Beranda blog Halaman 225

Perumpamaan Pohon untuk Kebenaran dan Kebatilan dalam Al-Qur’an

0
Perumpamaan
Perumpamaan Pohon dalam Al-Qur'an

Perumpamaan adalah satu dari sekian metode Al-Qur’an dalam menyampaikan petunjuk. Metode perumpamaan memiliki tiga tujuan utama. Pertama, agar manusia berpikir. Kedua, agar manusia mendayagunakan akalnya. Ketiga, agar manusia mengingat.

Berpikir, berakal dan mengingat adalah tiga aktivitas penting dalam menjaga ketakwaan. Ketiganya serupa titik-titik yang harus diupayakan secara konsisten. Dengan adanya perumpamaan, manusia hendaknya selalu memikirkan semesta alam, mendayagunakan akalnya untuk mengambil pelajaran, serta mengingat-ingat kembali jika lupa dan lalai.

Orang yang beriman akan selalu merawat kesadarannya dalam jalan kebenaran. Di sisi lain, berusaha mengenali dan menjauhi segala bentuk kebatilan. Dengan begitu, orang beriman ini akan selalu berhati-hati dan mewaspadai setiap Langkah yang akan ditempuh.

Baca Juga: Menggali Hikmah dari Munasabah Surah Muawwidzatain

Yang menarik, jalan kebenaran dan kebatilan dijelaskan di dalam Al-Qur’an melalui perumpamaan. Perumpamaan keduanya tentu mengandung pesan penting yang layak untuk kita renungkan. Untuk itu, mari kita mentadaburi perumpamaan keduanya melalui ayat-ayat Al-Qur’an.

Pohon Yang Baik

Tatkala berbicara perihal kebenaran, Al-Qur’an menyerupakannya dengan pohon yang baik. Sebagaimana dalam surat Ibrahim ayat 24-25:

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”

Dalam kitab-kitab tafsir semisal Tafsir Al-Kabīr, Tafsir Al-Mishbah dan Ibn Kathīr, frasa kalimah thayyibah dalam ayat ini adalah kalimat tauhid. Kemudian para mufasir menjelaskan secara beragam tentang apa itu kalimat tauhid, namun, yang jelas, kalimat itu adalah kebenaran, yakni agama Islam.

Melalui ayat ini, Allah ingin menegaskan bahwa kebenaran itu adalah hal yang indah dan baik (thayyibah). Tentu, keindahan yang dimaksud adalah keindahan luar dan dalam, sebagaimana pohon yang indah mulai dari akarnya hingga buahnya yang bermanfaat. Oleh karena itu, kebenaran harus juga disampaikan dengan penuh kebaikan dan keindahan.

Yang menarik, Allah tidak menyerupakan kebenaran Islam sebagai batu, melainkan pohon. Dengan kata lain, Islam bukanlah agama yang kaku, keras dan jumud. Sebaliknya, seperti pohon, ia seharusnya terus berkembang, berbuah segar dan selalu bermanfaat di setiap waktu dan zaman.

Pohon Yang Buruk

Sementara di sisi lain, kebatilah diperumpamakan dengan pohon yang buruk. Sebagaimana digambarkan dalam kelajutan ayat sebelumnya, surat Ibrahim ayat 26:

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ

Artinya: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

Merujuk pada kitab Tafsir Asy-Sya’rawi, disebutkan bahwa kebatilan adalah hal yang buruk, betapapun ia mendapat banyak pengikut dan dikemas dalam tampilan yang menarik, tetap saja ia adalah keburukan.

Melalui perumpamaan di atas, menjadi jelas bahwa kebatilan itu sangat rapuh dan mudah roboh. Betapapun ia nampak kuat dan kukuh, akan tetapi di dalam ia begitu rapuh. Persis, seperti pohon yang sudah tercerabut akarnya, sekali tertiup angin kencang akan hancur seketika.

Melalui kedua perumpamaan ini, semoga kita dapat terus merawat kebenaran dan menyampaikannya dengan cara yang indah. Mengingat, bahwa kebenaran yang disampaikan dengan cara yang buruk hanya akan membuat orang jauh dari kebenaran.

Baca Juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an

Selain itu, kita juga harus berusaha menjauhi kebatilan dalam segala bentuk dan tampilannya. Karena, kebatilan dalam rupa apapun adalah keburukan. Oleh karena itu, semoga kita semua masih terus dibimbing oleh Allah dalam jalan kebenaran yang penuh dengan keindahan.

Mari kita menjelma seperti pohon yang baik. Seseorang yang menjelma pohon yang baik adalah ia yang memiliki akar keimanan yang kukuh dan tidak mudah terguncang oleh angin apapun. Lalu, memiliki dedaunan yang rimbun sehingga mampu menjadi penyejuk dan pengayom. Dan yang terpenting mampu memberikan buah-buahan yang segar dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Ilahi amin. Wallahu’alam.

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 47-49

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 47-49 berbicara mengenai berbaai macam tanda-tanda kekuasaan Allah yang lain yang tentunya merupakan bentuk kasih sayang kepada makhluknya.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 46


Ayat 47

Allah lalu menyebutkan kekuasaan-Nya yang kedua yaitu menjadikan malam itu bermanfaat bagi manusia seperti manfaatnya pakaian yang menutup badan.

Allah juga menjadikan tidur nyenyak bagi manusia sehingga ia seperti mati, karena seseorang pada waktu tidur tidak sadar sama sekali, dan anggota badannya berhenti bekerja kecuali jantung dan beberapa organ lainnya. Dengan demikian, dia dapat beristirahat dengan sempurna seperti dalam firman Allah:

وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفّٰىكُمْ بِالَّيْلِ

Dan Dialah yang menidurkan kamu pada malam hari. (al-An‘±m/6: 60).

اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا

Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur. (az-Zumar/39: 42)

Allah menjadikan siang untuk berusaha dan beraktivitas. Sebagaimana tidur pada malam hari yang diserupakan dengan mati, maka bangun pada siang hari diserupakan dengan bangun lagi dari mati. Demikian pula manusia setelah berakhir masa hidupnya di dunia ini dan mati, akan dibangkitkan kembali setelah matinya, untuk diadili oleh Allah segala yang telah mereka kerjakan selama hidup di dunia.

Ayat 48

Kekuasaan Allah yang ketiga ialah Dia yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira terutama bagi para petani bahwa hujan yang merupakan rahmat-Nya akan segera turun. Dia pula yang menurunkan air hujan yang amat jernih untuk membersihkan badan dan pakaian, terutama untuk minum dan keperluan lainnya.


Baca juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 33-35: Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Swt di Muka Bumi


Ayat 49

Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa hujan diturunkan untuk menyuburkan negeri-negeri atau tanah yang mati dan tandus. Dengan air hujan pula, Allah memberi minum sebagian besar makhluk-Nya, seperti binatang ternak dan manusia.

Dalam ayat lain diterangkan:

يوَتَرَى الْاَرْضَ هَامِدَةً فَاِذَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاۤءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَاَنْۢبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍ  ;

Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis pasangan (tetumbuhan) yang indah. (al-Hajj/22: 5)

Dan firman-Nya:

فَانْظُرْ اِلٰٓى اٰثٰرِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتٰىۚ

Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. (ar-Rµm/30: 50);Menurut para ilmuwan, dari ayat di atas dapat dibahas dua hal, yaitu:

  1. Mengenai terjadinya hujan
  2. Mengenai indikasi bahwa air hujan membawa kehidupan, sehingga dapat “…. menghidupkan dengannya negeri yang mati…”

Mengenai terjadinya hujan, kisahnya dimulai dengan air yang mengalir di sepanjang anak sungai yang akan bergabung dengan anak sungai lainnya membentuk sungai yang jauh lebih besar, yang akhirnya mengalir ke laut.

Sementara air mengalir melalui anak sungai dan sungai, sebagian akan menguap karena panas sinar matahari (berubah menjadi gas) tetapi sebagian besar terus mengalir sampai ke laut. Di laut inilah proses penguapan atau evaporasi selanjutnya berlangsung.

Semua air yang menguap, baik yang berasal dari anak sungai, sungai, atau laut, membentuk uap air di atmosfer. Uap ini naik dan akan menjadi dingin saat mencapai atmosfer yang lebih tinggi.

Jika terdapat banyak gas di atmosfer maka uap air ini akan memadat menjadi kelompok gas yang disebut awan. Jika awan tersebut ditiup angin sehingga berkumpul sesamanya, dan naik ke atas sehingga mencapai bagian yang lebih tinggi lagi di lapisan atmosfer, maka uap air akan berubah menjadi tetes-tetes es.

Ketika awan menjadi lebih dingin karena suhu atmosfer yang lebih rendah, air menjadi padat (es) dan jatuh, awalnya seperti tetes-tetes es yang sangat kecil, yang biasanya mencair sebelum mencapai tanah. Dengan demikian, tetes air akan jatuh ke bumi sebagai hujan. (lihat juga ar-Ra’d/13: 17; an-Naml/27: 60; al-‘Ankabµt/29: 63; Luqman/31: 34; as-Sajdah/32: 27; Fatiir/35: 27; az-Zumar/39: 21; Qaf/50: 9-11).


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 50-51


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 46

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 46 berbicara mengenai fenomena alam di sekitar manusia. Salah satunya adalah keteraturan alam semesta berupa perputaran bintang-bintang di dalam galaksi.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 43-45


Ayat 46

Kemudian Allah menghapus bayang-bayang itu dengan perlahan-lahan sejalan dengan proses terbenam matahari sedikit demi sedikit. Menurut para ilmuwan, ayat ini berbicara mengenai presisi keteraturan alam semesta.

Ayat ini menerangkan fungsi gerakan dan ”panjang” bayang-bayang yang bergerak dari pagi, siang, dan sore hari. Memanjangkan bayangan suatu benda dalam ilmu fisika adalah peristiwa mengecilnya sudut datang cahaya dan memendeknya panjang bayangan dikarenakan semakin besarnya sudut datang cahaya.

Peristiwa ini sering kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada pagi hari, bayang-bayang benda akibat terkena sinar matahari yang jatuh ke bumi akan tampak panjang. Semakin siang hari dan sampai posisi matahari pada titik kulminasi, bayangan akan tampak semakin memendek.

Sebaliknya ketika matahari mulai bergeser ke arah barat sampai menjelang sore hari, akan terlihat bayang-bayang pun kembali menjadi panjang. Hal ini terjadi dikarenakan sudut datang sinar matahari menjadi semakin kecil kembali.

Apa yang terjadi manakala bayang-bayang panjangnya tetap atau tidak berubah? Ini peristiwa luar biasa. Secara sederhana dapat diartikan bahwa posisi matahari dan bumi dalam keadaan tetap tidak berubah, maka matahari akan menyinari bumi secara terus menerus.

Artinya permukaan bumi (yang terang) akan mengalami proses pemanasan. Suhu permukaan akan terus meningkat selama penyinaran berlangsung. Air laut akan menggelegak dan mendidih.

Apabila hal ini terus berlangsung dalam tempo yang lama maka bumi akan terbakar dan hancur akibat suhu yang meningkat. Sedangkan permukaan bumi yang tidak menghadap matahari, akan mengalami proses sebaliknya, yaitu mengalami pendinginan yang luar biasa.

Boleh jadi permukaan laut akan beku, dan kehidupan akan mati. Keadaan ekstrem suhu di kedua belahan bumi ini mungkin dapat menjurus ke arah punahnya kehidupan. Kiamatkah? Wallahu a’lam. Allah Mahakuasa atas segala ciptaan-Nya.

Peristiwa panjang dan pendek atau arah barat dan arah timur bayang-bayang tadi terhadap posisi matahari dapat menjadi petunjuk waktu bagi manusia yang berada di bumi. Lenyapnya bayang-bayang terjadi secara perlahan merupakan gambaran sederhana sebagaimana peristiwa kejadian matahari terbenam secara perlahan.


