Beranda blog Halaman 183

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 57-60

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 57-60 merupakan penjelasan tentang penegasan Allah terhadap sifat Qiyamuhu Binfasihi, bahwa Allah tidak memerlukan bantuan siapapun dalam segala urusan. Dalam Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 57-60 juga menjelaskan ancaman dan adzab Allah itu pasti akan terjadi.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 52-56


Ayat 57-58

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Dia tidak akan minta bantuan mereka untuk sesuatu kemanfaatan atau kemudaratan dan tidak pula menghendaki rezeki dan memberikan makan seperti apa yang dikerjakan oleh para majikan terhadap buruhnya. Karena Allah tidak perlu kepada mereka, bahkan merekalah yang memerlukan-Nya dalam segala urusan mereka. Allah adalah pencipta mereka dan pemberi rezeki mereka. Dialah yang mempunyai kekuasaan, kemampuan dan kekuatan yang tak terhingga. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.

Abu Hurairah meriwayatkan dan berkata:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَابْنَ اٰدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِى اَمْلأُ صَدْرَكَ غِنًى وَاَسُدُّ فَقْرَكَ وَاِلاَّ تَفْعَلْ مَلأْتُ صَدْرَكَ شُغْلاً وَلَمْ اَسُدَّ فَقْرَكَ (رواه أحمد عن أبى هريرة) َ

Rasulullah bersabda: “Allah berfirman:“Wahai anak Adam, luangkanlah waktu untuk beribadat kepada-Ku niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Ku-tutupi kefakiranmu, dan jika engkau tidak berbuat (menyediakan waktu untuk beribadat kepada-Ku) niscaya akan Ku-penuhi dadamu dengan kesibukan (keruwetan) dan tak akan Ku-tutupi keperluanmu (kefakiran).” (Riwayat Ahmad dari Abu Hurairah)

Ayat 59

Allah swt menegaskan bahwa ancaman-Nya itu pasti terjadi, dan terjadinya pada hari Kiamat. Allah swt menyatakan dalam ayat ini bahwa bagi siapa yang menganiaya dirinya dengan menyibukkan diri pada segala sesuatu di luar ibadat kepada Allah swt, mempersekutukan Allah swt dan mendustakan para Rasul-Nya, mereka itu akan mendapat bagian siksa seperti bagian yang diperoleh oleh umat-umat terdahulu yang telah mendustakan para rasul mereka.

Janganlah mereka memohon agar Allah swt menyegerakan siksaan-Nya karena Allah swt tidak khawatir kehilangan kesempatan. Ini merupakan jawaban terhadap mereka yang digambarkan oleh Allah dalam ayat:

فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصّٰدِقِيْنَ

“Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu benar!” (al-A’raf/7: 70);


Baca Juga: Tafsir Surat al-Mulk Ayat 25-27: Balasan Bagi yang Ingkar Terhadap Ancaman Allah


Dalam ayat yang lain yang sama artinya, Allah berfirman:

اَتٰىٓ اَمْرُ اللّٰهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْهُ

Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (datang)nya. (an-Nahl/16: 1)

Ayat 60

Maka kecelakaanlah yang akan mereka temui sebagai azab-azab yang telah dijanjikan untuk mereka pada hari Kiamat; saat itu tak seorang pun dapat membantu orang lain dan mereka pun tidak pula mendapat pertolongan.

(Tafsir Kemenag)

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 52-56

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Pada Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 52-56 ini menceritakan tentang bentuk perilaku kaum kafir Quraisy yang mendustakan kerasulan Muhammad saw. Disamping itu, dalam Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 52-56 Allah menenangkan Rasulullah bahwa beliau tidaklah tercela. Allah memerintah Rasulullah untuk tetap berfokus menyampaikan nasihat dan seruan untuk beriman kepada Allah swt.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 48-51


Ayat 52

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa kaum Quraisy mendustakan Muhammad saw, dengan menuduh bahwa Muhammad saw itu tukang sihir atau orang gila. Demikian juga halnya umat-umat terdahulu telah mendustakan Rasul mereka. Mereka telah mengatakan seperti kata-kata yang dilontarkan oleh kaum kafir Mekah itu. Hal itu bukanlah suatu hal yang baru dalam kisah umat manusia. Semua Rasul itu telah didustakan dan disakiti, akan tetapi Rasul-rasul tersebut bersabar hingga datangnya pertolongan Allah. Ayat ini sebagai penghibur hati Rasulullah atas segala penderitaan yang dialaminya akibat penolakan kafir Mekah. Mereka telah menjadi angkuh dengan hal-hal kebendaan yang merupakan nikmat yang mengagungkan mereka. Mereka terpedaya oleh penundaan azab Tuhan kepada mereka. Maka segala peringatan dan nasihat tidak bermanfaat bagi mereka.

Ayat 53

Dalam ayat ini Allah mencela orang-orang kafir itu dengan mengatakan, “Apakah orang-orang yang kafir terdahulu itu telah berpesan kepada yang kemudian dari mereka untuk mendustakan Muhammad saw dan mereka datang kemudian betul-betul menerima dan mengikuti saran tersebut?”

Mereka sesungguhnya adalah kaum yang durhaka yang melampaui batas dalam pelanggaran-pelanggaran ketentuan agama dan akal. Kedurhakaan mereka itulah yang merupakan tali pengikat antara orang-orang yang terdahulu dengan orang-orang kemudian yang seolah-olah memanifestasikan adanya pesan tersebut.

Ayat 54

Muhammad saw diperintahkan Allah agar berpaling dari mereka, dan Allah menerangkan bahwa ia tidak tercela karena Dia tidak membebani Rasulullah untuk mengislamkan kaum kafir Mekah. Tugasnya hanyalah melakukan dakwah dan ini telah dilakukannya.


Baca Juga: Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 21: Dakwah Rasulullah itu Menyampaikan Kebenaran dengan Cara yang Benar Pula


Ayat 55

Ayat ini memerintahkan kepada Muhammad saw agar tetap memberikan peringatan dan nasihat, karena peringatan dan nasihat itu akan bermanfaat bagi orang yang hatinya siap menerima petunjuk.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim, dan Baihaqi bahwa ‘Ali bin Abu Thalib berkata, “Setelah diturunkan ayat 54 tersebut yaitu tatkala Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk me-malingkan diri, maka setiap orang menyangka akan datang malapetaka yang akan menimpa. Maka turunlah ayat 55 ini, dan legalah perasaan dan lapanglah dada kami.

