Beranda blog Halaman 224

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 63

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 63 berbicara mengenai enam sifat yang dimilki seorang muslim. Salah satunya adalah menampakkan kesederhanaan dan rendah hati.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 61-62


Ayat 63

Sifat-sifat hamba Allah Yang Maha Pengasih dijelaskan mulai ayat 63 ini dan ayat-ayat berikutnya. Sifat-sifat itu semua dapat disimpulkan menjadi 9 sifat yang bila dimiliki oleh seorang muslim, dia akan mendapat keridaan Allah di dunia dan di akhirat, serta akan ditempatkan di posisi yang tinggi dan mulia yaitu di surga Na’im. Sifat-sifat tersebut ialah:

Pertama: Apabila mereka berjalan, terlihat sikap dan sifat kesederhanaan, mereka jauh dari sifat kesombongan, langkahnya mantap, teratur, dan tidak dibuat-buat dengan maksud menarik perhatian orang atau untuk menunjukkan siapa dia. Itulah sifat dan sikap seorang mukmin bila ia berjalan. Allah berfirman:

وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong. (al-Isra’/17: 37)

Kedua: Apabila ada orang yang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas atau tidak senonoh terhadap mereka, mereka tidak membalas dengan kata-kata yang serupa. Akan tetapi, mereka menjawab dengan ucapan yang baik, dan mengandung nasihat dan harapan semoga mereka diberi petunjuk oleh Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih, dan Penyayang.

Demikian pula dengan sikap Rasulullah bila ia diserang dan dihina dengan kata-kata yang kasar, beliau tetap berlapang dada dan tetap menyantuni orang-orang yang tidak berakhlak itu.

Al-Hasan al-Basri menjelaskan bahwa orang-orang mukmin senantiasa berlapang hati, dan tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar. Bila kepada mereka diucapkan kata-kata yang kurang sopan, mereka tidak emosi dan tidak membalas dengan kata-kata yang tidak sopan pula.


Baca juga: Surah Al A’raf Ayat 199: Cara Menghadapi Orang yang Suka Merendahkan Kita


Mungkin ada orang yang menganggap bahwa sifat dan sikap seperti itu menunjukkan kelemahan dan tidak tahu harga diri, karena wajar bila ada orang yang bertindak kurang sopan dibalas dengan tindakan kurang sopan pula.

Akan tetapi, bila direnungkan secara mendalam, pasti hal itu akan membawa pertengkaran dan perselisihan yang berkepanjangan.

Setiap mukmin harus mencegah perselisihan dan permusuhan yang berlarut-larut. Salah satu cara yang paling tepat dan ampuh untuk membasminya ialah dengan membalas tindakan yang tidak baik dengan tindakan yang baik sehingga orang yang melakukan tindakan yang tidak baik itu akan merasa malu, dan sadar bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang tidak wajar. Sikap seperti ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ    ٣٤  وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الَّذِيْنَ صَبَرُوْاۚ وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا ذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ  ٣٥

Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.  (Fussilat/41: 34-35)

Demikianlah sifat dan sikap orang-orang mukmin di kala mereka berada di siang hari di mana mereka selalu ingat dengan sesama hamba Allah.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 64


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 61-62

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 61-62 berbicara mengenai dua hal. Pertama memamparkan keindahan langit beserta bintangnya. Kedua tentang pergantian singa dan malam.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 59-60


Ayat 61

Mahasuci Allah yang menjadikan di langit bintang-bintang yang jumlahnya tidak terhitung. Allah menjadikan pula matahari yang bersinar terang dan bulan yang bercahaya.

Menurut para ilmuwan, dalam membicarakan benda-benda angkasa, Al-Qur’an juga sudah membedakan bintang dari planet. Bintang adalah benda langit yang memancarkan sinar. Sedangkan planet hanya memantulkan sinar yang diterima dari bintang. Dengan demikian, bintang mempunyai sumber sinar, sedangkan planet tidak (Lihat Yµnus/10: 5 dan al-Hijr/15: 16).


Baca juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an


Ayat 62

Allah pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang selalu mengingat nikmat-Nya dan bertafakur tentang keajaiban ciptaan-Nya. Dengan demikian, timbul dorongan untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah itu.

Jika seandainya malam dan siang tidak bergiliran, dan matahari terus saja bersinar, niscaya hal itu menimbulkan perasaan jemu atau bosan dan lelah karena tidak dapat beristirahat di malam hari.

Demikian pula jika malam terus berlangsung tanpa diselingi dengan sinar matahari, niscaya membawa kerusakan bagi makhluk yang membutuhkannya.

