Beranda blog Halaman 212

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 74-75

0
Tafsir Surah Az- Zumar
Tafsir Surah Az- Zumar

Series akhir dari tafsir surah ini ditutup dengan Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 74-75 yang mengisahkan kebahagian yang tak terkira diperoleh oleh orang yang beriman. Segala kenikmatan yang diinginkan hati, seketika bisa mereka rasakan. Pujian kepada Allah pun bergema disetiap sudut surga, mesnyukuri atas segala kenikmatan dan keagungan Allah Swt.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 72-73


Ayat 74

Para Mukminin yang amat berbahagia dan bergembira melihat nikmat dan kesenangan yang akan mereka nikmati di dalam surga itu mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami, sebagaimana telah disampaikan oleh rasul-Nya dan doa yang selalu kami panjatkan.” Firman Allah:

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا وَمَسٰكِنَ طَيِّبَةً فِيْ جَنّٰتِ عَدْنٍ ۗوَرِضْوَانٌ مِّنَ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat yang baik di surga ‘Adn. Dan keridaan Allah lebih besar. Itulah kemenangan yang agung. (at-Taubah/9: 72).

Dan firman Allah:

رَبَّنَا وَاٰتِنَا مَا وَعَدْتَّنَا عَلٰى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ اِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ

Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sungguh, Engkau tidak pernah mengingkari janji. (Ali ‘Imran/3: 194)

Ahli surga melanjutkan ucapan puji syukurnya, “Segala puji bagi Allah yang telah mewariskan kepada kami tanda surga ini sehingga kami boleh menempatinya, di mana saja kami senangi dan menikmati berbagai macam karunia yang disediakan-Nya di dalamnya.”

Di antara kenikmatan surga itu adalah sebagaimana dijelaskan firman Allah berikut ini:

وَدَانِيَةً عَلَيْهِمْ ظِلٰلُهَا وَذُلِّلَتْ قُطُوْفُهَا تَذْلِيْلًا ١٤  وَيُطَافُ عَلَيْهِمْ بِاٰنِيَةٍ مِّنْ فِضَّةٍ وَّاَكْوَابٍ كَانَتْ قَوَارِيْرَا۠   ١٥

Dan naungan (pepohonan)nya dekat di atas mereka dan dimudahkan semudah-mudahnya untuk memetik (buah)nya. Dan kepada mereka diedarkan bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kristal. (al-Insan/76: 14-15)

وَيُسْقَوْنَ فِيْهَا كَأْسًا كَانَ مِزَاجُهَا زَنْجَبِيْلًاۚ ١٧ عَيْنًا فِيْهَا تُسَمّٰى سَلْسَبِيْلًا   ١٨  ;

Dan di sana mereka diberi segelas minuman bercampur jahe. (Yang didatangkan dari) sebuah mata air (di surga) yang dinamakan Salsab³l. (al-Insan/76: 17-18)

وَيَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۚ اِذَا رَاَيْتَهُمْ حَسِبْتَهُمْ لُؤْلُؤًا مَّنْثُوْرًا  ١٩  وَاِذَا رَاَيْتَ ثَمَّ رَاَيْتَ نَعِيْمًا وَّمُلْكًا كَبِيْرًا   ٢٠

Dan mereka dikelilingi oleh para pemuda yang tetap muda. Apabila kamu melihatnya, akan kamu kira mereka, mutiara yang bertaburan. Dan apabila engkau melihat (keadaan) di sana (surga), niscaya engkau akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. (al-Insan/76: 19-20)


Baca Juga : Tafsir Surah Ali Imran Ayat 134-135 : Empat Perilaku Orang Yang Bertakwa


Ayat 75

Pada ayat ini, Allah menerangkan kepada Nabi Muhammad bagaimana suasana di akhirat nanti serta pemandangan yang indah dan menakjubkan di mana para malaikat mengelilingi ‘Arasy bertasbih memuji Allah, siap melaksanakan perintah yang akan diturunkan kepada mereka. Dengungan tasbih mereka terdengar di sekeliling ‘Arasy.

Di antara mereka itu ada yang bertugas memikul ‘Arasy sebagaimana tersebut pada ayat:

وَّالْمَلَكُ عَلٰٓى اَرْجَاۤىِٕهَاۗ وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَىِٕذٍ ثَمٰنِيَةٌ  ۗ

Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit. Pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arasy (singgasana) Tuhanmu di atas (kepala) mereka. (al-Haqqah/69: 17)

Mereka berdiri dalam barisan-barisan yang teratur seperti dijelaskan pada ayat:

يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ صَفًّاۙ  لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ اِلَّا مَنْ اَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ وَقَالَ صَوَابًا

Pada hari, ketika roh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan dia hanya mengatakan yang benar. (an-Naba’/78: 38).

Pada hari itu Allah memberi keputusan terhadap hamba-Nya dengan adil dan benar. Terdengarlah dengan serentak ucapan tasbih, “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”

Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang menciptakan manusia untuk dijadikan khalifah di muka bumi, memberinya petunjuk dan hidayah.

Dia yang menjadikan siksa dan azab neraka bagi yang mendurhakai-Nya, dan menjanjikan karunia dan nikmat kepada yang menjalankan perintah-Nya dengan patuh dan taat.

Dia juga yang mematikan semua makhluk-Nya pada hari Kiamat dan menghidupkannya kembali untuk menerima balasan amal perbuatannya lalu mengadakan pengadilan untuk memperhitungkan semua amal hamba-Nya dengan adil, benar, dan bijaksana kemudian memberikan balasan bagi semua makhluk-Nya.

Yang durhaka dimasukkan ke dalam neraka dan yang mukmin dan bertakwa dimasukkan ke dalam surga sesuai dengan janji-Nya. Segala puji dipanjatkan kepada Allah atas segala perbuatan-Nya, keadilan-Nya dan rahmat-Nya.

(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 72-73

0
Tafsir Surah Az- Zumar
Tafsir Surah Az- Zumar

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 72-73 secara umum menjelaskan bagaimana bahagianya orang yang beriman ketika mendapati surga, tempat yang dijanjikan oleh Allah untuk mereka yang sabar dalam ketaatan. Sebaliknya, kondisi orang yang ingkar begitu malang, mereka mendapati neraka dengan beragam siksaan, pun akan kekal didalamnya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 70-71


Ayat 72

Dengan pengakuan atas kesalahan mereka itu, malaikat menyuruh mereka untuk masuk ke dalam neraka Jahanam. Mereka akan kekal di dalamnya selama-lamanya, tak ada yang dapat keluar walaupun sejenak, karena neraka itu tempat yang layak untuk kediaman orang-orang yang takabur lagi sombong. Neraka adalah tempat yang paling buruk penuh dengan siksaan dan penderitaan.