Ayat 56

Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidaklah menjadikan jin dan manusia melainkan untuk mengenal-Nya dan agar menyembah-Nya.  Dalam kaitan ini Allah swt berfirman:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوْٓا اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ  لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ   ٣١

Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9: 31) ;Pendapat tersebut sama dengan pendapat az-Zajjāj, tetapi ahli tafsir yang lain berpendapat bahwa maksud ayat tersebut ialah bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia kecuali untuk tunduk kepada-Nya dan untuk merendahkan diri. Maka setiap makhluk, baik jin atau manusia wajib tunduk kepada peraturan Tuhan, merendahkan diri terhadap kehendak-Nya. Menerima apa yang Dia takdirkan, mereka dijadikan atas kehendak-Nya dan diberi rezeki sesuai dengan apa yang telah Dia tentukan. Tak seorang pun yang dapat memberikan manfaat atau mendatangkan mudarat karena kesemuanya adalah dengan kehendak Allah.

Ayat tersebut menguatkan perintah mengingat Allah swt dan memerintahkan manusia agar melakukan ibadah kepada Allah swt.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 57-60


Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 48-51

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Pada Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 48-51 ini menjelaskan beberapa hal. Diantaranya, menjelaskan tentang hamparan bumi yang dipenuhi rezeki serta isi perut bumi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Juga tentang penciptaan Allah terhadap hal-hal yang berlainan dan bertentangan, serta perintah untuk tidak menyekutukan Allah swt. Melalui Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 48-51 kita dapat mentafakkuri segala sesuatu yang telah Allah ciptakan di bumi ini.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 47


Ayat 48

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt membentangkan bumi berupa hamparan dengan maksud untuk dihuni oleh manusia dan hewan. Dijadikan-Nya bumi penuh rezeki dan bahan pangan, baik berupa binatang-nya, tumbuh-tumbuhan maupun yang lain-lain yang terpelihara keabadian-nya sampai hari Kiamat. Demikian juga Allah swt menjadikan dalam perut bumi barang-barang tambang yang tampak dan yang tidak tampak yang semuanya diperuntukkan bagi manusia. Dengan isi bumi itu manusia dapat mendirikan bangunan-bangunan, membuat perhiasan dari emas, perak, dan batu-batu permata lainnya. Kemudian setelah itu manusia membuat alat perang, kapal laut, pesawat terbang dari bahan besi dan dari barang tambang lainnya.

Pada akhir ayat ini Allah menyatakan kekuasaan dan keindahan ciptaan-Nya dengan mengatakan, “Betapa bagusnya apa yang telah Kami jadikan, dan betapa indahnya apa yang telah Kami ciptakan.”

Ayat 49

Selanjutnya Allah swt menerangkan bahwa Dia menciptakan segala macam kejadian dalam bentuk yang berlainan dan dengan sifat yang bertentangan. Yaitu setiap sesuatu itu merupakan lawan atau pasangan bagi yang lain. Dijadikan-Nya kebahagiaan dan kesengsaraan, petunjuk dan kesesatan, malam dan siang, langit dan bumi, hitam dan putih, lautan dan daratan, gelap dan terang, hidup dan mati, surga dan neraka, dan sebagainya. Semuanya itu dimaksudkan agar manusia ingat dan sadar serta mengambil pelajaran dari semuanya, sedangkan Allah Maha Esa tidak memerlukan pasangan.

Dengan demikian hanya Allah yang tidak membutuhkan yang lain. Sehingga mengetahui bahwa Allah-lah Tuhan yang Maha Esa yang berhak disembah dan tak ada sekutu bagi-Nya. Dia-lah yang kuasa menjadikan segala sesuatu dan Dia pulalah yang kuasa untuk memusnahkannya, Dialah yang juga kuasa menciptakan segala sesuatu berpasang-pasang, bermacam-macam jenis dan bentuk, sedangkan makhluk-Nya tidak berdaya dan harus menyadari hal itu. Penjelasan mengenai Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan menurut kajian ilmiah dapat dilihat pada penjelasan Surah Asy-Syu’ara/42: 11.


Baca Juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 33-35: Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Swt di Muka Bumi


Ayat 50

Oleh sebab itu, hendaklah manusia meminta perlindungan kepada Allah dan berpegang kepada-Nya dalam segala urusan dan masalah dengan menaati segala perintah-Nya dan bekerja untuk tujuan taat kepada-Nya. Allah swt selanjutnya akan menyiksa orang-orang yang tidak menaati perintah-Nya.

Pada akhir ayat ini Allah memerintahkan rasul-Nya agar menegaskan bahwa ia mendapat amanat untuk menyampaikan kepada manusia, dan Allah swt akan membalas dengan siksaan kepada mereka atas segala pelanggaran-pelanggaran terhadap perintah-Nya, sebagaimana Allah swt menurunkan siksa-Nya kepada umat-umat yang terdahulu.

Ayat 51

Kemudian Allah swt dalam ayat ini melarang manusia menjadikan sesuatu sembahan di samping-Nya. Karena segala sesuatu selain Allah tidak patut disembah. Pada akhir ayat ini Allah swt memerintahkan kepada rasul-Nya agar menegaskan bahwa ia sesungguhnya pemberi peringatan yang sebenarnya dari Allah, untuk menyampaikan peringatan akan adanya siksaan Allah bagi siapa saja yang menjadikan suatu makhluk sebagai tujuan ibadat dan disembah. Dalam ayat yang sama artinya Allah swt berfirman:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا

Barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (al-Kahf/18: 110)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 52-56


Begini Penafsiran Al-Qur’an Tentang Fungsi Bintang Sebagai Penunjuk Arah

0
Al-Qur'an Menjelaskan Tentang Fungsi Bintang
Al-Qur'an Menjelaskan Tentang Fungsi Bintang

Allah SWT telah menciptakan alam semesta atas kuasanya dengan fungsi yang sempurna, maka dari itu orang-orang beriman diperintahkan untuk berfikir atas semua ciptaan Allah, tak lain dan tak bukan agar mempertebal keimanan disamping menemukan pengetahuan baru tentang kegunaan ciptaan Allah Swt. Salah satu ciptaan Allah yang akan diurai dalam tulisan ini adalah tentang fungsi bintang sebagai penunjuk arah. Berikut adalah surah-surah Al-Qur’an yang mempertegas tentang peran bintang untuk alam semesta.