Adanya pergantian siang dan malam itu memberikan kesempatan untuk menyempurnakan kekurangan dalam ibadah yang sunah yaitu bilamana seseorang karena kesibukan bekerja pada siang harinya tidak sempat berdoa atau membaca wirid, maka dapat dilaksanakan pada malam harinya, seperti tersebut dalam sebuah hadis sahih:

إِنَّ الله َعَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِئُ النَّهَارِ وَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِئُ اللَّيْلِ حَتىَّ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا. (رواه مسلم عن أبى موسى)

Sesungguhnya Allah mengulurkan tangan-Nya di malam hari supaya orang yang berbuat dosa pada siang hari dapat bertobat dan mengulurkan tangan-Nya pada siang hari supaya dapat bertobat orang yang berdosa pada malam harinya, sampai matahari terbit dari tempat terbenamnya.  (Riwayat Muslim dari Abµ Mµsa).

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab pernah salat Duha lama sekali. Tatkala beliau ditegur oleh salah seorang sahabat, beliau menjawab bahwa ia meninggalkan beberapa wirid hari ini, karena kesibukan, maka ia bermaksud mengganti kekurangan itu dengan salat Duha, lalu beliau membaca ayat 62 ini.

Malam, siang, matahari, dan bulan merupakan empat nikmat Allah. Allah menciptakan malam sehingga manusia dapat beristirahat akibat gelapnya malam. Siang diciptakan oleh Allah dengan terbitnya matahari untuk bekerja.

Allah menciptakan matahari dan bulan masing-masing mempunyai poros dan garis edarnya sendiri-sendiri. Tanpa kenal lelah, dan tidak pernah diam, semuanya terus beredar.

Pergantian siang dengan malam bisa hanya berupa perubahan terang menjadi gelap. Akan tetapi, secara psikologis pergantian dari terang menjadi gelap itu memberikan dampak suasana hati yang sama sekali berbeda dengan suasana siang. Berbagai percobaan telah dilakukan untuk mengamati bagaimana pengaruh psikis terhadap pekerja malam.

Teramati gejala psikosomatis (gejala fisik yang disebabkan oleh penyebab psikis) mulai dari hanya mual-mual sampai yang agak berat yaitu depresi mental. Ini baru pengaruh jangka pendek terhadap fisik dan kejiwaan manusia. Pengaruh jangka panjang bisa memberikan efek yang lebih berat.

Oleh sebab itu, Allah menggariskan malam untuk istirahat dan siang untuk bekerja. Jadi bekerja malam hari yang disebut lembur itu bertentangan dengan kodrat manusia seperti yang digariskan Allah.

Kondisi ini tak mengherankan karena pada siang hari bumi mendapatkan paparan (exposure) sinar tampak, mulai bergeser ke warna kuning saat matahari terbenam, bergeser ke infra-merah saat salat Isya, ke ultraviolet jika malam telah larut, dan mendekati gelombang gamma yang berbahaya mendekati subuh.

Paparan ini yang menyebabkan manusia menderita psikosomatik jika tidak beristirahat dan terpaksa harus bekerja.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 63


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 59-60

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 59-60 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai waktu penciptaan langit dan bumi. Kedua mengenai limpahan rahmat bagi seluruh alam.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 55-58


Ayat 59

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah yang menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya dalam waktu enam masa. Kata yaum biasanya diterjemahkan sebagai “hari”, tetapi “hari” dalam ayat ini bukanlah hari yang lamanya 24 jam, tetapi yaum diartikan sebagai “masa”. Kemudian Allah bersemayam di atas ‘Arasy (lihat Surah al-A’raf/7: 54).

Setiap mukmin meyakini bahwa Allah Maha Esa, hidup kekal, yang menciptakan langit, bumi, dan segala yang ada di antara keduanya dalam enam masa. Allah Maha Pemurah karena rahmat dan karunia-Nya amat besar kepada manusia, baik yang beriman maupun tidak.

Bagi orang-orang yang beriman hendaklah mengenal sifat-sifat Allah, karena hal itu akan menambah kemantapan iman. Bagi orang yang belum mengenal sifat-sifat-Nya tersebut hendaklah bertanya kepada orang yang betul-betul mengetahui urusan agama. Allah berfirman:

فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

Maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui. (an-Na¥l/16: 43; Lihat juga Surah al-Anbiyش’/21: 7)

Pada masa Rasulullah, jika ada persoalan terkait dengan agama, para sahabat dapat bertanya langsung kepada beliau. Setelah Rasul wafat, kaum muslimin hendaknya bertanya kepada para ulama yang mendalami urusan agama.


Baca juga: Nasaruddin Umar: Al-Qur’an Bedakan antara Gender dan Jenis Kelamin


Ayat 60

Setelah menjelaskan betapa besar karunia dan nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, Allah menerangkan pula sikap orang-orang kafir yang seharusnya bersyukur dan berterima kasih, tetapi mereka berbuat sebaliknya.

Apabila mereka yang menyembah selain Allah dipe-rintahkan untuk sujud kepada Tuhan Yang Maha Penyayang, mereka menjawab, “Siapakah Tuhan Yang Maha Penyayang?” Pertanyaan mereka seperti pertanyaan Bani Israil kepada Musa ketika ia mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah seorang utusan dari Rabbul ‘Alamin.”

