Beranda blog Halaman 152

Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 51-61

0
Tafsir Surah Al-Waqi'ah
Tafsir Surah Al-Waqi'ah

Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 51-61 membahas tentang balasan terhadap orang-orang yang termasuk pada golongan kiri. Selain itu, pada Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 51-61 juga membahas tentang kuasa Allah terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. Menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Hal tersebut menjadi sebuah sinidiran bagi orang-orang yang selama ini tidak mempercayai kuasa Allah.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 41-50


Ayat 51-55

Kemudian Allah menjelaskan kepada mereka yang sesat, yang senantiasa mengerjakan dosa besar dengan mendustakan para rasul dan mengingkari hari kebangkitan dan hari pembalasan, bahwa mereka benar-benar akan memakan buah pohon zaqqum, dan karena perasaan lapar yang tak terhingga, bukan satu dua buah zaqqum yang dimakannya, melainkan mereka memakan sepenuh perutnya; dan karena perasaan haus dan dahaga yang tidak tertahankan lagi, maka mereka kembali minum air yang sangat panas bagaikan cairan timah dan tembaga yang mendidih, namun mereka tetap minum terus bagaikan minumnya unta yang sangat haus dan sangat dahaga.

Ayat 56

Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa buah pohon zaqqum dan minuman air yang sangat panas itu, adalah hidangan pertama yang disediakan untuk golongan kiri tersebut. Hal tersebut disebutkan juga dalam Surah ad-Dukhan ayat 43 berkenaan dengan makanan yang disediakan untuk orang yang berdosa. Golongan kiri adalah orang kafir atau yang berbuat dosa.

Ayat 57

Dalam ayat ini, Allah menciptakan manusia dari tidak ada sama sekali. Bukankah hal tersebut suatu dalil yang tidak dapat dibantah lagi tentang kekuasaan Allah? Dan hal tersebut bukankah suatu dalil yang kuat bahwa Allah Mahakuasa untuk menghidupkan kembali manusia dari kuburnya setelah ia mati, dan hancur tulang-belulangnya?

Hal tersebut adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi tentang adanya hari Kiamat, hari kebangkitan manusia dari dalam kuburnya; dan hal tersebut adalah merupakan penolakan atas anggapan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari Kiamat, yang ucapan mereka digambarkan pada ayat lain:

اَىِٕذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ

Dan mereka berkata, “Apabila kami sudah mati, menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? (al-Waqi’ah/56: 47)

Ayat 58-59

Allah menekankan lagi berupa pertanyaan bagaimana orang kafir dapat memproses kejadian air mani (sperma) yang dipancarkan ke dalam rahim? Merekakah yang memproses air mani itu menjadi manusia yaitu tubuh yang lengkap dengan badan, kepala, kaki dan tangan, yang dilengkapi pula dengan mata, hidung, mulut dan telinga ataukah Allah yang mencipta-kannya?

Pastilah orang kafir tidak dapat menjawab kecuali mengakui bahwa sebenarnya Allah yang menyebabkan air mani tersebut menjadi manusia, dan Allah pula yang menentukan apakah air mani tersebut menjadi ma-nusia pria atau wanita; demikian pula, hanya Allah sajalah yang menetapkan berapa umur manusia tersebut.


Baca Juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 1-2: Bukti Kuasa Allah dan Barometer Pribadi Berkualitas


Bukankah Allah yang berkuasa menciptakan manusia pertama kalinya, juga Mahakuasa menghidupkannya kembali sesudah matinya, dengan membangkitkannya pada hari Kiamat untuk menerima balasan yang paling sempurna.

Ayat 60-61

Ayat ini menjelaskan, bahwa sesungguhnya Allah menentukan kematian manusia, dan bahkan Ia telah menetapkan waktu tertentu bagi kematian setiap manusia, yang semuanya itu ditentukan dan ditetapkan menurut kehendak-Nya, suatu hal yang mengandung hikmah dan kebijak-sanaan yang tidak dapat diketahui oleh manusia. Ketentuan dan ketetapan Allah dalam menciptakan atau mematikan seseorang tidaklah dapat dipengaruhi atau dihalang-halangi oleh siapa pun. Demikian juga Allah Mahakuasa untuk menggantikan suatu umat dengan umat lain yang serupa dan Mahakuasa melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh manusia, antara lain membangkitkan manusia kembali dari kuburnya, manusia tidak dapat mengetahui kapan terjadinya.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 62-67


Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 41-50

0
Tafsir Surah Al-Waqi'ah
Tafsir Surah Al-Waqi'ah

Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 41-50 ini menceritakan ganjaran yang akan diterima oleh golongan orang-orang yang selama ini mendustakan perintah Allah swt, serta mengingkari tentang hari kebangkitan. Pada Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 41-50 ini dijelaskan secara detail bagaiamana siksaan yang akan diterimanya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 25-40


Ayat 41-44

Pada ayat-ayat ini Allah menyebut ashabusy-syimal, kemudian diulang kata-kata itu dalam bentuk pertanyaan dengan maksud mencela. Kemudian diterangkan azab yang akan menimpa mereka yaitu:

  1. Angin panas yang bertiup dengan membawa udara yang sangat panas dan menyengat seluruh tubuh. Mereka lari mencari naungan dari asap jahanam.
  2. Air yang disediakan untuk minuman mereka bukan air yang sejuk, tetapi air mendidih yang panasnya tidak terhingga.
  3. Awan yang ada di atas mereka berupa gumpalan awan, dari asap api neraka yang sangat hitam yang tidak menyejukkan dan tidak menyenangkan. Hal itu sesuai dengan firman Allah:

اِنْطَلِقُوْٓا اِلٰى مَا كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَۚ  ٢٩  اِنْطَلِقُوْٓا اِلٰى ظِلٍّ ذِيْ ثَلٰثِ شُعَبٍ   ٣٠  لَا ظَلِيْلٍ وَّلَا يُغْنِيْ مِنَ اللَّهَبِۗ  ٣١  اِنَّهَا تَرْمِيْ بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِۚ  ٣٢  كَاَنَّهٗ جِمٰلَتٌ صُفْرٌۗ  ٣٣  وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ   ٣٤

(Akan dikatakan), “Pergilah kamu mendapatkan apa (azab) yang dahulu kamu dustakan. Pergilah kamu mendapatkan naungan (asap api neraka) yang mempunyai tiga cabang yang tidak melindungi dan tidak pula menolak nyala api neraka.” Sungguh, (neraka) itu menyemburkan bunga api (sebesar dan setinggi) istana, seakan-akan iring-iringan unta yang kuning. Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan (kebenaran). (al-Mursalat/77: 29-34)

Angin samum yang panas luar biasa dan awan hitam yang juga menambah suasana panas yang sangat luar biasa itulah yang menyebabkan mereka merasa haus dan dahaga yang tidak ada bandingannya dan yang sudah tidak tertahankan lagi, yang memaksa mereka untuk minum sebanyak-banyaknya walaupun air yang diminum itu adalah air yang panas dan mendidih bagaikan lumeran timah dan tembaga. Dengan demikian, semakin bertubi-tubilah penderitaan siksa dan azab yang mereka rasakan.