Baca juga: Nasaruddin Umar: Al-Qur’an Bedakan antara Gender dan Jenis Kelamin


Hal kedua yang dapat diperoleh adalah bahwa ayat di atas sudah mengindikasikan akan adanya perputaran bumi pada sumbunya. Ayat di bawah ini juga dapat digunakan untuk indikasi tersebut.

وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ   ٣٨  وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ   ٣٩  لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ  ٤٠

Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.

Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin/36: 38-40)

Ayat di atas dapat juga digunakan untuk memperlihatkan adanya keteraturan di alam semesta. Kalimat terakhir dari ayat tersebut secara jelas menyatakannya. Hal serupa dapat pula ditemui pada Surah al-Anbiya’/21: 33, az-Zumar/39: 5, dan ar-Rahman/55: 1-5.

Dalam Surah Yasin/36: 38-40 di atas disebutkan bahwa matahari beredar pada garis lintasannya. Astronomi modern membuktikan kebenaran pernyataan Al-Qur’an ini. Seperti diketahui, matahari terletak di sisi terluar dari piringan galaksi Bima Sakti.

Galaksi ini berbentuk piringan, yang mempunyai jari-jari sekitar 10 kiloparsecs. Jika dihitung dalam dimensi mil, sama dengan 2 dengan 17 angka nol. Penelitian astronomi menunjukkan bahwa galaksi Bima Sakti ini melakukan perputaran pada sumbunya (revolusi), dan satu revolusi membutuhkan waktu selama 250 juta tahun.

Karena matahari berada pada piringan terluar galaksi ini, maka matahari turut pula beredar sesuai dengan garis edar sisi terluar dari piringan galaksi tersebut.

Kata yasbahµn yang terdapat pada Surah Yasin/36: 40, lebih tepat bila diterjemahkan dengan berenang, dibanding beredar. Sebab, dalam astronomi modern, antariksa ini tidaklah kosong sama sekali, tetapi berisi dan dipenuhi oleh partikel-partikel sub-atomik yang dikenal dengan neutrino. Jadi semua benda langit di jagad-raya ini sesungguhnya berenang pada gelombang neutrino.

Mengenai rotasi bumi, data memperlihatkan bahwa bumi berputar pada sumbunya dengan kecepatan 1.670 km per jam. Kecepatan ini mendekati kecepatan peluru yang dilepaskan dari senjata modern, yaitu 1.800 km per jam.

Maka dapat dibayangkan, betapa cepatnya rotasi bumi. Yang melakukan rotasi secepat ini bukan benda berukuran kecil dan ringan seperti peluru, tetapi suatu benda dengan ukuran dan massa yang sangat besar.

Kecepatan orbit bumi terhadap matahari adalah sekitar 60 kali kecepatan peluru, yaitu sekitar 108.000 km per jam. Dengan kecepatan demikian, sebuah pesawat akan dapat mengelilingi bumi dalam waktu 22 menit.

Ketepatan rotasi yang mengakibatkan terjadinya siang dan malam di bumi ini, dikonfirmasi oleh ayat di bawah ini.

لَا الشَّمْسُ يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ

Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin/36: 40)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 47-49


(Tafsir Kemenag)

 

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 43-45

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 43-45 berbicara mengenai tiga hal. Pertama mengenai celaan terhadap perilaku orang kafir penyembah berhala. Kedua mengenai nasehat kepada Nabi Muhammad SAW. Ketiga mengenai perintah untuk bertafakkur.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 39-42


Ayat 43

Ibnu ‘Abbs r.a. berkata, “Orang-orang pada zaman Jahiliah pernah menyembah batu yang putih selama beberapa masa. Akan tetapi, jika melihat sembahan lain yang lebih baik, maka ia meninggalkan batu putih itu dan memilih sembahan kedua yang lebih baik menurut ukuran hawa nafsunya. Sehubungan dengan itu turunlah ayat ini.”

Pada ayat ini, Allah mencela orang-orang kafir Mekah yang memper-tuhankan hawa nafsunya sehingga dijadikan landasan untuk semua urusan agamanya.

Mereka tidak mendengarkan hujah yang nyata, dan penjelasan-penjelasan yang terang. Allah menasihatkan supaya Muhammad tidak terlalu memikirkan sikap mereka, karena beliau tidak ditugaskan untuk menyadarkan mereka agar beriman selamanya, apalagi jika mereka tidak mau melepaskan diri dari belenggu hawa nafsunya dan mengikuti petunjuk kepada kebenaran.

Allah mengatakan bahwa Muhammad tidak menjadi pemelihara dan penjamin bagi mereka. Kewajiban Nabi saw hanya menyampaikan risalah saja. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍۙ

Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (al-Gasyiyah/88: 22);


Baca juga: Tafsir An-Nahl Ayat 12: Tanda Kekuasaan Allah dalam Pergerakan Matahari


Ayat 44

Pada ayat ini, Allah menasihati Nabi Muhammad supaya jangan menganggap bahwa kebanyakan orang-orang musyrik mendengarkan ayat dan memahami kebenaran yang terkandung dalam ayat itu sehingga mereka dapat mengamalkan petunjuknya untuk melakukan amal saleh dan memperbaiki akhlak. Allah mengingatkan yang demikian karena mereka itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat.

Jika dibandingkan dengan hewan ternak, maka binatang tunduk kepada majikannya, yang dirasakan mencintainya, tahu siapa yang berbuat kebaikan dan yang berbuat kejahatan kepadanya, dapat mencari sendiri tempat di mana ada rumput makanannya dan air minumannya, dan jika malam hari tahu kembali ke kandangnya, berbeda sekali dengan kaum musyrikin itu sendiri.

Mereka tidak mau mengenal Pencipta dan Pemberi rezeki, mereka tidak merasakan berbagai nikmat yang dilimpahkan Tuhan kepadanya.