Bani Israil bertanya, “Siapakah Rabbul ‘Alamin itu?” Kaum musyrikin itu dalam bantahannya mengatakan, “Apakah kami akan sujud kepada Tuhan yang dikatakan Maha Penyayang, tetapi kami belum kenal sama sekali?” Perintah sujud itu menambah mereka ingkar dan jauh dari iman.

Diriwayatkan oleh ad-Dahhaq bahwa Nabi Muhammad beserta para sahabat bersujud ketika selesai membaca ayat ini, karena ia termasuk di antara ayat-ayat yang disunatkan bersujud bagi para pembaca dan pendengarnya.

Sujudnya dinamakan sujud tilawah. Ayat-ayat yang disunatkan sujud tilawah ada 15 buah, dua buah di antaranya berada dalam Surah al-Hajj dan yang 13 lagi tersebar dalam Surah-surah al-A’raf, ar-Ra’d, an-Nahl, al-Isra’, Maryam, al-Furqan, an-Naml, as-Sajdah, Sad, Fussilat, an-Najm, al-Insyiqaq, dan al-‘Alaq.

Yang berada dalam Surah Sad bukan saja sujud tilawah, tetapi juga sujud syukur. Setelah Allah menerangkan sikap orang-orang kafir yang menjauhkan diri dari sujud kepada-Nya, maka Dia menerangkan sikap penolakan orang-orang untuk sujud, bahkan mereka bertambah keras kepala dan menjauh dari Tuhannya.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 61-62


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 55-58

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 55-58 berbicara mengenai tiga hal. Pertama mengenai prilaku orang muyrik dengan menyekutukan Allah SWT. Kedua mengenai keikhlasan Nabi Muhammd dalam berdakwah. Ketiga perintah bertawakkal.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 54


Ayat 55

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang musyrik itu menyembah tuhan selain Allah, yaitu patung-patung dan berhala yang tidak memberi manfaat kepada mereka. Mereka menyembahnya hanya sekadar mengikuti hawa nafsu dan melanjutkan tradisi nenek moyang mereka saja, dan meninggalkan ibadah kepada Allah yang menciptakan mereka dan telah melimpahkan berbagai kenikmatan.

Di samping itu, mereka telah membuat kemungkaran dengan membantu setan dalam tindakannya memusuhi Allah, rasul-Nya dan kaum Mukminin, seperti digambarkan dalam firman-Nya:

وَاِخْوَانُهُمْ يَمُدُّوْنَهُمْ فِى الْغَيِّ;

Dan teman-teman mereka (orang kafir dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan. (al-A’raf/7: 202)

Kata zahir dalam ayat lain diartikan penolong. Sebagian ahli tafsir mengartikan terhina atau tersia-sia sehingga arti ayat itu menjadi: Dan orang-orang kafir pada sisi Tuhannya sangat hina dan sia-sia.

Ayat 56

Mengapa kaum musyrikin itu membantu setan berbuat durhaka terhadap Allah, padahal Dia telah mengutus rasul-Nya memberi berita gembira bagi orang yang beriman dan beramal saleh, dan memberi peringatan kepada mereka.

Mereka juga mengetahui bahwa rasul itu diutus untuk membawa kabar gembira dan memberi peringatan. Alangkah bodohnya orang-orang yang memusuhi rasul.


Baca juga: Tafsir Surah Yusuf Ayat 15: Optimislah, Kabar Gembira Akan Segera Datang dari Allah


Ayat 57

Allah memerintahkan Nabi supaya menerangkan kepada kaumnya bahwa walaupun beliau diutus untuk keselamatan mereka, namun beliau sama sekali tidak mengambil keuntungan untuk diri pribadinya.

Beliau tidak meminta upah sedikit pun kepada mereka dalam menyampaikan risalah ini, kecuali bagi orang yang dengan kemauannya sendiri ingin berbuat amal saleh untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengeluarkan sedekah atau bantuan suka rela, itulah yang baik baginya.

Ayat 58

Ayat ini memerintahkan manusia agar bertawakal kepada Allah yang Hidup Kekal tidak mati, Tuhan seru sekalian alam, berserah diri kepada-Nya, dan bersabar dalam segala musibah yang menimpa dirinya.

Tuhanlah yang memberi kecukupan kepada manusia, yang menyampaikan kepada tujuan kebahagiaan. Manusia juga diperintahkan untuk bertasbih dengan memuji Allah, mensucikan-Nya dari segala sekutu, anak, istri, dan segala sifat yang tidak pantas, seperti yang dituduhkan oleh kaum musyrikin kepada-Nya.

Perintah Allah bertawakal kepada-Nya itu bukan berarti bahwa manusia tidak perlu berusaha lagi, atau tidak perlu memikirkan sebab-sebab yang menimbulkan usaha itu, tetapi maksudnya ialah agar manusia menyerahkan kepada Allah segala sesuatu yang telah diusahakannya.