Ayat 45-48

Dalam ayat-ayat ini, Allah swt menjelaskan apa sebabnya mereka golongan kiri itu menerima siksa yang sedemikian pedihnya. Dahulu, sewaktu mereka hidup di dunia semestinya mereka wajib beriman kepada Allah dengan menjalankan pelbagai amal saleh serta menjauhkan larangan Tuhannya, tetapi yang mereka jalankan adalah sebaliknya, yaitu:

  1. Mereka hidup bermewah-mewah.
  2. Mereka tidak berhenti-hentinya mengerjakan dosa besar.
  3. Mereka mengingkari adanya hari kebangkitan.

Ayat 49-50

Berhubungan dengan ejekan dan cemoohan mereka itu, Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya supaya memberikan jawaban yang tegas dan tandas, bahwa sesungguhnya nenek-moyang mereka yang mereka anggap mustahil dapat dibangkitkan dan anak cucu mereka kemudian yang mereka anggap tidak akan dibangkitkan, pasti benar semuanya akan dikumpulkan di Padang Mahsyar pada hari yang sudah ditentukan.


Baca Juga: Tafsir Surah Yasin ayat 51-52: Penyesalan di Hari Kebangkitan


Tidak ragu lagi bahwa berkumpulnya umat yang tidak terkira banyak-nya itu, lebih menakjubkan lagi daripada kebangkitan itu sendiri.

Dalam ayat yang lain yang sama maksudnya, Allah berfirman:

فَاِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَّاحِدَةٌۙ  ١٣  فَاِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِۗ  ١٤

Maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja. Maka seketika itu mereka hidup kembali di bumi (yang baru). (an-Nazi’at/79: 13-14)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 51-61


Pandangan Al-Qur’an tentang Childfree, Muslimah Karir dan Tujuan Pernikahan dalam Islam

0
Al-Qur'an tentang Childfree, Muslimah Karir
Al-Qur'an tentang Childfree, Muslimah Karir

Fenomena childfree merupakan wacana hangat yang ramai diperbincangkan akhir abat ke-20 hingga kini, menjadi childfree adalah keputusan berat dan tidak diharapkan namun, pendukung gaya hidup childfree memiliki alasan tersendiri salah satunya orientasi karir. Kristin dalam tulisannya yang berjudul Choosing Childlessness: Webwr’s Typology of Action and Movies of The Voluntarily Childless, tertulis bahwa hasil penelitian David Foot, pakar ekonomi University of Toronto menyatakan tingkat pendidikan wanita merupakan faktor penting penentu apakah dia memutuskan mempunyai anak atau sebaliknya.. Meningkatnya level pendidikan seorang wanita berkorelasi dengan meningkatnya keinginan childfree. Fenomena ini tentunya tidak terlepas dari fenomena kesetaraan gender yang menyebabkan double burden atau peran ganda double burden pada perempuan yang kemudian berimplikasi pada keinginan childfree dengan alasan orientasi karir.

Childfree merupakan pilihan hidup yang sudah lama berkembang di dunia barat namun, ketika fenomena ini dibenturkan dengan kontruksi masyarakat Indonesia tidak sedikit yang menilai childfree sebagai pilihan hidup yang aneh, konyol, pelakunya mendapat cemohan. Dominasi penganut agama Islam di Indonesia membuat keputusan childfree menuai kontroversi mengingat Islam memiliki konsep tersendiri dalam membangun dan mengatur rumah tangga. Menurut dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia bahwasanya childfree termasuk tindakan yang kurang Islami.

Baca juga: Telaah Dalil Poligami: Poligami Boleh Saja, Tapi Afdhal-nya Tetap Monogami

Pengertian Childfree

Istilah childfree dalam Reinterpretasi Teori Language Game Dalam Bahasa Dakwah Perspektif Ludwig Wittgenstein karya Fikri dan Firdausiah, diartikan sebagai keputusan untuk tidak memiliki anak setelah menikah disebabkan oleh beberapa alasan salah satunya orientasi karir. Di antara banyaknya alasan untuk memutuskan memilih childfree, orientasi karir akan menjadi topik pada tulisan ini dikarenakan antara childfree dan perjuangan kesetaraan gender yang berimplikasi pada double burden memiliki kaitan yang erat dan sebagaimana yang diketahui tafsir-tafsir feminisme turut berperan dalam proses perjuangan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dengan melakukan reinterpretasi terhadap nash-nash Al-Qur’an yang dianggap bias gender. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap misoginis direinterpretasikan sehingga tidak dihakimi sebagai salah satu sebab langgengnya budaya partiarki.

Tujuan Pernikahan dalam Islam

Berdasarkan implikasi di atas, mengetahui pandangan Al-Qur’an tentang childfree sangat penting untuk disosialisasikan agar mampu membawa pada kemaslahatan bersama. Kemudian dalam tulisan Lia Anita, Meraih Sebuah Keberkahan Dengan Menikah Dalam Pernikahan Perspektif Hukum Islam, bahwa Childfree tidak terlepas dari tujuan pernikahan yang salah satunya mempertahankan keturunan umat Islam sebagaimana tercantum dalam QS. Ar-Rum/30:21:

فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ 187…

Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.

Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah ayat di atas khususnya kalimat carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu merupakan anjuran memperbanyak keturunan, pendapat ini diperkuat oleh sejumlah ulama shalaf seperti Ibn Abbas, Mujahid, Ikrimah, Hasan al-Basri dll. Ibn Qayyim juga memperkuat argumentasinya dengan hadis bahwa Rasuslullah saw. memerintahkan umatnya untuk menikah dan melarang keras untuk membujang, agar mampu melahirkan keturunan-keturunan sholeh.

