Beranda blog Halaman 209

Tafsir Surah Shad Ayat 21-24

0
Tafsir Surah Shad
Tafsir Surah Shad

Tafsir Surah Shad Ayat 21-24 berbicara tentang kisah Daud dalam menyelesaikan suatu masalah, namun kasus dalam tafsir ini sedikit unik, dimana Allah sedikit menguji Nabi Daud dengan suatu permasalahan yang bertujuan supaya Daud bisa lebih bijak lagi dalam menyelesaikan masalah yang menghampirinya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Shad Ayat 18-20


Ayat 21-22

Allah menyebutkan salah satu peristiwa yang menarik di antara kisah Nabi Daud. Kisah ini dimulai dengan pertanyaan yang ditujukan kepada Rasulullah dan pengikut-pengikutnya, untuk menunjukkan bahwa kisah dimaksud benar-benar menarik perhatian dan patut diteladani.

Kisah yang menarik itu ialah kisah orang-orang yang berperkara yang datang kepada Nabi Daud. Daud pada waktu itu berada di tempat peribadatannya. Nabi Daud pun terperanjat karena beliau menyangka mereka itu datang untuk memperdayainya. Nabi Daud menduga demikian, karena mereka datang dengan cara dan dalam waktu yang tak biasa.

Pada saat itulah, mereka meminta kepada Daud agar tidak merasa takut. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa mereka mempunyai perkara yang harus diputuskan, dan meminta agar perkaranya diputuskan dengan keputusan yang adil, lagi tidak menyimpang dari kebenaran.

Ayat 23

Pada ayat ini Allah menjelaskan apa yang mereka jadikan perkara itu. Salah satu pihak dari mereka menerangkan bahwa saudaranya mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing. Sedang ia sendiri mempunyai seekor kambing saja. Saudaranya menuntut agar menyerahkan kambing yang ia miliki.

Karena saudaranya itu pandai memutarbalikkan fakta, sedang ia sendiri tidak mempunyai bukti-bukti yang kuat untuk menangkis, ia merasa dikalahkan dan harus menyerahkan kambing yang seekor itu kepada saudaranya. Itulah perkara yang mereka ajukan kepada Nabi Daud dengan maksud agar mendapat keputusan yang adil.


Baca Juga : Bukti Perkembangan Al-Qur’an yang Fleksibel dan Tidak Sepi dari Perdebatan


Ayat 24

Pada ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Daud memutuskan perkara tersebut dengan mengatakan bahwa tergugat telah berbuat aniaya kepada penggugat, karena yang digugat itu telah mengambil kambing penggugat untuk dimiliki, sehingga kambingnya menjadi bertambah banyak.

Pada ayat ini tidak dijelaskan lebih lanjut apakah Nabi Daud sesudah mendapat keterangan dari penggugat, meminta keterangan juga kepada tergugat. Juga tidak diterangkan apakah jawaban Nabi Daud itu didasarkan atas bukti-bukti yang memberi keyakinan.

Menurut pengertian yang tampak dalam ayat, Nabi Daud hanyalah memberi jawaban sesudah mendapat keterangan dari pihak penggugat saja. Padahal mungkin saja pihak penggugat mengemukakan keterangan yang berlawanan dengan kenyataan, atau karena cara mengemukakan kata diatur demikian rupa, hingga timbullah kesan seolah-olah si penggugat itu orang jujur.

Seharusnya Nabi Daud tidak memberi jawaban secara tergesa-gesa, atau ditunda saja jawabannya hingga mendapat keyakinan yang sebenar-benarnya.

Ditinjau dari cara mereka masuk menemui Daud dengan memanjat pagar, dan waktunya yang tidak tepat, dan persoalan yang diajukan, sebenarnya mereka tidak bermaksud untuk meminta keputusan kepada Daud, tetapi mereka mempunyai maksud yang lain.

Hanya karena kewaspadaan Nabi Daud, maka rencana mereka itu tidak dapat mereka laksanakan. Di dalam sejarah dapat diketahui bahwa orang-orang Bani Israil sering kali berusaha untuk membunuh nabinya, misalnya mereka telah membunuh Ilyasa’ dan Zakaria.

Patut diduga kedua orang itu (penggugat dan tergugat) sebenarnya ingin menganiaya Nabi Daud, hanya saja mereka tidak sampai melaksanakan niat jahatnya karena niat mereka diketahui terlebih dahulu.

Kemudian Allah menjelaskan jawaban Daud lebih terperinci. Daud mengatakan kepada orang yang berperkara itu bahwa sebagian besar orang yang mengadakan perserikatan, menganiaya anggotanya yang lain.

Hal ini terjadi karena sifat Hasad, dengki, dan memperturutkan hawa nafsu sehingga hak anggota yang satu terambil oleh anggota yang lain.

Terkecuali orang-orang yang dalam hatinya penuh dengan iman dan mencintai amal saleh yang terhindar dari perbuatan yang jahat itu.

Di akhir ayat, Allah menjelaskan bahwa Nabi Daud sadar bahwa ia sedang mendapat cobaan dari Allah. Lalu ia meminta ampun kepada Allah atas kesalahan, seraya sujud bertobat kepada-Nya karena merasakan kekurangan dan kesalahan yang ada pada dirinya.

Kesalahan dan kekurangan yang menimpa dirinya ialah ketergesa-gesaannya memberikan jawaban kepada orang yang berperkara, padahal ia belum memperoleh keyakinan dan bukti-bukti yang seharusnya ia peroleh.

Ia memutuskan hanya berdasar prasangkanya bahwa kedatangan orang yang ingin memperdayainya itu adalah cobaan dari Allah, padahal apa yang ia duga tidak terjadi.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Shad 25-26


Tafsir Surah Al-Mulk ayat 12-14

0
Tafsir Surah Al-Mulk
Tafsir Surah Al-Mulk

Tafsir Surah Al-Mulk ayat 12-14 ini menerangkan beberapa tanda-tanda orang bertakwa yang salah satunya adalah takut kepada azab Allah.


Baca Juga: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 10-11


Ayat 12

Tafsir Surah Al-Mulk ayat 12-14 khususnya Ayat ini menerangkan tanda-tanda orang bertakwa yang tunduk dan patuh kepada Allah, dan yakin bahwa Allah mengetahui segala yang mereka lakukan baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

Tanda-tanda itu ialah:

  1. Senantiasa takut kepada azab Allah walaupun azab itu merupakan suatu yang gaib, tidak tampak dan belum tentu kapan datangnya.
  2. Merasa takut akan kedatangan hari Kiamat, karena mengingat malapetaka yang akan terjadi pada diri mereka seandainya mengingkari Allah, seperti peristiwa yang akan terjadi pada hari perhitungan, hari pembalasan, dan azab neraka yang tiada terkirakan.
  3. Yakin dan percaya bahwa Allah selalu mengawasi, memperhatikan, dan mengetahui di mana dan dalam keadaan bagaimana mereka setiap saat.