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan supaya bertawakal hanya kepada-Nya Yang Mahahidup, karena semua makhluk akan mati, maka tidak patut bertawakal kepada selain Allah.

Hanya Allah-lah Yang Maha Hidup Kekal, yang mengetahui segala amal perbuatan dan dosa-dosa hamba-Nya dan yang mampu memberi balasan amal-amalnya. Amalan yang baik dibalas dengan pahala, dan amalan yang buruk dibalas dengan siksa.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 59-60


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 54

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 54 berbicara tentang proses penciptaan manusia. Selain itu di sini ditegaskan pula bahwa manusia merupakan ciptaan paling baik.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 53


Ayat 54

Tanda kekuasaan Allah yang kelima, yaitu Dia yang menciptakan manusia dari sperma. Dia lalu jadikan manusia mempunyai keturunan dan musaharah (perbesanan) atau hubungan kekeluargaan akibat perkawinan anak kandung dengan orang lain, sehingga muncul istilah kekeluargaan, seperti menantu, ipar, mertua, dan sebagainya.

Firman Allah:

اَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّنْ مَّنِيٍّ يُّمْنٰى   ٣٧  ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوّٰىۙ  ٣٨  فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰىۗ  ٣٩

Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian (mani itu) menjadi sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya, lalu Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. (al-Qiyamah/75: 37-39)

Allah menciptakan manusia yang sangat indah susunan tubuhnya dilengkapi dengan pancaindra, disempurnakan dengan akal dan kemampuan untuk berpikir. Manusia juga diberi segala fasilitas sehingga semua yang berada di atas permukaan bumi, diperuntukkan bagi mereka. Firman Allah:

اَلَمْ تَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ وَاَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهٗ ظَاهِرَةً وَّبَاطِنَةً ۗ

Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin. (Luqman/31: 20)

Ditinjau dari segi sains, beberapa ayat yang terkait dengan ayat di atas adalah:

اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ  اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak melihat bahwa langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak beriman. (al-Anbiya’/21: 30).


Baca juga: Tafsir Surat Ar-Rahman Ayat 14-16: Asal Mula Penciptaan Manusia dan Jin


وَاللّٰهُ خَلَقَ كُلَّ دَاۤبَّةٍ مِّنْ مَّاۤءٍۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى بَطْنِهٖۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى رِجْلَيْنِۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰٓى اَرْبَعٍۗ يَخْلُقُ اللّٰهُ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari mereka ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (an-Nµr/24: 45)

Ketiga ayat di atas mengindikasikan hubungan yang erat antara air dan adanya kehidupan.

  1. Air ditengarai sangat dekat dengan makhluk hidup. Manusia dan kebanyakan hewan berasal dari cairan sperma.
  2. Semua kehidupan dimulai dari air. Air di sini lebih tepat bila diartikan sebagai laut. Rantai kimia ini dipercaya dimulai dari kedalaman lautan. Dugaan bahwa di lautlah mulainya kehidupan disebabkan karena kondisi atmosfer pada saat itu belum berkembang menjadi kawasan yang dapat dihuni makhluk hidup.

Dari uraian ini, peran air bagi kehidupan sangat jelas, dari mulai adanya makhluk hidup di bumi (berasal dari kedalaman laut), bagi kelangsungan hidupnya (air diperlukan untuk pembentukan organ dan menjalankan fungsi organ), serta memulai kehidupan (terutama bagi kelompok hewan—air tertentu yang berasal dari sperma).


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 55-58


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Ahkam: Benarkah Baca Selawat Kepada Nabi Wajib Ketika Salat?

0
Tafsir Ahkam: Benarkah Baca Selawat Kepada Nabi Wajib Ketika Salat?
Baca Selawat Kepada Nabi Wajib Ketika Salat

Di antara bacaan salat ketika tasyahhud ialah membaca selawat kepada Nabi Muhammad saw. Lantas bagaimana hukum membaca selawat kepada Nabi ketika salat?

Sebelum membahas bagaimana hukum membaca selawat ketika salat, ada baiknya penulis ulas terlebih dahulu mengenai pengertian selawat yang terambil dari bahasa Arab, “shalawat”. Kata “shalawat” secara bahasa merupakan bentuk plural dari kata “shalah” yang artinya doa, kesejahteraan, kemuliaan, dan ibadah. Sedangkan secara istilah, kata “shalawat” sendiri memiliki arti memberikan penghormatan khusus kepada Nabi.

Sudah sepantasnya kita sebagai umat Nabi Muhammad, untuk berselawat kepadanya. Ulama mengatakan, amalan yang tidak akan ditolak ialah selawat, maka tentunya ini sebuah nikmat besar bagi kita.

Selawat merupakan salah satu manivestasi dari penghormatan kita kepada Nabi Muhammad, bahkan selawat juga disyariatkan di dalam salat sebagai salah satu bacaan ketika tasyahhud. Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum berselawat kepada Nabi ketika salat.