Ayat 73

Pada ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang mukmin yang bertakwa dengan penuh penghormatan dituntun menuju surga Jannatun Na’im. Mereka mendapati pintunya telah terbuka lebar dan di sana telah menunggu para penjaga pintu itu dengan penuh hormat dan hikmat sambil mengucapkan kepada mereka “Assalamu ‘alaikum”.

Itu adalah ucapan selamat datang bagi mereka dan memohonkan doa kepada Allah semoga tetap berbahagia dengan karunia dan nikmat yang disediakan untuk mereka di dalam surga ini. Kemudian mereka dipersilahkan dengan hormat agar segera masuk ke dalam surga dan dikatakan kepada mereka, “Kamu kekal di dalamnya buat selama-lamanya.”

Para Mukminin itu datang berombongan. Rombongan pertama ialah orang-orang yang paling dekat kepada Allah dan paling tinggi derajatnya di sisi-Nya sesuai dengan iman, takwa, dan amal saleh mereka di dunia.

Rombongan yang kedua adalah orang-orang yang lebih rendah derajatnya dari rombongan yang pertama.

Demikianlah seterusnya sampai semua kaum Muslimin masuk ke dalamnya. Pintu surga terbuka bagi mereka sebagaimana disebutkan pula pada ayat lain:

هٰذَا ذِكْرٌ ۗوَاِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ لَحُسْنَ مَاٰبٍۙ ٤٩  جَنّٰتِ عَدْنٍ مُّفَتَّحَةً لَّهُمُ الْاَبْوَابُۚ  ٥٠

Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sungguh, bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) tempat kembali yang terbaik, (yaitu) surga ‘Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka. (Shad/38: 49-50).

Dalam surga itu mereka memperoleh berbagai macam kenikmatan dan kesenangan yang belum pernah terpikirkan oleh siapa pun di dunia ini. Nikmat dan karunia yang demikian itu dapat dicapai dengan berbagai macam amal dan ibadah yang dikerjakan oleh manusia selama hidupnya di dunia.


Baca Juga : Cara Jamuan Disuguhkan untuk Ahli Surga dalam Surah Al-Insan Ayat 5


Diterangkan oleh hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khatthab bahwa Rasulullah pernah bersabda:

مَا مِنْكُمْ أَحَدٌ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوُضُوْءَ ثُمَّ يَقُوْلُ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهَ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُوْلُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ.( رواه مسلم وغيره)

Siapa di antara kamu yang berwudu dengan sempurna kemudian dia mengucapkan, “Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, niscaya akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang banyaknya delapan buah dan dia dibolehkan masuk dari pintu mana saja yang ia sukai. (Riwayat Muslim dan selainnya).

Diriwayatkan pula dari Abµ Hurairah bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةِ الْبَدْرِ، وَالَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ علَىَ ضَوْءِ أَشَدَّ كَوْكَبٍ دُرِيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً. (رواه البخاري و مسلم)

Rombongan pertama yang masuk surga mukanya laksana bulan purnama (di malam keempat belas). Rombongan berikutnya mukanya cemerlang seperti bintang yang paling cemerlang di cakrawala (bintang kejora). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad bahwa Rasulullah bersabda:

فِى الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ مِنْهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانُ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُوْنَ.

Di dalam surga itu ada delapan buah pintu, salah satu pintu itu bernama ar-Rayyan. Pintu itu hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 72-73


Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 70-71

0
Tafsir Surah Az- Zumar
Tafsir Surah Az- Zumar

Setelah proses timbang menimbang selesai, Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 70-71 bericara tentang proses penempatan setiap manusia, bagi mereka yang beriman dan melakukan amal sholeh akan mendapatkan surga, sementara mereka yang ingkar akan ditempatkan dalam neraka. Balasan yang diterima manusia, disesuaikan dengan amalan yang mereka lakukan sewaktu di dunia.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 69


Ayat 70

Sesudah melalui timbangan yang menimbang dengan seadil-adilnya, barulah diberikan balasan terhadap amal masing-masing dengan sempurna, yang baik dibalas dengan berlipat-ganda dan yang jahat dengan yang setimpal. Tak ada seorang pun yang memprotes putusan dan balasan itu.

Bergembiralah orang yang beriman dan banyak mengerjakan amal saleh dan celaka serta menyesallah orang-orang kafir yang selama hidupnya di dunia selalu bersikap sombong dan takabur dan banyak melakukan perbuatan dosa dan durhaka.

Sebenarnya tidaklah perlu ada prosedur yang amat teliti dan cermat serta saksi-saksi yang tak dapat ditolak, karena semua amal perbuatan hamba Allah telah ada dalam ilmu Allah Yang Mahaluas dan Dialah yang berkuasa mutlak pada hari itu.

Dia dapat memperlakukan hamba-Nya dengan kehendak-Nya tanpa ada pembuktian atas kesalahan seseorang, tetapi Allah Yang Mahabijaksana menghendaki supaya semua putusan yang ditetapkan-Nya dapat dilihat oleh hamba-Nya pada waktu itu semuanya berdasarkan bukti-bukti yang tak dapat dibantah lagi.

Ayat 71

Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir yang mempersekutukan Allah dengan yang lain seperti berhala dan sembahan-sembahan lainnya digiring ke neraka dengan cara kasar.

Mereka digiring secara berkelompok dengan mendahulukan kelompok yang paling sesat dan durhaka kemudian diikuti oleh kelompok yang lebih rendah tingkat kedurhakaannya dan demikianlah seterusnya.

Setiap satu rombongan sampai ke neraka dibukakan pintu neraka itu dan mereka didorong dengan kuat sehingga terjerumus ke dalamnya. Hal ini jelas tergambar pada ayat berikut ini:

فَوَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَۙ  ١١  الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ خَوْضٍ يَّلْعَبُوْنَۘ  ١٢  يَوْمَ يُدَعُّوْنَ اِلٰى نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّاۗ  ١٣  هٰذِهِ النَّارُ الَّتِيْ كُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُوْنَ   ١٤

Maka celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Orang-orang yang bermain-main dalam kebatilan (perbuatan dosa), pada hari (ketika) itu mereka didorong ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya. (Dikatakan kepada mereka), “Inilah neraka yang dahulu kamu mendustakannya.” (at-Thr/52: 11-14).


Baca Juga : Kajian Semantik Kata Surga dan Neraka dalam Al-Quran


Tertutuplah pintu neraka sesudah semua masuk ke dalamnya tersebut pada ayat:

اِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُّؤْصَدَةٌۙ  ٨  فِيْ عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ ࣖ  ٩

Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. (al-Humazah/104: 8-9).

Mereka dihardik, dicela, dan dihina oleh malaikat-malaikat pemegang kunci neraka dengan mengatakan bukankah telah datang kepada mereka rasul Allah dari kalangan sendiri yang menyeru supaya patuh dan taat kepada Allah, serta tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain.

