Beranda blog Halaman 84

Tafsir Surah At-Tur Ayat 48-49

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Setelah berbicara tentang prang-orang kafir dan musyrik yang sangat membangkang dan membuat Rasulullah bersedih hati, Tafsir Surah At-Tur Ayat 48-49 ini menerangkan tentang perintah Allah yang tetap senantiasa menyampaikan wahyu Allah dan memperingati larangan-Nya.

Dan dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 48-49, disebutkan tiga waktu yang baik untuk bertasbih dan memuji Allah yakni: bangun dari tidur duduk dan ketika akan shalat.

Sebagai penutup Tafsir Surah At-Tur Ayat 48-49, terdapat anjuran untuk melaksanakan shalat malam dan bertasbih kepada Allah, karena di waktu tersebut berat untuk dilakukan dan dapat menjauhkan diri dari sifat ria’.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah At-tur Ayat 42-47


Ayat 48

Setelah menjelaskan berbagai situasi yang besar, menyedihkan hati rasul, akibat tindakan membangkang dan keras kepala orang-orang kafir dan musyrik yang menolak beriman kepada Allah dan rasulnya. Maka dalam hal ini, Allah memerintahkan kepada Muhamamad saw supaya bersabar terhadap gangguan kaumnya dan tidak lagi menghiraukan mereka, serta tetap menyampaikan perintah-Nya dan memperingatkan larangan-Nya, dan menyampaikan apa yang telah diwahyukan kepadanya, sebab Allah selalu melihat dan memperhatikan pekerjaannya serta menjaga dan melindungi dari gangguan dan rintangan musuhnya.

Perihal bertasbih dan memuji Tuhan ketika bangun dan berdiri, meliputi tiga keadaan, yaitu:

  1. Ketika bangun dari tidur
  2. Ketika bangun dari duduk
  3. Ketika bangun akan salat

Hal ini mengandung hikmah supaya orang mukmin selalu bertasbih setiap saat, dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, terutama perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.


Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Tiga Zikir yang Harus Diamalkan oleh Pelajar


Ata’, Sa’id, Sufyan Ath-Tsaury, dan Abul Ahwas berkata: bahwa Nabi Muhammad saw bertasbih tatkala ia bangkit dari tempat duduknya. Disebutkan dalam hadis:

عَنْ أَبِيْ بَرْزَةَ اْلأَسْلَمِيِّ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِآخِرِ عُمْرِهِ، إِذَا قَامَ مِنَ اْلمَجْلِسِ يَقُوْلُ: سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ اَنْ ﻻَإِلٰهَ اِﻻَّ اَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ إِلَيْكَ. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّكَ لَتَقُوْلُ قَوْﻻً مَا كُنْتَ تَقُوْلُ فِيْمَا مَضٰى. قَالَ كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُوْنُ فِى اْلمَجْلِسِ. (رواه أبو داود والنسائي)

Dari Abu Barzah al-Aslami berkata, Rasulullah saw pada akhir hayatnya, apabila beliau bangun dari tempat duduknya beliau mengucapkan, “Subhanaka Allahumma wabihamdika asyahadu an la ilaha illa anta astagfiruka wa atubu ilaika! Engkau mengucapkan suatu ucapan yang belum pernah engkau ucapkan sebelumnya. Rasulullah saw bersabda, “Ucapan ini penghapus dosa dari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi di majlis.” (Riwayat Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Diriwayatkan bahwasanya Jibril telah mengajarkan kepada Nabi Muhammad saw agar ucapan tersebut dibaca ketika hendak bangkit dan duduk dalam satu majlis yaitu:

سُبْحَانَكَ الَلَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْﻻَ اِلٰهَ اِﻻَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ. (رواه ابوداود والنسائي)

“Mahasuci engkau, wahai Allah, dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku mohon pengampunan-Mu dan aku bertobat kepada-Mu.” (Riwayat Abu Dawud dan an-Nasā’i)

Ayat 49

Kemudian Allah dalam ayat ini memerintahkan kepada Muhammad saw supaya ia bertasbih kepada Allah dengan salat malam. Karena ibadah pada waktu itu berat melaksanakannya, dan jauh dari ria, dan supaya ia salat tatkala terbenamnya bintang-bintang pada waktu subuh. Dalam ayat yang sama artinya Allah berfirman:

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا  ٧٩

Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (al-Isra’/17: 79).

Makna membaca tasbih dalam ayat ini dapat berarti membaca tasbih seperti pada hadis di atas, juga dapat diartikan melaksanakan salat, baik salat isya, salat malam maupun salat subuh.

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Inilah Amalan Agar Mudah Bangun Untuk Ibadah Shalat Malam

Tafsir Surah At-Tur Ayat 42-47

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Masih membicarakan orang-orang kafir, dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 42-47 dijelaskan bahwa watak dari orang-orang musyrik adalah sombong dan keras kepala. Meskipun mereka telah diperlihatkan kebenaran, tetapi mereka tetap mengikuti pendirian mereka yang keras kepala.

Dengan demikian, dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 42-47 Allah memerintahkan Rasulullah untuk membiarkan mereka dalam keadaan seperti itu hingga kelak balasan Allah akan sangat nyata dan mereka tidak akan dapat menghindarinya lagi. Selengkapnya, Tafsir Surah At-Tur Ayat 42-47 di bawah ini…


Baca Juga: Tiga Kondisi Kaget Manusia pada Hari Kiamat


Tafsir Surah At-Tur Ayat 42-47


Ayat 42

Kemudian dalam ayat ini Allah swt berkata kepada mereka apakah mereka (orang-orang musyrik) hendak menipu manusia dan Rasul dengan perkataan mereka tentang rasul dan agama? Kalau memang ini yang mereka kehendaki, maka tipu daya mereka akan kembali kepada mereka sendiri.

Ayat 43

Selanjutnya, pada ayat ini Allah berkata kepada mereka, apakah mereka mempunyai Tuhan selain Allah yang membantu dan menghindarkan mereka dari siksa Allah swt. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan dan dari yang mereka sembah selain Dia.

Pertanyaan-pertanyaan ini adalah menyinggung orang-orang kafir untuk menemukan jawaban yang benar yang didasarkan pada akal sehat.

Ini merupakan kecaman keras kepada orang-orang musyrik penyembah berhala yang dipersekutukan terhadap Allah.

