkan Rasulullah itu tidak ada artinya sedikit pun bagi mereka.

Diriwayatkan oleh Muqatil bahwa Nabi Muhammad berkhutbah dan menerangkan keburukan budi pekerti orang munafik dan di antara yang mendengar khutbah itu ada pula orang munafik.

Setelah khutbah selesai, orang munafik itu keluar dan bertanya kepada ‘Abdullah bin Mas’ud dengan maksud memperolok-olok dan merendahkan Rasulullah. Di antaranya mereka mengatakan, “Apa yang dikatakan Muhammad tadi?” Ibnu ‘Abbas berkata, “Saya pun pernah ditanya dengan pertanyaan seperti itu.”

Kemudian ayat itu menerangkan apa sebab kaum munafik melakukan yang demikian. Orang-orang yang telah diterangkan sifat-sifatnya itu adalah mereka yang telah dicap dan dikunci mati hatinya, sehingga mereka tidak dapat lagi menerima petunjuk dan kebenaran yang telah disampaikan kepada mereka.

Ayat 17

Dalam ayat ini diterangkan keadaan orang yang berlawanan sifatnya dengan orang munafik. Mereka adalah orang yang telah mendapat petunjuk, beriman, mendengar, memperhatikan, dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Dada mereka dilapangkan Allah, hati mereka menjadi tenteram bila mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an atau bila mereka membacanya, pengetahuannya semakin bertambah tentang agama Allah. Allah menambah petunjuk lagi bagi mereka dengan jalan ilham dan membimbing mereka untuk mengerjakan amal saleh serta memberi kesanggupan kepada mereka untuk menambah ketaatan dan ketakwaan mereka.


Baca Juga: Tafsir Surah Al-Qashash Ayat 77: Berbuat Baiklah Sebagaimana Allah Berbuat Baik Padamu!


Ayat 18

Orang-orang yang telah dicap dan dikunci mati hatinya sehingga tidak dapat lagi menerima kebenaran dan petunjuk adalah orang yang hidupnya sudah tidak lagi berfaedah. Mereka hanya menunggu-nunggu kematian dan kedatangan hari Kiamat yang datang secara tiba-tiba.

Apabila hari Kiamat itu telah datang, dan memang telah terlihat tanda-tandanya, maka tidak ada lagi gunanya peringatan bagi mereka, dan Allah tidak akan menerima tobat mereka, bahkan tidak ada gunanya lagi iman dan amal bagi mereka. Allah berfirman:

وَجِايْۤءَ يَوْمَىِٕذٍۢ بِجَهَنَّمَۙ يَوْمَىِٕذٍ يَّتَذَكَّرُ الْاِنْسَانُ وَاَنّٰى لَهُ الذِّكْرٰىۗ  ٢٣

Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu. (al-Fajr/89: 23)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Muhammad Ayat 19


Tafsir Surah Muhammad Ayat 14-15

0
Tafsir Surah Muhammad
Tafsir Surah Muhammad

Tafsir Surah Muhammad Ayat 14-15 diawali dengan keterangan pentingnya berpikir, mendatabburi keesaan Allah, sampai menemukan jalan kebenaran serta mendapatkan surganya Allah. Surga yang terdapat sungai didalamnya, dan memiliki jenis serta sifat yang berbeda, sebagaimana uraian tafsir berikut.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 12-13


Ayat 14

Ayat ini menjelaskan perbandingan antara orang-orang yang beriman dengan orang kafir dengan mengatakan, “Apakah sama orang yang mau berpikir sehingga ia mempunyai pengertian, pemahaman, dan keyakinan terhadap agama Allah dan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad saw dengan orang-orang yang tidak mau menggunakan pikirannya, sehingga ia tidak percaya bahwa Allah akan memberi balasan yang setimpal kepada orang-orang yang menuruti hawa nafsunya dan godaan setan?

Tentu saja kedua macam orang itu tidak sama, bahkan perbedaan keduanya sangat besar. Pada ayat yang lain Allah berfirman:

۞ اَفَمَنْ يَّعْلَمُ اَنَّمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ اَعْمٰىۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِۙ    ١٩

Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran. (ar- Ra’d/13: 19)

Dan firman Allah:

لَا يَسْتَوِيْٓ اَصْحٰبُ النَّارِ وَاَصْحٰبُ الْجَنَّةِۗ  اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ   ٢٠

Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga; para penghuni surga itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. (al-Hasyr/59: 20)


Baca Juga: Mengenal Kuliner Neraka dalam Al-Quran, dari Buah Zaqqum hingga Shadid


Ayat 15

Tidak sama ganjaran yang akan diperoleh orang yang beriman di akhirat dengan ganjaran yang akan diperoleh orang yang tidak beriman. Ayat ini melukiskan keadaan surga dan neraka dalam bentuk simbolis yang menarik sekali.

Dimulai dengan kata “perumpamaan” (matsalul-jannati). Pertama “surga”, dan “perumpamaan” kedua, “samakah” (kaman) yang dirangkum dalam nada tanya. Kata az-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf, ungkapan ini dalam bentuk afirmasi, tetapi hakikatnya penyangkalan atau suatu negasi.

Sifat-sifat surga yang dijelaskan dalam ayat ini di antaranya: pertama, di dalamnya mengalir sungai yang banyak dan setiap sungai mempunyai air yang berbagai macam jenis dan rasanya serta enak diminum oleh para penghuni surga. Di antara jenis air itu ialah:

  1. Ada yang airnya jernih lagi bersih, tidak dikotori oleh suatu apa pun. Oleh karena itu, tidak akan berubah rasa, warna, dan baunya.
  2. Ada sungai yang mengalirkan air susu yang baik diminum. Susu itu tetap baik dan enak, tidak akan berubah rasanya karena rusak atau busuk.
  3. Ada sungai yang mengalirkan khamar yang enak diminum, menyehatkan, dan menyegarkan tubuh dan perasaan peminumnya. Tidak seperti khamar di dunia, sekalipun enak diminum oleh pecandunya, tetapi dapat merusak tubuh, akal, dan pikiran. Oleh karena itu, khamar di surga halal diminum, sedangkan khamar di dunia haram.
  4. Ada sungai yang mengalirkan madu yang bersih, seperti madu yang telah disaring, enak, dan menyehatkan badan peminumnya.

Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, dan lain-lain dari Mu’awiyah bin Haidah, ia berkata:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: فِى الْجَنَّةِ بَحْرُ اللَّبَنِ وَ بَحْرُ الْمَاءِ وَ بَحْرُ الْعَسَلِ وَ بَحْرُ الْخَمْرِ ثُمَّ تَشَقَّقَ اْلأَنْهَارُ مِنْهَا بَعْدُ. (رواه أحمد والترمذي وغيره عن معاوية بن حيدة)

Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Di surga ada lautan susu, lautan air, lautan madu, dan lautan khamar, kemudian mengalirlah sungai-sungai dari lautan-lautan itu.” (Riwayat Ahmad, at-Tirmidzi, dan lain-lain dari Mu’awiyah bin Haidah).

Kedua, di dalam surga terdapat buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya, berbeda warna, bentuk, dan rasanya. Semuanya merupakan makanan yang enak bagi setiap penghuni surga.

Ketiga, penduduk surga adalah orang-orang bersih dari segala noda dan dosa, karena mereka telah diampuni Allah Tuhan Yang Maha Penyayang, Pelindung mereka.

Kemudian Allah menerangkan keadaan orang-orang yang hidup dalam neraka. Mereka meminum air yang sangat panas yang menghancurkan usus mereka dan api neraka yang membakar hangus muka mereka.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Muhammad Ayat 16-17


Moderasi dalam Islam dan Upaya Preventif Tindakan Radikal di Internet

0
Radikal
Moderasi dan Upaya Preventif Tindakan Radikal

Akibat kecenderungan masyarakat kepada dunia digital, kerap kali masyarakat melihat konten-konten kekerasan yang melibatkan agama di dalamnya. Seperti contoh aksi pengeboman oleh teroris dan sebagainya. Aksi radikal tersebut tak lain mengatasnamakan agama dan politik semata. Peristiwa itu membawa dampak negatif bagi sebagian masyarakat yang dalam dirinya belum tertanam sikap moderat.

Berangkat dari permasalahan di atas, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai upaya preventif yang perlu dilakukan atas tindakan kelompok radikal di media sosial melalui konsep moderasi dalam Islam. Sehingga, dengan penanaman sikap moderasi dalam masyarakat maka, tidak ada lagi masyarakat yang menelan mentah-mentah informasi seputar kelompok ekstrem yang mengatasnamakan agama Islam.

Moderasi atau dalam Islam disebut dengan wasathiyah adalah sebuah kerangka berpikir, bagaimana bersikap dan bagaimana cara menjaga pola keseimbangan terhadap semua aspek kehidupan. Maka menjadi seorang moderat membutuhkan sentuhan keseimbangan dan keadilan dalam menjalankan maknanya.

Konsep Moderasi dalam Berdigital

Maksud moderasi dalam konteks ini adalah membawa pemahaman masyarakat kepada pemahaman yang moderat, tidak mendewakan rasio berpikir bebas tanpa batas dan tidak ekstrim dalam beragama apalagi di era digital seperti saat ini.

Dalam dunia digital, eksistensi manusia mengalami banyak perubahan yang mendasar dari sebuah bentuk tubuh yang bergerak, menjadi tubuh yang diam di tempat dan hanya mampu menyerap informasi melalui gadget atau elektronik. Pada titik inilah terdapat kesempatan bagi kelompok tertentu untuk menyuburkan konflik keagamaan.

Baca Juga: Membaca Ummatan Wasatan Sebagai Pesan Moderasi dalam Al-Quran

Dengan datangnya fenomena tersebut, moderasi beragama perlu diterapkan, dengan adanya moderasi beragama melalui dialog dan saluran kanal digital secara terus menerus, masyarakat muslim akan selamat dari persimpangan keagamaan di ranah digital. Karena moderasi adalah konsep yang tidak membenarkan adanya pemikiran radikalisme dalam agama dan juga tidak mengabaikan kandungan al-Qur’an yang posisinya sebagai dasar hukum utama.

Menurut Yusuf Al-Qardhawi, moderasi (wasathiyah) adalah karakteristik Islam yang tidak dimiliki oleh ideologi lain. Telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 143 berikut:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ … البقرة: 143

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan (umat yang adil, yang tidak berat sebelah, naik ke dunia maupun akhirat, tetapi seimbang antara keduanya) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…. (QS. Al-Baqarah [2]: 143).

Kata أُمَّةً وَسَطًا Menurut Ali al-Shabuni mempunyai arti umat yang adil, yang dimaksud adil di sini adalah seimbang tidak radikal juga tidak liberal.

Ada dua sikap manusia dalam beragama selain moderat yang dikenal dengan istilah ekstrem kanan (tatarruf tashaddudi) dan ekstrem kiri (tatarruf tasahhuli). Ekstrem kanan mempunyai tiga tingkatan, yaitu (a) puritatisme, yaitu ideologi yang berusaha mengembalikan semua aspek kepada sumber ajaran agama yang murni, kelompok ini cenderung menilai bid’ah terhadap ajaran agama yang bercampur dengan budaya, (b) fundamentalisme dan radikal, kelompok ini mudah menilai kafir paham yang berseberangan dengan kelompoknya, (c) terorisme, paham ini menyatakan kafir dan wajib diperangi jikalau seseorang tidak mengambil hukum dari al-Qur’an dan hadis.

Sedangkan ekstrem kiri terdapat paham liberal, yakni paham yang bersifat bebas seperti pembolehan melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama berdasar rasionalitas. (Zakki, 2021)

Konteks moderasi beragama sendiri memahami radikal sebagai suatu ideologi yang berusaha melakukan perubahan pada tatanan sosial dan politik dengan menggunakan cara ekstrem (kekerasan) yang mengatasnamakan agama, baik secara fisik maupun pemikiran.