Allah Swt berfirman dalam Al Quran Surat Yunus Ayat 101

قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ

Artinya: Katakanlah: “Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”.

Tafsir al wajiz memberikan  keterangan ayat diatas sebagai berikut:  Wahai Rasul, katakanlah kepada orang-orang kafir: “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan bumi berupa keajaiban makhluk yang menunjukkan pada keberadan, keesaan dan kekuasaan Allah. Tidaklah bermanfaat tanda-tanda, bukti dan rasul-rasul yang memberi peringatan itu mencegah azab bagi kaum yang teguh atas kekufuran dan iman mereka juga tidak bisa diharapkan dalam ilmu Allah Swt (Tafsir Al Wajiz 221)

Baca juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 160: Dosa dan Cara Taubatnya Orang Alim

Dapat difahami perintah untuk memperhatikan ciptaan Allah Swt yang berada di langit dan bumi merupakan bentuk legitimasi betapa berkuasa dan maha agungnya Allah sebagai pencipta alam semesta. Salah satunya adalah bintang, salah satu ciptaan Allah yang berada langit, bahkan terdapat beberapa ayat yang membahas tentang bintang salah satunya terdapat dalam Al Quran Surah  As- Saffat ayat 6:

إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang,

Menurut M. Quraish Shihab Kata bintang secara umum dipahami oleh mayoritas ulama dengan arti an-Najm. Yakni yang memiliki cahaya dan tampak bagi penghuni bumi. (Tafsir Al-Misbah 408)

Baca juga: Aspek Pertama Membentuk Pribadi Manusia Unggul: Ilmu Pengetahuan

Bintang Adalah Sebagai Penunjuk Arah

Dalam ayat lain redaksi An Najm dapat ditemui dalam Al Quran Surah An-Nahl Ayat 16

وَعَلَامَاتٍ ۚ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ

Artinya: dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.

Menurut Hamka ayat diatas merupakan penjelasan dari Allah Swt  bahwa fungsi bintang adalah sebagai petunjuk arah sebagaimana di kutip keterangan dalam tafsir  al azhar:  “dalam pelayaran dilautan, dalam pengembaraan di padang pasir, dalam mendaki gunung yang tinggi dan menuruni lembah yang dalam, petunjuk dapat dicari pada bintang, sebab musim berganti akan berganti pula bintangnya. Oleh sebab itu Allah mengambil sumpah dengan bintang, bukan berarti itu sumpah kecil, bahkan ia merupakan peringatan yang besar”. ( Tafsir Al Azhar 255).

Senada dengan hamka Wahbah az-Zuhaili, juga menafsiri dalam Tafsir Al Wajiz bahwa fungsi bintang adalah sebagai penunjuk arah saat malam hari bahkan bisa digunakan sebagai arah kiblat sebagaimana keterangan yang terdapat di tafsir al Wajiz berikut:

Dia telah ciptakan tanda-tanda sebagai penunjuk jalan pada waktu siang berupa gunung-gunung , lembah dan wadi. Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk jalan dan arah kiblat ketika malam hari.” ( Tafsir Al Wajiz 270)

Baca juga: Tafsir Surah An-Nur Ayat 26: Tentang Jodoh Sebagai Cerminan Diri

Di ayat lain Penegasan mengenai salah satu fungsi bintang sebagai penunjuk arah dapat ditemui dalam Al Quran Surah Al An’am ayat 97

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya: Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.

Menurut lajnah Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementerian Agama RI”,  dijelasakan “Dalam hal ini bintang-bintang dijadikan sebagai penunjuk arah dalam kegelapan di darat dan di laut, itu maknanya menunjukkan bahwa bintang-bintang dapat dimanfaatkan juga sebagai indikator navigasi, dalam perjalanan darat maupun pelayaran di laut. Dalam sejarah peradaban manusia, para pelaut dari bangsa Romawi, Viking, Yunani, Arab, Spanyol, Portugis, dan lainnya, mereka menggunakan rasi-rasi bintang ini sebagai indikator navigasi pelayaran ke tempat yang jauh. Dalam bahasa ilmiah, navigasi posisi rasi-rasi bintang disebut Stellar Navigation” (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI”, Manfaat Benda-Benda Langit dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains 148).

Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi bintang selain sebagai hiasan di langit, fungsi lainnya adalah sebagai petunjuk arah, pastinya bagi orang yang mengetaui ilmu tentang navigasi yang menggunakan bintang sebagai acuan arahnya sehingga kita bisa bertafakkur betapa maha kuasanya Allah Swt atas segala ciptaan-Nya. Wallahu, A’lam[].

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 160: Dosa dan Cara Taubatnya Orang Alim

0
Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 160: Dosa dan Cara Taubatnya Orang Alim
Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 160: Dosa dan Cara Taubatnya Orang Alim

Seorang hamba wajar jika pernah melakukan kesalahan atau dosa. Cara untuk menebus kesalahan itu umumnya adalah dengan melakukan pertaubatan, yaitu menyesali dan memperbaiki diri dengan melaksanakan amalan yang diridhai oleh Allah Swt.

Terkadang muncul sebuah pertanyaan, apakah sama jalan pertaubatan orang awam dengan orang yang khas (ulama)? Bisakah kita menetapkan bahwa para ulama juga harus memperbanyak ibadah, zikir, dan istighfar sebagai penebusan kesalahan mereka? Ataukah ada cara lain yang ditawarkan al-Qur’an atau pun al-sunnah dalam menyikapi pertaubatan yang demikian? Nah, dengan alasan itulah tulisan ini hadir, untuk mengetahui bagaimana jalan pertaubatan orang khas dan orang biasa (awam).