Baca juga:  Memahami Kata Islam dalam QS. Ali Imran: 19 Perspektif Semiotika Roland Barthes

Selain itu, imam As-Sarkhasi berkata bahwa akad nikah berkaitan dengan berbagai kemaslahatan, baik kemaslahatan agama atau dunia salah satunya memperbanyak populasi hamba Allah dan umat Nabi Muhammad saw, serta memastikan kebanggaan rasul atas umatnya (Khitab 2009). Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin berkata, upaya memiliki keturunan merupakan ibadah dari empat sisi yang menjadi alasan pokok dianjurkannya menikah ketika aman dari gangguan syahwat.

  1. Mencari ridha Allah dengan menghasilkan keturunan.
  2. Mencari cinta Nabi saw dengan memperbanyak populasi manusia yang dibanggakan.
  3. Berharap berkah dari doa anak saleh setelah dirinya meninggal.
  4. Mengharap syafaat sebab menigalnya anak kecil yang mendahuluinya.

Memiliki anak merupakan nikmat yang tidak Allah swt. berikan kepada sembarang orang, sebagaimana dalam surah asy-Syura/42: 49-50:

يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۗيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ اِنَاثًا وَّيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ الذُّكُوْرَ ۙ اَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَّاِنَاثًا ۚوَيَجْعَلُ مَنْ يَّشَاۤءُ عَقِيْمًا

Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.

Kehadiran anak dalam sebuah rumah tangga juga sebagai penenang hati, penyejuk jiwa, dan pemimpin orang-orang yang bertakwa yang selaras dengan QS. al-Furqan/25: 74

يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا …

 … Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.

Ulama tafsir menyebutkan bahwa maksud Qurrata a’yun adalah anak-anak yang sholeh, berbakti kepada kedua orang tuanya, bermanfaat bagi sesamanya sehingga tidak heran, akan berpotensi menjadi pemimpin bangsa dan agama.

Pandangan Al-Qur’an tentang Childfree

Jika dilihat dari sudut pandang tujuan pernikahan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka bisa kita lihat bahwa kehadiran anak sangat dianjurkan di dalam Islam sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Qur’an. Berdasarkan ayat-ayat di atas, anak merupakan nikmat, berkah, dan juga ujian sebagaimana dalam QS. ath-Thagabun/64: 15. Selain itu, keberadaan anak menjadi sarana pelaksanaan kekhalifahan orang tua di dunia, selain itu, anak bisa menjadi sebab keberuntungan orang tua di akhirat.

Maka jika dilihat anjuran, keutamaan, serta urgensi anak sholeh dalam sebuah keluarga serta pertimbangan yang memberikan orientasi karir sebagai alasan untuk memilih childfree maka hendaknya pilihan tersebut tidak dilakukan hal ini dikarenakan perbuatan yang demikian tidak sejalan dengan anjuran Al-Qur’an serta meyalahi makna filosifis sebuah pernikahan.

Fenomena childfree muncul dilatar belakangi oleh beberapa sebab salah satunya adalah orientasi karir. Ketika seorang perempuan telah memperoleh hak untuk terjun ke dunia publik maka ia harus menerima dampaknya yaitu double burden dan pada saat perempuan disibukkan dengan karirnya maka tidak sedikit yang akan memutuskan untuk memilih childfree. Jika childfree ingin dilihat menggunakan pandangan Al-Qur’an maka mengetahui tujuan pernikahan yang salah satu tujuannya  mendapat keturunan sangatlah urgen. Berdasarkan anjuran, keutamaan, serta urgensi anak sholeh dalam sebuah keluarga serta pertimbangan yang memberikan orientasi karir sebagai alasan untuk memilih childfree maka hendaknya pilihan tersebut tidak dilakukan hal ini dikarenakan perbuatan yang demikian tidak sejalan dengan anjuran Al-Qur’an serta meyalahi makna filosifis sebuah pernikahan.

Baca juga: Mengenal Teks Manuskrip Kaifiat Qulhu dari Dayah Tanoh Abee

 

Tafsir Ahkam: Kapan Sebaiknya Waktu dalam Berkhitan?

0
Sebaiknya Waktu dalam Berkhitan
Sebaiknya Waktu dalam Berkhitan

Imam Al-Qurthubi tatkala menguraikan tafsir surat Al-Baqarah ayat 124 menjelaskan, bahwa ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum berkhitan. Ada yang menyatakan wajib, ada yang menyatakan sekedar sunnah. Ada yang menyamakan hukumnya antara laki-laki dan perempuan, adapula yang membedakannya. Penjelasan tersebut dapat disimak dalam artikel berjudul Bagaimana Hukum Khitan, Wajib atau Sekadar Anjuran?. Namun Imam Al-Qurthubi tidak hanya membahas tentang hukum berkhitan. Ia juga menjelaskan bahwa ulama’ juga berbeda pendapat tentang waktu dalam berkhitan. Beberapa diantara mereka membagi pada waktu sunnah dan waktu wajib. Hal ini berkaitan tentang manfaat berkhitan berupa membersihkan kotoran serta najis yang kadang ada di ujung kemaluan orang yang belum berkhitan. Lebih lengkapnya, simak penjelasan para pakar tafsir dan fikih berikut ini:

Waktu Berkhitan

Imam Al-Qurthubi menyinggung perihal waktu berkhitan tatkala membahas firman Allah yang berbunyi:

۞ وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ

 (Ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.” Allah berfirman, “(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2] 124).

Baca juga: Telaah Dalil Poligami: Poligami Boleh Saja, Tapi Afdhal-nya Tetap Monogami

Imam Al-Qurthubi mendokumentasikan beberapa riwayat tentang waktu berkhitan. Diantaranya, Nabi Ibrahim mengkhitan Nabi Ismail di umur 13 tahun dan mengkhitan Nabi Ishaq di umur 7 hari. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa Fatimah mengkhitan putranya di umur 7 hari. Namun riwayat tersebut tidak disetujui oleh Imam Malik dan ia menganggapnya sebagai prilaku Yahudi. Sebagai gantinya ia mengajukan kreteria umur 7 sampai 10 tahun.

Sayangnya Imam Al-Qurthubi tidak menguraikan dengan jelas berbedaan ulama’ mengenai waktu berkhitan. Ia hanya mengungkapkan riwayat-riwayat yang mungkin menjadi salah satu penyebab dari perbedaan pendapat tersebut (Tafsir Al-Qurthubi/2/101).