Upaya pencegahan semua itu dengan tindakan deradikalisasi (proses penghilangan sikap radikal), salah satu bentuknya adalah dengan penanaman sikap moderat. Lebih jauh, sikap radikal ini bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia yang cenderung agamis, terpelajar, toleran, dan mampu berkomunikasi dengan keberagaman.

Dalam ayat lain juga menyebutkan konsep moderasi beragama, antara lain:

قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ

Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: “Bukanlah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada tuhanmu)” (QS. Al-Qalam [68]: 28).

Ibnu Jarir At-Thabari berpendapat bahwa kata ausathuhum dalam ayat tersebut bermakna “orang yang paling adil dari mereka”. Sama seperti At-Thabari, Al-Qurthubi menafsiri ayat ini sebagai orang yang paling ideal, paling adil, paling berakal dan paling berilmu.

Penanaman Sikap Moderat Sebagai Upaya Preventif Tindakan Radikal dalam Dunia Digital

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip wasathiyah atau moderasi adalah yang paling adil, terbaik, menengah dan paling berpengetahuan dalam arti Al-Qur’an. Sehingga umat Islam adalah umat yang paling moderat dari umat yang lainnya.

Jika ditautkan ke sistem teknologi digital saat ini, secara tidak langsung umat Islam dituntut untuk lebih berhati-hati ketika memberikan dan mencari informasi seputar keagamaan. Karena pemegang kanal digital sendiri tidak hanya dari umat muslim tetapi banyak juga dari kalangan non-muslim yang minim pengetahuannya tentang Islam.

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Nilai-Nilai Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam

Dan demi menjaga keharmonisan hidup di era modern yang banyak menggunakan teknologi digital, sikap ideal atau moderat (wasathiyah) sangat baik untuk diaplikasikan, karena penerapan sikap moderasi membawa seseorang untuk lebih fleksibel dalam menyelesaikan konflik dalam dirinya sendiri serta dapat memudahkan dalam berinteraksi dengan komunitas atau kelompok lain yang berbeda.

Salah satu solusi yang tepat dalam menghadapi radikalisasi beragama adalah dengan menanamkan sikap moderat, karena sikap moderasi dalam beragama merupakan bukti stabilitas ketuhanan yang dilandasi kesadaran dalam memahami nas agama. Wallahu A’lam.

Kunci Kesembilan dan Kesepuluh Menggapai Kebahagiaan: Berdoa dan Bertawakal

0
Berdoa dan Bertawakal
Berdoa dan Bertawakal

Setelah kunci pertama hingga kunci kedepalan diulas pada artikel sebelumnya, artikel kali ini akan mengulas kunci kesembilan dan kesepuluh dalam menggapai kebahagiaan. Dua kunci tersebut adalah berdoa dan bertawakal. Berdoa adalah salah satu kunci penting dalam kehidupan manusia. Sebab, doa menjadi jalan terakhir yang dilakukan oleh manusia setelah mereka melakukan berbagai usaha.

Doa dilakukan oleh seseorang untuk memohon kepada Dzat yang lebih tinggi, yaitu Allah swt., untuk mengatur dan menentukan hal-hal yang baik bagi manusia. Berdoa adalah memohon untuk mendapatkan hal-hal yang positif dan menghindarkan hal-hal yang negatif, baik di dunia maupun di akhirat. Berdoa juga menggambarkan bahwa kita sangat membutuhkan kepada pertolongan Allah. Orang yang selalu berdoa adalah orang yang selalu merasa diri memiliki banyak kekurangan.

Orang yang tidak mau bermohon atau berdoa kepada Allah adalah orang-orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah. Allah Yang Maha Mengatur akan mengatur segala keadaan dan kondisi hamba-hamba-Nya. Orang yang tidak mau berdoa adalah orang yang sangat pelit terhadap dirinya. Doa dapat menentukan perubahan dalam kehidupan manusia. Manusia sangat ditentukan oleh dua keadaan, yaitu gagal atau sukses. Gagal membuat manusia putus asa, sedangkan sukses membuat manusia girang dan penuh suka cita.

Baca Juga: Kunci Kelima dan Keenam Menggapai Kebahagiaan: Ikhlas dan Menjaga Hubungan

Rasullullah menyatakan: “Tidak ada yang dapat menolak qadar Tuhan, kecuali doa. Tidak ada pula yang dapat menolak keputusan Tuhan, kecuali doa.

Di dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan manusia untuk senanrtiasa berdoa. Hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam QS. Ghafir/40: 60:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[berdoa kepada-Ku] akan masuk neraka Jahanam dalam Keadaan hina dina.”

Di dalam hadisnya Rasulullah menyatakan: “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah telah bersabda: :Berdoalah kalian kepada Allah, dan engkau harus meyakini bahwa Allah mengabulkan doa kalian. Ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari seseorang yang hati lalai dan lupa dari mengingat Allah. (HR Tirmidzi)

Sebagaimana berdoa, kunci selanjutnya yakni bertawakal. Bertawakal adalah menyerahkan segala urusan yang telah dilakukan hanya kepada Allah semata. Sebab, Allahlah yang menentukan segala urusan manusia. Sebab, suatu usaha boleh jadi gagal sebahagiannya, gagal setengahnya, dan bahkan gagal total. Suatu usaha juga boleh sukses sebahagiannya, sukses setengahnya, atau sukses semuanya. Sikap tawakal seseorang harus ada dalam berbagai usaha setelah melakukan upaya-upaya untuk menyukseskan segala usaha yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, bertawakal adalah salah satu kunci penting dalam kehidupan.

Bertawakal yaitu menyerahkan semua urusan sesuai dengan qada’ dan takdir Allah. Orang yang tidak memiliki tawakal dalam usahanya pasti akan kecewa jika usahanya gagal. Tawakal adalah penangkal untuk menghalangi adanya kekecewaan yang terjadi akibat kegagalan dalam usaha.