Orang-orang musyrik tidak merasa tertipu oleh setan, yang selalu memandang baik bujukan hawa nafsunya. Kebodohan binatang ternak terbatas hanya pada dirinya sendiri, tetapi kebodohan mereka menjalar sampai menimbulkan berbagai fitnah dan kebinasaan serta menghalangi orang lain dari jalan kebenaran, sampai menimbulkan perpecahan dan peperangan di antara sesama manusia.

Walaupun binatang itu tidak mengetahui ketauhidan dan kenabian, namun mereka tidak menentangnya, berbeda dengan orang-orang musyrik yang mengingkari ketauhidan karena kesombongan dan kefanatikan terhadap ajaran keliru yang diwarisi dari nenek moyangnya. Binatang ternak tidak menyia-nyiakan insting yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Lain halnya dengan kaum musyrikin, mereka dianugerahi akal dan naluri yang baik sejak lahir, tetapi mereka menyia-nyiakan akal yang sehat itu untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak.

Di dalam ayat disebutkan bahwa sebagian besar mereka tidak mendengar atau memahami kebenaran. Memang ada sebagian kecil di antara mereka yang mengakui kebenaran, tetapi tidak sanggup mengikutinya karena khawatir akan kehilangan kedudukan.

Ayat 45

Pada ayat ini, Allah memerintahkan rasul-Nya supaya memperhatikan ciptaan-Nya, bagaimana Dia memanjangkan dan memendekkan bayang-bayang dari tiap-tiap benda yang terkena sinar matahari, dari mulai terbit sampai terbenam. Allah sengaja menjadikan panas dari terik cahaya matahari.

Kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan bayang-bayang itu tetap, tidak berpindah-pindah. Allah menjadikan bayang-bayang itu memanjang atau memendek untuk dipergunakan manusia sebagai pengukur waktu, seperti di Mesir mempergunakan alat yang diberi nama al-Misallat untuk mengukur waktu pada siang hari dan menentukan musim-musim selama setahun.

Sejak dahulu kala, bangsa Arab pun telah mempergunakan alat yang diberi nama al-Mazawil untuk menentukan waktu salat dengan bayang-bayang. Mereka dapat memastikan tibanya waktu Zuhur bila bayangan jarumnya sudah berpindah dari arah barat ke timur, dan tiba waktu Asar bila bayangan setiap benda yang berdiri sudah menyamainya.

Hanya Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahwa bayangan itu harus dua kali dari panjang benda itu sendiri. Jadi jelas bahwa menurut ayat ini, Allah menjadikan bayang-bayang dari sinar matahari sebagai petunjuk waktu.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 46


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 39-42

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 39-42 berbicara mengenai maksud dari pemaparan kisah-kisah terdahulu. Selain itu juga membahas mengenai cobaan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad ketika berdakwah.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 36-38


Ayat 39

Pada ayat ini, Allah menerangkan agar kisah umat dahulu itu diceritakan nabi kepada kaum musyrikin sebagai tamsil atau ibarat, dan menjelaskan kepada mereka dalil-dalil keesaan Allah.

Akan tetapi, ternyata mereka terus-menerus mendustakan dan mengingkarinya sehingga Allah membinasakan mereka sampai hancur-lebur.

Allah lalu memerintahkan kepada Muhammad agar mengingatkan orang-orang musyrik Mekah agar mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa itu. Tempat-tempat kaum yang telah dibinasakan itu selalu mereka lalui ketika dalam perjalanan dagangnya, yaitu bekas-bekas kawasan kaum Lut dan Samud ketika mereka pergi ke Syam, dan bekas kawasan kaum ‘ad (Ahqaf) yang mereka lewati ketika pergi menuju Yaman.

Ayat 40

Sesungguhnya kaum musyrikin Mekah sering melewati negeri Sodom yang dahulu pernah dihujani dengan batu dan bekas kediaman kaum Nabi Lut yang terkenal dengan perbuatan homoseksual.

Apakah mereka tidak menyaksikan bekas reruntuhan itu sebagai azab akibat mendustakan seorang utusan Allah.

Kemudian Allah menjelaskan bahwa sebab utama yang menutup mata hati mereka terhadap sebab-sebab turunnya azab itu bukan karena mereka tidak melihat, tetapi karena mereka tidak percaya akan adanya hari kebangkitan pada hari Kiamat, sesudah mereka mati.

Ayat 41

Pada ayat ini, Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa orang kafir selalu mengejeknya dengan mengatakan, “Apakah ini orang yang diutus sebagai rasul?” Itulah ejekan kaum kafir setiap kali mereka melihat Nabi Muhammad saw.


Baca juga: Nasaruddin Umar: Al-Qur’an Bedakan antara Gender dan Jenis Kelamin


Ayat 42

Ucapan orang-orang musyrik bahwa Muhammad hampir saja me-nyesatkan mereka dari sembahan-sembahannya, seandainya mereka tidak tekun dan sabar menyembahnya, menunjukkan bahwa Nabi Muhammad telah menyampaikan dakwahnya dengan sungguh-sungguh disertai dengan hujah-hujah yang nyata.

Nabi saw juga memperlihatkan berbagai mukjizat sehingga mereka hampir-hampir meninggalkan agama nenek moyangnya dan memasuki agama Islam.

Ucapan mereka itu menunjukkan pula adanya pertentangan yang hebat dalam hati sanubari mereka, dari satu sisi mereka mencemoohkan Nabi saw, dan dari sisi lain mereka merasa khawatir akan terpengaruh oleh dakwah Nabi saw yang sangat kuat dan logis itu.

Selanjutnya, ayat ini menerangkan bahwa mereka akan mengetahui tentang siapa yang sesat jalannya pada saat mereka melihat azab.