Hukum selawat kepada Nabi dalam salat

Para fuqaha’ ikhtilaf mengenai hukum selawat kepada Nabi saw. Menurut Madzhab Syafi’i dan Ahmad, membaca selawat hukumnya wajib dalam salat, dan tidak akan sah salatnya jika tanpa membaca selawat. Hal ini serupa juga dengan pendapat penganut madzhab Hambali. (Nihayah al-Zain/1/71).

Berikut dalil-dalil yang menjadi pijakan dalam pendapat ini:

  1. Perintah yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an:

يَٓاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ صَلُّواْ عٕلَيْهِ وَسَلِّمُوا تتَسْلِيمًا

 “Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab [33]: 56)

Ayat ini merupakan rujukan sebagian ulama’ yang menyatakan bahwa pada dasarnya selawat itu hukumnya wajib. Perintah tersebut juga menjadi dalil sebagian ulama’ dalam menghukumi wajibnya selawat kepada Nabi dalam salat.

Baca juga: Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 56: Perintah Bershalawat Kepada Nabi Muhammad Saw

  1. Hadits Ka’ab bin Ujrah:

قُلْنَا يَارَسُوْلُ اللّٰهِ قَدْ عَلِمْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ، فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ؟ فَقَالَ : قُوْلُوْا : اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَعَلَى آلِ مُحَمَّد كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْم إِنَّكَ حَمِيْدُ مَّجِيْد ( رواه البخاري و مسلم)

“Kami berkata, ‘Ya Rasulullah, kami tahu bagaimana menyapamu, jadi bagaimana kami bisa mendoakanmu?’ Dia berkata, ‘Maka katakanlah, Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia’”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) (Fath al-Bari 11/157).

Dalam riwayat al-Baihaqi (Sunan al-Baihaqi/2/378) ada keterangan tambahan pada hadis di atas, yaitu kalimat:

إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا فِي صَلاَتِنَا

“Ketika kami berselawat di dalam salat.”

Redaksi tersebut menunjukkan bahwa selawat yang dimaksud para sahabat adalah yang khusus dibaca ketika salat, tepatnya pada bagian tasyahhud. Al-Qurtubi dalam tafsirnya juga menggunakan hadis ini sebagai penjelas kewajiban selawat kepada Nabi yang diuatarakan secara umum dalam QS. Al-Ahzab [33]: 56.

  1. Ibnu Katsir radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

“Al-Syafi’i radhiyallahu‘anhu berpendapat bahwa orang yang salat wajib berselawat untuk Rasullullah saw pada tasyahhud akhirnya. Apabila meninggalkan selawat pada salatnya, maka salatnya tidak sah. Sebab, hal ini sudah jelas pada ayat tersebut. Dan dia menjelaskan hadits ini atas otoritas sekelompok sahabat, yaitu mazhab Imam Syafi’i, dan itu merupakan pandangan Ibnu Mas’ud dan Jabir bin Abdullah”.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 56: Selawat adalah Bentuk Terima kasih

Adapun menurut pendapat Madzhab Imam Malik dan Abu Hanifah, Membaca selawat kepada Nabi hukumnya adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Dan sah-sah saja salatnya jika tanpa membaca selawat dalam salat, meskipun hukumnya makruh. Imam Maliki dan Imam Hanafi mengutip pendapat mereka dengan beberapa dalil, yaitu sebagai berikut :

  1. Firman Allah Swt berfirman :

يَٓاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ صَلُّواْ عٕلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 56).

Ayat ini merupakan perintah untuk berselawat kepada Nabi saw. Menurut pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah, jika seseorang melakukannya sekali, baik ketika di dalam salat maupun di luar salat, maka bisa disebut dia telah menunaikan kewajibannya untuk berselawat. Layaknya kalimah tauhid dan kesaksian keimanan (syahadat), setiap kali seseorang melakukannya sekali dalam hidupnya, maka ia telah menunaikan kewajibannya. Dan hal ini bukan suatu pengulangan. (asy-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa/2/141)

  1. Hadis riwayat Ibnu Mas’ud ketika Nabi Muhammad saw mengajarinya tasyahhud, dia berkata:

إِذَا فَعَلْتَ هٰذَا، أَوْ قُلْتَ هٰذَا، فَقَدْ تَمَّتْ صَلَاتُكَ، فَإِنْ شِىْٔتَ أَنْ تَقُوْمَ فَقُمْ، ثُمّ اخْتَرَ مِنْ أَطِيْبِ الْكلَامِ مَا شِىْٔت (رواه أحمد في مسنده . وابن حبان في صحيحه)

 “Jika engkau melakukan ini, atau mengatakan ini, maka sempurnalah salatmu. Jika ingin bangun, maka bangunlah, lalu pilihlah ucapan yang terbaik yang engkau kehendaki”. (HR. Ahmad dan Ibn Hibban).