Kata taubat dalam al-Qur’an diketahui terulang sebanyak 87 kali dalam 27 surah dengan beragam derivasinya (al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim, 199-200). Di sini, penulis bukan hendak menelusuri seluruh ayat tersebut, melainkan hanya berfokus pada QS. al-Baqarah ayat 160. Alasannya bahwa ayat ini secara tekstual memiliki muatan nilai taubat yang menjadi persoalan yang akan dibahas, serta penulis pernah mendengar Gus Baha’ menyinggung ayat ini sebagai dalil jalan pertaubatan orang-orang yang berilmu, yaitu para ulama. Allah berfirman:

اِلَّا الَّذِيْنَ تَابُوْا وَاَصْلَحُوْا وَبَيَّنُوْا فَاُولٰۤىِٕكَ اَتُوْبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَاَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Kecuali mereka yang telah bertaubat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya), mereka itulah yang Aku terima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.

Baca juga: Fadhilah Taubat dalam Al-Quran: Menghapus Dosa dan Membuka Pintu Rezeki

Tafsir Surah al-Baqarah Ayat 160

Mayoritas mufassir menilai bahwa redaksi ayat ini berkenaan dengan kecaman Allah kepada orang-orang yang menyembunyikan kebenaran Nabi Muhammad yang terdapat dalam Taurat. Yang dimaksud adalah Abdullah bin Aslam berserta keluarganya. Namun Allah mengecualikan laknat-Nya, dengan syarat mereka mau melakukan poin-poin yang ditawarkan, yaitu; bertaubat, memperbaiki diri, dan menjelaskan kebenaran. Ini merujuk pada tiga kata dalam ayat tersebut, taabuu, ashlahuu, dan bayyaanuu.

Sebagaimana yang dikatakan al-Thabari, bahwa ayat ini bersinggungan dengan kecaman Allah kepada orang-orang yang menyembunyikan kebenaran, kecuali orag-orang yang ingin bertaubat. Sedangkan jalan yang harus ditempuhnya adalah mengikuti nilai al-Quran yang dibawa oleh Rasulullah saw., memperbaiki perilaku, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan amal-amal saleh (Tafsir al-Thabari, Jil. 2).

Senada dengan itu, al-Qurthubi menilai bahwa hendaklah bagi orang-orang yang bertaubat dan memperbaiki diri, melaksanakannya secara serius sambil aktif melakukan amal-amal kebajikan (Tafsir al-Quthubi, Jil. 2). Sebab, al-Quran berulang kali menerangkan bahwa Allah  membuka pintu taubat yang seluas-luasnya bagi mereka yang hendak kembali ke tempat yang damai, dengan tekad serta niat yang kuat, dan diiringi pula dengan amal perbuatannya (Tafsir fi Zhilal al-Qur’an, Jil. 1).

Al-Thabari sedikit menyayangkan sebagian Mufassir yang menjelaskan kata bayyanuu dalam ayat ini dengan taubat secara ikhlas dalam melaksanakan amal perbuatannya. Agaknya, penafsiran yang demikian, menurut al-Thabari, sedikit menyimpang dari zhahir ayat. Karena ayat ini berangkat dari kecaman Allah kepada mereka yang menyembunyikan kebenaran Muhammad sebagai nabi terakhir dalam al-Kitab (Tafsir al-Thabari, Jil. 2).

Inilah yang kemudian ditegaskan oleh Ibnu Katsir, bahwa kata bayyanuu dalam ayat ini, menunjukkan adanya tuntutan bagi seseorang (yang berilmu) agar tidak menyembunyikan kebenaran al-Quran. Sebagaimana dalam beberapa hadis dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ الْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَار

Barangsiapa yang ditanya mengenai suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dikekang pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka (HR. Ibnu Majah) (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Jil. 1).

Ini pula yang menjadi alasan Abu Hurairah meriwayatkan hadis-hadis Nabi setelah mendengar firman Allah dalam QS. Al-Baqarah 159. Ia menuturkan; “Seandainya bukan karena ayat dalam kitab Allah (al-Quran) itu, niscaya aku tidak akan meriwayatkan sesuatu kepada seseorang.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Jil. 1).

Maka, jelas bahwa menyembunyikan suatu ilmu itu dilarang, apapun background ilmunya, baik yang diperintahkan agama untuk disampaikan, berupa ilmu pengetahuan atau ilmu yang berkaitan dengan hak manusia.

Meski demikian, menurut Quraish Shihab, redaksi hadis itu tidak seharusnya dipahami apa adanya, sebab ada ilmu yang memang dituntut untuk disebarluaskan seperti ilmu syari’at, dan ada pula ilmu yang tidak diharapkan sama sekali untuk disebarluaskan, atau baru disebarkan setelah mempertimbangkan; keadaan, waktu, atau sasaran. Intinya tidak semua informasi disampaikan, pun tidak semua pertanyaan perlu dijawab (Tafsir al-Misbah, Jil 1).

Baca juga: Tuntunan Al-Quran dalam Melaksanakan Tahapan Taubat dari Dosa-Dosa

Dosa dan cara taubatnya orang alim

Gus Baha’ dalam ceramahnya ketika menghadiri Haul Mbah Kyai Hamid Pasuruan 15 Oktober lalu, menyampaikan bahwa surah Al-Baqarah ayat 160 ini termasuk dalil yang menegaskan kalau taubatnya para Alim adalah dengan muraja’ah (mengulang) ilmu dan menyampaikannya. Ini pula yang membedakan antara taubatnya orang awam dengan para ulama. (link ceramah: https://www.youtube.com/watch?v=hAtk7KdwYCs).

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani pun mengklasifikasi taubat menjadi dua tingkatan, yaitu bagi orang-orang awam, dan yang sudah di tingkatan ma’rifat. Tingkatan pertama cukup meninggalkan perbuatan dosa, berzikir, dan senantiasa memperbaiki diri dengan ibadah dan amalan sholeh. Sementara tingkatan kedua cenderung berbeda, karena kedudukan mereka lebih tinggi dari kalangan awam. (Rahasia Sufi Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, 2010).