Rasul itu juga membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang membuktikan kebenaran dakwahnya dengan dalil dan keterangan yang kuat dan jelas sehingga tidak dapat dibantah lagi?

Mengapa mereka menolak seruannya dengan angkuh dan takabur? Mereka tidak dapat menjawab pertanyaan itu karena telah menghadapi kenyataan bahwa mereka akan masuk neraka.

Mereka mengaku terus terang bahwa merekalah yang bersalah karena mendustakan rasul Allah karena didorong oleh hawa nafsu, takut kehilangan pengaruh, kedudukan, dan sebagainya. Pengakuan seperti itu terdapat pada ayat berikut:

تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِۗ كُلَّمَآ اُلْقِيَ فِيْهَا فَوْجٌ سَاَلَهُمْ خَزَنَتُهَآ اَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيْرٌۙ  ٨  قَالُوْا بَلٰى قَدْ جَاۤءَنَا نَذِيْرٌ ەۙ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍۖ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ كَبِيْرٍ  ٩

Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?” Mereka menjawab, “Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, “Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya dalam kesesatan yang besar.” (al-Mulk/67: 8-9)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 72-73


Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 69

0
Tafsir Surah Az- Zumar
Tafsir Surah Az- Zumar

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 69 menceritakan situasi yang dialami manusia kelak di Padang Mahsyar, dimana setiap mereka akan mempertanggungjawabkan amalan semasa di dunia tanpa terkecuali, dan tidak ada kesaksian yang luput dihadapan Allah Swt., Hakim Yang Maha Adil lagi Bijaksana.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 68


Ayat 69

Setelah kejadian itu semua, bersinar cemerlanglah bumi Padang Mahsyar bermandikan cahaya Tuhan karena ditegakkannya keadilan Tuhan, dan ditimbanglah semua amal yang baik dan yang buruk, diletakkan di hadapan masing-masing catatan amal mereka, seperti tersebut dalam ayat:

وَكُلَّ اِنْسَانٍ اَلْزَمْنٰهُ طٰۤىِٕرَهٗ فِيْ عُنُقِهٖۗ وَنُخْرِجُ لَهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ كِتٰبًا يَّلْقٰىهُ مَنْشُوْرًا

Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. (al-Isra’/17: 13).

Dan dalam ayat:

وَوُضِعَ الْكِتٰبُ فَتَرَى الْمُجْرِمِيْنَ مُشْفِقِيْنَ مِمَّا فِيْهِ وَيَقُوْلُوْنَ يٰوَيْلَتَنَا مَالِ هٰذَا الْكِتٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيْرَةً وَّلَا كَبِيْرَةً اِلَّآ اَحْصٰىهَاۚ وَوَجَدُوْا مَا عَمِلُوْا حَاضِرًاۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ اَحَدًا

Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (al-Kahf/18: 49).

Juga dihadirkan para nabi untuk menjadi saksi atas perbuatan umatnya. Hal ini diterangkan pula pada ayat yang lain:

فَكَيْفَ اِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ اُمَّةٍۢ بِشَهِيْدٍ وَّجِئْنَا بِكَ عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ شَهِيْدًا

Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka. (an-Nisa’/4: 41).

Selain nabi-nabi sebagai saksi dihadirkan pula saksi lain yaitu malaikat yang mencatat semua amal perbuatan mereka. Hal ini tersebut dalam ayat:

وَجَاۤءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَّعَهَا سَاۤىِٕقٌ وَّشَهِيْدٌ

Setiap orang akan datang bersama (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi. (Qaf/50: 21).


Baca Juga : Benarkah Malaikat Sujud Kepada Nabi Adam? Begini Pendapat Mufassir


Selain dari kitab catatan amal dan saksi-saksi yang dipercaya itu, ada pula saksi yang terdiri dari anggota tubuh sendiri seperti kaki dan tangan. Semua anggota tubuh itu akan menceritakan nanti apa yang telah dilakukannya, seperti tersebut pada ayat:

يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (an-Nur/24: 24).

Dapatlah dibayangkan bagaimana hebatnya sidang pengadilan Tuhan di waktu itu. Sidang yang dapat memutuskan setiap perkara dan memvonis orang dengan keputusan yang seadil-adilnya sehingga tak seorang pun yang dirugikan atau teraniaya karenanya.

Sidang tertinggi yang cukup lengkap dengan saksi terpercaya yang tidak dapat dibantah kebenarannya karena setiap saksi saling menguatkan keterangan saksi lainnya.

Di saat itulah diputuskan dan ditetapkan nasib setiap orang berdasarkan kebenaran dan sekali-kali tidak mungkin putusan itu bertentangan dengan keadilan dan dapat merugikan atau menjadikan seseorang teraniaya. Hal ini terdapat dalam ayat:

وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيٰمَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔاۗ وَاِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ اَتَيْنَا بِهَاۗ وَكَفٰى بِنَا حَاسِبِيْنَ

Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit; sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan. (al-Anbiya’/21: 47)

 

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 70-71


Sepak Terjang Orientalis dalam Penerjemahan Al-Qur’an dan Respons Umat Islam

0
Sepak Terjang Orientalis dalam Penerjemahan Al-Qur’an dan Respons Umat Islam
Sepak Terjang Orientalis dalam Penerjemahan Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai kitab suci yang disakralkan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan segenap umat Islam mengandung berbagai nilai hukum dan ilmu pengetahuan. Inilah yang menjadi pendorong bagi jutaan umat manusia untuk mengkaji dan mendalami substansinya. Dari berbagai bentuk upaya yang dilakukan, salah satunya adalah dengan menerjemahkannya.

Penerjemahan Al-Qur’an menjadi suatu usaha untuk mendukung masyarakat dunia dalam menelaah serta memahami pesan-pesan yang tersimpan di dalamnya yang mulanya berbahasa Arab. Namun pada pelaksanaannya, penerjemahan ini tidak berjalan mulus begitu saja. Terjadi perdebatan yang cukup pelik di internal umat Islam sendiri, kaitannya tentang kebolehan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain.

Perdebatan inilah yang kemudian dijadikan celah bagi kalangan orientalis Eropa untuk mengambil langkah penerjemahan Al-Qur’an. Lantas, akankah upaya ini mampu memperkaya khazanah Al-Qur’an atau justru malah menjadi bumerang bagi eksistensi umat Islam?

Baca juga: Perkembangan Penerjemahan Al-Quran di Indonesia dari Masa ke Masa

Penerjemahan Al-Qur’an di Barat

Tradisi penerjemahan Al-Qur’an terbagi dalam beberapa periode pada kisaran abad ke-17 hingga 21. Pada abad ke-17, terjemahan Al-Qur’an dicetuskan pertama kali oleh Alexander Ross. Terjemahan ini diterbitkan pada tahun 1649 dalam bahasa Inggris dengan judul The Alcoran of Mahomet. Sebenarnya, karya ini tidak lebih hanya sebatas jiplakan dari terjemahan Andre du Ryer dengan bahasa Perancis berjudul L’Alcoran de Mahomet yang telah lebih dulu diluncurkan pada tahun 1647.