Allah swt memerintahkan setiap manusia untuk bertawakal dalam segala usaha mereka. Hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam QS. Ali ‘Imran/3: 159:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[urusan duniawi]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

Baca Juga: Kunci Ketujuh dan Kedelapan Menggapai Kebahagiaan: Menjaga Hubungan dengan Tuhan dan Alam

Rasulullah dalam suatu hadisnya juga menunjukkan pentingnya sikap tawakal dalam usaha. Hal ini dinyatakan di dalam sebuah hadis sebagai berikut: “Dari Abu Tamim al-Jaisyani, ia berkata bahwa aku pernah mendengar Umar berkata bahwa aku mendengar Rasulullah bersabda: “sekiranya engkau mau bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sebenar-benarnya, maka patilah Allah melimpahkan rezeki-Nya kepada kalian sebagaimana Ia memberikan rezeki kepada burung-burun, yang pada pagi hari ketika mereka keluar perutnya kosong, dan ketika pulang, perutnya penuh. HR Ibn Majah.”

Demikianlah penjelasan tentang berdoa dan bertawakal sebagai kunci kebahagiaan. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

Tafsir Surah Muhammad Ayat 12-13

0
Tafsir Surah Muhammad
Tafsir Surah Muhammad

Tafsir Surah Muhammad Ayat 12-13 berbicara tentang kesalahan orang kafir semasa di dunia, yang menjadi sebab mereka mendapatkan siksa di neraka. Dijelaskan pula kondisi orang-orang yang beriman, sehingga mereka mendapatkan balasan berupa surga.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 5-11


Ayat 12

Ayat ini berbicara tentang keadaan orang mukmin dan orang kafir di akhirat. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh diberi pahala berlipat ganda berupa surga sebagai balasan dari keimanan dan ketaatan mereka.

Sedangkan orang-orang yang mengingkari kekuasaan dan keesaan Allah dan mendustakan Rasul-Nya, terpengaruh oleh kenikmatan hidup di dunia yang hanya bersifat sementara.

Mereka tidak mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang telah menimpa umat-umat dahulu. Mereka diumpamakan seperti hewan yang makan di kandang atau di padang rumput yang disediakan untuk mereka.

Hewan-hewan itu tidak pernah memikirkan apakah makanan yang tersedia untuknya itu masih ada untuk dimakan besok atau semua habis pada hari ini, sehingga tidak ada makanan untuk dimakan lagi.

Ayat ini memberikan gambaran tentang keadaan dan apa yang dipikirkan orang-orang musyrik. Mereka hanya memikirkan apa yang enak dan dapat memenuhi keinginan hawa nafsu mereka.

Mereka tidak mau memikirkan berapa lama yang enak dan keinginan hawa nafsu dapat mereka nikmati dan apa sumber dari keenakan dan kesenangan itu. Apakah mereka dapat terus-menerus menikmatinya, tidak pernah mereka pikirkan.

Mereka juga tidak memikirkan akibat-akibat yang akan mereka alami seandainya mereka tidak mampu merasakan kenikmatan itu lagi.

Mereka merasakan kenikmatan memakan sesuatu makanan, tetapi tidak pernah terpikir oleh mereka bahwa Allah telah menganugerahkan lidah kepada mereka untuk merasakan kenikmatan suatu yang dimakan.

Bagaimana jadinya jika Allah memberi penyakit pada lidah mereka, sehingga tidak dapat merasakan sesuatu lagi? Mereka tidak memikirkan sikap dan tindakan yang paling baik yang harus mereka lakukan terhadap sumber kenikmatan itu.

Orang-orang yang digambarkan ayat di atas tempat kembalinya ialah neraka Jahanam, karena itulah tempat kembali yang paling layak bagi orang-orang yang tidak menggunakan pikirannya.


Baca Juga: Doa Nabi Ayyub as dalam Al-Quran untuk Kesembuhan Penyakit


Ayat 13

Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid, Abu Ya’la, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu ‘Abbas, bahwa tatkala Nabi Muhammad akan meninggalkan Mekah, sebelum hijrah ke Medinah, beliau menoleh ke belakang melihat negeri Mekah dan berkata, “Engkau (Mekah) adalah negeri Allah yang paling aku cintai, dan kalau penduduknya tidak mengusirku, tentu aku tidak akan meninggalkan engkau.” Maka turunlah ayat ini.

Dalam ayat ini, Allah memberikan perbandingan sebagai penghibur hati Nabi Muhammad yang telah digundahkan oleh sikap dan tindakan orang-orang musyrik Mekah.

Diterangkan bahwa berapa banyak negeri yang penduduknya lebih kuat badannya, lebih banyak pengetahuannya, lebih mampu membangun negerinya, lebih banyak tentaranya sehingga dapat menaklukkan negeri sekitar mereka dibandingkan dengan orang-orang musyrik Mekah.

Semuanya itu telah dihancurkan Allah dengan berbagai macam malapetaka yang menimpa mereka. Dalam menghadapi malapetaka itu, mereka tidak mempunyai seorang penolong pun. Semua kekuatan, kekuasaan, dan tentara yang gagah perkasa tidak ada artinya sedikit pun dalam menghadapi malapetaka itu.

Orang-orang musyrik Mekah akan mengalami nasib yang demikian pula seandainya mereka tetap mengingkari seruan Nabi Muhammad. Oleh karena itu, Nabi dihimbau untuk bersabar dan tabah menghadapi sikap dan tindakan mereka dan Allah pasti menolong dan memenangkan hamba-hamba yang taat kepada-Nya.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Muhammad Ayat 14-15


Tafsir Surah Muhammad Ayat 5-11

0
Tafsir Surah Muhammad
Tafsir Surah Muhammad

Tafsir Surah Muhammad Ayat 5-11 berbicara tentang alasan Allah menolong orang beriman dan menelantarkan orang kafir. Salah satu yang paling utama adalah karena keingkaran mereka kepada al-Qur’an dan Nabi-Nya. Maka, di akhirat kelak, Allah menjamin tidak ada yang dapat menolong mereka dari azab-Nya, sebagai balasan atas perilaku mereka semasa di dunia.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (3)


Ayat 5-6

Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah akan membimbing orang-orang yang beriman dalam melaksanakan pekerjaan yang diridai-Nya sehingga pekerjaan itu berhasil dengan baik, dan memelihara mereka agar tidak melakukan maksiat dan perbuatan dosa. Allah juga menyediakan bagi mereka tempat kembali di surga yang telah mereka ketahui karena Allah menunjukkan tempat-tempat itu kepada mereka.