Ayat 44

Dalam ayat ini digambarkan bahwa orang-orang musyrik itu adalah kaum yang berwatak sombong dan keras kepala. Walaupun kepada mereka diperlihatkan tanda-tanda azab yang akan menimpa mereka dengan datangnya sekumpulan awan yang akan membawa bencana bagi mereka. Tetapi mereka menganggap ringan dan hanya memandang sebagai gumpalan awan yang sedang bermain-main dan saling bertumpuk. Hal ini disebabkan hati mereka sudah tertutup dan bersikap menyepelekan persoalan penting telah membutakan pandangan mereka. Mereka tetap mengingkari apa yang mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri. Dalam ayat yang lain yang sama artinya, Allah berfirman:

وَلَوْ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَابًا مِّنَ السَّمَاۤءِ فَظَلُّوْا فِيْهِ يَعْرُجُوْنَۙ  ١٤  لَقَالُوْٓا اِنَّمَا سُكِّرَتْ اَبْصَارُنَا بَلْ نَحْنُ قَوْمٌ مَّسْحُوْرُوْنَ ࣖ   ١٥

Dan kalau Kami bukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, “Sesung-guhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang yang terkena sihir.” (al-Hijr/15: 14-15)

Ayat 45

Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk membiarkan mereka dalam keadaan keras kepala seperti itu, dan tidak mengacuhkan mereka hingga datangnya suatu hari dimana mereka akan dibalas dengan kehancuran disebabkan oleh kejahatan mereka, yaitu pada Perang Badar seperti yang dikatakan oleh Biqā’i menurut dzahir ayat ini, atau sampai datang hari kebangkitan manusia di akhirat, sebagaimana firman Allah:

وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَصَعِقَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَمَنْ فِى الْاَرْضِ اِلَّا مَنْ شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ ثُمَّ نُفِخَ فِيْهِ اُخْرٰى فَاِذَا هُمْ قِيَامٌ يَّنْظُرُوْنَ  ٦٨

Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah). (az-Zumar/39: 68)


Baca Juga: 


Ayat 46

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa pada hari itu tidaklah berguna bagi mereka tipu daya yang telah mereka atur terhadap Muhammad saw untuk membangkitkan api permusuhan kepadanya. Dan mereka tidak akan mendapat bantuan atau pertolongan yang dapat menghalangi azab Allah yang menimpa mereka.

Ayat 47

Allah swt menjelaskan bahwa orang-orang kafir yang menganiaya diri mereka sendiri dengan kekufuran dan kemaksiatan mereka, akan mendapatkan azab yang pedih di akhirat. Di samping itu di dunia pun mereka memperoleh azab berupa kelaparan selama tujuh tahun sebelum terjadinya Perang Badar, dan kekalahan besar pada perang tersebut.

Namun, kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwasanya Allah akan menimpakan azab-Nya kepada mereka baik di dunia maupun di akhirat. Dalam ayat yang lain yang sama artinya, Allah berfirman:

وَلَنُذِيْقَنَّهُمْ مِّنَ الْعَذَابِ الْاَدْنٰى دُوْنَ الْعَذَابِ الْاَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ  ٢١ 

Dan pasti Kami timpakan kepada mereka sebagian siksa yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (as-Sajdah/32: 21)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah At-Tur Ayat 48-49


Tafsir Surah At-Tur Ayat 36-41

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 36-41 ini mengisahkan tentang masuk Islamnya ayah dari Muhammad bin Jubair bin Mut’im yang mendengar Nabi Muhammad saw membaca surah at-Tur, ketika bacaan Rasulullah sampai pada ayat ke 35-36 jantungnya terasa melayang. Itulah salah satu mukjizat Alquran.

Kemudian selain itu, Tafsir Surah At-Tur Ayat 36-41 ini berupa pertanyaan-pertanyaan Allah kepada orang-orang kafir yang sombong dan merasa mengetahui semua hal yang ada di alam semesta ini. Oleh sebab itu ditegaskan dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 36-41 tentang mereka yang tidak memiliki pengetahuan akan hal ghaib sehingga mereka tidak mengetahui apakah Nabi Muhammad akan lebih dahulu wafat sebelum mereka.


Baca Juga: Penjelasan Al-Quran tentang Fenomena Alam Semesta Bertasbih kepada Allah


Ayat 36

Kemudian dalam ayat ini Allah menegaskan pula dengan menyatakan kalau mereka itu menciptakan diri mereka sendiri, apakah juga mereka berani berkata bahwa mereka menciptakan alam semesta ini (langit dan bumi), sedangkan pada keduanya terdapat segala penyebab kehidupan mereka?

 Mereka pasti tidak dapat meyakinkan diri sendiri dan tidak konsekuen terhadap apa yang mereka katakan, karena bila ditanya siapa yang menjadikannya dan yang menjadikan langit dan bumi, pasti mereka akan berkata, “Allahlah yang menjadikan itu.” Sesungguhnya bila mereka meyakini, mereka tidak akan mengingkari keesaan Allah.

Ayat 37

Selanjutnya dinyatakan pada ayat ini dalam bentuk pertanyaan, apakah mereka bertindak selaku penguasa dan di tangan mereka perbendaharaan Tuhan. Kemudian mereka menganugerahkan jabatan ke-nabian kepada siapa yang mereka kehendaki dan memilih orang-orang yang mereka senangi? Ataukah mereka itu orang-orang yang berkuasa, sehingga mereka mengatur urusan alam semesta, kemudian mereka menjadikan sesuatu atas kehendak dan kemauan mereka? Kenyataannya tidak demikian. Akan tetapi Allah-lah Yang Mahakuasa, yang mengatur dan menjadikan semuanya yang dikehendaki-Nya.

Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari az-Zuhry, dari Muhammad bin Jubair bin Mut’im bapaknya berkata, “Saya mendengar Nabi Muhamamd saw membaca Surah at-Tur ketika salat magrib. Ketika telah sampai pada ayat 35-37 ini, jantungku hampir terasa melayang. Dan Jubair bin Mut’im telah datang kepada Nabi Muhammad saw setelah Perang Badar dalam Tahanan. Saat itu dia masih seorang musyrik. Kemudian dia mendengarkan ayat ini yang akhirnya ia masuk Islam.”

Ayat 38

Dalam ayat ini Allah swt menyatakan dengan nada pertanyaan, apakah mereka mempunyai tangga untuk naik ke langit, kemudian mereka dapat mendengarkan perkataan malaikat tentang masalah-masalah gaib yang diwahyukan Allah.

Sebenarnya mereka hanya berpegang kepada hawa nafsu saja. Mereka mengakui hal itu, maka cobalah mereka mengemukakan suatu bukti yang nyata, yang menerangkan kebenaran pengakuan mereka itu yang menolak risalah seperti pembuktian yang dibawa oleh Muhammad saw dari Tuhannya.


Baca Juga: Nasib Tragis Perempuan di Masa Arab Jahiliah


Ayat 39

Dalam ayat ini Allah swt bertanya kepada mereka dengan mengatakan apakah menurut mereka Tuhan mempunyai anak-anak perempuan yang dinamakan malaikat, sedangkan mereka mempunyai anak laki-laki, padahal mereka tahu anak laki-laki lebih diinginkan dari pada anak perempuan. Dalam ayat ini Allah berfirman:

تِلْكَ اِذًا قِسْمَةٌ ضِيْزٰى   ٢٢

Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (an-Najm/53:22)

Ini merupakan kelengkapan penjelasan bahwa barang siapa yang berpendapat seperti itu, jelaslah bahwa dia tidak termasuk orang-orang yang mempunyai pikiran yang sehat.

Ayat 40

Pada ayat ini Allah swt bertanya kepada mereka, perlukah Muhammad saw meminta upah kepada orang-orang musyrik, sedangkan dia diutus Allah swt kepada mereka untuk mengajak, mengesakan Tuhan dan taat kepada-Nya? Andaikata demikian, tidaklah upah yang diminta Muhammad saw itu memberatkan beban mereka sehingga mereka tidak dapat memenuhi seruan Muhammad? Pertanyaan ini mematahkan tuduhan mereka, apalagi jika Nabi Muhammad meminta upah kepada mereka.