Dalam hadis Nabi Muhammad disebutkan:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ ُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ. (رواه الترمذي والنسائي وأحمد والحاكم وغيرهم)

Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Tak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah. (Riwayat at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ahmad, al-Hakim, dan lainnya)

Orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh, tidak ada kekhawatiran terhadap diri mereka dan mereka tidak bersedih hati terhadap segala sesuatu yang luput dari mereka, sebagaimana firman Allah:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ  ٢٧٧

Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (al-Baqarah/2: 277).

Orang-orang yang beriman dan taat kepada Allah selalu merasa mendapat pengawasan dari-Nya. Mereka yakin bahwa Dia melihat dan memperhatikan mereka, sebagaimana yang diucapkan Nabi Muhammad dalam konteks ihsan:

أََنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة)

Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu. (Riwayat al-Bukhari, Muslim, dan Abu Hurairah)

Allah menjanjikan bahwa orang-orang mukmin yang bersifat demikian akan diampuni dosa-dosanya dan akan diberi pahala yang besar di akhirat kelak.

Ayat 13

Menurut riwayat Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Pada suatu ketika orang-orang musyrikin mempergunjingkan Nabi Muhammad dan menjelek-jelekkannya, maka Allah menurunkan kepada beliau semua yang dibicarakan mereka itu. Lalu sebahagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Rendahkanlah suaramu agar kata-katamu tidak didengar oleh Tuhan Muhammad.” Maka turunlah ayat ini yang antara lain menjelaskan bahwa tidak ada suatu apa pun yang luput dari pengetahuan Allah.

Pada ayat ini, Allah kembali menjelaskan bahwa Dia mengetahui segala yang dirahasiakan dan segala yang dilahirkan oleh hamba-hamba-Nya, baik berupa perkataan, perbuatan, dan segala yang dirasakan oleh hati dan panca indera. Semuanya itu tidak luput sedikit pun dari pengetahuan Allah, karena Dia Maha Mengetahui segala isi hati.

Dari ayat ini dapat pula diambil kesimpulan bahwa semua doa yang dipanjatkan kepada Allah, baik dengan suara keras, berbisik, lemah-lembut maupun dengan gerakan hati saja akan diketahui Allah.

Ayat 14

Ayat ini seakan-akan memperingatkan orang-orang musyrik yang tidak percaya akan luas dan detilnya pengetahuan Allah, bahwa Tuhan Maha Mengetahui segala isi langit dan bumi betapa pun kecilnya, betapa pun jauh disembunyikan, serta mengetahui perkataan-perkataan yang dirahasiakan. Sesungguhnya pengetahuan Allah dapat menembus dinding yang sangat tebal dan kokoh dan sesuatu yang paling tersembunyi letaknya sekalipun.

Seandainya orang-orang kafir mau menggunakan akalnya, tentu ia akan berpendapat bahwa yang menciptakan seluruh alam ini, termasuk di dalamnya bumi dengan segala isinya, adalah Allah. Pencipta itu pasti mengetahui keadaan dan sifat-sifat dari ciptaan-Nya, baik yang kecil maupun yang besar. Oleh karena itu, apa pun yang terjadi pada ciptaan-Nya, Allah mengetahuinya dengan rinci.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 15


Tafsir Surah Al-Mulk ayat 10-11

0
Tafsir Surah Al-Mulk
Tafsir Surah Al-Mulk

Tafsir Surah Al-Mulk ayat 10-11 menceritakan penyesalan orang-orang kafir atas sikap dan tindakannya semasa hidup di dunia, sedangkan penyesalan itu sudah sia-sia.


Baca Juga: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 6-9


Ayat 10

Dalam Tafsir Surah Al-Mulk ayat 10-11 ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang kafir yang sedang diazab di dalam neraka itu menyesali sikap dan tindakan mereka selama hidup di dunia dengan mengatakan, “Sekiranya kami mau menggunakan akal dan pikiran kami yang telah dianugerahkan Allah, untuk menilai dan mengambil manfaat dari seruan rasul itu, demikian pula seandainya kami menggunakan telinga kami untuk mendengar ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan disampaikan kepada kami oleh rasul yang telah diutus-Nya, tentu kami tidak akan menyangkal dan mengingkari kebenaran yang disampaikan itu. Kami tidak akan tepedaya oleh kesenangan dan pengaruh dunia yang fana ini, tidak akan teperdaya oleh tipu daya setan, dan tidak akan dimasukkan ke dalam neraka yang menyala ini yang azabnya tidak tertanggungkan sedikit pun oleh kami.”

Ayat 11

Dalam ayat ini, Allah menerangkan pula bahwa sekalipun orang-orang kafir yang sedang diazab di dalam neraka itu telah mengakui perbuatan dosa yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia dan menyatakan tobat dengan sesungguhnya, namun pengakuan dan pernyataan tobat mereka itu tidak ada manfaatnya sedikit pun. Sebab, tobat yang diterima Allah hanyalah tobat yang dilakukan oleh seseorang pada waktu ia hidup di dunia, dengan syarat:

  1. Meninggalkan dosa yang dilakukan dengan segera.
  2. Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan.
  3. Berjanji tidak akan melakukan perbuatan dosa yang telah dikerjakannya dan perbuatan-perbuatan yang lain yang dilarang oleh Allah.;Di akhirat, orang-orang kafir itu telah dijauhkan dari rahmat Allah sehingga apa pun yang berupa rahmat-Nya, seperti pengampunan dosa, kebahagiaan hidup, dan lain-lain, tidak akan mereka dapatkan lagi. Hanya kebinasaan yang akan menimpa mereka.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sebenarnya seruan agar menganut agama Allah dan mengikuti seruan rasul itu telah sampai kepada hampir seluruh tempat di dunia ini dan kepada seluruh manusia. Sementara itu, ajaran agama yang disampaikan rasul itu mudah diterima dan dilaksanakan oleh manusia mana pun yang telah balig dan berakal, karena tujuan ajaran agama itu ialah untuk kemaslahatan umat manusia dalam hidup di dunia dan di akhirat nanti, bukan untuk memberatkan dan menyempitkan. Di samping itu, ajaran agama itu mudah diterima akal yang sehat karena sifatnya yang mudah dimengerti dan sesuai dengan akal budi manusia. Akan tetapi, karena hawa nafsu, kedudukan, pangkat, harta, dan ingin mendapat simpati, kehormatan, dan ditambah lagi dengan godaan setan yang tujuannya hanyalah untuk menyesatkan manusia, mereka tidak mengindahkan seruan itu. Akibatnya, mereka mendapat balasan yang setimpal dengan kekafiran dan keingkaran mereka itu. Betapa banyak orang yang tadinya telah beriman dan melakukan ajaran agama Islam dengan baik tetapi kemudian karena pengaruh hawa nafsu dan godaan setan, mereka tidak segan-segan meninggalkan kepercayaan dan keyakinan yang telah tumbuh dengan subur dalam hati mereka, bahkan mereka tidak segan-segan menghancurkan Islam dan kaum Muslimin.