  1. Hadist riwayat Muawiyah al-Sulami, di mana Nabi saw mengatakan:

إِنَّ صَلَاتَنَا هٰذِهِ لَايُصْلَحُ فِيْهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إنَّمَا هِيَ التَّسْبِيْحُ وَالتَّهْلِيْلُ وَقِرَاءَةُ القُرْآن (رواه مسلم)

“Sesungguhnya salat kita ini tidak akan sah (jika dicampuri) perkataan-perkataan manusia. Salat hanya berisi tasbih, tahlil, dan membaca AlQuran” (HR. Muslim).

  1. Diriwayatkan juga dari banyak sahabat, bahwa mereka hanya cukup membaca selawat pada penghujung salat, yakni ketika salam, tanpa wajib membaca selawat Ibrahim. Adapun bacaan salam sendiri berbunyi:

السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tercurahkan kepadamu wahai Nabi.”

Penutup

Terlepas dari berbagai pendapat mengenai hukumnya, alangkah baiknya kita sebagai umat Nabi Muhammad saw untuk tetap senantiasa membaca selawat kepada Nabi. Bukan karena hukum membacanya wajib ataupun sunah, namun lebih kepada memberikan penghormatan sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya kepada beliau sebagai wujud kecintaan padanya. Semoga dengannya, kita mendapatkan syafa’at beliau di yaumil qiyamah kelak. Amin ya rabbal ‘alamin.

Baca juga: Tafsir At-Taubah 128; Potret Cinta Nabi Muhammad Saw pada Umatnya

Tafsir Surah Yasin ayat 80: ‘Pohon’ Sebagai Perumpaan Hari Kebangkitan

0
Surah Yasin ayat 80
Surah Yasin ayat 80

Sebelumnya telah dijabarkan bagaimana jawaban tegas Allah atas keingkaran orang-orang kafir terhadap hari Kebangkitan. Mereka mempertanyakan kekuasaan Allah yang mampu membangkitkan seluruh manusia yang mati, padahal tubuh mereka telah hancur berbaur dengan tanah. Adapun tafsir Surah Yasin ayat 80 kali ini adalah lanjutan tafsir sebelumnya, sekaligus penekanan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, dan berikut perumpaaan kekuasaan Allah yang tertuang dalam ayat 80 ini, Dia berfirman;

الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ

yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”

Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir mengatakan kalau Surah Yasin ayat 80 ini adalah badal dari redaksi sebelumnya الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ, keduanya terhubung dengan terulangnya isim maushul (الذى), yang bertujuan untuk memperkuat redaksi yang pertama (ta’kid), dan memperhatikan redaksi kedua (ihtimam).

Baca Juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 74-75; Celaan Pada Mereka yang Menuhankan Selain…

Artinya ayat ini ditujukan kepada kaum kafir yang tidak mempercayai adanya Hari Kebangkitan, terlebih pada ayat sebelumnya mereka menolak adanya peristiwa tersebut, dimana seluruh umat manusia yang sudah mati sejak zaman dahulu hingga sekarang akan dibangkitkan, diantara caranya adalah mengumpulkan kembali tulang belulang, lalu dihidupkan. Dalil ini ditolak oleh orang kafir, dan menilai bahwa fenomena itu mustahil terjadi. Sebagai jawabannya, ayat ini dihadirkan untuk menepis anggapan mereka.

Quraish mengatakan dalam Tafsir al-Mishbah bahwa, ayat ini merupakan argumentasi lain dari Allah perihal kekuasaan-Nya. Jika ayat sebelumnya menerangkan bukti kuasa Allah atas penciptaan dari bahan yang sudah ada, sementara ayat ini menampilkan bukti lain akan kuasa Allah, bahwa Dia mampu menciptakan sesuatu dari bahan yang subtansinya berlawanan. Adalah menciptakan api dari bahan yang justru untuk memadamkannya, yaitu air.

Dalam tafsirnya, Qurthubi juga menegaskan bahwa ayat ini menabihkan ke Esaan Allah Swt, menunjukkan begitu sempurna kudrah-Nya yang kuasa dalam menghidup dan mematikan. Sekaligus menjawab pernyataan dari orag kafir yang meragukan kekuasaan Allah Swt. Mereka berkata, “Dapat diebnarkan, jika setetes mani yang hangat dan lembab membuat kehidupan, sebaliknya sesuatu yang keras, beku, kering, menciptakan kematian. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang kering/keras bisa menciptakan kehidupan?”.

Untuk menjawabnya, pada ayat ini Allah menggunakan kata ‘pohon’ (syajarah) sebagai perumpamaan agar mudah dicerna oleh mereka. Bahwa pohon adalah ciptaan-Nya yang berasal dari air, kemudian tumbuh lebat nan hijau hingga berbuah. Setelah itu kembali menjadi potongan kayu kering yang siap digunakan untuk menghidupkan api. Sebagaimana yang diutarakan oleh Zuhaili dalam al-Munir.