Pada periode berikutnya, di kisaran abad ke-18, George Sale juga mulai melangsungkan penerjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Inggris dengan judul The Al-Koran of Mohammed. Terjemahan yang dilakukan secara langsung dari bahasa Arab ini terbit di London pada tahun 1731. Disusul pada abad ke-19 dengan lahirnya para penerjemah baru. Di antara mereka adalah Rodwell yang tampak memiliki ambisi kuat untuk melecehkan Al-Qur’an dan juga Nabi Muhammad.

Tak hanya itu, muncul pula Edward Henry Palmer, seorang pengajar bahasa Arab di Saint John College Cambridge. Tokoh berkebangsaan Inggris inilah yang menerbitkan terjemahan berjudul The Qur’an di London. Berbagai kalangan orientalis lain yang juga berupaya menerjemahkan Al-Qur’an dalam beragam bahasa antara lain yaitu, Andrew Arrevabene (Italia), Johannes Andreas (Spanyol), Scheigger (Jerman), J. H. Glazemaker (Belanda), Savary (Perancis), L. Uhlmann (Inggris), dan lain sebagainya (Aceh, 1986, hal. 41-42).

Adapun pada abad ke-20, hadir beberapa penerjemah lain seperti Richard Bell, Arthur J. Arberry, dan Nessim Joseph Dawood. Periode ini juga diiringi dengan mulai meningkatnya minat dalam kajian Islam yang ditandai berdirinya program Islamic Studies, Sejarah, Bahasa, Peradaban, serta Kebudayaan Timur Tengah di banyak perguruan tinggi Barat maupun Eropa. Di samping itu, muncul pula berbagai ilmuwan Islam yang turut mewarnai penerjemahan Al-Qur’an Setidaknya terdapat 73 karya terjemahan berbahasa Inggris yang terbit di abad ini.

Sedangkan pada abad ke-21, kajian lebih cenderung terfokus pada pengembangan model analisa terjemahan. Sehingga, pada periode ini hanya terdapat kisaran 45 karya yang diterbitkan dalam bahasa Inggris (Haleem, 2004, hal. 26-29).

Selain itu, penerjemahan selanjutnya juga diluncurkan dalam berbagai bahasa Eropa lainnya, meliputi bahasa Rusia, Polandia, Swedia, Yunani, Portugis, Kroasia, Bulgaria, Rumania, Ceko, Denmark, dan sebagainya (Amal, 2005, hal. 427-429).

Di samping penerjemahan secara tertib mushafi, para orientalis juga menerjemahkan Al-Qur’an sesuai runtutan turunnya wahyu. Sebagaimana yang dijalankan oleh J. M. Rodwell Hubert Grimme dan Richard Bell (McAuliffe, 2006, hal. 344-354).

Berbagai usaha dan bentuk penerjemahan Al-Qur’an tersebut sudah barang tentu mempunyai misi ataupun relevansi tertentu yang melatarbelakangi serta menjadi tujuan diadakannya kegiatan ini. Bagi para orientalis, pastinya Al-Qur’an berperan sebagai gerbang untuk mendalami ideologi umat Islam. Pijakan inilah kiranya yang menjadi pondasi dan antusiasme mereka dalam penerjemahan Al-Qur’an ke berbagai macam bahasa.

Faktor lainnya agaknya juga didasari oleh keinginan orientalis untuk merobohkan agama Islam (Syamsuddin, 2008, hal. 7). Parahnya, berbagai terjemahan sering kali diliputi oleh sangkalan dan antipati terhadap Al-Qur’an.

Mayoritas dari mereka menerjemahkan Al-Qur’an untuk kepentingan pribadi masing-masing. Kegiatan ini justru dijadikan ajang untuk menghujat dan mengecam kandungannya, sekaligus membuktikan kepada masyarakat luas bahwa kata maupun kalimat dalam Al-Qur’an cenderung susah dipahami.

Baca juga: Al-Quran dan Orientalis: Penerjemahan Al-Quran dalam Bahasa Latin

Respons umat Islam atas terjemahan orientalis

Adapun penerjemahan Al-Qur’an di kalangan umat Islam, ia dilandasi oleh keimanan dan kepercayaan akan kemukjizatannya, serta melanggengkannya sebagai pedoman kehidupan. Lain halnya dengan para orientalis yang sama sekali tidak mempertimbangkan tingkat kesakralan dan keautentikannya. Sehingga, hasil yang diperoleh hanya sebatas kerja akademik, bahkan kadangkala berisi kritikan, sanggahan, bahkan cemoohan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an (Makrifat, 2007, hal. 302).

Pada awalnya, kalangan orientalis memang menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin. Namun lambat laun, berbagai terjemahan setelahnya tidak menggunakan Al-Qur’an secara langsung, tetapi malah mengukuhkan terjemahan Latin sebagai acuan utama. Sehingga yang terjadi adalah bukan penerjemahan Al-Qur’an, melainkan penerjemahan dari terjemahan versi Latin tersebut. Naasnya, terjemahan ini kemudian diklaim sebagai terjemahan Al-Qur’an secara resmi.

Kenyataan ini tentu cukup berbahaya bagi eksistensi risalah Al-Qur’an, lantaran mampu menjerumuskan umat, terlebih yang belum memahami Islam secara lebih mendalam. Oleh sebab itu, muncul berbagai respons dari para cendekiawan dan ulama muslim untuk menerjemahkan Al-Qur’an. Dengan ini, harapannya, pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat tersalurkan secara detail dan menyeluruh (Al-Makin, 2015, hal. 72-73).

Walaupun tidak bisa ditepis bahwa terdapat berbagai kalangan orientalis yang memandang remeh agama Islam, akan tetapi cukup banyak pula dari mereka yang berkonsentrasi pada kajian Al-Qur’an maupun kajian keislaman lainnya dan tidak lagi terbatas hanya terhadap penerjemahan Al-Qur’an.

Pergeseran pandangan ini menjadikan sebagian orientalis mampu bersikap lebih moderat, bahkan bersahabat dalam menjalankan kajian keislaman yang lebih ilmiah. Banyak pula dari mereka justru berupaya mengklarifikasi dan membela Islam dari gempuran yang dilakukan para orientalis sebelumnya. Sebutan orientalis juga mulai luntur seiring dengan lahirnya istilah baru, yaitu islamisis ataupun islamolog (Baihaki, 2017, hal. 21-36).

Berubahnya paradigma kalangan orientalis, khususnya dalam penerjemahan Al-Qur’an pada abad 20 dan 21 ini tentu tidak terlepas dari semakin maraknya kajian Islam yang turut didominasi oleh mereka. Di samping itu, munculnya berbagai lembaga maupun universitas Islam yang mendalami kajian orientalis, termasuk pemikiran mereka telah mampu memberikan kontribusi positif bagi bertambahnya wawasan para cendekiawan muslim untuk menangkalnya seiring berjalannya waktu.