Allah sendiri selalu mengingatkan mereka dengan memberikan cobaan-cobaan berupa kesenangan dan penderitaan, tetapi mereka hanya sadar sampai cobaan itu hilang dari mereka. Setelah itu, mereka kembali mengingkari ajaran dan seruan rasul. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika di akhirat nanti mereka tidak akan mendapat pertolongan dari Allah dan akan dijauhkan dari rahmat-Nya.


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 12


Tafsir Surah Shad Ayat 18-20

0
Tafsir Surah Shad
Tafsir Surah Shad

Tafsir Surah Shad Ayat 18-20 secara umum berbicara tentang kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada Nabi Daud, setidaknya ada empat kenikmatan besar yang akan dijelaskan dalam tafsir kali ini, dan berikut penjelasannya.

Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Shad Ayat 14-17

Ayat 18-20

Di dalam ayat-ayat ini, Allah menyebutkan beberapa kenikmatan yang telah diberikan kepada Daud.

Pertama, bahwa Allah telah menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama-sama Daud di waktu petang dan pagi. Ungkapan seperti ini mengandung pengertian bahwa Nabi Daud selalu taat beribadah kepada Allah.

Dia selalu bertasbih, memuji kebesaran-Nya pagi dan petang. Allah menyamakan ketaatan Daud ini dengan ketaatan gunung-gunung untuk menunjukkan betapa dalam ketaatan Nabi Daud itu.

Adapun tentang ketaatan gunung bertasbih itu adalah dalam kenyataan bahwa gunung-gunung itu mengikuti sunah Allah yang tidak berubah-ubah, yang sudah barang tentu lain dengan taatnya manusia.

Allah berfirman:

وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْ

Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. (al-Isra’/17: 44).

Apabila seseorang memperhatikan dengan cermat arti dan kegunaan penciptaan gunung untuk manusia, serta memperhatikan pula fungsinya sebaik-baiknya, maka ia akan mengetahui bahwa gunung itu merupakan salah satu penyebab turunnya hujan, yang memberi kehidupan bagi manusia.

Ia juga sebagai media penyimpan air di musim penghujan, yang dialirkannya di musim kemarau, serta mineral yang dimuntahkannya menjadi penyubur tanah pertanian.

Demikian pula dalam perutnya terdapat segala macam barang tambang yang sangat diperlukan untuk kepentingan perlengkapan hidup manusia. Gunung-gunung itu menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya dan tidak pernah keluar dari ketentuan yang berlaku.

Allah selanjutnya menjelaskan bahwa Dia menundukkan pula burung-burung yang selalu bertasbih kepada-Nya bersama Nabi Daud. Ungkapan serupa ini mengandung pengertian betapa indahnya suara Nabi Daud pada saat membaca kitab Zabur, sehingga seolah-olah getaran suaranya dapat menawan burung-burung yang sedang beterbangan di angkasa.

Digambarkan seolah-olah burung-burung yang sedang terbang itu terhenti di udara karena mendengar suara Nabi Daud yang sedang bertasbih, dan ikut pula bertasbih bersama-sama dengannya.

Tasbih burung-burung tidak sama dengan tasbih manusia. Burung-burung mempunyai cara tersendiri di dalam menyatakan keagungan Allah.


Baca Juga : Penjelasan Al-Quran tentang Fenomena Alam Semesta Bertasbih kepada Allah


Sesudah itu Allah menegaskan bahwa masing-masing makhluk yang disebutkan tadi, yaitu gunung dan burung tunduk, takluk dan jinak patuh pada ketentuan Allah untuk kepentingan umat manusia.

Pada ayat ini terdapat sindiran bagi orang-orang musyrik Mekah, pertama bahwa apabila gunung dan burung yang diciptakan tidak berakal itu selalu menaati ketentuan-ketentuan Allah, maka seharusnyalah mereka yang diciptakan sebagai makhluk yang lebih sempurna dan dilengkapi dengan akal lebih taat kepada hukum-hukum Allah.

Apabila terjadi sebaliknya, berarti telah terjadi sesuatu yang tidak wajar pada diri mereka.

Kedua, Allah telah menguatkan kerajaan Nabi Daud dengan tentara yang banyak, harta kekayaan yang melimpah ruah, pribadi yang sangat disegani, dan kemahiran dalam mengatur siasat perang sehingga selalu meraih kemenangan.

Ketiga, Allah telah menganugerahkan kepadanya hikmah. Yang dimaksud hikmah dalam ayat ini adalah kenabian, kesempurnaan ilmu, dan ketelitian dalam melaksanakan amal perbuatan, serta pemahaman yang tepat.

Di antara ilmu pengetahuan yang diberikan Allah kepada Nabi Daud ialah seperti disebutkan dalam firman Allah:

وَاَلَنَّا لَهُ الْحَدِيْدَۙ   ١٠  اَنِ اعْمَلْ سٰبِغٰتٍ وَّقَدِّرْ فِى السَّرْدِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًاۗ اِنِّيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ   ١١

… dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Saba’/34: 10-11).

Sedang yang dimaksud ketelitiannya dalam melaksanakan amal perbuatan ialah dia tidak mau memulai sesuatu perbuatan, terkecuali ia mengetahui sebab apa dan untuk apa amal perbuatan itu dilakukan.

Keempat, Allah telah menganugerahkan kepadanya kebijakan dalam menyelesaikan perselisihan. Dalam menyelesaikan persengketaan ia selalu memeriksa pihak-pihak berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan jauh dari sifat-sifat berat sebelah, dan bersih dari pengaruh hawa nafsu.

Untuk mencari keyakinan yang sebenar-benarnya yang dapat dijadikan landasan yang tepat dalam memutuskan perkara memerlukan ilmu pengetahuan yang luas, sikap yang lemah-lembut, menguasai persoalan yang dipersengketakan, dan kesabaran yang kuat.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Shad 21-24


Tafsir Surah Al-Mulk ayat 6-9

0
Tafsir Surah Al-Mulk
Tafsir Surah Al-Mulk

Tafsir Surah Al-Mulk ayat 6-9 menjelaskan tentang pedihnya neraka. Neraka merupakan tempat yang paling buruk, orang-orang yang berada di dalamnya akan merasakan penderitaan dan siksaan yang amat pedih. Tafsir Surah Al-Mulk ayat 6-9 ini menerangkan lebih lanjut bagaimana sikap neraka ketika menerima orang-orang kafir.


Baca Juga: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 4-5


Ayat 6

Telah menjadi ketetapan dan sunatullah bahwa setiap orang yang menyekutukan dan mengingkari Allah, serta mendustakan para rasul yang diutus-Nya, akan dimasukkan ke dalam neraka. Neraka itulah tempat yang paling buruk yang disediakan bagi mereka. Di dalamnya mereka akan merasakan penderitaan dan siksaan yang amat pedih dan menyengsarakan.