Namun demikian, bukan berarti orang yang memiliki tingkatan kedua tidak memperhatikan aspek tingkatan pertama. Sebaliknya, bisa diasumsikan bahwa mereka telah menyelesaikan tingkatan tersebut dan membuatnya berada pada posisi yang lebih tinggi.

Sebagaimana asy-Sya’rani yang menilai bahwa taubat memiliki dua tahapan yaitu; tahap awal dan akhir. Tingkatan pertama adalah tahapan awal. Sementara tingkatan kedua adalah tahapan akhir (al-Minnah al-Saniyyah). Kedua tahapan itu sudah semestinya dilalui oleh orang-orang yang hendak menekuni jalan taubat, yaitu diawali dengan meninggalkan dosa-dosa besar, kecil, perkara makruh, dan seterusnya, hingga ia mencapai derajat paling tinggi, yaitu ma’rifatullah. Wallahu a’lam.

Baca juga: Kunci Ketigabelas Menggapai Kebahagiaan: Bertaubat dari Segala Dosa

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 47

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 47 ini menjelaskan tentang langit yang diartikan sebagai alam semesta. Namun, pada Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 47 ini dijelaskan secara rinci bagaimana proses alam semesta terbentuk berdasarkan perkembangan teori sains.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 43-46


Ayat 47

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt telah menciptakan langit dengan bentuk indah yang menyatakan keagungan kekuasaan-Nya seperti diangkatnya langit di atas dengan kekuasaan-Nya, dijadikan laksana atap yang tinggi dan kokoh. Dan Allah swt kuasa atas semua itu. Dia tidak pernah lelah atau lesu dan tidak pernah pula merasa letih.

Secara tidak langsung ayat ini menyanggah ucapan orang-orang Yahudi yang mengatakan, bahwa Allah swt menjadikan langit dan bumi selama 6 (enam) hari. Namun, pada hari ketujuh Allah beristirahat dan berbaring di ‘Arasy-Nya karena letih.

Kata “langit” banyak digunakan dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Kata ini, dalam beberapa ayat mempunyai arti alam semesta. Demikian pula halnya pada ayat di atas. Alam semesta bukanlah sesuatu yang statis. Alam semesta adalah sesuatu yang dinamis, selalu berubah, dan meluas. Hal ini terungkap setelah ilmu astronomi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Keadaan demikian ini ternyata sudah disebutkan dalam Al-Qur’an 14 abad yang lalu, ketika ilmu astronomi masih sangat primitif.

Sampai dengan permulaan abad ke-20, alam semesta hanya diketahui sebagai sesuatu yang tercipta pada suatu saat yang tidak dapat diketahui masanya, dan mempunyai bentuk seperti apa yang dilihat saat ini. Penelitian, observasi dan perhitungan-perhitungan dengan menggunakan teknologi modern yang tersedia, mengungkapkan bahwa alam semesta memiliki permulaan, dan sampai saat ini secara teratur terus meluas.

Alam semesta adalah kosmos, yaitu ruang angkasa serta semua benda langit yang terdapat di dalamnya, termasuk semua galaksi (tata bintang), baik yang sudah diketahui maupun belum diketahui manusia.

Alam semesta, atau alam raya, tidak dapat dibayangkan luasnya. Para ilmuwan mengukur jarak di alam semesta dengan ukuran tahun cahaya. Satu tahun cahaya sama dengan 9,46 triliun km. Bagian alam semesta paling jauh yang sudah “diketahui” manusia adalah pada jarak 15 milyar tahun cahaya. Pada jarak itu ditemukan banyak gugus super galaksi yang jumlahnya tak terhitung. Bintang yang paling dekat dengan matahari berjarak sekitar 4,3 tahun cahaya dari bumi. Matahari dan semua bintang yang dapat kita lihat dengan mata telanjang terdapat dalam gugus galaksi tatasurya, atau dinamakan gugus bimasakti. Di seluruh alam raya ini, terdapat bermiliar galaksi yang sedang bergerak saling menjauh dengan cepat.

Galaksi diperkirakan memenuhi ruang angkasa sampai jarak 10.000 juta tahun cahaya dari bumi. Jika dalam satu detik, cahaya menempuh jarak  200.000 km, berapa luas ruang angkasa sebenarnya?

Allah meluaskan alam raya sebegitu luasnya sejak diciptakan. Meluasnya alam terus berlangsung sepanjang masa. Hal ini sesuai dengan teori ekspansi yang menyebutkan bahwa nebulae, calon bintang, menjauh dari galaksi bimasakti dengan kecepatan yang berbeda-beda. Bahkan, benda-benda langit dalam satu galaksi pun sedang saling menjauh satu sama lain.


Baca Juga: Hikmah Penciptaan Jagat Raya Selama Enam Hari dalam Al-Quran


Para peneliti mulai melakukan penelitian mengenai pergerakan benda-benda langit pada tahun 1920-an. Diyakini bahwa pada tahun 1920-an merupakan momentum penting dalam perkembangan astronomi modern. Pada tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexander Friedman, menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta tidaklah statis. Ia menyebutkan bahwa penyebab sekecil apa pun cukup untuk menyebabkan struktur alam semesta mengembang atau mengerut menurut Teori Relativitas Einstein. George Lemaitre, seorang ahli kosmologi dari Belgia, adalah orang pertama yang menyadari arti perhitungan Friedman. Berdasarkan perhitungan ini, Lemaitre, menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan alam mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya.

Pemikiran teoritis kedua ilmuwan ini tidak menarik banyak perhatian. Pemikiran ini barangkali akan terabaikan, jika tidak ditemukan bukti pengamatan baru yang mengguncangkan dunia ilmiah pada tahun 1929. Pada tahun itu, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble, membuat penemuan paling penting dalam sejarah astronomi. Ketika mengamati sejumlah bintang melalui teleskop raksasanya, dia menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum. Pergeseran itu berkaitan langsung dengan perubahan jarak bintang-bintang dari bumi. Peng-amatannya menemukan bahwa suatu galaksi yang berjarak satu juta tahun cahaya dari bumi sedang bergerak menjauh pada kecepatan 168 km per tahun. Alam semesta, dimana benda-benda langitnya secara teratur bergerak saling menjauhi, mengindikasikan bahwa alam semesta itu sendiri juga sedang mengembang.