Hamka dalam al-Azhar sampai menyebutkan jenis kayu yang ia ketahui mampu menyalakan api, yaitu pohon pinus/tusam. Pohon ini, selain hijau, ia juga berdaun rindang lurus dan mengandung minyak. Beberapa penduduk kemudian menanam pohon ini secara masal, selain getahnya yang dapat di ‘takik’ dan mengeluarkan minyak –sebagai penyala api –, batangnya yang kering dapat dijadikan kertas. Bahkan, menurut Hamka, batubara yang tersimpan jauh dalam bumi, konon berasal dari pohon-pohon besar purbakala.

Menambah pernyataan Hamka, Quraish mengatakan bahwa, dengan proses asimilasi sinar, tumbuh-tumbuhan mampu menarik kekuatan surya untuk berpindah pada dirinya. Sel tumbuhan yang mengandung zat hijau daun (klorofil) mengisap karbon dioksida dari udara. Interaksi yang diakibatkan oleh gas karbon dioksida dan air – yang telah diserap dari tanah –, kemudian menghasilkan karbohidrat dengan bantuan sinar matahari. Proses ini menjadikan kayu mengandung berbagai komponen, seperti; karbon, hidrogen, dan oksigen, yang bisa dijadikan sebagai bahan bakar bagi manusia. Dan melalui isyarat ilmiah al-Qur’an ini, lahir pula penemuan baru oleh manusia yang dikenal dengan proses fotosintesis yang ditemukan oleh ilmuwan asal Belanda, J. Ingenhouszn pada abad ke 18 M.

Baca Juga: Tafsir Surah Yasin ayat 76: Cara Allah Swt Mengobati Kesedihan Nabi

Sejatinya, fenomena umum seperti ini sering terulang dalam al-Qur’an, namun memiliki keluasan makna jika ingin direnungi. Misalnya ‘hujan’, bagaimana hujan bisa turun? Apakah sebabnya? Kadang, mengapa ada petir dan guntur yang ikut menyertainya? Apa manfaat hujan? Dan pertanyaaan-pertanyaan lain yang sejatinya mampu menyingkap ketauhidan Allah Swt. Kiranya itulah yang dilakukan para filsuf besar, berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar namun menghasilkan makna yang besar. Wallahu a’lam bi shawab

Demikian kiranya tafsir Surah Yasin ayat 80, semoga bermanfaat, dan tunggu series tafsir yasin selanjutnya.

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 53

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 53 berbicara mengenai tanda-tanda kekuasaan Allah yang lain, yakni adanya dua air mengalir yang berdampingan padahal berbeda secara jenis dan rasa.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 52


Ayat 53

Ayat ini berisi tanda kekuasaan Allah yang keempat, yaitu Dia yang membiarkan dua macam air mengalir berdampingan, yang satu tawar dan segar, sedangkan yang lain asin dan pahit, seperti yang terjadi di muara sungai-sungai besar.

Namun demikian, walaupun berdekatan rasa airnya tidak bercampur seolah-olah ada dinding yang membatasi di antara keduanya, sehingga yang satu tidak merusak rasa yang lainnya.

Walaupun menurut pandangan mata kedua lautan itu bercampur, namun pada kenyataannya air yang tawar terpisah dari yang asin dengan kekuasaan Allah seperti dalam firman-Nya:

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيٰنِۙ  ١٩  بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيٰنِۚ  ٢٠;

Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. (ar-Rahman/55: 19-20).

Menurut para ilmuwan, Allah telah menciptakan pemisah air laut dan sungai, walaupun air sungai terjun dengan derasnya dari tempat tinggi. Barzakh (pemisah) ini berfungsi menghalangi kedua air untuk tidak saling menghapus ciri-cirinya.

Laut asin dan tawar seolah-olah sudah ada dinding pembatas di antara keduanya, sehingga tidak bercampur aduk. Manusia dapat menentukan pilihannya karena baik air asin maupun tawar ada gunanya.

Pada tahun 1873, para pakar ilmu kelautan Inggris (dengan kapal Challenger) menemukan perbedaan ciri-ciri laut dari segi kadar garam, temperatur, jenis ikan/binatang, dan sebagainya. Setiap jenis air berkelompok dengan sendirinya dalam bentuk tertentu, terpisah dari jenis air yang lain betapapun ia mengalir jauh.

Air Sungai Amazon yang mengalir deras ke laut Atlantik sampai batas 200 mil, masih tetap tawar. Mata air-mata air di Teluk Persia mempunyai ikan-ikan yang khas dan masing-masing tidak hidup kecuali di lokasinya.


Baca juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an


Kedua laut dimaksud adalah lautan yang memenuhi sekitar ¾ bumi ini serta sungai yang ditampung oleh tanah dan yang memancarkan mata air-mata air serta sungai-sungai besar yang kemudian mengalir ke lautan.

Barzakh (pemisah) adalah penampungan air yang terdapat di bumi itu dan saluran-saluran bumi yang menghalangi air laut bercampur dengan air sungai sehingga tidak mengubahnya menjadi asin.