Kemudian Allah menerangkan sikap neraka pada waktu orang-orang kafir dimasukkan ke dalamnya, yaitu:

  1. Ketika orang-orang kafir dilemparkan ke dalamnya, terdengarlah suaranya yang gemuruh lagi dahsyat sebagai tanda kemarahannya.
  2. Neraka itu menggelegak, laksana periuk besar merebus orang-orang kafir dengan airnya yang mendidih.
  3. Neraka itu seakan-akan hampir pecah waktu orang-orang kafir dilemparkan ke dalamnya.
  4. Neraka itu sangat ganas dan marah kepada setiap orang yang berada di dalamnya.
  5. Setiap kali rombongan orang kafir dimasukkan ke dalamnya, penjaga-penjaga neraka itu mencerca mereka, “Belum pernahkah seorang rasul datang kepada kamu. Kenapa kamu tidak mengikuti seruan para rasul yang disampaikan kepadamu?”
  6. Penduduk neraka mengakui bahwa telah datang rasul-rasul kepada mereka, akan tetapi mereka mendustakannya; bahkan menuduh bahwa para rasul itulah yang berada dalam kesesatan

Ayat 7

Dalam ayat ini, diterangkan keadaan neraka sebagai tempat yang disediakan bagi orang-orang kafir serta sikapnya ketika mereka dilemparkan ke dalamnya. Pada waktu orang-orang kafir dilemparkan ke dalamnya, terdengarlah oleh mereka suara gemuruh yang amat dahsyat dan menakutkan. Neraka itu terdengar menggelegak seakan-akan seperti periuk besar dan orang-orang kafir direbus di dalamnya dengan air yang mendidih dan menggelegak karena panasnya.

Ayat 8

Selanjutnya diterangkan bahwa neraka itu menerima orang-orang kafir dengan kemarahan yang sangat. Demikian marahnya, sehingga hampir saja mereka itu pecah berkeping-keping. Dalam keadaan demikian, malaikat Zabaniyah pun mencela dan mencerca mereka, “Tidak pernahkah datang kepada kamu seorang rasul yang diutus Allah yang memperingatkan kamu kepada azab hari Kiamat yang menimpamu pada saat ini?” Hal ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak akan mengazab suatu kaum, melainkan setelah Dia mengutus seorang rasul dan mereka tidak mengindahkan seruan itu. Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِيْنَ حَتّٰى نَبْعَثَ رَسُوْلًا

…tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul. (al-Isra’/17: 15)

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia dituntut melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya jika telah disampaikan kepada mereka seruan rasul yang diutus kepada mereka. Hal ini berlaku baik seruan itu disampaikan secara langsung maupun tidak langsung, yaitu dengan perantaraan orang-orang yang telah beriman kepada-Nya.

Ayat 9

Dalam ayat ini diterangkan bahwa pertanyaan para malaikat itu dijawab oleh orang-orang kafir yang sedang diazab itu dengan mengakui bahwa telah datang kepada mereka seorang rasul. Dia telah membacakan kepada mereka ayat-ayat Tuhan dan telah memperingatkan mereka akibat yang akan diterima oleh orang-orang yang tidak memperkenankan seruan itu. Akan tetapi, mereka mendustakan dan bahkan mengejek para rasul itu dengan mengatakan; Hai orang yang telah mengaku menerima wahyu dari Allah.

Sebenarnya tidak ada sesuatu wahyu pun yang diturunkan Allah kepadamu karena engkau bukanlah seorang rasul yang diutus kepada kami. Engkau hanyalah manusia biasa seperti kami juga, bahkan engkau lebih miskin dan lebih rendah derajatnya daripada kami. Tidak ada guna dan faedahnya sedikit pun semua perkataan yang engkau ucapkan itu bagi kami, bahkan kamu seluruhnya yang mengaku bahwa sebagai rasul yang diutus oleh Tuhan, sebetulnya adalah orang-orang yang berada dalam kesesatan yang besar.” Pada ayat yang lain, Allah berfirman:

وَسِيْقَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِلٰى جَهَنَّمَ زُمَرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءُوْهَا فُتِحَتْ اَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَآ اَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِّنْكُمْ يَتْلُوْنَ عَلَيْكُمْ اٰيٰتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُوْنَكُمْ لِقَاۤءَ يَوْمِكُمْ هٰذَا ۗقَالُوْا بَلٰى وَلٰكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ  ٧١

Orang-orang yang kafir digiring ke neraka Jahanam secara berombongan. Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (neraka) pintu-pintunya dibukakan dan penjaga-penjaga berkata kepada mereka, “Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul dari kalangan kamu yang membacakan ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan (dengan) harimu ini?” Mereka menjawab, “Benar, ada,” tetapi ketetapan azab pasti berlaku terhadap orang-orang kafir. (az-Zumar/39: 71).

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 10-11


Tafsir Surah Al-Mulk ayat 4-5

0
Tafsir Surah Al-Mulk
Tafsir Surah Al-Mulk

Tafsir Surah Al-Mulk ayat 4-5 menyebutkan bahwa meskipun manusia berulang kali memperhatikan ciptaan Allah dapat dipastikan tidak akan menemukan kekurangan dan cacat walau sedikitpun. Dijelaskan pula dalam Tafsir Surah Al-Mulk ayat 4-5 tentang tujuan Allah menciptakaan bintang.


Baca Juga: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 3


Ayat 4

Pertanyaan Allah kepada manusia pada ayat di atas dijawab sendiri oleh Allah pada ayat ini dengan mengatakan bahwa sekali pun manusia berulang-ulang memperhatikan, mempelajari, dan merenungkan seluruh ciptaan Allah, pasti ia tidak akan menemukan kekurangan dan cacat, walau sedikit pun. Jika mereka terus-menerus melakukan yang demikian itu, bahkan seluruh hidup dan kehidupannya digunakan untuk itu, akhirnya ia hanya akan merasa dan tidak akan menemukan kekurangan, sampai ia mati dan kembali kepada Tuhannya.

Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa tidak ada seorang pun di antara manusia yang sanggup mencari kekurangan pada ciptaan Allah. Jika ada di antara manusia yang sanggup, hal ini berarti bahwa dia mengetahui seluruh ilmu Allah. Sampai saat ini belum ada seorang pun yang mengetahuinya dan tidak akan ada seorang pun yang dapat memiliki seluruh ilmu Allah. Seandainya ada di antara manusia yang dianggap paling luas ilmunya, maka ilmu yang diketahuinya itu hanyalah merupakan sebahagian kecil dari ilmu Allah. Akan tetapi, banyak di antara manusia yang tidak mau menyadari kelemahan dan kekurangannya, sehingga mereka tetap ingkar kepada-Nya.