Pengamatan pada tahun-tahun berikutnya mengungkapkan dan mengkonfirmasi dugaan tersebut. Bintang-bintang tidak hanya menjauh dari bumi; mereka juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya kesimpulan yang dapat diturunkan dari temuan ini adalah bahwa alam semesta sedang  mengembang . Suatu konfirmasi kepada pernyataan yang ada di dalam    Al-Qur’an, jauh sebelum hal itu diketahui oleh umat manusia. Penemuan ini mengguncangkan landasan model alam semesta yang diyakini pada saat itu. Temuannya ini diakui dunia. Namun perhitungannya dianggap salah, dan direvisi kemudian.

Menurut sementara ilmuwan, suatu saat nanti, diperkirakan alam raya ini tidak lagi berkembang. Ia akan mengkerut dan kembali menyatu seperti semula. Kalau peristiwa ledakan dahsyat yang menjadi tanda terbentuknya aneka planet, dan berpisahnya langit dan bumi, dinamai Big Bang; maka penyusutan dan penyatuan alam raya dinamai Big Crunch.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 48-51


Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 43-46

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 43-46 menceritakan kisah kaum terdahulu yang mengingkari peringatan Allah swt. terhadap adzab-adzab yang akan diberikan kepada mereka karena kemungkaran yang dilakukannya. Padahal, ketika adzb itu diturunkan mereka tidak bisa lagi mengelaknya. Diantara kisah yang disebutkan dalam Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 43-46 ini yakni kisah kaum Tsamud dan kaum Nabi Nuh. Dari Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 43-46 ini mengingatkan bahwa kita tidak dapat menghindari adzab yang Allah turunkan. Oleh Karena itu sudah sepatutnya kita berhati-hati dengan setiap perbuatan yang akan dilakukan.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42


Ayat 43-44

Dalam ayat ini Allah swt menerangkan kisah kaum Tsamud yang berisi nasihat bagi yang sadar dan yang memikirkan tanda-tanda kenyataan adanya Tuhan. Yaitu ketika Nabi Saleh mengatakan kepada mereka agar bersenang-senang di rumah mereka sampai datang azab Tuhan. Ayat lain yang senada maksudnya, Allah berfirman:

تَمَتَّعُوْا فِيْ دَارِكُمْ ثَلٰثَةَ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوْبٍ

Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan. (Hud/11: 65);Setelah melalui tiga hari yang dijanjikan, Allah membinasakan mereka dengan azab yang berupa petir sebagaimana firman Allah berikut:

وَاَمَّا ثَمُوْدُ فَهَدَيْنٰهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمٰى عَلَى الْهُدٰى فَاَخَذَتْهُمْ صٰعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُوْنِ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ    ١٧

Dan adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir sebagai azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. (Fussilat/41: 17)

Kemudian setelah itu diturunkan kepada mereka azab yang tidak akan bisa mereka tolak. Akan tetapi mereka mengatakan bahwa semua itu hanyalah kabar bohong belaka, bahkan mereka berlaku sombong tanpa mengkhawatirkan akibat dari ancaman Tuhan tersebut. Maka selanjutnya Allah swt menurunkan petir dari langit menyambar mereka, dan menghapuskan mereka semuanya, mereka melihat dan mengalami kejadian itu. Bencana tersebut adalah balasan atas dosa mereka dan atas kejahilan yang mereka lakukan.


Baca Juga: Epidemiologi Al-Qur’an (2): Virus Sampar Dalam Kisah Nabi Shalih dan Kaum Tsamud


Ayat 45

Dalam ayat ini Allah swt menjelaskan bahwa mereka tidak dapat lolos dari malapetaka itu dan mereka tidak pula mendapatkan jalan keluar dan pertolongan dari siapapun, juga mereka tidak dapat tolong menolong antara mereka untuk menghindarkan diri dari siksaan Tuhan ketika itu.

Ayat 46

Ayat ini menerangkan bahwa Allah sebelumnya telah membinasakan kaum Nuh dengan badai atau topan yang melanda mereka karena kefasikan, kejahatan, serta pelanggaran yang mereka lakukan terhadap yang dilarang (diharamkan) Allah swt.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 47

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Secara keseluruhan Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42 membahas tentang akibat yang harus diterima kaum terdahulu karena membangkang terhadap seruan para Nabi dan Rasul. Yang diceritakan pada Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42 ini yaitu kisah tentang kaum Nabi Luth sebagaimana lanjutan dari penafsiran sebelumnya, serta menceritakan akibat yang diterima oleh kaum Firaun yang membangkang terhadap seruan Nabi Musa a.s. Dari kisah yang dijelaskan dalam Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42 menuntun kita untuk mentafakkuri setiap kejadian yang terdapat dalam kisahnya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 30-36


Ayat 37

Pada ayat ini Allah swt menerangkan, bahwa peristiwa penghancuran kaum Lu¯ hendaknya dijadikan peringatan bagi orang-orang yang takut kepada Allah, dan bekas-bekas peristiwa itu dapat dilihat tanda-tandanya yaitu tumpukan batu-batu tempat diturunkan azab yang telah amblas (masuk ke dalam bumi) dan berbentuk sebuah danau yaitu danau Tabariyah (laut mati). Ayat ini mengandung isyarat, bahwa jika pada sebuah kota terdapat unsur kekafiran dan kefasikan yang sudah merajalela, maka jumlah orang mukmin yang sedikit tidak dapat meng-halang-halangi datangnya azab, dan bila mayoritas penduduknya terdiri dari umat yang saleh, maka mereka dapat terpelihara dari azab, walaupun terdapat di dalamnya beberapa orang yang durhaka kepada Tuhan.

Ayat 38

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa dalam kisah Musa terdapat suatu iktibar untuk orang-orang yang berpikir. Yaitu ketika Allah mengutus Musa kepada Fir’aun dengan mengemukakan keterangan yang meyakinkan serta diperkuat dengan mukjizat yang nyata yang dapat disaksikan dengan mata kepala manusia pada waktu itu.