Baca juga: Benarkah Islam Melarang Kepemimpinan Perempuan? Mari Telisik Lagi Dalilnya

Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ syarah Muhadzdzab menyatakan, ulama’ Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa waktu wajib berkhitan adalah di usia baligh. Namun disunnahkan bagi orang tua untuk mengkhitan anaknya di hari ketujuh sesuai hadis. Kecuali bila si anak bertubuh lemah, maka khitan ditunda sampai tubuhnya kuat. Hari ketujuh menurut kebanyakan ulama’ dihitung mulai hari setelah kelahiran. Maka apabila si anak lahir hari selasa tanggal 1, maka hari ketujuhnya adalah hari selasa tanggal 8, bukan hari selasa tanggal 7 (Al-Majmu’/1/302).

Imam Al-Mawardi menyatakan hukumnya makruh mengkhitan anak di usia di bawah tujuh hari. Dan apabila tidak bisa dikhitan di usia tujuh hari, maka di usia 40 hari. Bila masih tetap tidak bisa maka di usia 7 tahun. Usia 7 tahun menjadi pertimbangan sebab di usia tersebut seorang mulai diperintah untuk salat dan bersuci. Apabila tidak berkhitan sampai baligh, maka hukum berkhitan menjadi fardhu baginya. Dan hendaknya ia tidak menunda lagi dalam berkhitan kecuali sebab udzur seperti musim yang ekstrim atau keadaan tubuh yang tidak memungkinkan. Imam Muhammad Romli menyatakan hukumnya haram menunda berkhitan saat sudah usia baligh kecuali sebab udzur (Al-Hawi Al-Kabir/1/67 dan Bughyatul Mustarsyidin/55).

Baca juga: Tafsir Ahkam: Kesunnahan Membersihkan Bulu Ketiak

Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Bari syarah Sahih Bukhari mengutip keterangan Imam Abul Faraj As-Sarakhsyi bahwa ada hikmah di balik dianjurkannya khitan di usia kecil. Hal ini disebabkan kulit manusia akan menjadi keras dan kasar saat usia tamyiz. Oleh karena itu ulama’ memperbolehkan khitan di usia kecil (Fathul Bari/16/479).

Berbagai uraian di atas kita adalah penjelasan waktu berkhitan dalam Mazhab Syafi’i. Perlulah diingat bahwa Mazhab Syafi’i meyakini bahwa khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan. Wallahu a’lam bish showab[].

Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 25-40

0
Tafsir Surah Al-Waqi'ah
Tafsir Surah Al-Waqi'ah

Pada Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 25-40 ini dijelaskan bagaimana lebih rinci apa saja kenikmatan lain yang akan diberikan kepada orang-orang yang termasuk pada golongan kanan. Selain itu, berdasarkan Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 25-40 kenikmatan-kenikmatan tersebut belum pernah ada di dunia ini dan tidak pernah dapat terbayangkan maupun terbesit dalam hati satu orang pun.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 20-24


Ayat 25-26

Ayat-ayat ini mengungkapkan, bahwa di dalam surga itu tidak akan terdengar kata-kata sia-sia, yang memuakkan, yang tidak layak diucapkan oleh orang baik-baik yang mempunyai akhlak tinggi dan mempunyai perasaan yang halus, terlebih kata-kata yang menimbulkan dosa. Di sana akan terdengar ucapan-ucapan salam dan kata-kata yang baik, yang enak didengar telinga. Demikian di ayat lain Allah berfirman:

دَعْوٰىهُمْ فِيْهَا سُبْحٰنَكَ اللهم وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلٰمٌۚ وَاٰخِرُ دَعْوٰىهُمْ اَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ࣖ  ١٠

Doa mereka di dalamnya ialah, “Subhanakallahumma” (Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, “Salam” (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam). (Yunus/10: 10)

Ayat 27

Dalam ayat ini diterangkan mengenai kedudukan golongan kanan, ialah suatu golongan yang mempunyai pangkat yang tinggi dan kedudukan yang mulia. Sudah menjadi kebiasaan dalam bahasa Arab dan juga dalam bahasa Indonesia, dalam menjelaskan sesuatu yang penting, biasa diulangi sebutannya dengan tanda tanya. Maka karena demikian pentingnya kedudukan golongan kanan, dalam ayat ini Allah menegaskan, “Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan tersebut.” Sesudah itu baru diiringi penjelasan yang lebih terperinci mengenai kenikmatan dan kebahagiaan dari golongan kanan tersebut.

Ayat 28-33

Dalam ayat ini, secara terperinci diterangkan bahwa mereka golongan kanan, yang menerima catatan amalnya dengan tangan kanannya adalah penghuni surga yang akan bersenang-senang dan bergembira dalam taman surga yang di antara pohon-pohonnya terdapat pohon bidara yang tidak berduri dan pohon pisang yang bersusun-susun buahnya. Mereka bersuka-ria di bawah naungan berbagai macam pohon yang rindang, di mana tercurah air yang mengalir dan pohon-pohon lain dengan buahnya yang lezat serta berbuah sepanjang masa tanpa mengenal musim, dengan kelezatan cita rasanya dan pohon-pohon bunga yang wangi lagi semerbak harum baunya yang dapat dinikmati kapan dan di mana pun mereka berada, tanpa ada yang melarang akan apa yang dikehendakinya.


Baca Juga: 3 Kriteria Keberuntungan Seseorang dalam Surat Al-Ashr Ayat 1-3


Ayat 34-37

Dalam ayat-ayat ini, dijelaskan lebih rinci kesenangan dan kegembiraan yang dinikmati oleh para penghuni surga tersebut, bahwa mereka akan duduk di atas kasur tebal berlapis-lapis, empuk dan halus yang isinya terbuat dari sutra, di atas ranjang kencana yang bertahtakan emas dan permata, diciptakan pasangannya ialah bidadari-bidadari yang cantik jelita dan suci tak pernah haid dan hamil selama-lamanya, yang selalu dalam keadaan perawan sepanjang masa; bidadari-bidadari yang cantik jelita dan lemah gemulai, berpakaian serba sutra yang halus dan sangat menarik, dengan hiasan gelang, kalung, dan anting-anting yang menambah kecantikannya yang asli, ditambah lagi dengan semerbak harum wanginya yang sangat menggiurkan.