Ayat 41

Selanjutnya dalam ayat ini Allah bertanya kepada mereka apakah mereka mempunyai ilmu gaib yang tidak diketahui manusia, yang mereka tulis untuk keperluan manusia? Kemudian mereka memberitahukannya kepada manusia semau mereka? Tidaklah mungkin mereka mempunyai ilmu gaib, karena tidak ada yang mengetahui kegaiban langit dan bumi kecuali Allah.

Qatādah berkata, ayat ini merupakan jawaban terhadap perkataan mereka bahwa mereka menunggu perputaran masa (kematian Muhammad sebelum mereka). Maka Allah menegaskan, apakah ada pada mereka pengetahuan tentang yang gaib sehingga mereka mengetahui bahwa Muhammad saw akan wafat sebelum mereka.

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Privilese bagi yang Tidak Dikaruniai Anak


Tafsir Surah At-Tur Ayat 31-35

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Menjawab tuduhan orang-orang kafir kepada Rasulullah, maka dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 31-35 ini menegaskan bahwa Allah mengancam datangnya kehancuran didunia dan di akhirat bagi orang-orang kafir yang sombong.

Selain itu, untuk menjawab kesombongan mereka Tafsir Surah At-Tur Ayat 31-35 menantang orang-orang kafir tersebut untuk bersatu menyusun surah yang mirip dengan Alquran. Selengkapnya baca Tafsir Surah At-Tur Ayat 31-35 di bawah ini.


Baca Juga: Tafsir Surah al-An’am Ayat 68 : Bagaimana Menyikapi Orang Yang Melecehkan Al-Qur’an ?


Ayat 31

Dalam ayat ini Allah swt menegaskan kepada Muhammad saw supaya ia mengancam mereka dengan mengajak menunggu hari kehancuran mereka. Muhammad saw juga menyatakan bahwa ia juga menunggu seperti mereka mengenai akan datangnya ketentuan dari Tuhan, supaya mereka mengetahui siapa yang berakhir dengan kebaikan dan siapa pula yang mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat.

Sikap orang-orang kafir yang sombong memang kadang-kadang perlu dihadapi dengan tegas. Apalagi tuduhan mereka memang sudah keterlaluan dengan menyatakan Nabi sebagai tukang tenung, sebagai orang gila dan sebagainya, padahal pendapat-pendapat mereka hanya didasarkan pada prasangka yang tidak berdasar sama sekali. Maka perlu ditegaskan bahwa risalah Nabi adalah dari Allah yang Mahakuasa, oleh karena itu Nabi tidak perlu takut membuktikan semuanya sampai di hari akhirat nanti.

Ayat 32

Kemudian pada ayat ini Allah swt mempertanyakan apakah orang-orang kafir itu mempergunakan akal sehat mereka atau hanya mempertaruhkan hawa nafsu dan angan-angan belaka dalam melemparkan tuduhan-tuduhan mereka yang aneh dan tidak ada dasarnya sama sekali. Nabi memang bukan penyair, juga bukan tukang tenung dan bukan orang gila.

Tuduhan-tuduhan mereka semata-mata didasarkan pada rasa benci yang berlebih-lebihan, sehingga tidak memperhatikan akal sehat sama sekali.

Ayat 33

Pada ayat ini dengan menggunakan bentuk kalimat pertanyaan, Allah menerangkan tuduhan orang-orang kafir bahwa Nabi dianggap mengada-ada, menyatakan sesuatu yang dikarang-karang sendiri oleh Nabi Muhammad saw. Bentuk pertanyaan ini, merupakan suatu dorongan agar mereka berpikir untuk mencari jawaban dengan menggunakan akal sehat.

Ayat-ayat Al-Qur’an memang memesona mereka, baik rangkaian bahasa-nya maupun isi kandungannya, sehingga mereka mengatakan Muhammad adalah penyair atau tukang tenung bahkan mereka anggap sebagai orang gila, sebetulnya mereka terkagum-kagum pada ayat Al-Qur’an, tetapi karena mereka tidak beriman, mereka menolak dan mengingkari firman-firman Allah dan kenabian Nabi Muhammad maka mereka asal tuduh saja. Memang mereka menghadapi dilema dengan kehebatan Al-Qur’an tetapi juga benci kepada Nabi Muhammad saw.

Demikianlah jika seseorang tidak mendapat hidayah dari Allah swt, menderita batin di dunia, dan menderita lahir batin di akhirat nanti.


Baca Juga: Tantangan Alquran kepada Penentang Risalah Nabi Muhammad


Ayat 34

Kemudian dalam ayat ini, Allah menjawab berbagi tuduhan mereka terhadap Nabi Muhammad saw dengan tantangan untuk mencoba membuat seperti apa yang telah disampikan oleh Nabi. Kalau Muhammad saw itu dituduh penyair, maka di tengah-tengah mereka itu banyak penyair yang fasih. Kalau Nabi dituduh tukang tenung, bukankah di tengah-tengah mereka juga banyak tukang tenung yang ahli. Atau kalau ia dituduh mengada-adakan, bukankah di tengah-tengah mereka itu juga banyak ahli pidato, lancar berbicara dengan keindahan tutur katanya, dan sebagainya.

Maka mengapakah mereka, tidak sanggup membuat suatu ungkapan seperti Al-Qur’an bila mereka memang orang-orang yang benar dalam tuduhan mereka. Bahkan mereka mempunyai tokoh-tokoh ahli yang punya kemampuan besar dalam berpidato, bersyair, dan telah banyak pengalaman menyusun kalimat dengan menggunakan gaya bahasa puisi atau prosa. Mereka mengetahui benar sejarah bangsa Arab lebih dari pengetahuan Muhammad saw? Walaupun demikian, nyatanya mereka masih tidak mampu membuat suatu surah pun seperti Al-Qur’an, meskipun mereka semua bekerja sama secara kelompok.

Ayat 35

Dalam ayat ini Allah menegaskan apakah orang-orang kafir itu mengingkari Allah sebagai Pencipta yang menjadikan semesta alam ini, atau mereka menganggap bahwa mereka itu diciptakan sebagus itu tanpa adanya pencipta. Namun, akal menetapkan bahwa setiap yang ada berasal dari tiada. Ini menunjukkan suatu bukti bahwa ada sesuatu yang mengadakannya pasti ada yang menciptakannya.

Ataukah mereka menganggap bahwa diri mereka sendiri yang menciptakan mereka. Anggapan mereka seperti ini tentulah bertentangan dengan akal yang sehat, sebab setiap sesuatu itu harus ada yang menyebabkan adanya dan yang mengadakannya.

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Tafsir Surah Alhujurat Ayat 11: Bentuk Penjagaan Lisan


Tafsir Surah At-Tur Ayat 26-30

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Selain merinci tentang apa yang dilakukan para penghuni syurga selama hidup di dunia sehingga mereka mendapatkan balasan kenikmatan yang luar biasa, Tafsir Surah At-Tur Ayat 26-30 ini juga mengisahkan tentang siksaan bagi orang-orang yang selama di dunia terbuai dengan kemewahannya, balasan tersebut adalah neraka Jahannam.

Kemudian, dalam dua ayat terakhir Tafsir Surah At-Tur Ayat 26-30 ini menceritakan tentang orang-orang kafir yang memfitnah Rasulullah sebagai tukang tenung dan memiliki penyakit epilepsy atau ayan.