Ayat 39

Namun, Firaun menolak ajaran Musa dan membangkang seraya mengatakan bahwa apa yang dibawa oleh Musa itu adalah kebohongan belaka. Penolakan Firaun dilakukannya dengan berbangga atas bala tentaranya, pengawalnya, menteri-menterinya, kekuatan dan kekuasaannya sambil berkata, “Sesungguhnya Musa itu tukang sihir yang ahli atau orang gila.” Ucapan Firaun seperti itu diungkapkan dalam Al-Qur’an:

قَالَ اِنَّ رَسُوْلَكُمُ الَّذِيْٓ اُرْسِلَ اِلَيْكُمْ لَمَجْنُوْنٌ   ٢٧

Dia (Firaun) berkata, “Sungguh, rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar orang gila.” (asy-Syu’ara/26: 27);Firaun bermaksud agar kaumnya menolak seruan Musa, sehingga mereka tidak memperhatikan serta memikirkan apa yang telah diserukan. Hal ini disebabkan Firaun takut kehilangan pengaruhnya, dan keruntuhan kekuasaannya, serta takut akan kehilangan kekayaan, wibawa dan kedudukannya.


Baca Juga: Surat Asy-Syuara Ayat 65 – 68: Kisah Kehancuran Firaun dan Tentaranya


Ayat 40

Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt sangat murka kepada Firaun dan bala tentaranya. Mereka semua dilemparkan dan dibenamkan ke dalam laut dengan mendapat cercaan karena kekufuran dan kedurhakaan mereka.

Hal yang demikian itu sebagai tanda besarnya kekuasaan Allah untuk merendahkan orang-orang yang ingkar dan sebagai tanda bahwa mereka menerima akibat yang buruk. Juga sebagai balasan atas kesombongan dan keingkaran mereka terhadap perintah pencipta.

Ayat 41-42

Kemudian dalam ayat ini Allah swt menceritakan tentang kisah binasanya kaum ‘²d. Bahwa bencana yang menimpa kaum itu mestinya dijadikan iktibar bagi orang-orang yang berpikir. Yaitu ketika Allah swt menurunkan angin panas yang membinasakan mereka sehingga tidak satu pun yang tersisa kecuali kehancuran dan kemusnahan, baik manusia dan hewan maupun bangunan. Tegasnya tidak seorang pun dari mereka yang selamat akibat angin panas dan hembusan api itu, lagi pula tidak satu bangunan pun yang tidak musnah, semuanya menjadi puing-puing dan hancur lebur.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 43-46


Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 30-36

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 30-36 ini merupakan lanjutan kisah Nabi Ibrahim pada penafsiran sebelumnya. Namun, pada Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 30-36 ini lebih spesifik menceritakan tentang malaikat yang menjadi tamu Nabi Ibrahim dan diutus untuk memberi adzab kepada kaum Nabi Luth yang tidak beriman dan melakukan perbuatan yang dibenci yaitu homoseksual. Dari Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 30-36 ini menjadi peringatan untuk kita semua memperhatikan dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 20-23


Ayat 30

Ayat ini mengungkapkan tentang jawaban malaikat itu terhadap keraguan Sarah bahwa ia tidak perlu heran; yang demikian itu adalah keputusan Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Ayat 31

Nabi Ibrahim bertanya kepada para malaikat setelah menjamu mereka dengan makanan, akan tetapi makanan yang dihidangkan tidak mereka sentuh, sehingga mendebarkan hati Nabi Ibrahim, kemudian beliau bertanya, “Apakah ada firman Allah dalam hal ini hai para utusan?” Pada firman Allah yang lain digambarkan sebagai berikut:

فَلَمَّا ذَهَبَ عَنْ اِبْرٰهِيْمَ الرَّوْعُ وَجَاۤءَتْهُ الْبُشْرٰى يُجَادِلُنَا فِيْ قَوْمِ لُوْطٍ  ٧٤  اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَحَلِيْمٌ اَوَّاهٌ مُّنِيْبٌ  ٧٥  يٰٓاِبْرٰهِيْمُ اَعْرِضْ عَنْ هٰذَا ۚاِنَّهٗ قَدْ جَاۤءَ اَمْرُ رَبِّكَۚ وَاِنَّهُمْ اٰتِيْهِمْ عَذَابٌ غَيْرُ مَرْدُوْدٍ  ٧٦

Maka ketika rasa takut hilang dari Ibrahim dan kabar gembira telah datang kepadanya, dia pun bertanya jawab dengan (para malaikat) Kami tentang kaum Luth. Ibrahim sungguh penyantun, lembut hati dan suka kembali (kepada Allah). Wahai Ibrahim! Tinggalkanlah (perbincangan) ini, sungguh, ketetapan Tuhanmu telah datang, dan mereka itu akan ditimpa azab yang tidak dapat ditolak. (Hud/11: 74 – 76)

Ayat 32-34

Para malaikat menjawab, bahwa mereka sesungguhnya diutus kepada kaum Luth dengan membawa azab yang sangat pedih disebabkan dosa mereka yang sangat keji yaitu melakukan homoseksual. Para malaikat itu akan melempari kaum Luth dengan batu-batu berasal dari tanah yang sangat keras yang telah dibakar, dan telah diberi tanda-tanda dari sisi Allah dengan nama-nama orang yang akan dibinasakan yaitu orang-orang yang melampaui batas dalam kedurhakaan.