Ayat 5

Setelah menyatakan bahwa tidak terdapat kekurangan sedikit pun dalam ciptaan-Nya, Allah menegaskan bahwa Dialah Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dengan mengatakan bahwa Dia telah menghias langit yang terdekat ke bumi dengan matahari yang bercahaya terang pada siang hari, bulan dan bintang-bintang yang bersinar pada malam hari, yang dapat dilihat oleh manusia setiap datangnya siang dan malam. Langit yang berhiaskan matahari, bulan, dan bintang-bintang yang bersinar itu terlihat oleh manusia seakan-akan rumah yang berhiaskan lampu-lampu yang gemerlapan di malam hari, sehingga menyenangkan hati orang yang memandangnya.

Perumpamaan yang dikemukakan ayat di atas merupakan perumpamaan yang indah dan langsung mengenai sasarannya. Yaitu bahwa alam semesta ini diumpamakan seperti rumah. Rumah merupakan tempat tinggal manusia, tempat mereka berlindung dari terik matahari dan tempat berteduh di waktu hujan, tempat mereka bersenang-senang dan beristirahat, tempat mereka membesarkan anak-anak mereka, dan sebagainya. Demikianlah alam ini diciptakan Allah untuk kepentingan manusia seluruhnya.

Bintang-bintang itu di samping menghiasi langit, juga dapat menimbulkan nyala api yang dapat digunakan untuk melempari setan terkutuk yang mencuri dengar pembicaraan penduduk langit.

Sebagian ulama ada yang menafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan bintang-bintang sebagai hiasan dunia dan untuk menimbulkan rezeki bagi manusia, yaitu dengan adanya siang dan malam dengan segala macam manfaatnya yang dapat diperoleh darinya. Rezeki yang diperoleh manusia karena adanya siang dan malam itu, ada yang menjadi sebab timbulnya kebaikan dan ada pula yang menjadi sebab timbulnya kejahatan yang dapat mengobarkan nafsu jahat.

Qatadah mengatakan bahwa Allah menciptakan bintang-bintang itu dengan tiga tujuan, yaitu:

Pertama, untuk hiasan langit

Kedua, untuk melempar setan

Ketiga, untuk menjadi petunjuk arah dan alamat bagi para musafir yang sedang dalam perjalanan, baik di darat, laut, maupun di ruang angkasa yang sangat luas ini.

Barangkali Qatadah menerangkan di antara tujuan Allah menciptakan bintang-bintang sejauh yang ia ketahui, karena masih banyak tujuan yang lain, baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui oleh manusia. Allah Mahaluas ilmu-Nya lagi Mahabijaksana.

Demikianlah Allah menciptakan bintang-bintang yang menghiasi alam raya yang tidak terhitung banyaknya. Semua itu dapat dimanfaatkan manusia sesuai dengan keinginan yang hendak dicapainya. Jika keinginan yang hendak dicapai itu adalah keinginan yang sesuai dengan keridaan Allah, tentu Allah akan melapangkan jalan bagi tercapainya keinginan itu dan memberinya pahala yang berlipat-ganda. Sebaliknya jika keinginan yang hendak dicapai itu adalah keinginan yang berlawanan dengan keridaan Allah, maka bagi mereka disediakan azab yang pedih.


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Mulk ayat 6-9


Surat Ali Imran Ayat 110: Syarat Menjadi Umat Terbaik

0
Umat Terbaik
Syarat Menjadi Umat Terbaik

Artikel kali ini mengulas tentang syarat untuk menjadi umat terbaik dalam al-Quran. Allah Swt dalam Surat Ali Imran ayat 110 menegaskan perihal amar ma’ruf nahi munkar. Ayat ini sering dijadikan dalil bahwa umat Islam merupakan umat terbaik. Allah Swt berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah Swt. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Jarir At-Thabari menghimpun paling tidak dua pendapat mengenai siapa yang dimaksud dengan umat. Pendapat pertama menerangkan bahwa yang dimaksud dengan umat adalah orang-orang yang hijrah  bersama Nabi saw dari Mekah ke Madinah (muhajirin). Keterangan ini didapat dari jalur riwayat Ibnu Abbas dari Sa’id bin Jubair, al-Suddi, dan Ikrimah. Pendapat kedua berasal dari riwayat Abu Hurairah dan Mujahid mengatakan bahwa umat yang dimaksud ayat adalah siapa pun yang memenuhi tiga kriteria utama: a)  amar makruf, b) nahi munkar, dan c) beriman kepada Allah Swt sebagaimana disebutkan di dalam ayat.

Baca Juga: Inilah 3 Syarat Utama Implementasi Islam Wasathiyah Menurut Quraish Shihab

Ibnu ‘Asyur dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari kedua penafsiran di atas. Menurutnya keutamaan para sahabat dibanding umat sebelumnya adalah karena mereka hidup ketika Nabi saw telah diutus. Dibandingkan dengan masa sebelum Rasul diutus, maka sahabat merupakan umat di masa yang terbaik. Sedangkan keutamaan umat Nabi saw setelah beliau wafat adalah ketika mereka melaksanakan tiga kriteria tadi: beriman, amar makruf, dan nahi munkar. Keutamaan ini terletak pada perilaku dan tidak lepas dari ketentuan ayat sebelumnya: dengan tetap menjunjung tinggi al-khayr/kebajikan universal (Ali Imran ayat 104) dan menjaga persatuan (Ali Imran Ayat 105).

Menurut M. Quraish Shihab kata ummat secara semantik digunakan untuk menunjuk semua kelompok yang dihimpun oleh sesuautu berupa agama yang sama, maupun waktu atau tempat yang sama. Bahkan kata Quraish, al-Quran dan hadis tidak membatasi kata umat hanya pada kelompok manusia, burung seperti dalam Surat al-An’am ayat 38 dan semut dalam hadis, juga disebut sebagai umat.

Shihab dalam Tafsir Al-Mishbahnya menambahkan bahwa umat adalah ikatan persamaan dalam pengertian apa pun: bangsa, suku, agama, ideologi dan sebagainya. Ikatan itu telah melahirkan satu umat, dengan demikian seluruh anggotanya adalah saudara. Dengan banyak dan lenturnya makna umat ini, kata Shihab, dalam persamaan dan kebersamaannya dapat menampung aneka perbedaan.

Bila menggunakan makna umat sebagaimana dituliskan Quraish Shihab di atas, maka masyarakat Indonesia merupakan suatu umat tersendiri karena memiliki ikatan persamaa. Ikatan ini dideklarasikan pada tahun 1928 dalam momentum Sumpah Pemuda. Pada puncaknya sebagai sebuah bangsa, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan menjadi sebuah negara bangsa yang bersatu dan bebas.

Menarik penjelasan dari Hamka terkait dengan kebebasan ketika menafsirkan ayat ini. Menurutnya suatu masyarakat dapat mencapai martabat setinggi-tingginya ketika dia mempunyai kebebasan. Kebebasan dalam tiga intisari: kebebasan kemauan atau karsa; kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat (praksa); dan kebebasan jiwa dari keraguan (rasa). Ketiga intisari ini juga berkaitan dengan tiga syarat: amar makruf, nahi munkar, dan iman.