Baca Juga: Perintah Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka


Ayat 26-27

Kemudian dalam ayat ini Allah swt merinci tanya jawab atas berbagai kesenangan yang mereka nikmati. Mereka berkata bahwa sesungguhnya mereka sewaktu di dunia, pada waktu itu di tengah-tengah keluarga mereka timbul rasa takut akan azab Allah dan siksanya. Kemudian Allah menghilangkan rasa takut itu dengan mengaruniakan nikmat-Nya kepada mereka yaitu mereka terpelihara dari api neraka yang disebut as-samum.

Perasaan takut mereka di dunia akan azab Allah mendorong mereka mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya meskipun ketika itu berada di tengah-tengah keluarga, mereka memperoleh ketenangan. Diriwayatkan bahwasanya ‘Aisyah berkata, “Andaikata Allah membukakan neraka di bumi ini seujung jari saja, maka akan terbakarlah bumi dan seluruh isinya.”

Ayat 28

Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa penghuni-penghuni surga itu telah memenuhi persyaratan seruan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka mendapat kemuliaan itu. Mereka berkata bahwa mereka dahulu menyembah Allah dan memohon kepada-Nya. Maka Allah memperkenan-kan dan mengabulkan permintaan mereka dan menerima ibadah mereka, karena Allah yang melimpahkan kebaikan, dan pemberi karunia, lagi Maha Penyayang.

Setiap orang yang beriman dan setiap orang kafir tidak akan pernah lupa terhadap apa yang telah mereka perbuat di dunia, kenikmatan orang-orang yang beriman akan bertambah bila mereka melihat bahwa mereka telah berpindah dari penjara dunia ke alam kesenangan akhirat, dan dari kesempitan kepada kelapangan. Sebaliknya bertambahlah siksa orang kafir bilamana ia melihat bahwa dirinya telah berpindah dari kemewahan dunia ke alam penderitaan, dan kesengsaraan neraka Jahannam di akhirat.


Baca Juga: Kajian Semantik Kata Surga dan Neraka dalam Al-Quran


Ayat 29-30

Pada Tafsir Surah At-Tur Ayat 26-30 khususnya dalam ayat 29 Allah swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk tetap memberikan peringatan kepada kaumnya, dengan mengajarkan kepada mereka ayat-ayat Allah tanpa menghiraukan perbuatan-perbuatan mereka yang tidak mengandung kebenaran. Allah menegaskan bahwa hamba-Nya yang bernama Muhammad saw bukanlah tukang tenung dan bukan orang gila.

Adapun orang-orang kafir menuduh Nabi Muhammad saw sebagai tukang tenung, karena beliau banyak memberikan berita-berita gaib tentang masa lalu. Umat-umat yang diperjuangkan nabi-nabi sebelumnya juga memberikan berita hal-hal yang akan datang seperti hari Kiamat, hari Kebangkitan dan hari Pengadilan (yaumul-Hisab) dan tentang surga serta neraka. Berita-berita gaib ini merupakan sebuah kebenaran yang diterima dari Allah. Jadi jelaslah bahwa Nabi bukan tukang tenung yang menyampaikan hal-hal yang tidak benar.

Orang kafir juga menuduh Rasulullah sebagai orang gila, karena beliau menyatakan dan mengajarkan bahwa Tuhan itu hanya satu, sedangkan mereka menganggap Tuhan mereka yang berjumlah empat saja banyak persoalan dunia yang tidak selesai. Jika Tuhan hanya satu maka dunia tidak terpelihara lagi, kata mereka. Beberapa orientalis Barat menyatakan Nabi punya penyakit epilepsi (ayan) seperti ketika beliau menerima wahyu tiba-tiba diam dan tidak menghiraukan keadaan sekeliling seperti orang terjangkit penyakit ayan. Tetapi pada ayat 29 ini Allah menegaskan bahwa Muhammad saw tidaklah gila sebagaimana dituduhkan orang-orang kafir. Nabi Muhammad saw adalah hamba Allah yang diangkat jadi rasul, memiliki akal yang sehat, cita-cita yang tinggi, akhlak dan perilaku yang mulia.

Sedangkan Tafsir Surah At-Tur Ayat 26-30 khususnya pada ayat 30 menceritakan tentang orang-orang kafir yang masih menuduh Nabi sebagai penyair karena ayat-ayat Al-Qur’an sangat indah bahasanya, susunan kalimat dan pilihan katanya sangat luar biasa. Para penyair biasa memiliki kemampuan bahasa yang indah dan biasa menyusun kalimat dan memilih kata-katanya tidak seperti manusia biasa. Menurut mereka para penyair sering menemui kematian karena kecelakaan. Oleh karena itu mereka selalu menunggu-nunggu kecelakaan yang akan menimpa Muhammad saw.

Pada ayat ini Allah swt menegaskan bahwa Nabi bukanlah penyair. Bahasa yang indah, susunan kalimat dan pilihan bahasa yang luar biasa pada ayat-ayat Al-Qur’an karena ayat-ayat itu merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dan Allah akan selalu melindungi Nabi-Nya. Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ ۗوَاِنْ لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسٰلَتَهٗ ۗوَاللّٰهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ  ٦٧ 

Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. (al-Ma’idah/5: 67)

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Tantangan Alquran kepada Penentang Risalah Nabi Muhammad


Tafsir Surah At-Tur Ayat 22-25

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Di dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 22-25 ini masih menggambarkan kebahagiaan yang diperoleh dari orang-orang yang hidup di syurga. Allah swt memberikan makanan yang lezat dan disenangi manusia selama di dunia seperti buah-buahan dan daging. Selain itu, dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 22-25 ini, saat di syurga manusia boleh meminum khamr yang dilarang saat hidup di dunia. Khamr di syurga tidak memabukkan seperti yang ada di dunia.

Allah juga mengizinkan para penghuni syurga untuk saling berkunjung dan bercerita tentang apa saja yang dihindari mereka saat di dunia. Bahkan sebagai ganjarannya para penghuni syurga memiliki pelayan-pelayan yang baik dan ramah. Begitulah keindahan hidup di syurga yang digambarkan dalam Tafsir QS. At-Tur Ayat 22-25.


Baca Juga: Cara Jamuan Disuguhkan untuk Ahli Surga dalam Surah Al-Insan Ayat 5


Ayat 22

Selanjutnya pada ayat ini Allah menyebutkan bahwa Dia menambah-kan kesenangan penghuni surga tersebut dari waktu ke waktu dengan apa yang mereka inginkan, seperti disediakannya berbagai macam buah-buahan dan daging yang lezat, sekalipun mereka tidak memintanya.

Mengapa Allah swt menyebutkan buah-buahan dan daging, tidak menyebutkan berbagai macam makanan yang lain karena buah-buahan dan daging merupakan makanan yang disenangi dan mengandung gizi yang diperlukan bagi tubuh dan sangat disenangi di dunia. Jadi Allah memberi semua yang menjadi kesenangan manusia.

Ayat 23

Dalam ayat ini Allah swt menggambarkan tentang kegembiraan mereka di surga yaitu mereka masing-masing mengambil gelas minuman mereka. Mereka duduk sambil bersulang dengan teman-teman mereka, bersenda-gurau seperti terjadi dalam suatu kelompok sahabat, sebagai gambaran betapa riang-gembiranya mereka.