Ayat 7

Allah menyeru orang mukmin, jika mereka membela dan menolong agama-Nya dengan mengorbankan harta dan jiwa, niscaya Ia akan menolong mereka dari musuh-musuhnya.

Allah akan menguatkan hati dan barisan mereka dalam melaksanakan kewajiban mempertahankan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya, sehingga agama Allah itu tegak dengan kokohnya.

Ayat 8

Selanjutnya dijelaskan bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah, mengingkari keesaan dan kekuasaan-Nya, maka mereka akan celaka. Allah akan menghapus semua pahala perbuatan mereka. Perbuatan mereka tidak akan mendapat hidayah dan taufik dari Allah. Allah juga akan menggagalkan semua tipu daya mereka untuk menghancurkan kaum Muslimin.

Ayat 9

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak memberi pahala bagi perbuatan orang-orang kafir dan tidak memberi hidayah dan taufik karena mereka mengingkari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya.

Ayat 10

Orang-orang musyrik Mekah yang mendustakan kenabian dan kerasulan Muhammad saw serta mengingkari kebenaran petunjuk Al-Qur’an sebagai kitab yang berasal dari Allah Yang Mahakuasa, sebenarnya mempunyai berbagai bukti untuk membenarkan kenabian dan kerasulan beliau, karena negeri itu berada di sekitar negeri umat-umat terdahulu yang pernah mendustakan dan mengingkari seruan para rasul Allah.


Baca Juga: Perumpamaan Pohon untuk Kebenaran dan Kebatilan dalam Al-Qur’an


Bukankah mereka sering pergi ke Syria, sebelah utara negeri mereka, dan Hadramaut, di sebelah selatan. Bukankah mereka juga pergi ke Persia di sebelah timur dan ke Ethiopia di sebelah barat daya negeri mereka. Kepergian mereka ke negeri-negeri tersebut dengan tujuan berdagang.

Dalam perjalanan itu, mereka melalui sisa-sisa reruntuhan negeri kaum ‘Ad, kaum Samud, kaum Syuaib, dan sebagainya yang telah dibinasakan Allah. Mereka masih dapat melihat bekas negeri itu berupa puing, peninggalan, dan sebagainya.

Mereka dapat menyaksikan reruntuhan itu, karena negeri tersebut adalah pusat perniagaan pada masa itu dan terletak pada jalur perniagaan yang menghubungkan dunia barat dengan timur. Mereka juga telah mengetahui bahwa umat-umat dahulu telah dihancurkan Allah karena durhaka kepada-Nya dan rasul-Nya.

Akan tetapi, mereka tidak mau memperhatikan dan merenungkan bahwa sunatullah berlaku bagi setiap orang yang mengingkari agama-Nya.

Oleh karena itu, orang-orang musyrik Mekah akan mengalami nasib seperti yang telah dialami oleh umat-umat dahulu seandainya mereka tetap tidak mengindahkan seruan Nabi Muhammad. Sebagai bukti kebenaran janji Allah itu, banyak orang musyrik Mekah yang mati terbunuh dalam Perang Badar dan begitu juga pada peperangan-peperangan sesudahnya.

Ayat 11

Ayat ini menjelaskan tentang keadaan orang mukmin dan orang kafir di dunia dan sebab orang musyrik ditimpa malapetaka. Orang musyrik tidak mempunyai seorang penolong pun untuk menolak azab yang datang menimpa mereka, sedangkan orang mukmin mempunyai penolong, yaitu Allah Yang Mahakuasa dan Maha Penolong.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Muhammad Ayat 12-13


Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (3)

0
Tafsir Surah Muhammad
Tafsir Surah Muhammad

Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (3) masih berbicara tentang adab dan ketentuan dalam berperang, khususnya terhadap tawanan. Berikut adalah contoh konkret yang dinarasikan melalui kisah akhlak Nabi Muhammad terhadap para tawanan perang.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (2)


Ayat 4 (3)

Terhadap tawanan perang, sikap Rasulullah saw baik sekali. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari diterangkan sikap beliau. Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw mengirimkan pasukan berkuda ke Nejed, maka pasukan berkuda itu menawan seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal, ia diikat pada salah satu tiang masjid.

Maka Rasulullah saw datang kepadanya, lalu berkata, “Apa yang engkau punyai ya Tsumamah?” Tsumamah menjawab, “Aku mempunyai harta, jika engkau mau membunuhku, lakukanlah, dan jika engkau mau membebaskanku maka aku berterima kasih kepadamu, jika engkau menghendaki harta, maka mintalah berapa engkau mau.”

Esok harinya Rasulullah saw pun berkata kepadanya, “Apakah yang engkau punya ya Tsumamah?” Ia menjawab, “Aku mempunyai apa yang telah kukatakan kepadamu.” Rasulullah saw berkata, “Lepaskanlah ikatan Tsumamah.”

Maka Tsumamah pergi ke dekat pohon kurma yang berada di dekat masjid, lalu mandi kemudian ia masuk ke masjid, lalu menyatakan, “Aku mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasul-Nya.”

“Demi Allah, dahulu tidak ada orang yang paling aku benci di dunia ini selain engkau, sekarang jadilah engkau orang yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu tidak ada agama yang paling aku benci selain agama engkau, maka jadilah sekarang agama engkau adalah agama yang paling aku cintai.”

“Demi Allah, dahulu negeri yang paling aku benci adalah negerimu, sekarang jadilah negerimu negeri yang paling aku cintai. Sesungguhnya pasukan berkuda telah menangkapku, sedang aku bermaksud umrah, apa pendapatmu?”