Baca Juga: Kisah perilaku Homoseksual Kaum Nabi Luth


Ayat 35-36

Pada ayat ini Allah menerangkan, bahwa setelah para malaikat pergi kepada kaum Luth untuk menurunkan azab, timbullah tanya jawab di antara mereka tentang caranya menghancurkan orang-orang durhaka, maka Allah memerintahkan agar mereka lebih dahulu mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kampung halaman mereka, agar terhindar dari azab. Para malaikat itu hanya menjumpai sebuah rumah saja yaitu rumah Nabi Luth dengan penghuninya yang muslim sekitar tiga belas orang saja. Mereka yang selamat pada ayat ini disebut sebagai orang Islam yang berserah diri dan tekun melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Pada kedua ayat ini diterangkan bahwa di antara kaum Luth hidup orang-orang mukmin dan Muslimin. Menurut Muhammad Ali a¡-¢abµni, mereka disebut Mukminun/23: 35 karena mereka mengimani dengan hati, dan mereka disebut sebagai Muslim (ayat 36) karena mereka mengamalkan ajaran-ajaran Allah dengan anggota tubuh mereka dengan ketaatan. Hal ini sejalan dengan hadis al-Bukhari dan Muslim yaitu ketika Rasullulah saw ditanya tentang Islam dan Iman:

مَاالإْسْلاَمُ؟ قَالَ: شَهَادَةُ أَنْ لاَاِلٰهَ ِالاَّاللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاِقَامُ الصَّلاَةِ ِوَاِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَحِجُّ اْلبَيْتِ .وَمَااْلاِيْمَانُ؟ قَالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ اﻵخِرِ وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ مِنَ اللهِ. (رواه البخاري ومسلم)

Apakah Islam? beliau menjawab, “Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat (yang lima waktu), mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan naik haji ke Baitullah. Dan apakah iman itu? beliau menjawab, Engkau Beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab Nya, para utusan-Nya, hari akhir dan kepada takdir yang baik dan yang buruk dari Allah. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Perlu dijelaskan di sini apabila kata Islam disebut secara sendiri, maka berarti tercakup pengertian iman. Demikian pula dengan kata iman bila disebut sendiri berarti tercakup kata Islam. Tetapi kalau keduanya disebutkan bersamaan, maka keduanya berbeda satu sama lain, masing-masing memiliki artinya sendiri-sendiri, iman berbeda dari Islam.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 37-42


Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 24-29

0
Tafsir Surat Adz-Dzariyat
Tafsir Surat Adz-Dzariyat

Pada Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 24-29 ini secara keseluruhan menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s tentang tamu yang datang kepada Nabi Ibrahim. Tamu tersebut adalah malaikat yang diutus untuk mengabarkan berita bahwa Nabi Ibrahim akan memiliki anak serta cucu dari istrinya bernama Sarah padahal ia adalah seorang perempuan yang mandul. Dari Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 24-29 dapat kita ambil hikmahnya betapa Allah Mahakuasa atas segala sesuatunya. Tidak ada yang tidak mungkin ketika Allah telah berkehendak.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 20-23


Ayat 24

Allah mengisahkan Nabi Ibrahim dengan bentuk pertanyaan agar lebih diperhatikan. Allah bertanya, “Apakah sudah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (yaitu beberapa malaikat) yang dimuliakan?”

Para malaikat yang bertemu dengan Nabi Ibrahim itu sebenarnya dalam perjalanan menuju tempat kediaman kaum Nabi Luth di dekat kampung Sodom dan Gomorah, akan menyampaikan berita kepada Nabi Luth bahwa kaumnya yang durhaka dan melakukan homoseksual itu akan dibinasakan oleh Allah dengan azab yang pedih. Dalam perjalanan itu mereka mampir ke rumah Nabi Ibrahim untuk menyampaikan kabar gembira bahwa beliau akan mendapat seorang anak laki-laki yang alim dan saleh bernama Ishak dari istrinya Sarah walaupun beliau sudah lanjut usianya dan menyangka dirinya sudah mandul. Setibanya di rumah Nabi Ibrahim, mereka disambut oleh tuan rumah dengan penuh penghormatan.

Ayat 25

Ayat ini mengungkapkan bahwa ketika tamu para malaikat itu masuk ke tempat Nabi Ibrahim lalu menyampaikan ucapan salam dan Nabi Ibrahim menjawab dengan salam pula, beliau memperlihatkan sikap bertanya karena belum mengenal mereka. Tamu terhormat itu baru pertama kali masuk ke rumah Nabi Ibrahim. Oleh karena itu, beliau memperlihatkan sikap ingin mengenal dahulu. Tetapi beliau tidak menunggu kesempatan untuk berkenalan itu, bahkan secara diam-diam masuk ke dapur untuk menyiapkan hidangan.


Baca Juga: Kisah Nabi Ibrahim Mencari Tuhan Melalui Matahari dalam Al-Quran


Ayat 26-27

Ayat ini menerangkan bahwa Nabi Ibrahim dengan diam-diam pergi menemui keluarganya yaitu Sarah, lalu menyembelih seekor anak sapi yang gemuk dan setelah dibakar, hidangan itu dibawanya sendiri ke hadapan tamu-tamunya seraya berkata dengan hormat, lalu mempersilakan mereka makan.

Ayat 28

Ayat ini mengungkapkan bahwa tamu Nabi Ibrahim tidak menyentuh makanan itu karena mereka itu bukan dari manusia, melainkan malaikat yang tidak makan dan tidak minum. Maka Nabi Ibrahim merasa takut terhadap mereka karena menurut kebiasaan, jika tamu tidak mau memakan hidangan yang disodorkan kepadanya, itu berarti ada bahaya yang terselubung (berselimut) di belakangnya, atau akan terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah berfirman:

فَلَمَّا رَاٰىٓ اَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ اِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَاَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً ۗقَالُوْا لَا تَخَفْ اِنَّآ اُرْسِلْنَآ اِلٰى قَوْمِ لُوْطٍۗ   ٧٠

Maka ketika dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, dia (Ibrahim) mencurigai mereka, dan merasa takut kepada mereka. Mereka (malaikat) berkata, “Jangan takut, sesungguhnya kami diutus kepada kaum Luth.” (Hµd/11: 70);Setelah malaikat-malaikat menenteramkan hati Nabi Ibrahim, mereka menyampaikan kabar gembira bahwa Ibrahim akan mendapat anak laki-laki yang bernama Ishak dan di belakang Ishak ada lagi cucunya yaitu Nabi Yakub seperti diterangkan dalam ayat lain.

Ayat 29

Ayat ini mengungkapkan bahwa istrinya Sarah setelah mendengar berita tersebut, ia datang dengan pekikan suara yang kuat lalu menepuk mukanya sendiri seraya mengatakan, bagaimana mungkin aku akan melahirkan seorang anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua yang mandul?

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 30-36