Menurut riwayat, ayat ini terkait dengan ulah yang dilakukan Abu Jahal pada setiap kali ia bertemu dengan Rasulullah. Cara serupa itu dilakukan oleh umat terdahulu kepada para rasul Allah seperti tersebut dalam firman Allah:

وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِيْنَ سَخِرُوْا مِنْهُمْ مَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ ࣖ;

Dan sungguh, beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) telah diperolok-olokkan, sehingga turunlah azab kepada orang-orang yang mencemoohkan itu sebagai balasan olok-olokan mereka. (al-An’am/6: 10)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 43-45


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 36-38

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 36-38 berbicara mengenai kaum-kaum yang mendustakan para utusan Allah. Kebanyakan mereka ditimpa azab yang pedih. Siapakah kaum-kaum itu? Simak penjelasannya berikut.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 33-35


Ayat 36

Kemudian Allah memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk pergi dan berdakwah kepada Fir’aun dan kaumnya yang telah mendustakan tanda-tanda keesaan Allah yang terdapat di alam semesta.

Setelah mereka menunaikan tugasnya yaitu menyampaikan risalahnya dengan lemah lembut, ternyata sikap Fir‘aun tetap tidak berubah, sehingga Allah membinasakan mereka. Seperti tersebut dalam firman Allah:

دَمَّرَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۖوَلِلْكٰفِرِيْنَ اَمْثَالُهَا

Allah telah membinasakan mereka, dan bagi orang-orang kafir akan menerima (nasib) yang serupa itu. (Muhammad/47: 10).;

Dengan peristiwa ini, Allah menghibur Nabi Muhammad dan mendidiknya supaya berlaku sabar, karena beliau bukanlah nabi pertama yang didustakan oleh kaumnya.


Baca juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an


Ayat 37

Demikian pula Allah telah membinasakan kaum Nuh yang telah mendustakan para rasul. Setelah Nabi Nuh menunaikan risalahnya dengan menyampaikan dakwah kepada kaumnya, tetapi yang beriman kepadanya hanya sedikit sekali, Allah lalu menenggelamkan mereka dengan topan dan banjir besar yang membinasakan semua manusia dan binatang kecuali yang berada dalam kapal Nabi Nuh.

Allah menjadikan peristiwa itu sebagai pelajaran bagi umat manusia supaya mereka selalu ingat dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang telah menyelamatkan mereka dari bencana yang mengancam. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

اِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَاۤءُ حَمَلْنٰكُمْ فِى الْجَارِيَةِۙ  ١١  لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَّتَعِيَهَآ اُذُنٌ وَّاعِيَةٌ   ١٢

Sesungguhnya ketika air naik (sampai ke gunung), Kami membawa (nenek moyang) kamu ke dalam kapal, agar Kami jadikan (peristiwa itu) sebagai peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (al-Haqqah/69: 11-12).;

Lalu Allah menerangkan akibat orang-orang yang mendustakan risalah Nabi dengan firman-Nya bahwa Ia telah menyediakan bagi orang-orang zalim siksa yang pedih.

Ayat ini mengandung peringatan pada orang-orang Quraisy supaya mereka jangan sampai mendustakan kenabian Muhammad karena besar kemungkinan mereka pun akan ditimpa azab seperti umat-umat terdahulu yang telah mendustakan para rasul-Nya.

Ayat 38

Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah membinasakan kaum ‘Ad, kaum Nabi Hud, dengan angin yang bertiup dengan kekuatan yang sangat besar dan sangat dingin, membinasakan kaum Samud, kaum Nabi Saleh, dengan suara keras yang menggelegar, dan juga membinasakan penduduk Rass yang ada di negeri Yamamah yang telah membunuh nabi. Nasib yang sama juga telah menimpa generasi-generasi berikutnya akibat pembangkangan mereka.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 39-42


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 33-35

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 33-35 berbicara mengenai dua hal. Pertama mengenai perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW. Kedua mengenai keadaan penghuni neraka. ketiga mengenai proses penurunan wahyu.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 29-32


Ayat 33

Dalam ayat ini, Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad bahwa Dia tidak akan membiarkan orang-orang kafir itu datang kepada Nabi membawa sesuatu yang batil yang mereka ada-adakan untuk menodai kerasulannya.

Allah hanya akan mendatangkan kepada Nabi suatu yang benar untuk menolak tuduhan mereka dan memberikan penjelasan yang paling baik. Hal seperti ini tersebut pula dalam firman Allah:

;بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهٗ فَاِذَا هُوَ زَاهِقٌۗ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُوْنَ

Sebenarnya Kami melemparkan yang hak (kebenaran) kepada yang batil (tidak benar) lalu yang hak itu menghancurkannya, maka seketika itu (yang batil) lenyap. (al-Anbiya’/21: 18);

Ayat 34

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang digiring ke neraka Jahanam, dengan cara menyeret wajah mereka dengan rantai-rantai dan belenggu, adalah orang-orang yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.

Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah untuk mengucapkan kata-kata ini kepada orang-orang kafir yang menge-mukakan beberapa sifat yang ganjil untuk menodai kerasulannya, dengan maksud seolah-olah beliau ini menyuruh mereka untuk mengadakan perbandingan siapakah di antara mereka yang mendapat petunjuk dan siapa yang berada dalam kesesatan. Sesuai dengan firman Allah:

;وَاِنَّآ اَوْ اِيَّاكُمْ لَعَلٰى هُدًى اَوْ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ;

Dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Saba’/34: 24)

Juga tersebut dalam hadis Rasulullah saw:

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةَ أَصْنَافٍ صِنْفًا مُشَاةً وَصِنْفًا رُكْبَانًا وَصِنْفًا عَلَى وُجُوْهِهِمْ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ يَمْشُوْنَ عَلَى وُجُوْهِهِمْ؟ قَالَ إِنَّ الَّذِيْ أَمْشَاهُمْ عَلَى أَقْدَامِهِمْ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُمْ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَمَا إِنَّهُمْ يَتَّقُوْنَ بِوُجُوْهِهِمْ كُلَّ حَدَبٍ وَشَوْكٍ. (رواه الترمذي عن أبي هريرة)

Akan dikumpulkan manusia pada hari Kiamat dalam tiga golongan, segolongan berjalan kaki, segolongan lagi berkendaraan, dan segolongan lagi berjalan dengan wajahnya. Rasulullah ditanya, “Bagaimana mereka berjalan dengan  wajahnya?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Tuhan yang dapat memperjalankan mereka dengan kedua kakinya mampu pula memperjalankan mereka dengan wajahnya. Ingatlah, mereka menjaga wajah mereka dari benda-benda yang tajam dan berduri.” (Riwayat at-Tirmizi dari Abµ Hurairah)

Yang dimaksud di sini bahwa malaikat menyeret wajah orang-orang kafir ke dalam neraka.