Maka Rasulullah memberi kabar gembira kepadanya dan menyuruhnya melakukan umrah. Tatkala ia sampai di Mekah, seseorang mengatakan kepadanya, “Engkau merasa rindu?” Tsumamah menjawab, “Tidak, tetapi aku telah memeluk Islam bersama Muhammad saw.”

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa Rasulullah saw bersikap lemah-lembut kepada “umamah, seorang tawanan perang. Beliau memberi kebebasan kepadanya, sehingga ia tertarik kepada Rasulullah saw dan agama Islam, karena itu dia menyatakan dirinya memeluk Islam.”

Seandainya Rasulullah bersikap kasar kepadanya, tentulah Tsumamah tidak akan mengatakan pernyataan tersebut di dalam hadis itu. Ia akan menyimpan dendam kepada Rasulullah saw dan pada setiap kesempatan ia akan berusaha membalaskan dendamnya itu.

Agama Islam datang untuk menegakkan prinsip-prinsip yang harus ada dalam hidup dan kehidupan manusia, baik ia sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial.

Di antara prinsip-prinsip itu ialah ketauhidan, keadilan, kemanusiaan, dan musyawarah. Dengan menegakkan prinsip-prinsip itu manusia akan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi.

Atas dasar semuanya itulah segala persoalan diselesaikan, termasuk persoalan peperangan dan tawanan perang.

Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan balasan apa yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan mengatakan, “Bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah untuk membela agama Islam, sekali-kali Allah tidak akan mengurangi pahala mereka sedikit pun, bahkan dia akan membalasnya dengan pahala yang berlipat-ganda. Mengenai pahala berjihad di jalan Allah disebutkan dalam suatu hadis sebagai berikut:

عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيَكْرِبَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ لِلشَّهِيْدِ تِسْعَ خِصَالٍ-أَوْ قَالَ عَشْرَ خِصَالٍ-يُغْفَرُ لَهُ فِيْ أَوَّلِ دُعْفَةٍ مِنْ دَمِهِ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُحَلَّى حِلْيَةَ اْلإِيْمَانِ وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيُزَوَّجُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ وَيَأْمَنُ يَوْمَ الْفَزَعِ اْلأَكْبَرِ وَيُوْضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ الْيَاقُوْتَةُ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَتِسْعِيْنَ زَوْجَةً مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ وَيُشَفَّعُ فِيْ سَبْعِيْنَ إِنْسَانًا مِنْ أَقَارِبِهِ. (رواه الطبراني)

Diriwayatkan al-Miqdam bin Ma’diyakrib, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang mati syahid itu memperoleh sembilan hal–atau sepuluh–yaitu akan diampuni pada saat darahnya pertama kali mengalir, melihat tempat tinggalnya di surga, dihiasi dengan perhiasan iman, dihindarkan dari azab kubur, dinikahkan dengan bidadari, memperoleh keamanan pada saat hari ketakutan yang besar (hari Kiamat), di atas kepalanya diletakkan mahkota kemuliaan dari bahan permata yang lebih baik daripada dunia dan isinya, dinikahkan dengan 92 istri dari golongan bidadari, dan diberi hak syafaat bagi 70 orang kerabatnya.” (Riwayat at-Thabrani)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Muhammad Ayat 5-10


Tafsir Ilmi Surah Al-Hijr Ayat 22 Tentang Penyerbukan Tumbuhan Melalui Angin

0
Tafsir Ilmi Surah Al-Hijr Ayat 22 Tentang Penyerbukan Tumbuhan Melalui Angin
Penyerbukan Tumbuhan Melalui Angin

Perkembangbiakan tumbuhan adalah hal yang sangat penting untuk kelangsungan dan perkembangan tumbuhan menjadi lebih banyak. Namun sebelum berkembangbiak, tentu ada proses penyerbukan antara serbuk sari dan kepala putik untuk menghasilkan buah.

Dilansir dari U.S. Forest Service, penyerbukan adalah kegiatan mentransfer serbuk sari dari kepala bunga jantan ke kepala putik betina. Pertemuan serbuk sari dan putik akan mengakibatkan reproduksi seksual berupa peluruhan gamet pada tanaman. Penyerbukan pada tumbuhan biasanya dibantu oleh berbagai perantara yaitu angin, air, serangga, burung, dan juga manusia. (https://www.kompas.com).

Jika melihat dari kacamata sains, fenomena penyerbukan ini telah diketahui melalui proses penelitian para ahli yang membuktikan proses tersebut. Namun siapa sangka, penemuan hebat itu ternyata diabadikan dan digambarkan lebih dulu di dalam Al-Qur’an, jauh sebelum sains modern ada. Sebagaimana Allah maktubkan dalam QS. Al-Hijr [15]: 22 sebagai berikut.

وَأَرۡسَلۡنَا ٱلرِّيَٰحَ لَوَٰقِحَ فَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَسۡقَيۡنَٰكُمُوهُ وَمَآ أَنتُمۡ لَهُۥ بِخَٰزِنِينَ

Terjemah: “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS. Al-Hijr [15]: 22).

Baca juga: Tafsir Ilmi: Sejarah Kemunculan, Metodologi, dan Kritik Terhadapnya

Tafsir QS. Al-Hijr [15]: 22 Tentang Salah Satu Fungsi Angin

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Allah menyatakan telah meniupkan angin untuk mengawinkan. Maksudnya adalah mengawinkan mendung sehingga menurunkan hujan dan mengawinkan pohon-pohon dan tumbuhan-tumbuhan sehingga terbuka daun-daun dan bunga-bunganya.

Allah menyebutnya dengan bentuk jama’ untuk menunjukkan angin yang membuahi, bukan angin yang mandul, karena angin yang kedua ini sering disebutkan dengan bentuk mufrad dan disifati dengan mandul karena tidak dapat membuahi, sebab pembuahan itu hanya terjadi antara dua benda (bunga jantan dan betina) atau lebih. Demikianlah Ibnu Katsir menjelaskan tentang fungsi angin dalam perkembangbiakan tumbuhan di dalam ayat tersebut.