Baca juga: Robert of Ketton dan Dinamika Penerjemahan Al-Quran, Menjawab Kesimpulan Keliru Soal Kontribusi Orientalis dalam Studi Al-Quran

Jika awalnya umat Islam memang belum banyak berkutat dalam penerjemahan Al-Qur’an, sehingga seakan-akan menerima begitu saja hasil terjemahan para orientalis. Kini, dengan berbagai upaya mereka bergerak untuk turun langsung dalam upaya penerjemahan ini, baik secara mandiri, berkelompok, maupun melibatkan kalangan pemerintahan.

Alhasil, berbagai lapisan masyarakat, utamanya umat Islam bisa menyeleksi antara terjemahan yang keliru dan terjemahan yang dapat dipertanggungjawabkan yang mengantarkan pada pesan moral Al-Qur’an. Wallahu A’lam.

Baca juga: Mengenal Proyek Pemerintah Indonesia atas Terjemahan Al-Qur’an Berbahasa Lokal

Keluarga Imran Sebagai Potret Keluarga Ideal dalam Al-Qur’an

0
Keluarga Imran Sebagai Potret Keluarga Ideal dalam Al-Qur’an
Keluarga Imran

Memiliki keluarga yang rukun, tentram, dan damai merupakan dambaan semua orang. Terlebih ketika seluruh anggota keluarga adalah orang-orang yang taat beribadah kepada Allah Swt. yang menjadikan mereka mulia di sisi-Nya. Namun hal ini bukan perkara mudah, melainkan perlu perjuangan, kesabaran, dan kegigihan dalam mendidik setiap anggota keluarga.

Dewasa ini, segelintir orang menjadikan standar kebahagiaan dalam keluarga hanya pada kesenangan duniawi dan kemegahan materi. Tujuan ukhrawi pun kadang dikesampingkan untuk mencapai kenikmatan duniawi yang diagung-agungkan.

Hal lain misalnya terkait keturunan. Ketika suatu keluarga tidak dikaruniai anak, terkadang suami dan istri saling menyalahkan, menuduh mandul, dan sebagainya, sehingga membuat keretakan dalam rumah tangga. Padahal perselisihan tersebut hanyalah wujud egoisme masing-masing pihak.

Sejatinya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah dapat dibentuk ketika seluruh anggota keluarga memusatkan perhatiannya kepada Allah Swt. Maksudnya adalah ketika orang-orang yang ada di rumah menjadikan aspek ukhrawi sebagai standar hidup, maka segala keadaan akan diterima dengan lapang dada tanpa harus menghalalkan segala cara untuk memenuhi nafsu dunia.

Baca juga: Kisah Keluarga ‘Imran: Belajar Dari Keluarga Yang Dipilih Allah

Kisah Keluarga ‘Imran dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sesungguhnya telah menampilkan potret keluarga harmonis, yakni keluarga ‘Imran yang dinilai sebagai keluarga pilihan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam QS. Ali ‘Imran [3]: 33-34 sebagai berikut.

۞إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰٓ ءَادَمَ وَنُوحٗا وَءَالَ إِبۡرَٰهِيمَ وَءَالَ عِمۡرَٰنَ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ ذُرِّيَّةَۢ بَعۡضُهَا مِنۢ بَعۡضٖۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Terjemah: “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing) (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (turunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali-‘Imran [3]: 33-34).

Ibnu Katsir dalam Lubab al-Tafsir menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Allah Swt. telah memilih beberapa keluarga atas keluarga lainnya di belahan bumi ini. Dia memilih keluarga Adam yang telah diciptakan-Nya dan ditiupkan ruh kepadanya. Kemudian Allah memilih Nuh dan menjadikannya rasul dan menimpakan azab kepada umatnya yang tidak beriman.

Allah juga memilih keluarga Ibrahim yang di antara keluarganya adalah Rasulullah sebagai manusia paling mulia. Selanjutnya Allah juga memilih keluarga ‘Imran, yakni ayah dari Siti Maryam yang merupakan kakek dari Nabi Isa a.s. Begitu mulianya keluarga ‘Imran ini sehingga Allah sebutkan dan jadikan salah satu nama surah dalam al-Qur’an.

Dikisahkan bahwa keluarga ‘Imran pada mulanya tidak dikaruniai anak hingga mereka berusia lanjut. ‘Imran dan istrinya sangat bersedih dan memohon kepada Allah untuk diberikan keturunan. Tidak disangka-sangka, Allah pun mengabulkan permohonan mereka. Istri ‘Imran mengandung, meski usianya telah lanjut.

Istri ‘Imran kemudian bernazar kelak jika anak mereka lahir akan diabdikan untuk Allah Swt. di Baitul Maqdis atau sekarang kita kenal dengan Masjidil Aqsa. Hal ini diabadikan dalam QS. Ali ‘Imran [3]: 35 sebagai berikut.

إِذۡ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ عِمۡرَٰنَ رَبِّ إِنِّي نَذَرۡتُ لَكَ مَا فِي بَطۡنِي مُحَرَّرٗا فَتَقَبَّلۡ مِنِّيٓۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

Terjemah: “(Ingatlah), ketika istri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Ali ‘Imran [3]: 35).

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa istri ‘Imran bernama Hannah binti Faqudz. Ia merupakan wanita yang belum pernah hamil. Suatu hari ia melihat seekor burung memberi makan anak-anaknya, maka ia pun ingin mendapatkan anak. Lalu ia berdoa kepada Allah agar memberinya seorang anak.

Allah pun mengabulkan doanya. Setelah benar-benar hamil ia bernadzar kepada Allah agar anaknya kelak menjadi anak yang ikhlas dalam beribadah. Ia kemudian berjanji untuk mengabdikan anaknya kepada Allah dengan terus berkhidmat kepada-Nya di Baitul Maqdis.

Imam al-Qurthubi juga menjelaskan bahwa Allah memilih keluarga ‘Imran ketika istrinya berkata tentang nadzarnya kepada Allah untuk mengabdikan anaknya kelak di Baitul Maqdis. Nadzar dimaknai sebagai suatu kewajiban atas seorang hamba yang diwajibkan oleh dirinya sendiri untuk dilakukan. Maka ketika anak ‘Imran lahir, yaitu Siti Maryam, nadzar itu kemudian ditunaikan.

Wahbah Al-Zuhaili menambahkan, tatkala bayi yang dilahirkan adalah perempuan, istri ‘lmran merasa bersedih dan berkata, “Sesungguhnya saya melahirkan anak perempuan.” Kesedihan ini dikarenakan anak yang dinadzarkan untuk berkhidmah di Baitul Maqdis seharusnya adalah anak laki-laki, karena anak perempuan mengalami datang bulan dan melahirkan. Oleh karena itu, tidak cocok untuk melakukan tugas tersebut.