Keadaan air asin yang merambah atau mengalir dari lautan ke batu-batuan di dekat pantai, namun ia tidak bercampur dengan air tawar yang merambah atau mengalir ke laut dari daratan. Posisi aliran sungai yang lebih tinggi dari permukaan laut, memungkinkan air tawar yang relatif sedikit menembus air laut yang asin tetapi tidak berbaur total. Ayat lain yang terkait adalah:

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيٰنِۙ  ١٩  بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَّا يَبْغِيٰنِۚ  ٢٠

Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. (ar-Rahman/55: 19-20).


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 54


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 52

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 52 berbicara mengenai perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar senantiasa berdakwah secara sungguh-sungguh serta penuh ketabahan.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 50-51


Ayat 52

Nabi Muhammad diperintahkan Allah untuk menyampaikan risalahnya dengan sungguh-sungguh, melaksanakan jihad dan perjuangan dengan penuh kebijaksanaan, kesabaran, ketabahan, dan tidak takut atau gentar terhadap musuh.

Nabi saw harus yakin bahwa Allah pasti menolong, sehingga kemenangan berada di tangannya dan kaum Mukminin.

Dalam ayat ini, Allah melarang Nabi Muhammad mengikuti orang-orang kafir yang mengajaknya mengadakan kompromi dengan mereka dalam hal agama. Ia harus tetap bersikap tegas dan konsekuen dalam melaksanakan dakwah dan berjihad menyebarkan Al-Qur’an.


Baca juga: Nasaruddin Umar: Al-Qur’an Bedakan antara Gender dan Jenis Kelamin


Secara bahasa, jihad ialah berusaha sungguh-sungguh, jika perlu dengan mengorbankan apa saja, harta ataupun jiwa. Jihad dapat dilaksanakan dalam keadaan perang maupun damai. Dalam keadaan perang, jihad dilaksanakan dengan qital, yaitu berperang di jalan Allah. Sedangkan jihad dalam keadaan damai dapat dilaksanakan di bidang ekonomi, pendidikan, budaya, dan lain-lain.

Ayat 52 ini termasuk dalam kelompok ayat Makiyah, diturunkan sebelum hijrah dalam keadaan damai. Maka jihad di sini lebih ditekankan pada kesungguhan melaksanakan dakwah, pendidikan, maupun usaha-usaha sosial untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Allah menjanjikan kepada orang yang berjihad dengan sungguh-sungguh akan selalu diberi petunjuk ke jalan yang lurus. Allah berfirman:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah bersama orang-orang yang berbuat baik. (al-‘Ankabµt/29: 69)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 53


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 50-51

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 50-51 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai hikmah turunnya hujan. Kedua berbicara mengenai pemilihan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan akhir zaman.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 47-49


Ayat 50

Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah telah mengatur turunnya hujan secara bergiliran bagi manusia. Kadang-kadang ia turun siang atau malam, kadang-kadang ditujukan untuk menyirami tanah satu kaum yang baru melaksanakan salat Istisqa, kadang-kadang dipalingkan dari kaum yang banyak melakukan kedurhakaan dan kemaksiatan.

Semua itu bertujuan agar manusia mengambil pelajaran darinya, dan agar mereka mengerti bahwa Tuhanlah yang mengatur giliran hujan itu seperti mengatur peredaran bintang-bintang dan planet di angkasa luar.

Air hujan itu bukan hanya turunnya saja yang diatur dengan bergiliran, akan tetapi bentuk dan keadaannya juga. Kadang-kadang air itu membeku jika suhu udara jauh di bawah nol dan merupakan es batu.

Kemudian jika dipanaskan berubah menjadi cair, dan jika dipanaskan berubah menjadi uap. Air merupakan unsur yang terdapat dalam semua makhluk hidup, dalam tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia, seperti dalam firman Allah:

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ

Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air. (al-Anbiya’/21: 30)

Semua ini harus jadi bahan pemikiran bagi manusia agar dapat men-syukuri nikmat Allah. Akan tetapi, kebanyakan manusia enggan bahkan mengingkari nikmat-nikmat itu.


Baca juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 55-57: Kenikmatan Penduduk Surga


Ayat 51

Ayat ini menjelaskan bahwa seandainya Allah menghendaki, Dia akan mengutus seorang utusan untuk setiap negeri, yang akan memberi peringatan. Akan tetapi, Allah mengirimkan Muhammad sebagai nabi penutup kepada seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah:

قُلْ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا

Katakanlah (Muhammad), ”Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua.” (al-A’raf/7: 158)

;وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا كَاۤفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا;

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. (Saba’/34: 28);Jika para nabi lain diutus kepada umat-umat tertentu, maka Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai rasul kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan memberi peringatan.

Oleh karena itu, mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad tidak lagi bersifat temporal, yang hanya sesuai untuk suatu kaum dan tempat tertentu. Akan tetapi, ia diberi Al-Qur’an yang bersifat universal, nilai-nilai yang dikandungnya sesuai untuk diterapkan di mana pun dan kapan pun.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 52


(Tafsir Kemenag)