Al-Qurthubi juga menjelaskan bahwa di dalam ayat tersebut Allah menyebut kata lawaqih yang berarti pembawa, karena dia membawa air, saripati tanah, awan, kebaikan, dan manfaat.

Al-Qurthubi juga mengutip pendapat Al-Azhari yang berkata bahwa dalam ayat tersebut, angin membuat perkawinan (pada tumbuh-tumbuhan) karena mengangkut awan. Maksudnya mengangkut dan menyebarkannya lalu membawanya, kemudian menurunkannya.

Sementara Wahbah Al-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan bahwa di dalam ayat tersebut Allah menjadikan angin sebagai sarana yang membantu penyerbukan tumbuh-tumbuhan, dengan menerbangkan serbuk sari dan menjatuhkannya ke putik. Sebagaimana pula, Allah iuga menjadikan angin sebagai sarana untuk menghilangkan debu dari pepohonan agar nutrisi bisa masuk meresap melalui pori-pori.

Ibnu Abbas r.a. mengatakan angin adalah lawaaqih atau media yang berfungsi untuk membantu penyerbukan tumbuh-tumbuhan dan membawa awan mendung yang mengandung hujan.

Baca juga: Mengenal Enam Fungsi Angin dalam Al-Quran Perspektif Tafsir Ilmi

Angin Sebagai Media Penyerbukan

Jika melihat dari kacamata sains, khususnya pada kajian biologi, penyerbukan pada tumbuhan yang melibatkan angin sebagai media disebut dengan anemogami. Hal ini merupakan suatu kenyataan yang memang betul-betul terbukti bahwa ada banyak jenis tumbuhan yang tidak bisa melakukan penyerbukan sendiri sehingga memerlukan media lain di luar dirinya, baik berupa hewan, angin, bahkan bantuan manusia.

Salah satu yang disebut dalam Al-Qur’an adalah penyerbukan tumbuhan melalui media angin yang disebut dengan lawaaqih. Penyerbukan anemogami (lawaaqih) ini biasanya terjadi pada tumbuhan yang tidak memiliki perhiasan bunga, dan memiliki serbuk sari yang banyak serta ringan. Contohnya seperti tanaman padi dan jagung (Deden Abdurrahman, Biologi Kelompok Pertanian).

Penutup

Demikian bahwa Allah begitu rinci dalam memberikan petunjuk kehidupan kepada manusia sampai kepada aspek-aspek kecil seperti perkembangbiakan tumbuhan dalam Al-Qur’an. Hal ini berhubungan dengan perkembangan sains zaman sekarang, di mana para ilmuwan menemukan berbagai hal yang luar biasa dalam dunia tumbuhan. Menakjubkannya, sebagian penemuan itu telah lebih dulu diisyaratkan oleh Al-Qur’an.

Hanya saja, sebagai manusia yang dinyatakan sebagai ulul albab, semestinya terus menggali hal-hal yang tersembunyi dalam Al-Qur’an untuk dipikirkan dan diimplementasikan. Tentunya tidak hanya sebatas upaya mencari-cari kesesuaian fakta sains dengan isyarat Al-Qur’an, tapi kita juga perlu terus ikut andil mengembangkan sains. Ini sebagai salah satu bentuk upaya menjaga dan memakmurkan bumi, yang juga adalah tugas kita bersama. Wallahu A’lam.

Baca juga: Tafsir Ilmi Kemenag: Bumi yang Dinamis dan Relevansinya Bagi Kehidupan

Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (2)

0
Tafsir Surah Muhammad
Tafsir Surah Muhammad

Melanjutkan tafsir sebelumnya, Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (2) berbicara tentang adab kepada non-Muslim, bahwa tidak boleh memaksa seseorang untuk masuk (meyakini kebenaran) Islam, bahkan terhadap tawanan perang/budak sekalipun. Sebab, Islam adalah agama Rahmatan lil ‘Alamin, memaksa orang lain untuk masuk kedalamnya bukanlah bagian dari ajaran agama, apalagi pemaksaan itu dilakukan secara ekstrem dan keras.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (1)


Ayat 4 (2)

Memaksa tawanan memeluk agama Islam tidak dibolehkan, karena tindakan itu bertentangan dengan firman Allah yang melarang kaum Muslimin memaksa orang lain memeluk agama Islam. Allah berfirman:

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ  قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ  ٢٥٦

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 256).

Membunuh tawanan bagi kaum Muslimin tentu ada dasarnya. Tawanan yang dibunuh itu bukan tawanan biasa, tetapi merupakan penjahat perang yang telah banyak melakukan perbuatan mungkar. Bila ia hidup, maka kejahatannya dalam peperangan akan terus berlanjut dalam waktu lama.

Menjadikan tawanan sebagai budak adalah tindakan yang biasa dilakukan oleh bangsa-bangsa di dunia sebelum kedatangan Islam. Setelah datang agama Islam, maka musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslimin yang mereka tawan menjadi budak.

Pada dasarnya perbudakan itu dilarang oleh agama Islam, tetapi sebagai balasan dari tindakan orang kafir dan untuk menjaga perasaan kaum Muslimin, maka Rasulullah saw membolehkan kaum Muslimin menjadikan orang-orang kafir yang ditawannya sebagai budak.

Hal ini berarti jika orang-orang kafir tidak menjadikan kaum Muslimin yang ditawannya menjadi budak, tentulah kaum Muslimin tidak boleh menjadikan orang-orang kafir yang ditawannya menjadi budak.

Meskipun terjadi perbudakan karena adanya tawanan perang, dalam agama Islam banyak ketentuan hukum yang dihubungkan dengan upaya memerdekakan budak yang disebut dengan kaffarat.