Namun, Allah Swt. Maha Tahu apa yang ia berikan kepada keluarga ‘Imran. Hal ini mengandung sebuah bentuk pengagungan dan penghormatan terhadap kedudukan dan peran wanita. Anak laki-laki yang mereka harapkan tidak sama dengan anak perempuan dalam hal durasi dan kesempatan beribadah dan berkhidmah di Masjid al-Aqsha. Akan tetapi, anak perempuan yang istri ‘Imran lahirkan ternyata lebih baik dari pada anak laki-laki yang sebelumnya ia harapkan.

Baca juga: Kisah Keluarga ‘Imran (Bag. 2): Nabi Zakariya dan Pengasuhan atas Maryam

Ibrah Ayat

Melalui ayat di atas, terdapat beberapa pelajaran yang dapat diambil, yaitu:

Pertama, keluarga ‘Imran sebagai potret keluarga harmonis ditunjukkan oleh Allah melalui ketaatan keduanya kepada-Nya. Artinya, ‘Imran dan istrinya memiliki visi yang sama. Hal ini terbukti ketika mereka tidak dikarunia ketururunan oleh Allah, mereka selalu memohon dan tidak pernah letih untuk bermunajat kepada Allah Swt. Gambaran dalam keluarga ideal yang tidak saling menyalahkan satu sama lain perihal terhambatnya keturunan tetapi senantiasanya menyerahkannya kepada Allah.

Kedua, istri ‘Imran yang telah mengandung selalu mengharapkan kebaikan untuk anaknya dan bahkan bernadzar kepada Allah untuk menjadikan anaknya kelak sebagai abdillah yang sangat taat. Hal ini memberi pelajaran bahwa ketika sedang hamil, seorang ibu semestinya lebih dekat dengan pencipta-Nya dan mengharapkan anaknya kelak untuk menjadi anak yang berada pada jalan Allah.

Ketiga, ketika suami dan istri senantiasa sabar dalam menghadapi kemelut ujian kehidupan, maka akan dihadiahkan sesuatu yang besar oleh Allah Swt. Buktinya, ‘Imran dan istrinya dianugerahi Allah Siti Maryam dan seorang cucu Nabi Isa a.s. hingga menjadikan keluarganya sebagai keluarga spesial dalam al-Qur’an.

Simpulan

Potret keluarga yang didambakan adalah keluarga yang bisa saling memahami kekurangan dan mengorientasikan hidupnya kepada Allah Swt. Begitu pula dalam mencita-citakan anak yang semestinya bukan untuk tujuan duniawi belaka melainkan juga untuk tujuan ukhrawi. Semua itu dapat tercapai ketika masing-masing dapat bersabar dan tidak saling menuntut. Pada akhirnya, suami dan istri semestinya dapat bersinergi untuk membangun keluarga ideal yang meghadirkan sakidah, mawaddah, warahmah. Wallahu a’lam.

Baca juga: Childfree dan Tujuan Pernikahan dalam Tafsir Surah Ar-Rum Ayat 21

Pemikiran Asghar Ali Engineer Tentang Makna Jihad Dalam Al-Quran

0
Pemikiran Tafsir Asghar Ali Engineer Tentang Makna Jihad Dalam Al-Quran
Pemikiran Tafsir Asghar Ali Engineer

Asghar Ali Engineer merupakan aktivis sekaligus pemikir yang terkenal dengan kontribusinya pada studi Islam dan gerakan progresif. Salah satu karya besar yang ia hadirkan adalah pemikirannya tentang Islam dan Teologi Pembebasan. Ia meninggalkan begitu banyak buah pemikiran yang membahas pelbagai topik: sejarah Islam, teologi pembebasan, studi konflik etnis dan komunal, analisa gender, dan lain sebagainya.

Melihat begitu besarnya kontribusi Engineer bagi dunia Islam dan gerakan Islam progresif pada umumnya, maka saya tertarik untuk memperbincangkan kembali buah pemikirannya yang brilian ini. Namun dikarenakan banyaknya jumlah dan luasnya cakupan pemikiran Engineer, adalah mustahil untuk membahasnya secara mendetail di sini. Oleh karena itu, saya akan fokus pada tema bagaimana penafsiran Asghar Ali Engineer terhadap makna jihad.

Jihad Menurut Asghar Ali Engineer

Dalam pandangan Asghar Ali Engineer, jihad haruslah dimaknai sebagai suatu gerakan perjuangan untuk menghapus segala bentuk eksploitasi, diskriminasi, korupsi, dan kezaliman dalam pelbagai bentuknya. Pun, perjuangan ini senantiasa digalakkan hingga pengaruh destruktif hilang secara permanen di muka bumi.

Pemaknaan Engineer semacam ini berlandaskan kepada semangat pembebasan dalam Al-Quran. Di mana Al-Quran diturunkan dengan tujuan untuk membebaskan umat manusia dari pelbagai belenggu yang mengitarinya, baik persoalan ekonomi maupun sosial. Bahkan, pada praktiknya jihad tidak bisa dipisahkan dari keimanan seseorang. Semakin tinggi keimanan seseorang, maka semakin tinggi pula kepeduliannya terhadap masyarakat yang tertindas.

Oleh karena itu, menurut Asghar Ali Engineer, struktur sosial yang sangat menindas dan mengeksploitasi terhadap manusia harus diubah melalui jihad atau perjuangan yang kerap menagih pengorbanan. Sehingga, tatanan kehidupan yang adil dan sejahtera bisa tercapai.

Baca juga: Tinjauan Tafsir terhadap Jihad, Perang dan Teror dalam Al-Quran

Penafsiran Asghar Ali Engineer Terhadap Ayat-Ayat Jihad

Contoh penafsiran Engineer terhadap jihad dalam QS. Al-Baqarah (2): 190:

وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ١٩٠

​Artinya, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Baqarah (2): 190).

Menurut Engineer, ayat di atas menunjukkan dua hal yang sangat penting. Pertama, berperang diperbolehkan bagi kaum Muslimin ketika mereka diperangi terlebih dahulu. Kedua, ketika kaum Muslimin berperang, sangat dilarang untuk berbuat melampaui batas.

Penafsiran Engineer ini senada dengan apa yang dinyatakan Ibn Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir. Bahwa peperangan dalam Islam adalah upaya defensif dari serangan musuh. Umat Islam tidak diperkenankan memulai peperangan. Jika keadaan sudah mengaharuskan berperang, mereka juga dilarang berlebih-lebihan. Antara lain dilarang memerangi orang-orang tua, perempuan, dan anak-anak yang bukan bagian dari tentara musuh.