Ayat 38-40

Setelah dijelaskan pelbagai nikmat dan kesenangan yang disediakan bagi penghuni surga, kenikmatan dan kesenangan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga siapa pun dan bahkan belum pernah diduga, dan dilamunkan oleh khayalan dan hati siapa pun. Dijelaskan bahwa nikmat dan kesenangan tersebut disediakan untuk golongan kanan yang sebahagian besar terdiri dari umat-umat pengikut nabi dan rasul terdahulu, dan sebahagian besar lagi terdiri dari pengikut-pengikut Nabi Muhammad saw.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 41-50


Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 20-24

0
Tafsir Surah Al-Waqi'ah
Tafsir Surah Al-Waqi'ah

Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 20-24 membahas tentang kenikmatan surga berupa makanan, minuman, serta gambaran bidadari-bidadari yang menempati surga. Semua kenikmatan yang disebutkan dalam Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 20-24 disuguhkan untuk orang-orang yang bertaqwa kepada Allah swt.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 10-19


Ayat 20-21

Ayat ini mengungkapkan jenis minuman dan makanan di dalam surga yaitu berupa buah-buahan yang mereka kehendaki dan daging burung yang mereka sukai, yang membangkitkan selera karena lezat rasanya, sebagaimana firman Allah:

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِيْ وُعِدَ الْمُتَّقُوْنَ ۗفِيْهَآ اَنْهٰرٌ مِّنْ مَّاۤءٍ غَيْرِ اٰسِنٍۚ وَاَنْهٰرٌ مِّنْ لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهٗ ۚوَاَنْهٰرٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشّٰرِبِيْنَ ەۚ وَاَنْهٰرٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۗوَلَهُمْ فِيْهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ وَمَغْفِرَةٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ ۗ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِى النَّارِ وَسُقُوْا مَاۤءً حَمِيْمًا فَقَطَّعَ اَمْعَاۤءَهُمْ  ١٥

Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar (anggur yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai madu yang murni. Di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka. (Muhammad/47: 15)

Firman Allah dalam ayat lain:

وَاَمْدَدْنٰهُمْ بِفَاكِهَةٍ وَّلَحْمٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَ   ٢٢

Dan Kami berikan kepada mereka tambahan berupa buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. (at-Thur/52: 22)

Ayat 22-23

Ayat ini mengungkapkan, di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik. Bidadari bagaikan mutiara yang belum tersentuh tangan dan bersih dari debu sangat cantik dan memesona. Pada umumnya para mufasir menafsirkan ayat ini bahwa yang dimaksud dengan Hawariyyun adalah perempuan yang putih, matanya sangat jelas warna putih dan hitamnya. Firman Allah:

حُوْرٌ مَّقْصُوْرٰتٌ فِى الْخِيَامِۚ    ٧٢  فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِۚ    ٧٣  لَمْ يَطْمِثْهُنَّ اِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَاۤنٌّۚ    ٧٤

Bidadari-bidadari yang dipelihara di dalam kemah-kemah. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia maupun oleh jin sebelumnya. (ar-Rahman/55: 72-74)

Firman Allah dalam ayat lain:

مُتَّكِـِٕيْنَ عَلٰى سُرُرٍ مَّصْفُوْفَةٍۚ وَزَوَّجْنٰهُمْ بِحُوْرٍ عِيْنٍ  ٢٠

Mereka bersandar di atas dipan-dipan yang tersusun dan Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah. (at-Thur/52: 20)


Baca Juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 55-57: Kenikmatan Penduduk Surga


Ayat 24

Ayat ini mengungkapkan sebab mereka mendapat nikmat yang luar biasa, yang merupakan balasan bagi apa-apa yang telah mereka kerjakan di dunia, menunaikan kewajiban, mematuhi perintah Allah swt, dan menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya dengan sebaik-baiknya. Mereka bangun tengah malam, salat, memuji, berzikir, merenungkan kebesaran Allah dan memohon ampunan-Nya serta berpuasa siang harinya.

Sebagaimana yang diutarakan dalam firman Allah:

كَانُوْا قَلِيْلًا مِّنَ الَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ   ١٧  وَبِالْاَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ   ١٨  وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ   ١٩

Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam; dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta. (adz-Adzariyat/51: 17-19)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 25-40


Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 10-19

0
Tafsir Surah Al-Waqi'ah
Tafsir Surah Al-Waqi'ah

Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 10-19 menjelaskan tentang keutamaan orang-orang paling dahulu beriman kepada Allah. Pada Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 10-19 digambarkan ganjaran yang akan diterima pada di surga nanti.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 1-9


Ayat 10

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang paling dahulu beriman kepada Allah tidak asing lagi bagi kita, karena kepribadian mereka yang luhur serta perbuatan-perbuatan mereka yang mengagumkan. Dapat pula diartikan bahwa orang-orang yang paling dahulu mematuhi perintah Allah, mereka pulalah yang paling dahulu menerima rahmat Allah.

Barang siapa yang lebih awal membuat kebaikan di dunia ini, maka ia adalah orang yang lebih awal pula mendapat ganjaran di akhirat nanti.

Ayat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “as-sabiqun”, ialah mereka yang disebut dalam hadis ‘Aisyah sebagai berikut:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قاَلَ: أَتَدْرُوْنَ مَنِ السَّابِقُوْنَ اِلىَ ظِلِّ اللهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ؟ قَالُوْا : الله ُوَرَسُوْلُهُ أعْلَمُ. قَالَ: اَلَّذِيْنَ إِذَا أُعْطُوْا الْحَقَّ قَبِلُوْهُ وَإِذَا سُئِلُوْهُ بَذَلُوْا وَحَكَمُوْا لِلنَّاسِ كَحُكْمِهِمْ لِأَنْفُسِهِمْ. (رواه أحمد)

Nabi Muhammad saw telah bersabda, “Apakah kamu sekalian tahu siapa yang paling dahulu mendapat perlindungan dari Allah pada hari Kiamat nanti?” Mereka (para sahabat) berkata, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda, “Mereka itu adalah orang yang apabila diberi haknya menerimanya, apabila diminta, memberikannya dan apabila menjatuhkan hukuman terhadap orang lain sama seperti mereka menjatuhkan hukuman terhadap diri mereka sendiri.” (Riwayat Ahmad)

Ayat 11-12

Ayat ini menerangkan bahwa mereka yang paling dahulu beriman itulah yang menerima ganjaran yang lebih dahulu dari Allah. Mereka adalah ahli surga yang dilimpahi nikmat-nikmat yang tidak pernah dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga serta terpikirkan oleh siapa pun juga sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi saw.