Ketika seseorang telah mempunyai kebebasan kehendak atau karsa dia akan berani menjadi penyuruh dan pelaksana perbuatan makruf. Kebebasan yang pertama ini, kata Hamka, mendorong masyarakat agar tidak statis, mempunyai dinamika untuk mencapai sesuatu yang lebih sempurna. Inilah hakikat dari yang makruf, berkaitan dengan makrifat.

Kemudian kebebasan berpikir dan berpendapat dapat menimbulkan keberanian menentang yang munkar, yang salah. Mungkar itu sendiri berarti ditolak, tidak diterima oleh peri-kemanusiaan. Bebas berani mengatakan: itu yang salah! Ini yang benar! Juga berani menanggung risikonya. Kebebasan yang berkeberanian ini memandu kepada yang makruf.

Kedua kebebasan tersebut bersumber dari kebebasan jiwa. Jiwa yang telah terlepas dari segala belenggu bendawi. Iman adalah sumber dari jiwa yang bebas, karena percaya kepada Allah Swt menghilangkan rasa takut dan ragu.

Dalam konteks Indonesia masa kolonial, prinsip kebebasan inilah yang dijadikan dasar bagi anak bangsa untuk berjuang melawan penjajahan. Hamka menuturkan bahwa saat Jepang memerintahkan rakyat Indonesia, sebagai wilayah jajahannya, untuk ruku (keirei) ke istana Kaisar Jepang, ayahnya (Abdul Karim Amrullah) menolak dan menentang. Kemudian Hamka bertanya: “Ayah, tidaklah takut dengan siksa para kempetai Jepang?”

Ayahnya menjawab: “Ayah tidak takut kepada mati, hai anakku! Yang ayah takuti ialah yang sesudah mati!”

Baca Juga: Tafsir Surah Hud ayat 118-119: Rahmat Allah itu Berupa Kemampuan Bersikap Toleran

Sebelum kita menutup uraian, penulis ingin mengulas sedikit penggalan bagian kedua Surat Ali Imran Ayat 110 ini. Mungkin para pembaca bertanya-tanya bagaimana dengan pernyataan ayat: “Sekiranya Ahli Kitab beriman … namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”?

Jawabannya ada pada ayat berikutnya yakni Surat Ali Imran ayat 113 – 114:

لَيْسُوا سَوَاءً مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ (113) يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Mereka tidak seluruhnya sama. Di antara Ahli Kitab ada yang golongan yang lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka pun merendahkan diri. Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang shalih.”

Buya Hamka menerangkan bahwa ayat ini menegaskan sebuah pengakuan bahwa di antara orang-orang Yahudi dan Nasrani terdapat banyak orang-orang yang shalih. Membaca kitab-kitab mereka dengan baik dan benar, menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar. Hamka mengakui bahwa sekalipun kitab-kitab mereka dianggap telah tercampur aduk, akan tetapi ayat dan wahyu yang asli tetap masih ada. Wallahu A’lam.

Tafsir Surah Shad Ayat 14-17

0
Tafsir Surah Shad
Tafsir Surah Shad

Sebelumnya telah dijelaskan kisah kaum-kaum yang ingkar pada para utusan Allah sampai mereka menerima azab-Nya. Adapun Tafsir Surah Shad Ayat 14-17 menerangkan bahwa kisah-kisah tersebut juga telah disampaikan kepada kaum kafir Quraish, dengan harapan bahwa mereka mau mengambil pelajaran darinya.

Namun, mereka bersikap lain, tidak hanya mengingkari kenabian Muhammad, mereka juga mengingkari kisah-kisah terdahulu, bahkan juga mengingkari adanya azab Allah Swt, sebagaimana yang akan diterangkan dalam Tafsir Surah Shad Ayat 14-17 berikut.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Shad Ayat 12-13 (2)


Ayat 14

Allah menjelaskan penyebab mereka mendapat siksa dan mengalami kehancuran, yaitu karena umat-umat terdahulu itu mendustakan seruan para rasul Allah, maka sepantasnyalah mereka mendapat siksa dan mengalami kehancuran.

Kisah-kisah umat yang lalu itu dikemukakan kepada kaum musyrik Mekah, sebagai peringatan agar mereka insaf dan mau mengubah sikap yang mendustakan seruan Rasul dan sebaliknya menjadi umat yang taat dan menerima seruannya.

Kisah itu juga menjadi hiburan dan dorongan kepada kaum Mukminin agar tabah menghadapi siksaan dan penghinaan musuh-musuh Allah.

Kisah itu menjadi teladan bagi mereka bahwa perjuangan membela agama tauhid tentu mendapat pertolongan dari Allah dan pasti berakhir dengan kemenangan.

Ayat 15

Pada ayat ini, Allah mengancam kaum musyrik Mekah yang tidak mau mengubah keingkarannya kepada Rasul, dengan ancaman berupa teriakan yang amat keras dan cepat, sebagai tanda datangnya hari Kiamat yang membinasakan.

Pada saat itu, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengelakkan diri dari kebinasaan yang datang secara tiba-tiba dan tidak berselang sesaat pun.

Ayat 16

Pada ayat ini, Allah mengungkapkan keingkaran orang-orang kafir Mekah terhadap azab yang diancamkan kepada mereka. Mereka memperolok-olokkan Rasulullah setelah mendengar bahwa azab yang diancamkan kepada mereka itu ialah azab di hari Kiamat.

Mereka meminta kepada Allah agar azab yang diancamkan kepada mereka itu dipercepat datangnya dan tidak perlu ditunggu hingga hari perhitungan tiba.

Allah berfirman:

وَاِذْ قَالُوا اللهم  اِنْ كَانَ هٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَاَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ اَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ اَلِيْمٍ

Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (al-Anfal/8: 32)

Menurut riwayat Imam an-Nasa’i dari Ibnu ‘Abbas, bahwa orang yang meminta agar siksa Allah disegerakan datangnya itu ialah an-Nadhir bin Harist ‘Alaqah bin Kaladah. An-Nadhir mati terbunuh dalam Perang Badar.

Yang dimaksud dengan hari perhitungan ialah hari diperiksanya setiap amal seseorang, dengan pemeriksaan yang teliti agar mendapat balasan yang sesuai dengan amalnya. Terjadinya hari perhitungan itu didahului oleh teriakan keras yang membinasakan seluruh kehidupan pada hari Kiamat.


Baca Juga : Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 7-8: Hiasi Dirimu Dengan Amal Saleh, Bukan Perhiasan Dunia


Ayat 17

Allah memerintahkan kepada Rasulullah dan pengikut-pengikutnya agar tetap bersabar menghadapi apa saja yang dikatakan oleh kaum musyrikin, meskipun perkataan itu merupakan hinaan dan pendustaan.

Hal serupa itu tidak saja menimpa Rasulullah dan para pengikutnya, akan tetapi juga menimpa nabi-nabi yang diutus sebelumnya.