Baca juga: Nasaruddin Umar: Al-Qur’an Bedakan antara Gender dan Jenis Kelamin


Ayat 35

Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa seperti menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad. Dia juga telah menjadikan Harun, saudaranya, menyertai dia sebagai seorang waz³r (pembantu) yang selalu diajak musyawarah untuk diminta pendapatnya. Dalam ayat lain diterangkan bahwa Harun itu diperbantukan kepada Musa sebagai seorang nabi.

Hal ini tidak bertentangan karena walaupun Harun seorang nabi, tetapi dalam bidang syariat ia mengikuti syariat Musa dan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Musa dan Harun diperintahkan supaya menyampaikan risalah-Nya kepada Fir‘aun dengan jaminan bahwa kemenangan terakhir pasti berada di pihak mereka.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 36-38


(Tafsir Kemenag)

Cara Menghayati Kebaikan Allah Swt dan Kebesaran-Nya dalam Al-Quran

0
Kebaikan Allah
Kebaikan Allah Swt

Kebaikan Allah Swt tidak terhingga. Walaupun kita ingin menghitungnya dengan alat yang sangat canggih sekalipun, tidak akan mampu kita menghitungnya. Allah Swt menyatakan di dalam Q.S. Ibrahim [14]: 34:

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ ٣٤

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”

Penciptaan manusia dengan diberikannya kehidupan oleh Allah swt. merupakan kenikmatan yang amat besar. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan yang sangat baik, lengkap, dan sempurna. Penciptaan yang baik telah menjadikan manusia dapat hidup dengan kondisi yang baik pula. Penciptaan manusia yang lengkap, dengan diberikan berbagai sarana untuk kehidupan, seperti panca indera, dll menjadikan manusia dapat menjalani hidup dengan menggunakan fasilitas badan yang dianugerahkan Allah swt. Semua yang dibutuhkan yang ada pada badannya telah diberikan Allah. Tidak ada satu pun yang kurang. Penciptaan sempurna telah menjadikan manusia dapat menjalani kehidupannya sesuai dengan kondisi dan lingkungannya.

Baca Juga: Balasan Kebaikan Adalah Ridha Allah Swt Bagi Hamba-Nya

Kehidupan manusia tidak hanya dilengkapi dengan sarana yang ada di dalam badannya. Manusia memiliki jasmani dan rohani. Unsur-unsur jasmani telah memainkan peranan penting sehingga manusia dapat berbuat, dapat bekerja, dapat bertindak dengan menggunakan semua kelengkapan badaniahnya. Unsur-unsur rohani yang ada di dalamnya juga telah memainkan peranan yang penting sehingga manusia dapat menjalani kehidupannya. Dengan akalnya manusia dapat berpikir. Dengan rohnya manusia dapat hidup. Dengan hatinya manusia dapat merasa.

Kehidupan manusia juga dilengkapi dengan sarana-sarana lain yang ada di luar dirinya, yang menyebabkan manusia dapat menjalani kehidupan secara baik, sempurna, dan berkelanjutan. Fasilitas yang ada di luar manusia terdiri atas fasilitas makanan, minuman yang bersumber dari hewani dan nabati. Lingkungan hidup yang ada di sekitar manusia telah diciptakan oleh Allah untuk manusia. Lingkungan hidup itu sesuai dengan kebutuhan manusia. Jika lingkungan hidupnya tidak cocok dengan manusia, maka manusia tidak akan bisa hidup dengan baik, bahkan mungkin manusia akan mati.

Tidak hanya itu yang membuat kehidupan manusia berjalan dengan baik, tetapi juga terkait dengan kondisi tempat dan keadaan alam di mana manusia hidup, seperti tanah, bumi, udara, pepohonan, siang dan malam, alat transportasi, dll.

Penghayatan terhadap semua nikmat Allah itu akan membuat seseorang mengingat Allah Swt dan mendekatkan diri kepada Allah. Penghayatan itu akan jauh lebih dalam lagi ketika manusia mendapatkan cobaan hidup, kekurangan di dalam hidup, musibah, dll. Kondisi ini membuat manusia cepat kembali kepada Allah dan mengingat nikmat-Nya. Akan tetapi, dalam kondisi mendapatkan nikmat manusia bisa jadi lupa akan nikmat itu.

Kehidupan manusia di atas dunia merupakan rahmat Allah yang maha besar. Agar manusia dapat hidup, Allah telah menyiapkan segala macam sarana untuk kehidupan, baik sarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maupun sarana yang dimanfaatkan untuk kehidupan.

Kebesaran Allah terlihat dengan jelas oleh manusia, karena semuanya ada pada dirinya, ada di luar dirinya, dan ada di lingkungan di mana ia hidup, tetapi kurang disadarinya. Kebesaran Allah yang paling mudah terlihat ialah penciptaan langit dan bumi, serta isinya yang ditata dengan sistem yang baik, yang antara satu unsur dengan unsur lain terdapat hubungan yang sangat harmonis. Pada saat manusia dalam kesenangan, seringkali bahkan selalu manusia melupakan kebesaran Allah itu. Akan tetapi, ketika manusia mengalami kekurangan, kesulitan, kelemahan, pada saat itulah baru manusia dapat merasakan kebesaran Allah.