Menurut Engineer, pedang bukanlah satu-satunya senjata dalam berjihad. Namun, senjata yang sebenarnya adalah keyakinan diri dan usaha tanpa henti dalam menebarkan cinta-kasih dan kedamaian serta keadilan dalam menjalani kehidupan. Sebab, Al-Quran menganjurkan untuk senantiasa menyampaikan segala sesuatu dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Karena itu, hal ini lebih baik daripada menggunakan kekerasan.

Selain itu, Engineer juga merujuk pada QS. Al-Anfal (8): 39, yaitu:

وَقَاتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ كُلُّهٗ لِلّٰهِۚ فَاِنِ انْتَهَوْا فَاِنَّ اللّٰهَ بِمَا يَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Artinya, “Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan supaya agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfal (8): 39).

Menurut Asghar Ali Engineer, ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah menginginkan seseorang yang beriman untuk selalu berjuang secara penuh, sehingga segala bentuk penindasan yang bermuara pada penyengsaraan masyarakat di muka bumi berhenti. Dan, umat Islam tidak sekadar menjadi “penonton” melainkan juga menjadi aktor dalam mewujudkan perubahan dengan cara bekerja secara aktif atau berjihad.

Dengan demikian, jelaslah bahwa penafsiran Asghar Ali Engineer terhadap jihad berbeda dengan yang dipahami oleh para kelompok radikal-ekstremis yang terbatas hanya dalam bentuk kekerasan. Penafsiran Engineer cenderung lebih transformatif dan lebih kontekstual bagi kehidupan umat manusia modern.

Baca juga: Bom Bunuh Diri Bukan Jihad! Inilah Makna Jihad Dalam Al-Qur’an

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 67

0
Tafsir Surah Az- Zumar
Tafsir Surah Az- Zumar

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 67 berbicara tentang perilaku orang musyrik Mekkah yang mengganggap bahwa berhala yang mereka sembah adalah tuhan yang mampu menentukan takdir mereka. Perilaku demikian dikecam oleh Allah, mereka menghinakan dirinya sendiri dengan menyembah sesuatu yang sama sekali tidak bisa memberi manfaat untuk mereka. Jelaslah bahwa apa yang mereka lakukan sudah terlampau sesat.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 64-66


Ayat 67

Pada ayat ini, Allah mencela perbuatan kaum musyrikin Mekah karena menyembah berhala dan patung, mengingkari kebesaran dan kekuasaan-Nya.

Allah juga mengingatkan betapa besar nikmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. Seakan-akan yang berkuasa dan memberi karunia itu adalah patung-patung yang tidak berdaya yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.

Alangkah rendahnya jalan pikiran mereka dengan mengagungkan suatu yang hina dan tak berdaya. Allah selanjutnya menegaskan bahwa bumi ini seluruhnya berada dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat, demikian pula langit tergulung di tangan kanan-Nya.

Jika langit dan bumi semuanya berada dalam genggaman-Nya, maka siapakah lagi yang lebih besar, lebih agung, lebih berkuasa dari Allah? Apakah mereka mengagungkan patung-patung itu sedang patung-patung itu adalah sebagian kecil saja dari langit dan bumi?

Mengenai ayat ini, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud sebuah hadis:

جَاءَ حَبْرٌ مِنَ الْأَحْبَارِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّا نَجِدُ أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَجْعَلُ السَّمٰوَاتِِ عَلَى أُصْبُعٍ وَاْلأَرَضِيْنَ عَلَى أُصْبُعٍ وَالشَّجَرَ عَلَى أُصْبُعٍ وَالْمَاءَ وَالثَّرَى عَلَى أُصْبُعٍ وَسَائِرَ الْخَلْقِ عَلَى أُصْبُعٍ يَقُوْلُ أَنَا الْمَلِكُ. فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ تَصْدِيْقًا لِقَوْلِ الْحَبْرِ ثُمَّ قَرَأَ هٰذِهِ الْاٰيَةَ: وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ.

Telah datang salah seorang pendeta kepada Rasulullah saw dan berkata kepadanya, “Hai Muhammad, sesungguhnya aku menemui (dalam kitab kami) bahwa Allah Yang Mahaperkasa meletakkan langit di salah satu jarinya, bumi di jari yang lain, pohon-pohon di jari yang lain, air dan tanah di jari yang lain, dan makhluk-makhluk lainnya di jari yang lain pula, lalu Dia berkata, “Akulah raja.” Rasulullah saw tertawa mendengar kata-kata pendeta itu sehingga kelihatan gerahamnya tanda setuju. Kemudian Nabi saw membaca ayat 67 ini.

Tentang penggambaran langit dan bumi dalam genggaman-Nya, mungkin dapat dipahami dengan makna bahwa alam ini dalam kekuasaan-Nya.


Baca Juga : Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 28-30: Kecaman terhadap Kaum Musyrikin Mekah


Bagaimana hakikat yang sebenarnya dari keadaan bumi yang berada dalam genggaman Allah, kita tidak tahu. Hal itu termasuk masalah-masalah yang gaib, yang harus diterima sebagaimana yang diterangkan Allah.

Yang mesti diyakini sepenuhnya adalah Allah tidak dapat diserupakan dengan suatu apa pun. Firman Allah:

لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (asy-Syura/42: 11).

Kemudian Allah menutup ayat ini dengan menyatakan bahwa mempersekutukan Allah dengan makhluk lainnya apalagi dengan sesuatu yang remeh tak berdaya seperti patung-patung itu adalah perbuatan sesat dan menyesatkan.

Maha Suci Allah dari segala paham itu dan tidak layak bagi kekuasaan dan keagungan-Nya untuk dipersekutukan dengan yang lain.

 

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 68


Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 64-66

0
Tafsir Surah Az- Zumar
Tafsir Surah Az- Zumar

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 64-66 berbicara tentang penegasan Allah kepada orang-orang musyrik bahwa Nabi Muhammad tidaklah mungkin menyekutukan Allah sebagaimana yang mereka lakukan. Adapun konsekuensi berat bagi orang yang menyekutukan Allah sudah diperingatkan melalui wahyu dan lisan Nabi Muhammad Saw.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 62-63


Ayat 64

Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang Quraisy telah menawarkan kepada Nabi Muhammad bahwa mereka akan menyerahkan kepadanya harta yang banyak, sehingga ia menjadi orang yang paling kaya di Mekah dan akan mengawinkannya dengan wanita mana saja yang disenanginya tetapi dia harus berhenti mencela berhala-berhala mereka.

Tawaran itu dijawab oleh Rasulullah saw, “Tunggulah sampai datang perintah dari Tuhanku”. Maka turunlah Surah al-Kafirun/109 dan ayat 64 dari Surah az-Zumar ini.

Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad supaya mengatakan kepada kaum musyrikin Mekah yang mengajaknya untuk menyembah berhala, bahwa ajakan itu adalah ajakan yang sangat menyesatkan. Nabi saw berkata;

 “Mungkinkah aku menyembah selain Allah hai orang-orang yang jahil? Aku telah menyaksikan bukti-bukti keesaan-Nya dan Dia telah memberi petunjuk kepadaku. Aku telah yakin dengan sepenuh hati dan jiwaku bahwa Dialah Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa. Apakah kebulatan tekadku ini dapat ditawar dengan alasan-alasan yang tidak masuk akal?”

Menurut Ibnu ‘Abbas tawaran itu bukan sampai di situ saja, bahkan mereka mengajak Muhammad menyembah berhala. Dengan demikian mereka mau menyembah Tuhan di samping menyembah berhala itu.

Ayat 65-66

Pada ayat ini, Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad saw bahwa Dia telah mewahyukan kepadanya dan nabi-nabi sebelumnya, bahwa sesungguhnya apabila dia mempersekutukan Allah, maka terhapuslah segala amal baiknya yang telah lalu.

Inilah suatu peringatan keras dari Allah kepada manusia agar jangan sekali-kali mempersekutukan Allah dengan yang lain, karena perbuatan itu adalah syirik dan dosa syirik itu adalah dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah.

Bila seseorang mati dalam keadaan syirik akan terhapuslah pahala semua amal baiknya dan dia akan dijerumuskan ke dalam neraka Jahanam sebagaimana tersebut dalam ayat ini:

وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah/2: 217).


Baca Juga : Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 50-51: Tidak Ada Peluang untuk Menyekutukan Allah


Kepada Nabi Muhammad sendiri, Allah memberi peringatan sedangkan dia adalah rasul yang diutus-Nya. Rasul kesayangan-Nya yang tidak mungkin akan mempersekutukan-Nya. Kendati demikian, Allah memberi peringatan juga kepadanya agar jangan sekali-kali terlintas dalam pikirannya untuk menganut agama syirik.

Apalagi kepada manusia lainnya tentu peringatan ini harus mendapat perhatian yang serius. Sungguh tidaklah pantas seseorang yang mengetahui betapa besar nikmat Allah terhadapnya, terhadap manusia seluruhnya, akan mengingkari nikmat itu dan melanggar perintah pemberi nikmat itu dengan mempersekutukan-Nya, dengan memohonkan pertolongan kepada berhala, kuburan, pohon, dan sebagainya.

Allah lalu mempertegas perintah-Nya dengan mengeluarkan suatu perintah lagi yaitu hanya Allah sajalah yang harus disembah, hanya kepada-Nya manusia harus mempersembahkan semua amal ibadahnya, dan kepada Allah juga manusia memanjatkan doa dan mengucapkan syukur karena Dialah pemberi nikmat yang sebenarnya, sebagaimana yang dibaca setiap Muslim dalam salat:

اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

…Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. (al-An’am/6: 162)

 

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 67-68


Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 62-63

0
Tafsir Surah Az- Zumar
Tafsir Surah Az- Zumar

Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 62-63 berbicara tentang penegasan Allah Swt. bahwa Dialah yang menguasai alam semesta beserta isinya. Hal ihwal yang terjadi di bumi berada dalam pengawasan Allah, maka mustahil ada yang mampu menyaingi,  dan mampu melakukan hal tersebut.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 59-61


Ayat 62-63

Pada ayat-ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu yang ada, baik di langit maupun di bumi. Dialah Pencipta alam seluruhnya, tak ada sesuatu pun yang dapat menciptakan selain Dia. Ini adalah suatu hakikat kebenaran yang tidak seorang pun dapat mengingkarinya.

Tidak ada seorang pun dapat menyatakan bahwa dirinya pencipta alam, karena tak akan diterima akal bahwa seseorang mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk menciptakan jagad raya ini, dan tidak dapat pula diterima akal bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada penciptanya.

Oleh sebab itu, pastilah alam ini diciptakan oleh Zat Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui segala sesuatu, itulah Dia Allah.

Allah-lah yang mengurus segala yang ada, ilmu-Nya sangat luas, mencakup semua makhluk-Nya. Dialah yang mengendalikan alam sejak dari yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya. Dia mengendalikan semua itu sesuai dengan ilmu, hikmah dan kebijaksanaan-Nya.

Tak ada suatu makhluk pun yang ikut campur tangan dalam penciptaan dan pengendalian itu. Inilah yang dapat diterima oleh akal yang sehat dan dapat diterima oleh hati nurani manusia.

Meskipun demikian, masih banyak orang yang mengingkari hakikat ini dan mengatakan bahwa dialah yang berkuasa, dan dialah Tuhan, seperti yang dinyatakan oleh Fir’aun atau mengemukakan berbagai macam teori mengenai alam ini untuk menetapkan bahwa alam jagad raya ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya.

Orang yang seperti ini adalah orang-orang kafir yang selalu mengingkari bukti-bukti kekuasaan Allah baik di langit maupun di bumi dan tidak mau mempergunakan akal pikirannya yang sehat yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Mereka inilah yang dikatakan Allah sebagai orang-orang yang paling merugi baik di dunia apalagi di akhirat nanti.

Sebagian mufasir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “Maqalid as-samawati wa al-ardh” (kendali langit dan bumi di sini ialah perbendaharaannya).


Baca Juga : Tafsir An-Nahl Ayat 12: Tanda Kekuasaan Allah dalam Pergerakan Matahari


Jadi, kunci-kunci semua perbendaharaan yang tersimpan di langit dan di bumi berada di tangan-Nya. Dialah yang memelihara dan menjaganya. Dialah penguasanya yang berhak membagi-bagikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Rasulullah bersabda:

عَنْ عُثْمَانَ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَوْلِ اللهِ: لَهُ مَقَالِيْدُ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ، فَقَالَ لِيْ: يَا عُثْمَانُ لَقَدْ سَأَلْتَنِيْ عَنْ مَسْأَلَةٍ لَمْ يَسْأَلْنِيْ عَنْهَا أَحَدٌ قَبْلَكَ مَقَالِيْدُ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ: لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِيْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ هُوَ اْلأَوَّلُ وَاْلآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ. (رواه أبو يعلى وابن أبي حاتم وابن مردويه)

Diriwayatkan oleh Usman r.a. bahwa ketika ia menanyakan kepada Rasulullah tentang firman Allah “Hanya bagi Allah, maqalid langit dan bumi,” beliau menjawab, “Hai Usman, engkau menanyakan kepadaku sesuatu yang belum pernah ditanyakan seseorang pun kepadaku sebelumnya. Maqalid as- samawati wa al-ardh” ialah ucapan: Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, aku memohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Awal Yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin, menghidupkan, mematikan, sedang Dia tetap hidup dan tidak mati, di tangan-Nyalah segala kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Riwayat Abu Ya’la, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih)

Barang siapa yang membawa ucapan ini dia akan mendapat kebaikan yang ada di langit dan di bumi.

 

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Az- Zumar Ayat 64-66