Minuman khamar di akhirat tidak memabukkan seperti halnya dengan khamar di dunia, dan tidak pula menyebabkan orang berbicara melantur tak tentu arah atau mabuk seperti peminum di dunia. Allah swt telah menjelaskan dalam ayat lain, yakni tentang khamar di akhirat dan sedap rasa makanan yaitu ayat yang berbunyi dalam firman-Nya:

بَيْضَاۤءَ لَذَّةٍ لِّلشّٰرِبِيْنَۚ   ٤٦  لَا فِيْهَا غَوْلٌ وَّلَا هُمْ عَنْهَا يُنْزَفُوْنَ  ٤٧

(warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum. Tidak ada di dalamnya (unsur) yang memabukkan dan mereka tidak mabuk karenanya. (as-Shaffat/37: 46-47)

Dan firman-Nya:

لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ    ١٩

Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk. (al-Waqi’ah/56: 19)


Baca Juga: Zanjabil dan Kafur: Dua Minuman Surga yang Disebutkan dalam Al-Qur’an


Ayat 24

Ayat ini menjelaskan bahwa penghuni surga dikelilingi oleh pelayan-pelayan yang muda belia yang membawa minuman. Pelayan-pelayan itu selalu siap diperintah. Mereka tampan dan cantik seperti mutiara yang berkilauan indah dan tersimpan dalam tempat yang tersembunyi. Dalam ayat yang lain yang sama, artinya Allah menjelaskan:

يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ    ١٧  بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ    ١٨ 

Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir. (al-Waqi’ah/56: 17-18)

Terkait dengan ayat ini Qatadah berkata, “Saya mendengar kabar Rasulullah ditanya tentang pelayan surga yang seperti mutiara, maka bagaimana dengan yang dilayani?” Rasulullah bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ فَضْلَ مَا بَيْنَهُمْ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَا ئِرِ الْكَوَاكِبِ. (رواه ابن جرير و ابن المنذر)

“Demi Allah bahwa perbedaan kelebihan antara mereka, seperti kelebihan malam bulan purnama atas semua bintang.” (Riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir)

Diriwayatkan bahwa derajat yang paling rendah di surga ialah orang yang bilamana ia memanggil pelayannya, maka datanglah seribu pelayan berdiri di pintunya, dengan menjawab. Labbaik, labbaik (ya . . . ya . . . ).”

Ayat 25

Pada ayat ini Allah swt menerangkan bahwa penghuni surga itu saling mendatangi penghuni yang lain baik antara bapak, ibu dan keluarga mereka yang seiman di dunia dan juga dengan penghuni surga yang lain, bertanya tentang keadaan mereka di dunia dahulu, yaitu meliputi ibadah atau seputar berbagai upaya nahi munkar karena takutnya mereka akan azab Allah swt ketika hidup di dunia. Kemudian mereka memuji Allah swt yang telah menghilangkan sedih, pilu, duka dan kegelisahan mereka. Mereka di surga tidak lagi merasakan kesusahan dan kesukaran mencari nafkah hidup atau mencari rezeki dan segala hal yang berkenaan dengan kehidupan. Mereka hanya tinggal menikmati berbagai kesenangan saja.

Diriwayatkan bahwa Anas berkata sebagai berikut:

قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ اِذَا دَخَلَ اَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ اشْتَاقُوْا اِلَى الاِخْوَانِ فَيَجِيْئُ سَرِيْرُ هٰذَا حَتىَّ يُحَاذِيَ سَرِيْرُ هٰذَا فَيَتَحَدَّثَانِ فَيَتَّكِئُ ذَا وَيَتَّكِئُ ذَا فَيَتَحَدَّثَانِ بِمَا كَانَا فِى الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَحَدُ هُمَا لِصَاحِبِهِ يَافُلاَنُ أَتَدْرِي اَيُّ يَوْمٍ غَفَرَ اللهُ لَنَا؟ اَلْيَوْمَ الَّذِي كُنَّا فِي مَوْضِعِ كَذَا وَكَذَا فَدَعَوْنَا اللهَ فَغَفَرَلَنَا. (رواه البزار)

Rasulullah saw bersabda, “Apabila penghuni surga telah memasuki surga dan mereka rindu kepada kawan-kawan mereka, lalu datanglah sofa seseorang mendekat hingga berhadapanlah dengan sofa yang lainnya keduanya duduk santai sambil bercakap-cakap dan membicarakan amal mereka di dunia dahulu. Maka berkatalah seseorang dari mereka, “Hai fulan, tahukah engkau pada hari apa Tuhan mengampuni kita? Pada hari di tempat, di mana kita berdoa kepada Allah kemudian kita diampuni-Nya.” (Riwayat al-Bazzar)

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: 7 Sifat-Sifat Penghuni Surga Menurut Al-Qur’an


Keistimewaan Surah Albaqarah [2]: 285-286

0
Penutup Surah Albaqarah, Doa yang Mustajab

Penutup surah Albaqarah ayat 285-286 memiliki keistimewaan, yakni terletak pada ayatnya yang mengandung redaksi doa yang mustajab. Dalam beberapa riwayat hadis, dijelaskan bahwa ketika berdoa menggunakan ayat tersebut Allah Swt. langsung memberikan respon. Berikut penjelasannya.

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Sabab Nuzul Ayat

Terkait dengan sabab nuzulnya, sebagaimana yang jelaskan oleh Imam al-Suyuti (Asbabun Nuzul, 2014, 89-90), ayat ini berkenaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Ketika turun firman Allah Swt. “… وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ … (Albaqarah [2]: 284)”. Para sahabat merasa sedih. Lalu, mereka mendatangi Nabi Saw. dan berlutut dihadapan beliau.

Para sahabat itu berkata, “Telah turun kepada engkau ayat ini, sedangkan kami tidak mampu menanggungnya”.

Nabi Saw. pun berkata, “Apakah kalian ingin mengatakan seperti apa yang dikatakan kedua Ahli Kitab sebelum kalian, ‘Kami mendengar, tetapi kamu tidak mau menurutinya?’. Maka katakanlah, ‘Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali’”.

Ketika mereka dapat mengucapkan kata-kata tersebut dengan mudah, Allah Swt. menurunkan firman-Nya, yakni surah Albaqarah ayat 286.

Baca Juga: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 285

Tafsiran Ayat

Sebagaimana yang ditulis oleh M. Quraish Shihab (Tafsir al-Misbah, Jilid 1, 624) bahwa kedua ayat ini berisi tentang permohonan orang-orang mukmin sambil menyeru nama Allah dengan menyebut rabbana, tanpa menggunakan awalan يا (wahai), yang biasanya digunakan untuk menyeru yang jauh. Hal ini menandakan bahwa adanya kedekatan antara orang mukmin dengan Allah Swt., dan kedekatan itu diakui oleh Allah Swt. sehingga diabadikan dalam kitab suci-Nya.

Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, آمَنَ الرَّسُولُ bukan bermaksud menjelaskan bahwa Nabi Saw. telah beriman sebagaimana lafaz lahiriahnya, akan tetapi ayat ini menjelaskan adanya penyanjungan kepada para mukmin yang telah beriman, sebagaimana Nabi Saw. telah beriman.(Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur, Jilid 1, 510)

Orang-orang yang beriman secara tulus akan selalu mempertimbangkan sisi kekurangan dari dirinya, lalu senantiasa menyempurnakannya. Maka dari itu, dalam ayat 285 tersebut, mereka selalu berdoa agar Allah Swt. mengampuni segala kesalahan yang menghalangi mereka untuk mencapai kesempurnaan.