فِى الْجَنَّةِ مَاﻻَ عَيْنٌ رَأَتْ وَﻻَ أُذُنٌ سَمِعَتْ وَﻻَخَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ. (رواه البزار عن أبي سعيد)

Di dalam surga terdapat nikmat dan kesenangan yang tidak pernah dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga serta tidak pernah terlintas di hati manusia. (Riwayat al-Bazzar dari Abi Sa’id)

Ayat 13-14

Ayat-ayat ini menerangkan bahwa prosentase umat dahulu yang termasuk “as-Sabiqunal-Muqarrabun” lebih besar dibanding dengan prosentase umat Nabi Muhammad. Namun karena jumlah umat Nabi Muhammad itu jauh lebih besar dari jumlah umat nabi-nabi sebelumnya, maka jumlah umat Nabi Muhammad yang termasuk “as-Sabiqunal-Muqarrabun” jauh lebih besar dibanding dengan jumlah umat-umat dahulu.


Baca Juga: Kelebihan Ilmu Pengetahuan dan Keutamaan Orang yang Berilmu Menurut Al-Quran dan Hadis


Ayat 15-16

Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa mereka duduk santai berhadap-hadapan di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata. Mereka dalam keadaan rukun, damai, hidup berbahagia dan bergaul dengan baik; tidak terdapat pada hati mereka perasaan permusuhan atau kebencian yang akan memisahkan seseorang dengan yang lain.

Ayat 17

Ayat ini mengungkapkan bahwa mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda serta menyenangkan bila dipandang. Mereka ini bertindak selaku pelayan yang melayani penghuni-penghuni surga di waktu makan, minum, dan lain-lainnya.

Ayat 18-19

Ayat ini menjelaskan bahwa anak-anak muda tersebut melayani penghuni surga dengan membawa gelas, piala, cerek, dan minuman khamar yang diambil dari air yang mengalir dari mata airnya, tidak diperas, bening dan bersih yang tidak habis-habisnya. Mereka dapat mengambil dan minum semaunya dan hal itu tidak membuat mereka pening dan mabuk.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 20-24


Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 1-9

0
Tafsir Surah Al-Waqi'ah
Tafsir Surah Al-Waqi'ah

Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 1-9 ini menceritakan tentang situasai pada hari kiamat. Selain itu, dalam Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 1-9 juga membahas tentang golongan-golongan manusia berdasarkan catatan amalannya.

Ayat 1-2

Ayat ini menerangkan bahwa apabila terjadi hari Kiamat, maka kejadian itu tidak dapat didustakan dan juga tidak dapat diragukan, tidak seorang pun dapat mendustakannya atau mengingkarinya dan nyata dilihat oleh setiap orang. Tatkala di dunia, banyak manusia yang mendustakannya dan mengingkarinya karena belum merasakan azab sengsara yang telah diderita oleh orang-orang yang telah disiksa itu.

Ayat 3

Ayat ini menjelaskan bahwa kejadian hari Kiamat akan merendahkan satu golongan dan meninggikan golongan yang lain, demikian kata Ibnu ‘Abbas. Karena kejadian yang besar pengaruhnya membawa perubahan yang besar pula. Kemudian diterangkan bahwa hari Kiamat itu menurunkan derajat golongan yang satu dan meninggikan golongan yang lain. Tatkala itu, ada gempa yang menghancurkan semua yang ada di atas, gunung-gunung dan bangunan-bangunan hancur-lebur seperti debu yang beterbangan di udara. Manusia ketika itu terbagi atas tiga golongan yaitu golongan kanan (Ashabul-yamin), golongan kiri (Ashabusy-syimal), dan golongan orang terdahulu beriman (As-sabiqun).

Ayat 4

Ayat ini menjelaskan bahwa pada hari Kiamat akan timbul gempa bumi yang sangat dahsyat dengan guncangan-guncangan yang hebat di segenap pelosok bumi, menghancurkan benteng-benteng dan gunung-gunung, merobohkan rumah-rumah dan bangunan-bangunan, serta apa saja yang terdapat di permukaan bumi. Dalam ayat lain, Allah berfirman:

اِذَا زُلْزِلَتِ الْاَرْضُ زِلْزَالَهَاۙ  ١

Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat. (az-Zalzalah/99: 1)

Dan firman-Nya:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْۚ اِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيْمٌ   ١

Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (al-Hajj/22: 1).

Ayat 5-6

Ayat ini mengungkapkan bahwa pada hari Kiamat gunung-gunung dihancur-luluhkan sehancur-hancurnya menjadi tumpukan tanah yang bercerai-berai, menjadi debu yang beterbangan seperti daun kering yang diterbangkan angin. Ringkasnya, gunung-gunung akan hilang dari tempatnya sesuai pula dengan ayat 9 al-Ma’arij/70.

وَتَكُوْنُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِۙ  ٩

Dan gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan). (al-Ma’arij/70: 9)

وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّاۙ    ٥

Dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya. (al-Waqi’ah/56: 5)


Baca Juga: Tafsir Surat Al-Waqiah Ayat 7-12: Merenungi Tiga Macam Kondisi Manusia


Ayat 7

Ayat ini menjelaskan bahwa manusia pada waktu itu terdiri atas tiga golongan, yaitu-golongan kanan, golongan kiri, dan golongan orang-orang yang paling dahulu beriman, sebagaimana akan diterangkan pada ayat berikutnya.

Ayat 8-9

Ayat ini menjelaskan bahwa “golongan kanan” adalah orang-orang yang menerima buku catatan amal mereka dengan tangan kanan, yang menunjukkan bahwa mereka adalah penghuni surga. Tentulah keadaan mereka sangat baik dan sangat menyenangkan. “Golongan kiri” ialah orang-orang yang menerima buku catatan amal mereka dengan tangan kiri yang menunjukkan bahwa mereka adalah penghuni neraka dan akan mendapat siksaan serta hukuman yang sangat menyedihkan.