Kebaikan Allah Swt terlihat pada apa yang dimanfaatkan oleh manusia untuk kehidupannya. Roh, jiwa, hati, badan manusia, dan segala indera yang ada pada dirinya merupakan kebaikan Allah Swt yang dianugerahkan kepada manusia untuk digunakan dalam rangka memenuhi semua kebutuhannya. Semua kebaikan yang diberikan Allah itu telah diatur dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhannya dengan lingkungannya. Kebaikan-kebaikan yang diberikan Allah harus sesuai dengan kondisi lingkungannya.

Semua yang diperlukan manusia dalam kehidupannya adalah nikmat Allah yang luar biasa, tidak hanya dari segi jumlahnya, tetapi juga dari segi kualitas dan kesesuaiannya dengan kondisi kebutuhan manusia. Nikmat Allah telah disebarkan di wilayah air, seperti ikan, di wilayah darat, seperti hewan ternak, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan daun-daunan, dan di wilayah udara, seperti burung-burung. Nikmat Allah itu tidak terbatas, baik dalam bentuk materi maupun non-materi, dan telah disebarkan di mana-mana. Manusia tidak mungkin dapat hidup tanpa nikmat-nikmat itu.

Baca Juga: Mengingat Allah Swt dengan Muhasabah dalam Al-Quran dan Hadis

Di dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 151-152:

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ ١٥٢

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”

Janji Allah kepadamu: “Ingatlah Allah, niscaya Allah menigngatmu. Beryukurlah atas nikma-Nya, dan jangan kafir terhadap nikmat-Nya.

Dalam kaitan dengan itulah, manusia harus dapat menghayati kebesaran dan kebaikan yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, serta menyadari akan berbagai nikmat yang telah diperolehnya dan dihamparkan oleh Allah, baik yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyyah. Semua itu harus disyukuri.

Jika engkau menyukuri nikmat-Nya, dia akan menambahkan untukmu. Allah Swt berfirman di dalam Q.S. Ibrahim [14]: 7:

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ ٧

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Demikian penjelasan tentang cara menghayati kebaikan dan kebesaran Allah Swt dalam Al-Quran, semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 29-32

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 29-32 berbicara mengenai tiga hal. Pertama penyesalan dari orang-orang kafir. Kedua mengenai aduan Nabi Muhammad kepada Allah. Ketiga mengenai pertanyaan orang kafir tentang penurunan al-Qur’an secara berangsur-angsur.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 26-28


Ayat 29

Pada ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang kafir itu berkata, “Seseorang telah menyesatkan aku dari ajaran Al-Qur’an dan dari beriman kepada Muhammad setelah petunjuk itu datang kepadaku.” Adalah kebiasaan setan menipu manusia dan memalingkannya dari kebenaran dan tidak mau menolong manusia yang telah disesatkannya itu.

Ayat 30

Pada ayat ini, Rasulullah mengadu kepada Allah dengan berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang tidak perlu dihiraukan. Mereka tidak beriman kepadanya, tidak memperhatikan janji dan peringatannya. Bahkan mereka berpaling darinya dan menolak mengikutinya. Kemudian Allah menyuruh rasul-Nya berlaku sabar dan tabah menghadapi kaumnya.

Ayat 31

Allah telah menjadikan bagi setiap nabi musuh dari setan dan orang-orang jahat yang selalu mencemoohkan kesucian agama dan meremehkan petunjuk yang dibawa oleh para rasul kepada mereka.

Oleh karena itu, Allah berpesan agar Nabi tidak berputus asa ataupun merasa sendirian menghadapi tantangan-tantangan seperti itu, karena cukuplah Allah yang menjadi pemberi petunjuk dan penolong. Sesuai dengan firman Allah:

Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. (al-An’am/6: 112)


Baca juga: Tafsir Surah Al-Mukminun Ayat 33: Pendusta Nabi Shalih Adalah Para Penguasa yang Kaya Raya


Ayat 32

Orang-orang kafir dan orang-orang Yahudi bertanya mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Muhammad sekali turun, seperti kitab-kitab Allah sebelumnya, yaitu kitab Taurat kepada Musa dan Zabur kepada Daud.

Allah menolak pertanyaan mereka itu dan menerangkan mengapa Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur. Al-Qur’an diturunkan berangsur-angsur agar Allah memudahkan dan menguatkan hati Nabi Muhammad. Allah berfirman:

وَقُرْاٰنًا فَرَقْنٰهُ لِتَقْرَاَهٗ عَلَى النَّاسِ عَلٰى مُكْثٍ وَّنَزَّلْنٰهُ تَنْزِيْلًا

Dan Al-Qur’an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap. (al-Isra’/17: 106);

Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memang mengandung banyak hikmah, di antaranya:

  1. Nabi Muhammad sering berjumpa dengan malaikat Jibril sehingga banyak menerima nasihat guna menambah semangat, kesabaran, dan ketabahan dalam menunaikan risalah-Nya.
  2. Karena Nabi Muhammad tidak dapat membaca dan menulis (ummi) maka seandainya Al-Qur’an itu diturunkan sekaligus, tentu ia akan kesulitan untuk menghafalnya.
  3. Supaya hafalannya lebih mantap, sempurna, dan terhindar dari segala kealpaan.
  4. Seandainya Al-Qur’an itu diturunkan sekaligus, tentu syariat-syariatnya pun diturunkan sekaligus. Hal yang demikian itu pasti mengakibatkan banyak kesulitan. Akan tetapi, karena turunnya berangsur-angsur maka syariat pun diberlakukan secara berangsur-angsur sehingga mudah dilaksanakan, baik oleh Rasul maupun umatnya.
  5. Karena turunnya Al-Qur’an banyak berkaitan dengan sebab-sebab turunnya seperti adanya berbagai pertanyaan, peristiwa, atau kejadian, maka turunnya secara bertahap lebih berkesan dalam hati para sahabat karena mereka bisa menghayatinya peristiwa demi peristiwa.
  6. Kalau dengan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur saja, mereka tidak mampu meniru Al-Qur’an walaupun satu ayat, apalagi jika diturunkan sekaligus.
  7. Sebagian hukum syariat Islam turun sesuai dengan perkembangan kaum Muslimin pada waktu itu. Kemudian setelah mereka bertambah cerdas dan mantap keimanannya, barulah diterapkan syariat Islam yang lebih sempurna dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang turun kemudian. Seandainya Al-Qur’an diturunkan sekaligus tentu hal demikian itu tidak mungkin terjadi.

Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 33-35


(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 26-28

0
tafsir surah al-furqan
tafsir surah al-furqan

Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 26-28 berbicara mengenai kedahsyatan hari kiamat sebagaimana telah disinggung sebelumnya.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 23-25


Ayat 26

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa kerajaan yang benar dan sejati pada hari Kiamat adalah milik Allah, sedangkan kerajaan-kerajaan yang pernah ada di dunia tidak ada yang abadi.

;ۗلِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ ۗ لِلّٰهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ;

Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)

Sebagai pemilik kerajaan yang sejati, Allah Maha Pemurah, Maha Pengasih, dan Mahaadil ketika mengadili para hamba-Nya terutama yang beriman dan patuh melaksanakan perintah-Nya.

Sebaliknya bagi orang kafir, hari akhirat merupakan hari yang sangat sulit, karena tuhan-tuhan yang menjadi sembahan mereka tidak dapat memberi syafaat atau pertolongan. Berbagai kesukaran yang mereka hadapi itu membuat mereka putus asa.

Situasi yang dihadapi orang-orang kafir digambarkan dalam Al-Qur’an:

وَلَوْ اَنَّ لِكُلِّ نَفْسٍ ظَلَمَتْ مَا فِى الْاَرْضِ لَافْتَدَتْ بِهٖۗ وَاَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَاَوُا الْعَذَابَۚ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ   ;

Dan kalau setiap orang yang zalim itu (mempunyai) segala yang ada di bumi, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. Kemudian diberi keputusan di antara mereka dengan adil, dan mereka tidak dizalimi. (Yµnus/10: 54)


Baca juga: Bukan Kitab Suci Biasa, Ini 5 Keistimewaan Al-Qur’an


Ayat 27-28

Pada hari itu, orang-orang yang zalim akan menggigit jari mereka dengan penuh penyesalan karena telah melalaikan kewajiban-kewajibannya selama hidup di dunia.

Dengan sombong, mereka telah berpaling dari kebenaran yang dibawa oleh utusan Allah kepada mereka. Mereka menangis tersedu-sedu menyesali diri seandainya dulu ketika hidup di dunia mereka mengikuti ajakan Rasulullah kepada jalan yang lurus yang membawa keselamatan dunia dan akhirat.

Mereka berkata dengan penuh penyesalan, “Seandainya aku di dunia dulu mengikuti Muhammad, bersama-sama beliau menuju jalan yang benar. Andaikan aku dulu dapat menahan kesombongan sehingga dengan tulus ikhlas memeluk agama Islam, niscaya aku tidak merasakan kesulitan ini.” Hanya sayang penyesalan itu tidak berguna lagi.

Mereka menyesal karena keliru mencari kawan. Ini kecelakaan dan kebinasaan yang besar. “Seandainya aku dulu tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku, tentu dia tidak dapat menjerumuskan aku ke dalam kesesatan.”

Memang yang menjerumuskan manusia ke dalam kecelakaan dan kesesatan itu ada kalanya setan sendiri atau setan yang berbentuk manusia, seperti seorang musyrik Arab yang bernama Ubay bin Khalaf.

Persahabatan ‘Uqbah bin Abi Mu’ait dengan Ubay bin Khalaf sangat berpengaruh baginya. ‘Uqbah bin Abi Mu’ait sering menghadiri pengajian Nabi Muhammad sehingga menjadi kenalan yang baik. Pada suatu hari, ia mengundang Nabi Muhammad untuk makan di rumahnya. Ketika itu, Nabi tidak mau makan kecuali jika ‘Uqbah bin Abi Mu’ait mau masuk Islam, lalu ‘Uqbah membaca dua kalimat syahadat.

Namun sahabat ‘Uqbah bin Abi Mu’ait yang bernama Ubay bin Khalaf tidak senang dan marah kepadanya. Abi Mu’ait lalu mengatakan bahwa ia masuk Islam hanya pura-pura saja. Ubay bin Khalaf menyuruh agar ‘Uqbah bin Abi Mu’ait meludahi wajah Nabi Muhammad. Hal itu lalu dilakukannya ketika beliau sedang melaksanakan salat di Dar an-Nadwah, dekat Baitullah. ‘Uqbah bin Abi Mu’ait mematuhi apa yang dikehendaki sahabatnya. Demikianlah akibat persahabatan dengan orang yang tidak baik akan membawa akibat yang tidak baik pula.

Nabi Muhammad memberi pedoman agar selalu mencari sahabat atau teman akrab yang baik. Sabda beliau:

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ (رواه أبو داود والترمذي عن أبي هريرة)

Seseorang akan mengikuti perilaku temannya, maka perhatikanlah siapa temanmu. (Riwayat Abµ Dawud dan at-Tirmizi dari Abµ Hurairah)

Dan sabda Rasulullah saw:

إنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسُ السُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يَحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يَحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا مُنْتِنَةً. (رواه الشيخان عن أبي موسى الأشعرى)

Perumpamaan teman duduk yang baik dan yang jahat ialah seperti pembawa minyak kasturi dan pandai besi. Pembawa minyak kasturi itu adakalanya kamu menerima atau membeli minyak daripadanya. Dan paling sedikit kamu mendapatkan bau harum daripadanya. Adapun pandai besi kadang-kadang ia membakar pakaianmu (karena semburan apinya) atau kamu menjumpai bau yang tidak sedap.” (Riwayat asy-Syaikhan dari Abµ Mµsa al-Asy’ari).


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al-Furqan Ayat 29-32


(Tafsir Kemenag)