Baca Juga: Quraish Shihab: Ada Isyarat Kedamaian Pada Ayat-Ayat Perang


Agama Islam adalah agama perdamaian, bukan agama yang menganjurkan peperangan. Jika dalam sejarah Islam terdapat peperangan antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir, maka peperangan itu terjadi karena mempertahankan agama Islam yang hendak dihapuskan orang-orang kafir, di samping mempertahankan diri dari kehancuran.

Sejak Nabi Muhammad saw diangkat menjadi rasul, sejak itu pula timbul permusuhan dari orang-orang musyrik Mekah kepada beliau dan pengikut-pengikutnya.

Berbagai cara yang mereka lakukan untuk menumpas agama Islam dan kaum Muslimin, mulai dari cara yang lunak sampai kepada yang paling keras. Puncak dari tindakan orang musyrik Mekah itu ialah berkomplot untuk membunuh Rasulullah saw sehingga Allah memerintahkan beliau hijrah ke Medinah.

Setelah Rasulullah saw berada di Medinah, permusuhan itu semakin keras, sehingga kaum Muslimin terpaksa memerangi mereka untuk mempertahankan agama dan diri mereka.

Sesampainya Rasulullah saw di Medinah, perjanjian damai dengan penduduk kota itu, yang antara lain adalah orang-orang Yahudi, ditandatangani, tetapi perjanjian damai itu dilanggar oleh mereka.

Bahkan mereka melakukan percobaan untuk membunuh Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw terpaksa memerangi orang Yahudi di Medinah.

Sangat banyak contoh yang dapat dikemukakan yang membuktikan bahwa agama Islam tidak disebarkan melalui peperangan, tetapi melalui dakwah yang penuh hikmah dan kebijaksanaan.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (3)


Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (1)

0
Tafsir Surah Muhammad
Tafsir Surah Muhammad

Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (1) adalah sesi pertama dari tiga sesi yang akan berbicara tentang adab dan ketentuan yang perlu diperhatikan bagi kaum Muslimin ketika sedang berperang, maupun setelahnya. Ditegaskan bahwa perang yang dilakukan hendaklah dalam mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, bukan atas kehendak pribadi, ataupun alasan lain yang keluar dari ketentuan agama.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Muhammad Ayat 1-3


Ayat 4 (1)

Ayat ini menerangkan kepada kaum Muslimin cara menghadapi orang-orang kafir dalam peperangan. Mereka harus mencurahkan segala kesanggupan dan kemampuan untuk menghancurkan musuh.

Hendaklah mengutamakan kemenangan yang akan dicapai pada setiap medan pertempuran dan jangan mengutamakan penawanan musuh dan perebutan harta rampasan.

Penawanan dilakukan setelah mereka dikalahkan, karena orang-orang kafir itu setiap saat berkeinginan membunuh dan menghancurkan kaum Muslimin, dan mereka tidak dapat dipercaya.

Mereka berpura-pura ingin berdamai, tetapi hati dan keyakinan mereka tetap ingin menghancurkan agama Islam dan pengikutnya pada setiap kesempatan yang mungkin mereka miliki.

Setelah perang selesai dengan kemenangan di tangan kaum Muslimin, mereka boleh memilih salah satu dari dua hal, yaitu apakah akan membebaskan tawanan yang telah ditawan atau membebaskannya dengan membayar tebusan oleh pihak musuh atau dengan cara pertukaran tawanan.

Dalam ayat lain diterangkan bahwa batas kaum Muslimin harus berhenti memerangi orang-orang kafir Mekah itu adalah sampai tidak ada lagi fitnah. Allah berfirman:

وَقٰتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ لِلّٰهِ ۗ فَاِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ اِلَّا عَلَى الظّٰلِمِيْنَ  ١٩٣

 Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim. (al-Baqarah/2: 193).

Ibnu ‘Abbas berkata, “Tatkala jumlah kaum Muslimin bertambah banyak dan kekuatannya semakin bertambah pula, Allah menurunkan ayat ini, dan Rasulullah bertindak menghadapi tawanan sesuai dengan ayat ini, begitu pula para khalifah yang datang sesudahnya.”

Dari ayat di atas dan perkataan Ibnu ‘Abbas dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:

  1. Ayat ini diturunkan setelah Perang Badar karena pada saat peperangan itu Rasulullah saw lebih mengutamakan tebusan, seperti menebus dengan harta atau dengan menyuruh tawanan mengajarkan tulis baca kepada kaum Muslimin, sehingga Rasul mendapat teguran dari Allah.
  2. Ayat ini merupakan pegangan bagi Rasulullah dan para sahabat dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan peperangan dan tawanan perang.

Baca Juga: Muhammad Nabi Cinta; Nabi Muhammad di Mata Seorang Penganut Katolik


  1. Perintah membunuh orang-orang kafir dalam ayat ini dilakukan dalam peperangan, bukan di luar peperangan. Oleh karena itu, wajar jika Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin membunuh musuh-musuh mereka dalam peperangan yang sedang berkecamuk, karena musuh sendiri bertindak demikian pula terhadap mereka.

Jika Allah tidak memerintahkan demikian, tentu kaum Muslimin ragu-ragu menghadapi musuh yang akan membunuh mereka sehingga musuh berkesempatan menghancurkan mereka.

  1. Allah tidak memerintahkan kaum Muslimin membunuh orang-orang kafir di mana saja mereka temui, tetapi Allah hanya memerintahkan kaum Muslimin memerangi orang-orang kafir yang bermaksud merusak, memfitnah, dan menghancurkan Islam dan kaum Muslimin.

Terhadap orang kafir yang bersikap baik terhadap agama Islam dan kaum Muslimin, kaum Muslimin wajib bersikap baik pula terhadap mereka. Allah berfirman:

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ   ٨  اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ   ٩

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu, orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain)untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim. (al-Mumtahanah/60: 8-9)

  1. Kepala negara mempunyai peranan dalam mengambil keputusan dalam menyelesaikan peperangan dan tawanan perang. Ia harus mendasarkan keputusannya kepada kepentingan agama, kaum Muslimin dan kemanusiaan serta kemaslahatan pada umumnya.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Muhammad Ayat 4 (2)