Berkenaan dengan ayat ini Mu’adz bin Jabal meriwayatkan:

اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم تَلاَ هٰذِهِ اْلآيَةَ ثُمَّ قَبَضَ بِيَدَيْهِ قَبْضَتَيْنِ. فَقَالَ: هٰذِهِ فِى الجَنَّةِ وَلاَ أُبَالِيْ وَهٰذِهِ فِى النَّارِ وَلاَ أُبَالِيْ. (رواه أحمد عن معاذ بن جبل)

Nabi Muhammad saw tatkala membaca ayat di atas, beliau menggenggam tangannya seraya berkata, “Ini (yang digenggam dengan tangan kanan beliau) adalah ahli surga dan tidak perlu aku memperhatikan, dan (yang digenggam dengan tangan kiri beliau) ini adalah ahli neraka dan tidak perlu aku mempedulikannya.” (Riwayat Ahmad dari Mu’adz bin Jabal)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah Al-Waqi’ah Ayat 10-19


Telaah Dalil Poligami: Poligami Boleh Saja, Tapi Afdhal-nya Tetap Monogami

0
Telaah Dalil Poligami: Poligami Boleh-Boleh Saja, Tapi Afdhal-nya Tetap Monogami
Ilustrasi cincin pernikahan

Di tengah kehidupan yang serba berbasis teknologi seperti saat ini, di mana informasi dapat diakses dan menyebar dengan sangat mudahnya, kita dapat mengakses suatu berita secara bersama-sama dengan jumlah yang banyak melalui berbagai platform media sosial. Antusias masyarakat yang begitu tinggi terhadap suatu permasalahan menyebabkan berita tersebut naik ke permukaan atau yang biasa kita sebut dengan istilah viral, sehingga tak heran apabila hal itu mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Baru-baru ini masyarakat dibuat heran oleh pengalaman seseorang yang tidak biasa. Dilansir dari channel Youtube Narasi Newsroom, di mana Tim Buka Mata Narasi mendatangi pria yang mengaku dirinya sebagai seorang mentor poligami. Mengampanyekan poligami mungkin masih dilihat tabu oleh masyarakat Indonesia, namun tidak bagi sebagian kecil orang.

Pria pegiat poligami yang biasa dipanggil dengan sebutan Kiai Hafidzin tersebut mengadakan sebuah seminar berbayar seputar bimbingan kehidupan berpoligami yang pesertanya kebanyakan adalah perempuan yang ingin belajar bagaimana menciptakan keluarga bahagia bersama suami yang berpoligami. Kiai Hafidzin dalam sebuah kesempatan berulang kali memberikan nasihat kepada peserta seminar agar menaati suami, taat secara mutlak tanpa kompromi.

Fenomena poligami Kiai Hafidzin yang kontroversial ini menjadi sorotan  dari berbagai kalangan. Banyak orang yang merasa tidak setuju atas beberapa ucapan yang dilontarkan, seperti alasan menceraikan istri pertamanya dikarenakan menopause, tidak mempertimbangkan izin seorang istri, hingga akhirnya memutuskan untuk menikah lagi dan menormalisasi alasan poligami karena libido yang tinggi. Sehingga menimbulkan isu ketimpangan gender bahwa poligami yang tidak sesuai syariat berpotensi merugikan perempuan.

Baca juga: Praktisi Poligami Ceraikan Istri yang Menopause, Ini Hakikat Poligami Sebenarnya

Pandangan ulama terkait ayat dan hadis poligami

Telah kita ketahui bersama, poligami merupakan suatu fenomena sosial yang sering diperdebatkan eksistensinya. Yang mana pembahasan poligami termasuk pembahasan sensitif, kontroversial, serta memiliki banyak tafsiran. Pada dasarnya hukum poligami menurut jumhur ulama adalah mubah/boleh. Namun kemudian asal hukum dapat berubah sesuai dengan kondisi yang ada. Seperti ayat Al-Qur’an Q.S. an-Nisa’ [4]: 3 mengenai kebolehan poligami dengan disyaratkan adanya keadilan.

إِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟

Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Q.S. an-Nisa’ [4]: 3).

Ditinjau melalui asbab an-nuzul, ulama klasik menafsirkan kecenderungan kebolehan berpoligami apabila laki-laki tersebut tidak bisa merawat anak yatim, maka ia dipersilakan menikahi perempuan-perempuan yang disenangi. Namun yang terjadi pada era kontemporer, tafsiran mengalami pergeseran kontruksi berpikir sehingga konsep monogami lebih diunggulkan daripada poligami.

Menurut M.Quraish Shihab, jika ayat tersebut tatap akan dipahami sebagai ayat poligami itu adalah pintu kecil untuk dilakukan. Shihab menjelaskan adil dalam konteks poligami sangat tidak bisa dilakukan dan menimbulkan dampak kekerasan terhadap perempuan. Kesimpulan Shihab mengantarkan bahwa, poligami bukan sebagai salah satu upaya yang dipahami selama ini melainkan pintu kecil untuk melakukan poligami sehingga monogamy sebagai salah satu cara alternatif untuk menegakkan keadilan terhadap masyarakat dan umat (Tafsir Al-Misbah, Vol. 2).

Yang kedua adalah hadis riwayat Ibnu Majah yang masih terdapat kaitannya dengan ayat di atas.:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ ، قَالَ : حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى ، عَنْ حُمَيْضَةَ بِنْتِ الشَّمَرْدَلِ ، عَنْ قَيْسِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ : أَسْلَمْتُ وَعِنْدِي ثَمَانِ نِسْوَةٍ، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ : ” اخْتَرْ مِنْهُنَّ أَرْبَعًا

Artinya: “Dari Qais ibn al-Harits ra, ia berkata: Saya masuk Islam, sedang saya telah memiliki istri delapan. Lantas saya menghadap Nabi Muhammad saw (menanyakan ihwal masalah ini) dan beliau bersabda: “Pilihlah dari mereka empat,” (HR. Ibnu Majah, no. 1952).

Hadis di atas apabila ditinjau dari aspek sosial historis maka akan memberikan makna bahwa tradisi orang jahiliyah pada masa itu adalah menikahi perempuan yang banyak jumlahnya tanpa batasan. Kemudian syariat Islam datang untuk membatasi jumlah perempuan yang dinikahi. Konteksnya adalah membatasi, bukan menambah. Inilah yang terkadang menjadikan kurang tepatnya pemaknaan terhadap hadis poligami.

Baca juga: Tafsir Ayat Poligami yang Tidak Pernah Usai dan Kisah Imam Abu Hanifah Membela Perempuan

Lebih utama monogami ketimbang poligami

Pendapat Imam Syafii dinukil dari kitab Al-Bayan, beliau berkata; “Aku lebih menganjurkan seseorang untuk menikahi satu wanita saja meskipun boleh baginya menikah lebih daripada satu, karena firman Allah ta’ala “jika kalian takut tidak adil, maka nikahi satu wanita saja.”