Bagi orang-orang yang beriman, pengingkaran dan penganiayaan yang datang dari pihak musuh-musuh Allah, tidaklah mengurangi semangat perjuangan mereka dalam menegakkan agama tauhid, bahkan menjadi pendorong untuk tetap mempertahankan kebenaran tauhid dan tetap berjuang menghancurkan kemusyrikan.

Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar mengingatkan kaumnya akan kisah Nabi Daud yang memiliki kekuatan.

Dimaksud kekuatan pada ayat ini ialah kekuatan dalam menaati Allah dan kekuatan dalam memahami agama.

Ketaatan kepada Allah dan pengetahuannya terhadap agama tergambar pada tindakannya yang selalu berjuang untuk melaksanakan amanat, menyebarluaskan seruan menganut agama tauhid, tanpa menampakkan kelemahan sedikit pun.

Nabi Daud terkenal sebagai nabi yang paling kuat beribadah. Ia menggunakan waktunya sepertiga malam untuk salat, dan selang sehari ia berpuasa.

Mengenai ketaatan Daud kepada Tuhannya lebih jauh dijelaskan dalam beberapa hadis sebagai berikut:

أَحَبُّ الصِّياَمِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كاَنَ يَصُوْمُ يَوْماً ويُفْطِرُ يَوْماً وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُوْمُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ. (رواه أحمد و البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي عن عبد الله بن عمرو بن العاص)

Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud. Dia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Salat yang paling dicintai Allah Ta‘ala ialah salat Daud, Dia tidur separuh malam, dan melakukan salat sepertiganya, lalu tidur lagi seperenamnya. (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa’i dari Abdullah bin ‘Amr).

Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Daud dalam segala urusan selalu mengembalikannya kepada Allah. Apabila ia merasa bersalah, atau terlintas dalam hatinya ada kesalahan pada dirinya, maka ia selalu meminta ampun kepada Allah.

Imam al-Hakim meriwayatkan dari Abµ Darda’ yang menyatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ دَاوُدَ وَ حَدَّثَ عَنْهُ قَالَ: كَانَ أَعْبَدَ الْبَشَرِ.

Apabila Nabi (Muhammad) saw menyebutkan Nabi Daud atau membicarakannya, maka beliau memberikan sifat bahwa ia adalah manusia yang paling banyak ibadahnya.

Imam Ad-dailami meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:

لاَ يَنْبَغِيْ لِأَحَدٍ أَنْ يَّقُوْلَ: إِنِّيْ أَعْبَدُ مِنْ دَاوُدَ

Tidak patut bagi seseorang mengatakan bahwa saya lebih banyak beribadah dari Nabi Daud.

Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Daud adalah nabi yang amat taat kepada Allah, sebagaimana ditegaskan oleh Allah pada akhir ayat ini.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Shad 18-20


Tafsir Surah Shad Ayat 12-13 (2)

0
Tafsir Surah Shad
Tafsir Surah Shad

Sebelumnya telah dijelaskan tiga kaum terdahulu yang mengingkari seruan para utusan Allah, diantaranya adalah kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, dan kaumnya Fir’aun. Adapun Tafsir Surah Shad Ayat 12-13 (2) akan melanjutkan kembali kisah kaum yang ingkar kepada para utusan Allah, ada tiga kaum lagi yang hendak dibahas kali ini, dan berikut uraiannya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Shad Ayat 12-13 (1)


Ayat 12-13 (2)

Keempat, kaum Samud yang mendustakan seruan Nabi Saleh yang diutus untuk mereka. Mereka telah berbuat kesalahan yang melampaui batas. Mereka telah menyembelih unta yang seharusnya dipelihara. Sebagai balasan atas kedurhakaan mereka, Allah telah menimpakan suara keras yang mengguntur, hingga mereka musnah seperti rumput-rumput kering.

Allah berfirman:

كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ بِالنُّذُرِ  ٢٣  فَقَالُوْٓا اَبَشَرًا مِّنَّا وَاحِدًا نَّتَّبِعُهٗٓ  ۙاِنَّآ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ وَّسُعُرٍ  ٢٤  ءَاُلْقِيَ الذِّكْرُ عَلَيْهِ مِنْۢ بَيْنِنَا بَلْ هُوَ كَذَّابٌ اَشِرٌ   ٢٥  سَيَعْلَمُوْنَ غَدًا مَّنِ الْكَذَّابُ الْاَشِرُ   ٢٦  اِنَّا مُرْسِلُوا النَّاقَةِ فِتْنَةً لَّهُمْ فَارْتَقِبْهُمْ وَاصْطَبِرْۖ    ٢٧  وَنَبِّئْهُمْ اَنَّ الْمَاۤءَ قِسْمَةٌ ۢ بَيْنَهُمْۚ  كُلُّ شِرْبٍ مُّحْتَضَرٌ   ٢٨  فَنَادَوْا صَاحِبَهُمْ فَتَعَاطٰى فَعَقَرَ   ٢٩  فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِيْ وَنُذُرِ   ٣٠  اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَكَانُوْا كَهَشِيْمِ الْمُحْتَظِرِ  ٣١

Kaum Tsamud pun telah mendustakan peringatan itu. Maka mereka berkata, “Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita? Sungguh, kalau begitu kita benar-benar telah sesat dan gila. Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di antara kita? Pastilah dia (Saleh) seorang yang sangat pendusta (dan) sombong.” Kelak mereka akan mengetahui siapa yang sebenarnya sangat pendusta (dan) sombong itu. Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah mereka dan bersabarlah (Saleh). Dan beritahukanlah kepada mereka bahwa air itu dibagi di antara mereka (dengan unta betina itu); setiap orang berhak mendapat giliran minum. Maka mereka memanggil kawannya, lalu dia menangkap (unta itu) dan memotongnya. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! Kami kirimkan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti batang-batang kering yang lapuk. (al-Qamar/54: 23-31).

Kelima, Nabi Lut juga didustakan kaumnya. Berulang kali dia memperingatkan kaumnya agar bertakwa kepada Allah dan meninggalkan perbuatan keji, melakukan homoseksual, namun mereka tetap tidak menghiraukannya.

Allah lalu memerintahkan Lut dan keluarganya meninggalkan Sodom karena mereka akan diazab dengan siksa yang membinasakan.


Baca Juga : Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 80-81: Benarkah Kaum Nabi Luth Homoseksual?


Allah berfirman:

كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوْطٍ ۢبِالنُّذُرِ   ٣٣  اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّآ اٰلَ لُوْطٍ ۗنَجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍۙ  ٣٤

Kaum Lut pun telah mendustakan peringatan itu. Sesungguhnya Kami kirimkan kepada mereka badai yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Lut. Kami selamatkan mereka sebelum fajar menyingsing. (al-Qamar/54: 33-34).

Keenam, Ashbul Aikah, yang merupakan kaum Nabi Syuaib, juga mendustakan nabinya. Nabi Syuaib mengajak mereka agar menyembah Allah Yang Maha Esa, melarang mempersekutukan-Nya, dan tidak mengurangi timbangan.