Kemudian dalam ayat 286, Allah Swt. menegaskan bahwa Dia tidak akan memberatkan beban hambanya melebihi kesanggupannya. Ini menunjukkan sifat kelembutan Allah Swt kepada para hamba-Nya. (Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur, Jilid 1, 512)

Salah satu keistimewaan dalam ayat ini adalah penggunakan kata كسبت (kasabat) dan اكتسبت (iktasabat). Diksi kasabat menunjukkan tentang usaha yang baik, sedang iktasabat menggambarkan tentang dosa. Menurut Shihab (Tafsir al-Misbah, Jilid 1, 621), sekalipun kedua kata tersebut dari akar kata yang sama, namun keduanya mengandung makna yang berbeda.

Iktasabat memiliki makna adanya kesungguhan dan usaha yang ekstra. Sedangkan kasaba bermakna sesuatu yang mudah dan tidak disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh atau juga menunjukkan usaha yang positif/baik.

Maka, hal tersebut mengisyaratkan bahwa kebaikan, sekalipun baru dalam bentuk niat dan belum terlaksana, sudah mendapatkan imbalan dari Allah Swt. Berbeda dengan perbuatan yang tidak baik. Tindakan itu akan dinilai dosa apabila telah dilaksanakan dengan kesungguhan dalam kenyataan.

Kemudian, Allah Swt. menutup ayat ini dengan doa, yakni permohonan ampun agar Allah tidak menghitung kehilafan atau kesalahan yang diperbuat manusia. Sebaliknya, Allah meringankan beban, memberi maaf dan ampun, rahmat serta pertolongan dalam menghadapi orang-orang kafir. (Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur, Jilid 1, 513)

Baca Juga: Surat Al-A‘raf [7] Ayat 55: Etika Berdoa Menurut Al-Qur’an 

Keistimewaan: Termasuk Doa yang Mustajab

Selain memiliki keistimewaan dari segi tata bahasanya, penutup surah Albaqarah ini diberikan atau diwahyukan kepada Nabi Saw. ketika beliau diperjalankan ke Sidratul Muntaha. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah. Bahwa pada saat itu, Nabi Saw. diberikan tiga hal, yakni perintah salat lima waktu, ayat-ayat penutup surah Albaqarah, serta ampunan bagi umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 3, 578).

Keistimewaan berikutnya adalah ayat di atas mengandung doa, terlebih doa yang mustajab. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Sa’id bin Jabir dari Ibnu ‘Abbas r.a, Ketika berdoa غُفْرَانَكَ رَبَّنَا, maka Allah Swt. menjawab “Aku telah mengampunimu”.

Kemudian, dilanjut dengan  لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا, lalu Allah Swt. menjawab, “Aku tidak akan menghukummu”.

Dan, ketika membaca رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا, Allah berkata, “Aku tidak akan memberimu beban”.

Lalu diteruskan dengan  وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ, Allah menjawab, “Aku tidak akan memberatkanmu”.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 10: Intisari Doa Kasih Sayang dan Pengampunan

Dan وَاعْفُ عَنَّا hingga akhir, Allah menjawab, “Aku telah memaafkan mu, mengampuni mu, merahmatimu, dan telah menolongmu dari kaum kafir. (Al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi, Jilid 1, 358)

Ibnu Katsir juga memaparkan yang senada dalam tafsirnya (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 3, 580-581), bahwa dalam Riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, ketika berdoa رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا, Nabi Saw. bersabda bahwa Allah Swt. langsung menjawab doa tersebut dengan berkata, “Ya”.

Kemudian dilanjut dengan رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا hingga akhir ayat, maka Allah Swt. pun menjawab dengan, “Ya”.

Wallahu a’lam.

Tafsir Surah At-Tur ayat 21

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Tafsir Surah At-Tur Ayat 21 menerangkan tentang keadaan orang-orang beriman saat berada di syurga, disebutkan dalam Tafsir Surah At-Tur Ayat 21 bahwa kelak orang-orang yang beriman akan dikumpulkan kembali dengan keluarga mereka, dengan orangtua, istri dan juga anak.

Selain itu, Tafsir Surah At-Tur Ayat 21 ini juga menjelaskan tentang pentingnya mempunyai anak yang shaleh dan shalehah, karena kelak salah satu hal yang menolong orang mukmin di alam kubur adalah doa dari ank-anaknya.


Baca Juga: Berbagai Alasan Memilih Childfree dan Pertimbangannya Menurut Tafsir


Ayat 21

Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa orang-orang yang beriman yang diikuti oleh anak cucu mereka dalam keimanan, akan dipertemukan Allah dalam satu tingkatan dan kedudukan yang sama sebagai karunia Allah kepada mereka meskipun para keturunan itu ternyata belum mencapai derajat tersebut dalam amal mereka. Sehingga orang tua mereka menjadi senang, maka sempurnalah kegembiraan mereka karena dapat berkumpul semua bersama-sama.

Ketika membaca Tafsir Surah At-Tur Ayat 21 ini Ibnu ‘Abbās berkata, bahwa keturunan anak cucu orang-orang beriman akan ditingkatkan oleh Allah swt derajatnya bila ternyata tingkatan mereka lebih rendah dari derajat orang tua mereka.

Kemudian Allah swt memberikan gambaran tentang situasi surga penuh kenikmatan seperti tersedianya makanan mereka di dalam surga. Setiap buah-buahan atau makanan yang mereka inginkan pasti mereka peroleh sesuai dengan selera mereka.

Kemudian digambarkan bagaimana mereka hidup senang di sana. Mereka saling berebutan minum, minum tetap dalam kesopanan, berbicara tentang hal lucu, di sana mereka dilayani oleh pelayan-pelayan yang sangat ramah dan cantik. Mereka juga membicarakan hal ihwal mereka di dunia dahulu sebelum mereka berada di dalam kesenangan dan kemewahan surgawi.

Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda:

اِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ الْجَنَّةَ سَأَلَ عَنْ أَبَوَيْهِ وَزَوْجَتِهِ وَوَلَدِهِ. فَيُقَالُ لَهُ إِنَّهُمْ لَمْ يَبْلُغُوْا دَرَجَتَكَ وَعَمَلَكَ. فَيَقُوْلُ رَبِّ قَدْ عَمِلْتُ لِي وَلَهُمْ فَيُؤْمَرُ بِإِلْحَاقِهِمْ بِهِ. (رواه ابن مردويه والطبراني عن ابن عباس)

Apabila seseorang memasuki surga, ia menanyakan kedua orang tuanya, istrinya, dan anaknya, maka dikatakan kepadanya: “Mereka belum sampai pada derajat dan amalanmu.” Maka ia berkata: “Ya Tuhanku, aku telah beramal untukku dan untuk mereka”. Maka (per-mohonannya dikabulkan Tuhan) disuruhlah mereka (orang tua, istri, anak) untuk bergabung dengan dia.” (Riwayat Ibnu Mardawaih dan at-Tabrani dari Ibnu ‘Abbas)

Ini merupakan karunia Allah swt terhadap anak cucu yang beriman dan berkat amal bapak-bapak mereka sebab bapak pun memperoleh karunia Allah swt dengan berkat anak cucu mereka sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:

اِنَّ اللهَ لَيَرْفَعُ الْعَبْدَ الدَّرَجَةَ فَيَقُوْلُ رَبِّ أَنَّى لِيْ هٰذِهِ الدَّرَجَةُ فَيَقُوْلُ بِدُعَاءِ وَلَدِكَ لَكَ. (رواه أحمد والبيهقي عن أبي هريرة)

Sesungguhnya Allah swt niscaya mengangkat derajat seorang hamba, lalu ia bertanya, “Ya Tuhanku, bagaimana aku memperoleh derajat ini?” Allah menjawab, “Kamu memperolehnya sebab doa anakmu.” (Riwayat Ahmad dan al-Bihaqi dari Abu Hurairah)

Hadis ini sejalan dengan hadis Nabi sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ إِذَا مَاتَ ابْنُ ﺁدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِﻻّﹶ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ. (رواه مسلم عن أبي هريرة)

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Apabila meninggal seorang anak Adam, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: amal jariah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang saleh yang mendoakannya.”(Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)


Baca Juga:


Kemudian pada ayat ini Allah menjelaskan lagi, bahwa pahala amal saleh para bapak yang saleh tidak dikurangi, meskipun kedudukan anak dan isteri mereka yang beriman diangkat derajat mereka menjadi sama dengan suami/bapak mereka sebagai karunia Allah swt. Pada akhir ayat ini Allah menegaskan, bahwa setiap orang memang hanya bertanggung-jawab terhadap amal dan perbuatan masing-masing. Perbuatan dosa istri atau anak tidak menjadi tanggung jawab ayah/suami, demikian pula perbuatan dosa ayah/suami tidak dibebankan pada anak atau istrinya.

Hal ini perlu ditegaskan bahwa hal itu merupakan prinsip dasar. Tetapi Allah memberi karunia banyak kepada orang tua yang beriman dan beramal saleh dengan menambah kebahagiaan orang tua untuk memenuhi keinginan orang tua berkumpul di surga bersama anak, istri dan cucu-cucunya, selama mereka beriman, meskipun derajat mereka lebih rendah, tetapi Allah mengangkat mereka menjadi sama dengan bapak yang mukmin dan saleh tadi. Apabila si anak berbahagia masuk surga dan merindukan bersama orang tuanya, maka Allah melimpahkan karunia-Nya, mengangkat bapak ibunya yang beriman untuk mendapat kebahagiaan bersama anak mereka di surga.

Karunia Allah yang demikian tidak mengubah prinsip setiap orang, hanya bertanggung jawab atas perbuatan masing-masing, meskipun tetap ada pengecualian yang lain seperti firman Allah swt:

كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ  ٣٨  اِلَّآ اَصْحٰبَ الْيَمِيْنِ ۛ   ٣٩

Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, kecuali golongan kanan. (al-Muddaththir/74: 38-39)

Setiap orang akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di hadapan Allah swt. Tanggung jawab itu tidak akan terlepas dari mereka kecuali golongan kanan yaitu orang-orang yang berbuat baik. Mereka inilah yang akan terlepas dari tanggung jawab disebabkan oleh ketaatan mereka beribadah kepada Allah swt.

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Cara Agar Berkumpul Bersama Keluarga di Surga


Tafsir Surah At-Tur ayat 18-20

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Dalam Tafsir Surah At-Tur ayat 18-20 ini dibuka dengan penggambaran rasa suka cita balasan Allah kepada mereka yang selama di dunia takut akan murka Allah dan menjalankan ibadah kepada Allah.

Tafsir Surah At-Tur ayat 18-20 menjelaskan bahwa mereka akan diberi nikmat berada hidup di akhirat sebagai buah amal shaleh selama hidup di dunia. Kelak, di akhirat Allah akan memberikan pasangan yang bermata jeli dan indah, serta menghilangkan segala macam kecemasan, kelelahan ataupun kekhawatiran.


Baca Juga: Benarkah Musibah adalah Adzab dari Allah? Gus Baha: Bukan Hak Kita Menjudge!


Ayat 18

Dalam ayat ini digambarkan bahwa mereka merasakan suka cita dan kebahagiaan yang penuh karena anugrah dan hadiah-hadiah yang dilimpah-kan Allah kepadanya. Mereka tidak pernah terganggu oleh segala macam was-was atau dihinggapi oleh perasaan lelah. Mereka betul-betul berada dalam kesenangan dan kenikmatan serta kelezatan luar biasa, muka mereka berseri-seri, ceria, dan riang gembira. Mereka telah diselamatkan oleh Tuhannya dari azab. Mereka kini merasakan segala kenikmatan dan jauh dari kesengsaraan. Itulah kesenangan yang benar dan nikmat yang abadi.

Ayat 19

Dalam ayat ini Allah membolehkan mereka memakan dan meminum apa yang telah tersedia berupa segala makanan dan minuman yang lezat-lezat. Mereka tidak lagi khawatir bahaya yang akan menimpa seperti halnya apa yang mereka saksikan di dunia tentang adanya bahaya makanan dan minuman. Semua itu sebagai balasan terhadap segala amal baik mereka dan sebagai balasan atas kesungguhan mereka di dunia dalam berbakti kepada Allah swt. Mereka betul-betul merasa nikmat di akhirat itu.

Diriwayatkan bahwa Rabi’ bin Hisyam melakukan salat sepanjang malam. Lalu seorang bertanya kepadanya mengapa ia melelahkan dirinya seperti itu. Maka jawabannya bahwa ia memerlukan istirahat di akhirat nanti. Dalam ayat yang lain yang sama artinya Allah berfirman:

كُلُوْا وَاشْرَبُوْا هَنِيْۤـًٔا ۢبِمَآ اَسْلَفْتُمْ فِى الْاَيَّامِ الْخَالِيَةِ   ٢٤

(Kepada mereka dikatakan),“Makan dan minumlah dengan nikmat karena amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (al-Haqqah 69: 24)

Perkataan hani’an dalam ayat ini berarti kenikmatan makanan dan minuman dan terhindar dari segala apa yang membahayakan.

Orang yang makan di dunia kadang-kadang mendatangkan penyakit dan lain-lain, sehingga ia kurang tenang dan kurang enak makan. Atau ia takut akan segera habisnya makanan itu sehingga ia harus mencarinya lagi. Atau karena habis, lalu kemudian harus memasak lagi hingga matang dan dapat dimakan. Hal-hal seperti ini tidak akan ditemui di surga.