Pendapat tersebut ditanyakan kembali oleh Ibnu Dawud, “Mengapa begini wahai Imam Syafi’i? padahal Rasulullah memiliki banyak istri, sedangkan beliau tidak mungkin melakukan sesuatu kecuali yang terbaik.” Kemudian dijawab oleh Imam Syafi’I, “Selain Nabi, yang utama baginya adalah menikahi satu wanita saja, karena dikhawatirkan ia tidak dapat berlaku adil. Sedangkan Rasulullah sudah pasti dijamin bisa berbuat adil”.

Kemudian dinukil pula riwayat dari Syeikh Khatib asy-Syirbini, beliau mengatakan “Disunnahkan bagi seseorang untuk tidak menambah lebih dari pada satu istri tanpa ada kebutuhan yang sangat mendesak.” Tentunya mendesak di sini bukan didasari oleh nafsunya, kriteria mendesak membutuhkan syarat yang lebih rinci.

Berikutnya pendapat dari Imam al-Bardawi al-Hanabilah, “Disunnahkan juga tidak menikah lebih dari satu jika dengannya sudah bisa menjaga diri dari keharaman”. Dari beberapa qaul ulama di atas menunjukan bahwa poligami tidak bisa sembarang dilakukan, apalagi dengan dalih kesunnahan.

Fenomena poligami dianggap sebagai bentuk ketidakadilan gender. Salah satu penyebab pandangan tidak adil gender adalah budaya patriarki (Seksisme Perempuan dalam Budaya Pop Media Indonesia, 215). Ini ditandai dengan adanya dominasi laki-laki atas perempuan, di mana perempuan seolah tidak memiliki hak preogatif atas dirinya.

Selain itu, ditinjau melalui aspek sosial, poligami sebagai isu ketidakadilan gender memiliki dampak yang merugikan perempuan. Secara politik, perkawinan kedua dan seterusnya tidak dicatatkan pada KUA, sehingga perkawinan tidak diakui oleh negara.

Kekerasan baik fisik, ekonomi maupun psikologis tak jarang didapatkan oleh perempuan sehingga dapat mengganggu aktivitas dan kondisi kejiwaannya. Secara kesehatan, berganti-ganti pasangan rentan terhadap penularan penyakit kelamin.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan  di atas, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil: pertama, dari ayat Al-Qur’an, hadis dan qaul para ulama memberikan kesimpulan bahwa asas perkawinan dalam Islam sebenarnya berasas monogami (menikah dengan seorang saja). Hal ini semua bertujuan supaya tidak terjadi kezaliman.

Poligami diperbolehkan dengan syarat dilakukan pada keadaan terdesak dan tidak ada jalan lain untuk mengatasi perkara tersebut. Poligami juga memiliki dampak yang merugikan perempuan mulai dari aspek politik, sosial, kesehatan, dan kejiwaan.

Baca juga: Surah An-Nisa Ayat 3, Praktik Poligami Menurut Mufasir Indonesia

Tafsir Surah Ar-Rahman Ayat 64-78

0
Tafsir Surah Ar-Rahman
Tafsir Surah Ar-Rahman

Tafsir Surah Ar-Rahman Ayat 64-78 ini menceritakan tentang nikmat-nikmat yang Allah berikan sebagai balasan untuk orang-orang yang telah berbuat kebaikan dan menaati segala perintahnya.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Ar-Rahman Ayat 59-63


Ayat 64-65

Di dalam dua surga yang lain itu terdapat tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan yang hijau tua warnanya. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang didustakan oleh jin dan manusia?

Ayat 66-67

Ayat ini mengungkapkan bahwa di dalam surga ada dua mata air yang memancarkan air, berbeda dengan air pada surga yang terdahulu. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang didustakan oleh jin dan manusia?

Ayat 68-69

Ayat ini menerangkan bahwa pada kedua surga tersebut terdapat buah-buahan yang beraneka ragam cita rasanya di antaranya kurma dan delima. Disebutkannya kurma dan delima walaupun keduanya termasuk ke dalam jenis buah-buahan, karena ada perbedaan dengan buah-buahan yang lain sebab keduanya terdapat pada musim gugur dan musim dingin. Di samping itu kurma adalah buah-buahan bergizi, dan delima dapat dijadikan obat. Maka nikmat Allah yang manakah yang didustakan oleh jin dan manusia?

Ayat 70-71

Ayat ini mengungkapkan bahwa di dalam surga-surga ada bidadari-bidadari yang baik budi pekertinya dan cantik rupanya. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang didustakan oleh jin dan manusia?

Ayat 72-73

Ayat ini mengungkapkan bahwa bidadari-bidadari itu adalah perempuan yang baik akhlaknya dan cantik rupanya dengan mempunyai mata yang indah, manis, putih, bersih sekeliling hitamnya, dipingit di dalam rumah, bukan yang berkeliaran di jalan-jalan.

Ayat 74-75

Ayat ini mengungkapkan bahwa bidadari itu tidak pernah disentuh oleh manusia atau pun jin sebelum datang penghuni surga yang menjadi suami mereka. Hanya suami-suami mereka inilah yang berhak menyentuh mereka.

Pengulangan pernyataan ini, dimana sebelumnya telah disebutkan dalam ayat 56 Surah ar-Rahman ini, adalah untuk menunjukkan bahwa mereka sungguh suci dan kesucian mereka terpelihara sangat baik. Oleh karena itu, maka nikmat Tuhan yang manakah yang didustakan oleh jin dan manusia?


Baca Juga: 7 Sifat-Sifat Penghuni Surga Menurut Al-Qur’an


Ayat 76-77

Ayat ini mengungkapkan bahwa penghuni-penghuni surga itu duduk santai di atas bantal-bantal yang hijau, besar-besar dan permadani-permadani yang indah-indah, indah rupanya dan indah tenunannya, dan di sebelah dalamnya terbuat dari sutra. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang didustakan oleh jin dan manusia?

Ayat 78

Ayat ini mengungkapkan bahwa, hanya Allah-lah yang mempunyai kebesaran dan karunia atas segala nikmat yang diberikan-Nya, nikmat yang sangat bayak dan ganjaran yang sangat berharga.

Ini adalah pelajaran bagi hamba-Nya bahwa semuanya itu adalah rahmat-Nya. Dia yang menjadikan langit dan bumi, surga dan neraka, menyiksa orang-orang berdosa, memberi pahala kepada orang-orang yang menaati-Nya.

(Tafsir Kemenag)