Akan tetapi, kaumnya bukan saja menolak seruan itu, bahkan mereka bersekutu menentangnya. Itulah sebabnya mereka dibinasakan dengan kilat yang menyambar mereka dalam keadaan gelap gulita.

Allah berfirman:

فَاَسْقِطْ عَلَيْنَا كِسَفًا مِّنَ السَّمَاۤءِ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصّٰدِقِيْنَ ۗ   ١٨٧  قَالَ رَبِّيْٓ اَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ    ١٨٨  فَكَذَّبُوْهُ فَاَخَذَهُمْ عَذَابُ يَوْمِ الظُّلَّةِ ۗاِنَّهٗ كَانَ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ   ١٨٩

“Maka jatuhkanlah kepada kami gumpalan dari langit, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.” Dia (Syuaib) berkata, “Tuhanku lebih mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Kemudian mereka mendustakannya (Syuaib), lalu mereka ditimpa azab pada hari yang gelap. Sungguh, itulah azab pada hari yang dahsyat. (asy-Syu’ara’/26: 187-189).

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Shad 14-17


Beberapa Sikap Manusia terhadap Nikmat yang Digambarkan Al-Quran

0
Sikap Manusia
Sikap Manusia terhadap Nikmat Allah Swt

Ada sejumlah ayat di dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang sikap manusia terhadap nikmat itu. Allah menggambarkan hal itu dalam beberapa ayat berikut. Di dalam QS. Al-Isra’ (17): 83 Allah menyatakan: “Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.”

Ayat ini menerangkan bahwa manusia, ketika mendapatkan nikmat-nikmat dari Allah, tidak taat kepada Allah, menyimpang dari ajaran Allah, dan berpaling dari Allah Swt. Mereka berhura-hura, bersenang-senang dengan nikmat itu. Begitu senangnya mereka, sampai lupa daratan. Akan tetapi, ketika mereka ditimpa musibah, ditimpa kekurangan, ditimpa kesulitan, mereka mengeluh, mereka berputus asa. Mereka juga berkata, ya Allah mengapa Engkau menguji aku dengan beban yang berat begini. Demikianlah tabiat manusia menghadapi nikmat. Jika nikmat berlimpah kepada mereka, mereka yang memberi nikmat. Jika mereka ditimpa musibah, kesulitan, mereka mengeluh tidak pernah habis-habisnya.

Baca Juga: Membayar Utang Adalah Tanda Bagi Keimanan Seseorang

Di dalam QS. Fushshilat (41): 51 Allah mengungkapkan tabiat manusia yang lain dalam menghadapi nikmat itu. Allah mengungkapkan tabiat manusia seperti itu adalah sebagai berikut: “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.”

Ayat ini menerangkan bahwa manusia, ketika mendapatkan nikmat-nikmat dari Allah, tidak taat kepada Allah, menyimpang dari ajaran Allah, dan berpaling dari Allah Swt. Mereka berhura-hura, bersenang-senang dengan nikmat itu. Begitu senangnya mereka, sampai lupa daratan. Akan tetapi, ketika mereka ditimpa musibah, ditimpa kekurangan, ditimpa kesulitan, mereka mengeluh, doa mereka panjang-panjang. Dalam doanya, mereka memohon kepada Allah agar Allah tidak menimpakan kepada mereka kesulitan seperti itu. Ketika mendapat musibah, mereka banyak berzikir, banyak berdoa, wiridnya panjang-panjang.

Dua ayat ini menggambarkan dua sikap manusia ketika menghadapi nikmat Allah. Ketika ada nikmat Allah mereka lupa daratan, lupa yang memberi nikmat dan karena itu mereka menyimpang dari Allah Swt. Apabila mereka mendapat musibah, ditimpa kekurangan, nikmat dicabut oleh Allah dari mereka, mereka putus asa, doa mereka panjang-panjang, selalu mengingat Allah.

Ada beberapa ayat lain lagi yang menerangkan sikap manusia terhadap nikmat-nikmat Allah. Sikap-sikap mereka itu digambarkan oleh Allah dalam beberapa ayat berikut. Di dalam QS. Az-Zumar (39): 8:

وَإِذَا مَسَّ ٱلۡإِنسَٰنَ ضُرّٞ دَعَا رَبَّهُۥ مُنِيبًا إِلَيۡهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُۥ نِعۡمَةٗ مِّنۡهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدۡعُوٓاْ إِلَيۡهِ مِن قَبۡلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَندَادٗا لِّيُضِلَّ عَن سَبِيلِهِۦۚ قُلۡ تَمَتَّعۡ بِكُفۡرِكَ قَلِيلًا إِنَّكَ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلنَّارِ ٨

“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; Kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; Sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.”

Manusia ketika ditimpa masalah, musibah, kesulitan, bermohon dan berdoa kepada Allah agar Allah segera melepaskan mereka dari kesulitan itu. Akan tetapi, apabila Allah telah melepaskan kesulitan mereka dan mengabulkan apa yang telah mereka, dan memberikan nikmat-Nya kepada mereka, mereka lalu lupa akan Allah. Bahkan, mereka mengada-adakan sekutu-kutu bagi Allah dan menyimpan dari jalan-Nya. Inilah sifat dan tabiat manusia. Ketika susah dia berdoa untuk diberikan nikmat oleh Allah. Ketika yang dimintanya dikabulkan Allah, dia lupa Allah.

Di dalam QS. Al-Zumar (39): 49 Allah menegaskan lagi bahwa nikmat yang didapatnya bukan karena diberikan Allah, tetapi karena kepintarannya sendiri. Allah menyatakan:

فَإِذَا مَسَّ ٱلۡإِنسَٰنَ ضُرّٞ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلۡنَٰهُ نِعۡمَةٗ مِّنَّا قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلۡمِۢۚ بَلۡ هِيَ فِتۡنَةٞ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ٤٩

“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, Kemudian apabila kami berikan kepadanya nikmat dari kami ia berkata: “Sesungguhnya Aku diberi nikmat itu hanyalah Karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak Mengetahui.”

Baca Juga: Berikut Tips Beristikamah dari Tafsir Ayat tentang Istikamah

Ini salah satu ayat yang menerangkan tabiat dan sifat buruk manusia. Tabiat buruknya itu adalah ketika manusia ditimpa bahaya dan kesulitan, mereka berdoa kepada Allah agar segera dilepaskan dari bahaya dan kesulitan itu. Ketika Allah mengabulkan permintaan bukan bersyukur kepada Allah dan menyatakan Allah yang telah memberi rezeki kepadanya. Tetapi, mereka mengatakan bahwa rezeki itu datang karena kepintaranku.

Semoga kita terhindar dari sikap sombong sebagaimana digambarkan pada ayat terakhir di atas. Seluruh nikmat bersumber dari Allah Swt. Sikap manusia terbaik terhadap Tuhan-Nya atas karunia nikmat adalah bersyukur dengan cara menyebarkan kebaikan secara terus menerus. Wallahu A’lam.