Perkataan “bima kuntum tamalun” dalam ayat ini, berarti sebagai balasan yang telah kamu perbuat di dunia, hal ini sebagai isyarat bahwa Allah telah memenuhi apa yang telah dijanjikan oleh-Nya di dunia, sebab tidak ada nikmat di dunia yang bisa diperoleh tanpa adanya susah payah dahulu. Berlainan halnya dengan nikmat di akhirat. Nikmat di akhirat sebagai balasan atas iman dan amal saleh di dunia sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:

يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا ۗ قُلْ لَّا تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلَامَكُمْ ۚبَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَدٰىكُمْ لِلْاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ   ١٧

Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan ke-islamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuk-kan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (al-Hujurat/49: 17)

Ayat 20

Kemudian Allah menyebutkan apa yang mereka nikmati misalnya kasur-kasurnya (dipan-dipannya). Mereka duduk di sofa yang berjajar dengan santai tanpa suatu apapun yang membebani hati mereka. Tidak ada satu masalah pun yang mesti mereka hadapi waktu itu, sebab barang siapa yang duduk, sedangkan ia menghadapi suatu masalah atau di bebani pikiran oleh suatu masalah berarti pikiran dan hatinya tidak tenteram. Pada ayat ini dipergunakan kata-kata yajlis (duduk) bukan kata-kata yattaki’u (duduk santai). Dengan maksud untuk menjelaskan keadaan duduk seseorang yang diliputi kepuasan dan ketenteraman. Maka keadaan di surga itu menunjukkan suatu keadaan yang tenang, tanpa kesusahan, tanpa beban dan tanpa masalah. Dalam ayat yang lain yang sama artinya dikatakan:

عَلٰى سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِيْنَ

Duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (al-Hijr/15: 47)

Duduk santai sekadar ungkapan, sebagai salah satu contoh tentang kebebasan yang sebenarnya di dalam surga sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad saw:

إِنََّ الرَّجُلَ لَيَتَّكِئُ المُتَّكَأَ مِقْدَارَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً مَا يَتَحَوَّلُ عَنْهُ وَﻻَيَمَلُّهُ يَأْتِيْهِ مَا اشْتَهَتْ نَفْسُهُ وَلَذَّتْ عَيْنُهُ. (رواه ابن أبي حاتم)

“Seseorang di dalam surga duduk santai selama 40 (empat puluh) tahun tidak berpindah dan tidak membosankannya, datang kepadanya (tanpa diusahakan) apa-apa yang diingini oleh hatinya dan disenangi oleh matanya.” (Riwayat Ibnu Abi Hatim)

Kemudian diterangkan bahwa mereka di sana menikmati pasangan-pasangan mereka. Allah telah memberi mereka istri-istri yang cantik yang bermata jeli.

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Bidadari Surga dan Esensi Ganjaran Ukhrawi


Tafsir Surah At-Tur ayat 11-17

0
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49
Tafsir Surah At-Tur ayat 48-49

Melanjuti tafsiran sebelumnya, Tafsir Surah At-Tur ayat 11-17 menyebutkan bahwa bagi orang-orang yang melakukan kejahatan maka di hari kiamat kelak akan dihardik dan di dorong ke dalam neraka Jahannam.

Dalam Tafsir Surah At-Tur ayat 11-17 ini menjelaskan bahwa balasan neraka akan diperuntukkan bagi mereka yang selama hidupnya tidak mempercayai Rasulullah dan mengingkari Islam.


Baca Juga: Perintah Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka


Ayat 11-12

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa azab itu ditimpakan (setelah terjadinya guncangan langit dan beterbangan gunung-gunung) kepada orang-orang pendusta yang bergelimang dengan kebatilan dan selalu menolak kebenaran serta tidak ingat akan adanya hari perhitungan dan tidak pernah takut akan adanya siksaan Tuhan.

Ayat 13

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang berbuat kejahatan tersebut, pada hari itu mereka dihardik dan didorong dengan paksa ke dalam neraka Jahannam, yang apinya selalu membakar dan menyala-nyala.

Ayat 14

Setelah mereka dekat dengan neraka, para penjaga menegaskan dengan ejekan, “Inilah neraka, yang dahulu kamu dustakan di dunia.” Pendustaan mereka terhadap neraka berarti dusta mereka terhadap rasul yang telah membawa berita tentang neraka itu, dengan wahyu yang telah diturunkan kepadanya.

Ayat 15

Karena itu dalam ayat ini Allah mengejek mereka, yaitu orang-orang musyrik yang ketika di dunia menganggap Muhammad saw tukang sihir yang menyihir akal dan menutup mata mereka. Allah swt mengejek mereka ketika mereka diazab di akhirat. “Apakah yang mereka lihat dengan mata kepala mereka sekarang ini, seperti azab yang diberitahukan kepada mereka di dunia itu, ataukah mereka masih terlena oleh sihir seperti dahulu mereka menganggap Muhammad saw menyihir mereka di dunia, ataukah mata mereka tidak melihat apa-apa?” Sungguh azab itu telah menjadi kenyataan, mata mereka tidak kena sihir dan tidak pula ditutupi.

Jelasnya apakah dalam penglihatan mereka ada keraguan ataukah mata mereka sedang sakit? Tidak, kedua-duanya tidak, yang mereka lihat itu adalah kenyataan yang sebenarnya.


Baca Juga: Sihir itu Nyata ataukah Hayalan? Inilah Tafsir Ayat tentang Sihir


Ayat 16

Ketika mereka tidak dapat mengingkari kenyataan dan mengakui bahwa itu bukan sihir dan bukan pula akibat salah melihat, Allah swt memerintahkan kepada mereka supaya masuk ke dalam api neraka untuk merasakan panasnya api neraka. Kemudian Allah swt menjelaskan bahwa bersabar atau tidak, keadaannya serupa bagi mereka. Karena seorang yang tidak sabar akan sesuatu, maka ia berusaha untuk menolaknya baik dengan menjauhinya atau pun dengan mengatasinya. Namun, lain halnya dengan hari kebangkitan sebab azab di akhirat tidak sama dengan azab di dunia karena orang yang diazab di dunia, bila ia bersabar ia akan mendapat manfaat dari kesabarannya, baik manfaat yang berupa balasan di akhirat nanti maupun pujian di dunia berkenaan dengan kesabaran dan ke-tabahannya.

Dan kalau dia tidak sabar dengan pengertian berkeluh-kesah tentulah ia dicela dan dianggap kekanak-kanakan. Akan tetapi kesabaran di akhirat tidak ada manfaatnya karena akhirat bukan tempat beramal tetapi untuk mendapat ganjaran dan pembalasan.

Pada akhir ayat ini Allah swt menegaskan bahwa manusia itu akan menerima pembalasan dari Allah. Jika perbuatan mereka di dunia baik, mereka akan menerima balasan yang baik pula di akhirat. Dan jika perbuatan mereka di dunia jahat, mereka di akhirat akan menerima balasan setimpal dengan kejahatannya. Allah berfirman:

وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ اَحَدًا

Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (al-Kahf/18: 49)

Tegasnya Allah akan membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. Balasan itu akan diterima apakah bersabar atau tidak, pasti terlaksana.

Ayat 17

Dalam Tafsir Surah At-Tur ayat 11-17 khususnya dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang takut akan murka Tuhannya, mereka melaksanakan ibadat kepada-Nya baik dengan terang-terangan atau tidak, memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap Tuhan, dan menjalankan peraturan-peraturan agama, tidak meng-erjakan suatu perbuatan maksiat yakni tidak menodai dirinya dengan dosa dan tidak menodai jiwanya dengan kemunafikan.

Kepada mereka Tuhan memberikan balasan surga, di dalamnya mereka bersenang-senang. Mereka mendapat apa yang belum pernah mereka lihat, belum pernah mereka dengar, dan belum pernah diterangkan oleh seorang manusia pun. Semuanya itu sebagai balasan atas perbuatan baik mereka selama hidup di dunia. Mereka menjauhi kemewahan duniawi yang membuat lalai pada ibadah serta bersabar atas cobaan-cobaan yang menimpa mereka dengan harapan agar mendapat rida Allah.

(Tafsir Kemenag)


Baca Juga: Tafsir Surah Attahrim Ayat 8: Perintah Tobat tidak Hanya untuk Ahli Maksiat